LKTI
LKTI
DISUSUN OLEH:
i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat atau tiruan
dari karya tulis orang lain serta karya tulis ini belum pernah menjuarai di
kompetisi serupa. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya
bersedia menerima dan mendapat sanksi yang ditetapkan cak dan ning
pembimbing. Demikian surat ini kami buat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat
digunakan sebagaimna mestinya
ii
KATA PENGANTAR
Karya tulis ini disusun sebagai bukti tertulis bahwa penulis telah
melaksanakan Kegiatan Penelitian Kualitatif yang merupakan salah satu
kegiatan di ekstrakulikuler Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di SMA Negeri 1
Taman. Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan, dukungan serta bimbingan yang diberikan oleh pihak ning pimbimbing
penulis tidak mampu menyelesaikan laporan ini. Dengan segala hormat penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan doa dan dukungan
iii
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari dalam penulisan ini
masih terdapat kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga karya
tulis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II ..................................................................................................................... 5
v
2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus ................................................................ 19
BAB IV ................................................................................................................. 28
BAB V................................................................................................................... 47
PENUTUP ............................................................................................................. 47
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kedudukan Taksonomi Tanaman Kelor ................................................. 6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Daun, Bunga, dan Buah Kelor (Hsu dkk, 2006) .................................... 6
Gambar 4.3 (a) Bahan basah pertama, (b) bahan kering kedua. .......................... 35
vii
Gambar 4.3.1 (d) Adonan dengan tepung kelor .................................................... 37
viii
Mokieres (Moringa oleifera Cookies Reducing Diabetes) Thousands Of
Magical Benefits Of Moringa That Are Invisible And Invaluable
Penulis : Nadiyah Nur Rahmah E., Bella Novia A., Nadhif Andhika P.
2024
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan cookies yang mengandung ekstrak
daun kelor (Moringa oleifera) dan mengevaluasi potensinya sebagai penurun
diabetes. Ekstrak daun kelor dipilih karena kandungan nutrisi dan antioksidan
yang tinggi, yang diyakini memiliki efek menguntungkan terhadap kesehatan,
termasuk kemampuannya untuk menurunkan kadar gula darah. Metode ekstraksi
yang digunakan adalah metode infus dan ekstrak dikombinasikan ke dalam
adonan cookies. Pengujian dilakukan untuk mengevaluasi efek penurunan gula
darah cookies moringa pada model hewan coba diabetes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Untuk mengenal lebih jauh manfaat dari
bagian daun Moringa oleifera yang baik bagi Kesehatan tubuh kita. 2)Untuk
mengetahui strategi yang digunakan dalam proses pengolahan atau pengembangan
bagian daun kelor.
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
lebih banyak perempuan (1,8%) dari pada laki-laki (1,2%). Diabetes tak
hanya dialami oleh kalangan orang dewasa atau lanjut usia saja, tetapi
juga bisa dialami oleh kalangan usia muda, bahkan mayoritas dari mereka
tidak menyadirinya.
2
Terdapat banyak sekali orang dengan kebiasaan suka memakan
cemilan manis yang berlebih dan kurang nya penerapan hidup sehat
dikehidupan sehari-hari yang mengidap penyakit diabtes atau gula darah.
3
1. Kepada peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang tentang
manfaat Moringa oleifera dan menerapkannya untuk dimanfaatkan
sehari-hari.
2. Kepada seluruh masyarakat, dapat dijadikan sumber referensi untuk
membuat cemilan yang dapat dinikmati oleh pengidap diabetes tanpa
perlu memikirkan dampaknya.
3. Kepada pemerintah, inovasi ini dapat dijadikan solusi untuk
mengurangi penderita diabetes yang semakin meningkat setiap tahun.
4. Kepada peneliti selanjutnya, dapat dijadikan sumber referensi untuk
mengembangkan penelitian yang lebih akurat, inovatif, dan
implementatif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daun kelor berbentuk bulat telur, bersirip tak sempurna, beranak daun
gasal, tersusun majemuk dalam satu tangkai dan hanya sebesar ujung jari. Helaian
daun kelor berwarna hijau, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi daun
rata, susunan pertulangan menyirip serta memiliki ukuran 1-2 cm (Yulianti, 2008).
Bunga kelor muncul di ketiak daun, beraroma khas dan berwarna putih kekuning-
kuningan. Buah kelor berbentuk segitiga dengan panjang sekitar 20-60 cm dan
berwarna hijau. Kelor berakar tunggang, berwarna putih, berbentuk seperti lobak,
berbau tajam dan berasa pedas (Tilong, 2012).
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopsida
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Suku : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera L (Tilong, 2011).
5
Gambar 1 Daun, Bunga, dan Buah Kelor (Hsu dkk, 2006)
6
2.1.2 Kandungan Senyawa Daun Kelor
Tanaman kelor mangandung 539 senyawa yang dikenal dalampengobatan
tradisional Afrika dan India yaitu bertindak sebagai stimulanjantung dan
peredaran darah, antitumor, antipiretik, antiepilepsi,antiinflamasi, diuretik,
antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan,antidiabetik, antibakteri, dan
antijamur (Toripah dkk., 2014). Daun kelor memiliki kandungan senyawa
aktifseperti flavonoid, saponin, tanin, dan polifenol sebagai antimikrobia
(Sallydkk., 2014). Menurutpenelitian Ojiako (2014), ekstrak daun kelor
mengandung tanin 8,22%,saponin 1,75% dan fenol 0,19%. Mekanisme bahan
aktif antibakteri ini yaitu dengan peningkatanpermeabilitas dari dinding sel bakteri
sehingga membran sel bakteri rusak danbakteri lisis (Esimone dkk., 2006).
Daun kelor sebagai sumber antioksidan alami yang baik karenakandungan
berbagai jenis senyawa antioksidan pada daun kelor seperti asamaskorbat,
flavonoid, fenolik dan karotenoid. Tingginya konsentrasi asamaskorbat, zat
estrogen dan β-sitosterol, besi, kalium, fosfor, tembaga, vitaminA, B, C yang
membuat daun kelor memiliki banyak manfaat bagi kesehatankandungan kimia
asam amino yang terdapat pada daun kelor berbentuk asamaspartat, asam
glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, arginin,triptofan, sistein dan
metionin (Makkar dan Becker, 1996).
Suhu pemanasan akan merusak antioksidan sehingga dapatmenghambat
kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas. Haltersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka aktivitas antioksidan akan
semakin menurun (Trilaksani, 2003). Pada teh bunga kamboja yangmenggunakan
suhu 90ºC memiliki aktivitas antioksidan sebesar 4,99%sedangkan dengan suhu
60ºC memiliki aktivitas antioksidan yang lebihtinggi yaitu sebesar 6,44%
(Triastuti, 2008).
Aroma yang dimiliki daun kelor agak langu, namun aroma akan berkurang
ketika dipetik dan dicuci bersih lalu disimpan pada suhu ruang 30ºC sampai 32ºC
(Kurniasih, 2013). Bau langu yang terdapat pada daun kelor disebabkan oleh
enzim yaitu enzim protease (Fathimah dan Wardani, 2014).Menurut Trisnawati
dan Nisa (2015), daun kelor segar yang diblancing selama 5 menit dapat
menginaktivasi enzim penyebab bau langu.
7
Daun kelor mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan
yang mampu menjaga terjadinya oksidasi sel tubuh. Flavonoid secara umum
terdapat hampir pada semua tumbuhan yang terikat pada gula sebagai glikosida
dan aglikon. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antimikrobia, antivirus,
antioksidan, antihipertensi dan mengobati gangguan fungsi hati. Flavonoid
bersifat bakteriostatik dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Binawati dan
Amilah, 2013).
Flavonoid adalah senyawa fenolik yang dapat berubah jika ditambahkan
senyawa yang bersifat busa dan ammonia. Flavonoid di alam merupakan senyawa
yang larut dalam air. Ikatan flavonoid dengan gula menyebabkan banyaknya
bentuk kombinasi yang dapat terjadi di dalam tumbuhan, sehingga flavonoid pada
tumbuhan jarang ditemukan dalam keadaan tunggal (Harbone, 1987). Golongan
flavonoid mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon
dengan salah satu dari cincinbenzena (Robinson, 1995).
Menurut Sudirman (2014), flavonoid mempunyai kemampuan berinteraksi
dengan DNA bakteri dan menghambat fungsi membran sitoplasma bakteri dengan
mengurangi fluiditas dari membran dalam dan membran luar sel bakteri. Hal
tersebut menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri dan membran
sel tidak berfungsi lagi, termasuk untuk perlekatan dengan substrat. Hasil interaksi
tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri,
mikrosom, dan lisosom. Ion hidroksil secara kimia menyebabkan perubahan
komponen organik dan transport nutrisi, sehingga menimbulkan efek toksis
terhadap sel bakteri.
8
Tanin termasuk senyawa fenol dengan berat molekul besar, terdiri dari
gugus hidroksil dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk
membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa
makromolekul (Hayati dkk., 2010). Bale-Smith dan Swain yang dikutip Haslam
(1989), menjelaskan tanin sebagai senyawa fenolik larut air dengan massa molar
sekitar 300-3000, menunjukkan reaksi alami fenol, mempresipitasi alkaloid,
gelatin, dan protein lain.
9
yang bersifat antioksidan kuat. Polifenol secara alami dapat ditemukan dalam
sayuran, buah, kacang, minyak zaitun dan minuman (Nawaekasari, 2012).
10
Buah kelor atau polong mengandung protein dan serat yang tinggi
sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi gizi buruk dan diare. Bagian ini
juga dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing, hati dan limpa, serta mengobati
masalah nyeri sendi. Polong juga dimanfaatkan sebagai antimikroba,
antihipersensitif, antiinflamasi, menjaga organ reproduksi dan tonik.Biji kelor
yang sudah tua dimanfaatkan sebagai antimikroba, antibakteri, kutil, penyakit
kulit ringan, antitumor, lika lambung, demam, rematik, antiinflamasi,
meningkatkan kekebalan tubuh dan sumber nutrisi. Tepung biji dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi masalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes dan Pseudomonas aeruginosa
karena mengandung antibiotik yang kuat (Mardiana, 2013).
11
Tabel 2.2 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992
Parameter Nilai
Keadaan bau, warna, tekstur, dan rasa Normal
Air (%b/b) Maksimum 5
Protein (%b/b) Maksimum 6
Abu (%b/b) Maksimum 2
Pewarna dan pemanis buatan Harus menggunakan pewarna dan
pengawet yang telah lolos Depkes
Cemaran tembaga (mg/kg) Maksimum 10
Cemaran timbal (mg/kg) Maksimum 1,0
Seng (mg/kg) Maksimum 40,0
Merkuri (mg/kg) Maksimum 0,05
Cemaran mikroba
Angka komponen total (koloni/gram) Maksimum 1 x 10^6
Sumber : BSN, 1992
a. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah salah satu bahan yang mempengaruhi proses
pembuatan adonan dan menentukan kualitas akhir produk berbasis tepung terigu.
Tepung terigu lunak cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan
lengket. Fungsi tepung sebagai struktur cookies. Sebaiknya gunakan tepung terigu
protein rendah (8-9%). Warna tepung ini sedikit gelap, jika menggunakan tepung
terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata (Farida,
2008).
12
b. Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan cookies.
Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan
penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada
permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya kadar gula di
dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi semakin keras.
Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak
hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat
proses pembentukan warna.
Jenis gula yang umum digunakan seperti gula bubuk (icing sugar), untuk
adonan lunak. Gula kastor, gula pasir yang halus butirannya. Jenis gula lain yang
dapat digunakan untuk memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain:
madu, brown sugar, molase, malt, dan sirup jagung. Cookies sebaiknya
menggunakan gula halus atau tepung gula. Jenis gula ini akan menghasilkan kue
berpori-pori kecil dan halus.
Di dalam pembuatan adonan cookies, gula berfungsi sebagai pemberi rasa,
dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan kue. Untuk
cookies, sebaiknya menggunakan gula halus karena mudah di campur dengan
bahan-bahan lain dan menghasilkan tekstur kue dengan pori – pori kecil dan
halus. Sebaliknya tekstur pori – pori yang besar dan kasar akan terbentuk jika
menggunakan gula pasir. Gunakan gula sesuai ketentuan resep, pemakaian gula
yang berlebih menjadikan kue cepat menjadi browning akibat dari
reaksikaramelisasi.
Dampak yang lain kue akan melebar sewaktu di panggang. Industri
cookies biasanya menggunakan gula cair. Keuntungan dari gula cair adalah bisa
ditimbang lebih akurat dan lebih efisien karena tahap awal dari proses produksi,
yaitu pelarutan gula sudah dilakukan sebelum proses pembuatan adonan dimulai.
Gula cair biasanya terdiri dari 67% padatan dan mengandung kurang dari 5% gula
invert untuk menghindari kristalisasi. Gula cair ini disimpan pada suhu ruang dan
karena konsentrasinya yang cukup tinggi, timbulnya jamur juga dapat dicegah.
13
Sirup sukrosa; adalah sirup yang merupakan campuran dari sukrosa dan invers
sirup. Sirup yang biasanya digunakan dalam industri biskuit atau cookies
mempunyai 60% padatan sebagai invers, 40% sebagai sukrosa dan 1% – 2%
adalah bahan organik. pH dari invers sirup biasanya 5,5. Dan dipertahankan pada
suhu 400ºC agar mudah dipompa. Madu adalah jenis sirup yang sangat istimewa
dan paling mahal digunakan dalam industri biskuit/cookies. Madu digunakan
biasanya karena flavornya yang spesifik (Farida, 2008).
c. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor
yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga cookies atau biskuit
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung terigu
dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi tepung,
jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah pemanggangan
menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di dalam mulut. Lemak
yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan
margarin. Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah tepung. Persentase ini
akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih, dan warna kue kuning
mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan cookies dan
biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan
margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat.
Jangan menggunakan lemak berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah
hancur, sedangkan jumlah lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur
keras dengan rasa seret dimulut (Anni, 2008).
Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies
karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi
terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara
bahan baku yang lain dalam industri cookies atau biskuit. Dibandingkan dengan
terigu dan gula, harga lemak yang paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya
14
harus benar-benar diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau. Lemak digunakan baik pada adonan, disemprotkan
dipermukaan biscuit atau cookies, sebagai isi krim dan coating pada produk
biskuit cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan jenis
lemak yang berbeda pula (Anni, 2008).
d. Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari
fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning
telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak
baik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Telur merupakan pengikat bahan-
bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk
menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang
karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat
atau pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Anni, 2008).
e. Susu Skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan
sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang
mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%. Susu skim berfungsi
memberikan aroma, memperbaiki tesktur, dan warna permukaan. Laktosa yang
terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika
berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses
pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies
setelah dipanggang (Anni, 2008).
f. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain
yang digunakan dalam pembuatan cookies. Sebenarnya jumlah garam yang
ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang
dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih
15
banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang
menentukan adalah formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan
membutuhkan garam yang lebih banyak (Hanafi, 1999).
16
perlahan kemudian dilakukan pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup
mengembang dan mudah dibentuk.
• Metode all in
Sementara itu pembuatan cookies dengan metode all in semua bahan
dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai
adonan cukup mengembang.
Pada saat proses pembuatan adonan, ada persaingan pada permukaan
tepung antara fase air dari tepung dan lemak. Air dan larutan gula berinteraksi
dengan protein tepung untuk membentuk gluten membentuk jaringan yang kuat
dan plastis. Pada saat beberapa lemak tertutup oleh tepung, jaringan ini terputus,
sehingga produk menjadi tidak keras setelah dipanggang, dan mudah leleh di
dalam mulut. Jika kandungan lemak dalam adonan sangat tinggi, hanya sedikit air
yang diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang diinginkan,
gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang sehingga
terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selain itu lemak juga turut berperan dalam
menentukan rasa dari cookies/biskuit. Selama pembentukan adonan waktu
pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan
dengan pengembangan gluten yang diinginkan (Anni, 2008).
17
kemudian digiling dengan menggunakan rolling pin lalu adonan dicetak sesuai
dengan selera.
• Ice box atau refrigerator, yaitu adonan cookies dibungkus dan disimpan dalam
refrigerator setelah agak mengeras adonan bisa diambil untuk dicetak/potong
atau dibentuk sesuai dengan selera.
Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies
yang dicetak, karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi
pengembangan gluten yang berlebihan. Adonan kemudian digiling menjadi
lembaran (tebal ± 0,3 cm), dicetak sesuai keinginan dan disusun pada loyang
yang telah diolesi lemak, kemudian dipanggang dalam oven. Penggilingan
(pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin
setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan
adonan yang halus dan kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam (Anni,
2008).
c. Pembakaran Cookies
Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama pembakaran yang berbeda
untuk memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies yang dicetak
semakin lama pembakarannya dan suhu pembakaran tidak boleh terlalu panas.
Suhu pembakaran pada cookies yang umum 160 - 200°C dengan lama
pembakaran 10 – 15 menit, atau lebih lama (Anni, 2008).
Pengaruh gula pada cookies adalah semakin sedikit kandungan gula dan
lemak dalam adonan, suhu pemanggangan dapat dibuat lebih tinggi (177 - 204°C).
Suhu dan lama waktu pemanggangan akan mampu mempengaruhi kadar air
cookies dimasukkan karena bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat
menghambat pengembangan dan permukaan cookies yang dihasilkan menjadi
retak-retak. Selain itu adonan juga tidak boleh mengandung terlalu banyak gula
karena akan mengakibatkan cookies terlalu keras atau terlalu manis. Cookies yang
dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies
akibat memadatnya gula dan lemak (Anni, 2008)
18
2.3 Tinjauan Tentang Diabetes
2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) telah dikenal manusia sejak zaman dahulu. Tahun
250 sesudah Masehi, Aretaceus dari Cappadocia (Asia Kecil) menyebut penyakit
tersebut dengan nama diabetes (berarti corong atau mengalir). Penyakit ini
digambarkan sebagai “melelehnya daging dan anggota badan menjadi air
kencing”. Para ahli Cina, Jepang, dan India menambahkan penyakit ini sebagai
kencing banyak, kental, dan manis. Pada tahun 1674, Thomas Wilis menyatakan
bahwa kencing penderita penyakit ini mempunyai rasa madu, oleh karena itu
penyakit ini diberi nama Diabetes Mellitus (Mellitus = madu) (Soehadi, 1996).
Diabetes mellitus kelompok penyakit yang digolongkan berdasarkan level
gula darah yang tinggi yang dihasilkan karena kerusakan pengeluaran insulin, aksi
insulin, atau keduanya (WHO, 2003). Diabetes Mellitus ditandai oleh
hiperglisemia serta gangguan – gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang diakibatkan oleh sekresi insulin (WHO, 1999). Hiperglisemia terjadi
sebagai hasil abnormalitas metabolisme dari homeostatis glukosa dan bertanggung
jawab terhadap simtom – simtom yang dimunculkan. (Dunning, 2006)
Diabetes adalah penyakit kronis yang mana tubuh tidak mampu
menghasilkan atau menggunakan insulin dengan baik. Insulin sendiri merupakan
hormon yang dikeluarkan dari pankreas yang berfungsi untuk mengkontrol
perubahan dari glukosa menjadi sel dan metabolisme glukosa. Disfungsi insulin
itulah yang mengawali kelebihan glukosa dalam darah, sehingga dikeluarkan
melalui urin (Taylor, 1999).
19
Diabetes tipe 1, terjadi akibat kegagalan sel beta pankreas untuk menghasilkan
insulin sehingga penderita diabetes tipe 1 membutuhkan insulin dari luar secara
rutin untuk menopang kehidupan. Sel beta pankreas mengalami kerusakan masif
dan nekrosis sehingga tidak mampu membuat dan mengeluarkan insulin dalam
kuantitas dan kualitas yang cukup, bahkan terkadang tidak terdapat insulin sama
sekali (Soehadi, 1996). Faktor – faktor penyebab kerusakan, misalnya konstitusi
genetik, imunologis, faktor lingkungan, dan gangguan metabolisme dan
endokrinologik (WHO, 1985 dalam Soehadi, 1996 ).
2. Tipe 2
Diabetes tipe ini disebut juga dengan Non Insulin - Dependent Diabetes
mellitus (NIDDM) atau adult-onset diabetes. Diabetes tipe 2 diderita oleh
sembilan puluh persen dari keseluruhan penderita diabetes (WHO, 2003). Tipe ini
umunya lebih sering ditemukan pada usia dewasa yaitu setelah usia 40 tahun
(WHO, 1999 & Taylor, 1999). Tipe ini sering dihubungkan dengan obesitas dan
disebabkan oleh resistensi insulin. Obesitas dapat memperburuk keresistenan
terhadap insulin dan menimbulkan hiperglikemia, meskipun begitu tidak semua
pederita diabetes disebabkan oleh obesitas (WHO, 1999).
Menurut Soehadi (1996) diabetes tipe 2 disebabkan oleh beberapa faktor yang
ditimbulkan pankreas. Pertama karena adanya mutasi gen insulin, sehingga akan
membentuk molekul – molekul insulin yang abnormal dan secara biologis kurang
aktif. Kedua, terlalu banyak pro- insulin yang tidak dapat diubah menjadi insulin.
Ketiga, sekresi insulin berlangsung lambat meskipun produksi insulin cukup,
sehingga glukosa sudah diserap masuk darah, tetapi insuin belum memadai
jumlahnya.
3. Gestational
Diabetes tipe ini berkembang dua sampai lima persen pada wanita hamil
(WHO, 2003). Diabetes Gestational terbatas pada wanita hamil yang onset atau
pengenalan intoleransi glukosa pertama terjadi selama kehamilan. Wanita yang
sebelumnya mengalami diabetes dan kemudian hamil tidak termasuk dalam
kelompok ini. Pengenalan klinis pada tipe ini menjadi penting karena resiko
makrosomia pada keturunan mereka dan angka kematian perinatal meningkat.
Beberapa kasus menunjukkan setalah melahirkan toleransi glukosa kembali
20
normal, tetapi resiko seumur hidup untuk mengalami diabetes tipe 2 meningkat
(WHO, 1999). Faktor resiko tinggi pada kelompok etnis atau keluarga yang
memiliki sejarah diabetes dan obesitas (WHO, 2003).
4. Tipe diabetes lain
Tipe ini dihasilkan oleh sindrom genetik, operasi, obat, malnutrisi, infeksi dan
penyakit lain. Prevalensi diabetes tipe ini berkisar antara satu sampai dua persen
dari total penderita diabetes (WHO, 2003).
21
umumnya terjadi pada diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh
penyakit atau kurangnya insulin. Kadar glukosa dalam kondisi ini
yaitu ≥ 300 mg/dl.
b) Hiperglikemia umumnya terjadi pada diabetes tipe 2, kondisi
dimana kadar gula darah terlalu tinggi (≥600 mg/dl) yang terjadi
ketika terlalu banyak gula dalam darah. Hiperglikemia dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan saraf, pembuluh
darah, dan organ tubuh lainnya.
c) Hipoglikemia merupakan kondisi dimana kadar gula darah secara
abnormal rendah (≤70 mg/dl) yang disebabkan oleh pelepasan
insulin yang berlebihan dari pankreas. Hipoglikemia yang berat
menyebabkan kurangnya oksigen ke otak dan menyebabkan pusing,
bingung, lelah, lemah, sakit kepala, tidak mampu berkonsentrasi,
kejang, dan koma.
B. Komplikasi Kronis
Menurut Dunning (2006), komplikasi jangka panjang diabetes antara
lain:
a) Neuropati merupakan komplikasi diabetes yang berdampak pada
kerusakan jaringan syaraf. Neropati diabetik dapat menyerang
susunan saraf sensorik, motorik, dan otonomik. Gejala – gejala
neuropati seperti berkurangnya reflek – reflek fisiologis, paralisis
otot – otot yang bersangkutan, gangguan gerakan persendian, nyeri
otot, sampai pada kelumpuhan beberapa otot tertentu.
b) Retinopati merupakan komplikasi diabetes yang menyerang pada
mata. Salah satu dampak dari kondisi retinopati yaitu katarak.
Hiperglikemia menyebabkan terjadinyan ikatan antara glukosa
dengan protein yang mengakibatkan protein berubah sifatnya
menjadi berwarna kekuningan. Warna kekuningan dimana ini lah
yang menajdi awal mula katarak. Dampak terparah retinopati juga
bisa berujung pada kebutaan.
22
c) Penyakit kardiovaskular merupakan komplikasi diabetes yang
berimplikasi pada penyumbatan arteri pada jantung dan penyakit
Cerebrovascular. Peningkatan kadar gula darah menyumbat
pembuluh darah yang mengangkut darah ke jantung dan dari
jantung. Pasokan darah yang tidak memadai akan memaksa
jantung bekerja terlalu keras, sehingga kadang menyebabkan nyeri
dada.
d) Nephropati merupakan kondisi dimana diabetes berimplikasi pada
ginjal yang menjadi penyebab utama gagal ginjal. Ginjal sebagai
organ penyaring perlu bekerja lebih keras ketika kadar gula terlalu
tinggi. Kerja ginjal yang keras ini dapat mengakibakan kapiler
ginjal bocor sehingga protein ikut larut dalam urin. Keberfungsian
ginjal menjadi terganggu sehingga membutuhkan cuci darah
secara berkala.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian digunakan untuk memberi penjelasan dimana
penelitian dilaksanakan dan apa yang akan diteliti. Adapun lokasi
penelitian yaitu sebagai berikut : Lokasi merupakan daerah atau tempat
yang digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Pelaksanaan
penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 TAMAN
Jl. Raya Sawunggaling No.2, Jemundo, Kec. Taman, Kabupaten Sidoarjo,
Jawa Timur 61257
1. Studi Literatur
25
sosial yang berlangsung dan makna dari faktafakta yang tampak
dipertemukan itu.
Dengan demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan
fakta tersebut.
Alasan menggunakan strategi analisis data kualitatif Burhan Bungin
karena, data-data yang didapat di lapangan adalah fakta-fakta sehingga
mempermudah dalam menganalisis data. Seluruh data yang telah
didapatkan oleh peneliti selanjutnya akan diuraikan melalui penyusunan
satuan, kategorisasi data serta penafsiran.
1. Penyusunan Satuan
2. Kategorisasi Data
Kategorisasi berarti penyusunan kategori. Kategori itu sendiri berupa
seperangkat tema yang disusun atas dasar pemikiran, intuisi, pendapat
atau kriteria tertentu. (Basrowi dan Suwandi, 2008 : 196). Pada tahapan
ini, peneliti mengkategorisasikan data yang telah ada. Kategorisasi ini
dibuat berdasarkan pemikiran dan kriteria tertentu. Dari data yang ada,
kemudian data tersebut disusun berdasarkan kriteria data sesuai dengan
permasalahan penelitian. (a). data-data tentang manfaat daun kelor
sebagai penurun diabetes.
26
3. Penafsiran Data
Menurut Schaltzman dan Strauss yang dikutip oleh Basrowi dan
Suwandi, tujuan penafsiran data ialah : Tujuan yang akan dicapai
dalam penafsiran data ialah salah satu antara tiga tujuan, yakni
deskripsi semata-mata, deskripsi analitik, teori stantive, tujuan
deskripsi semata-mata (Basrowi dan Suwandi, 2008 : 200). Tahap
ketiga dalam analisis data adalah menafsirkan data yang telah
dikategorisasikan. Penafsiran ini harus dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal.
27
BAB IV
28
4.2 Persiapan Bahan
1. Tepung daun kelor
Analisis sifat fisik pada tepung daun kelor dilakukan dengan
menggunakan rendemen tepung daun kelor, dimana rendemen
merupakan persentase perbandingan berat akhir produk yang
dihasilkan terhadap berat awal. Kandungan kimia tepung daun kelor
pada 100 gram, yaitu kadar protein 29,45%, kadar lemak 7,96%, kadar
karbohidrat 47,90%, kadar Fe 19,40 mg/100 g, kadar Ca 3018 mg/100
g (Mazidah dkk., 2018). Proses pengolahan daun kelor menjadi tepung
akan dapat meningkatkan nilai kalori, kandungan protein, kalsium, zat
besi dan vitamin A. Hal ini disebabkan karena pada saat proses
pengolahan daun kelor menjadi tepung akan terjadi pengurangan kadar
air yang terdapat dalam daun kelor (Dewi dkk., 2016).
2. Tepung terigu
Sifat dari tepung terigu adalah mengikat bahan lain dan memiliki
kandungan protein, yaitu gluten. Tepung terigu dalam pembuatan
cookies menjadi bahan utama penentu tekstur (kerenyahan) dan
struktur dari hasil akhir.
Tepung terigu yang digunakan pada pembuatan Cookies daun kelor
adalah jenis tepung terigu protein sedang. Tujuan dari penggunaan
jenis tepung terigu protein sedang adalah untuk membentuk tekstur
29
yang renyah. Tepung segitiga biru merupakan tepung dengan protein
sedang, yang dimana protein sedang memiliki nama lain tepung terigu
serba guna yang dapat digunakan dalam berbagai pembuatan kue.
Dalam pembuatan cookies memiliki hasil akhir yang sesuai dengan
standar cookies (Handayani dkk., 2017).
3. Tepung Maizena
Tepung maizena digunakan dalam pembuatan cookies daun kelor
berfungsi untuk memberi tekstur renyah pada cookies. Penggunaan
tepung maizena pada pembuatan cookies daun kelor sebanyak 15
gram. Penggunaan tepung maizena yang terlalu banyak akan membuat
tekstur cookies menjadi teralu rapuh. Tepung maizena atau juga
disebut tepung jagung merupakan hasil dari proses penepungan dari
bahan jagung.
30
Gambar 4.2.3 Tepung Maizena
4. Gula Halus
Pada pembuatan cookies daun kelor menggunakan gula pasir
sebagai perasa manis pada cookies. Gula (sukrosa) yang digunakan
dihaluskan menggunakan blender. Tujuan penghalusan menggunakan
blender ini agar gula mudah larut bersama adonan saat dilakukan
mixing. Dengan menggunakan gula halus ini akan membuat cookies
memiliki pori-pori lembut dan halus. Penggunaan gula sebagai bahan
baku pada pembuatan cookies daun kelor adalah sebesar 130 gram
untuk setiap formulasinya.
31
5. Margarin
Pada pembuatan cookies daun kelor menggunakan gula pasir
sebagai perasa manis pada cookies. Gula (sukrosa) yang digunakan
dihaluskan menggunakan blender. Tujuan penghalusan menggunakan
blender ini agar gula mudah larut bersama adonan saat dilakukan
mixing. Dengan menggunakan gula halus ini akan membuat cookies
memiliki pori-pori lembut dan halus. Penggunaan gula sebagai bahan
baku pada pembuatan cookies daun kelor adalah sebesar 130 gram
untuk setiap formulasinya.
6. Kuning Telur
Fungsi dari penggunaan kuning telur pada pembuatan adonan kue
kering sebagai pengikat bahan lainnya. Kuning telur yang digunakan
pada pembuatan cookies daun kelor sebagai pengemulsi (lesitin) dan
akan memberikan tekstur cookies yang lebih empuk dan lembut..
32
7. Baking Powder
Penggunaan baking powder sebagai bahan tambahan pada
pembuatan cookies daun kelor bertujuan untuk mengembangkan
adonan cookies saat dipanggang. Baking powder akan melepaskan
CO2 pada saat adonan dipanggang, sehingga adonan akan
mengembang. Fungsi selain dari baking powder juga sebagai
menyeragamkan remah, mencegah penyusutan, pengontrol penyebaran
volume, pengatur aroma, dan mengatur hasil kue kering menjadi ringan
(Marsigiti dkk., 2017).
8. Vanilli bubuk
Perisa atau pasta vanila merupakan ekstrak dari biji olahan vanilla
planifolic Andrews. Pasta vanila mengandung senyawa aromatic yang
bersifat volatil atau mudah menguap. Senyawa yang menyebabkan
mudah menguap disebut vanilin, dimana vanilin merupakan salah satu
senyawa khusus dalam flavor vanili. Penggunaan perisa bubu juga
memiliki fungsi sebagai pemberi aroma harum pada cookies (Junarli
dkk., 2016).
33
Gambar 4.2.8 Vanili Bubuk
9. Chochochips
Penggunaan chocochips dalam pembuatan cookies daun kelor
sebagai tambahan hiasan agar cookies terlihat lebih menarik perhatian
konsumen. Dalam pelaksanaannya pemberian chocochips terdapat dua
buah tiap cookiesnya.
34
Gambar 4.2.10 Susu Bubuk
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Bahan basah pertama, (b) bahan kering kedua.
35
melakukan pencampuran bahan margarin, gula, dan telur yang
kemudian dilakukan mixing dengan mixer selama 2-3 menit. Proses
mixing dilakukan hingga adonan agak mengembang dan berwarna
putih. Kecepatan mixer yang digunakan adalah sedang. Aduk adonan
secara merata. Pencampuran kedua dengan memasukkan bahan-bahan
kering seperti tepung terigu, tepung daun kelor, tepung maizena,
baking powder, perisa bubuk (vanili) dan garam. Sebelum dimasukkan
ke dalam adonan bahan-bahan tersebut haruslah dilakukan penyaringan
dahulu agar bahan yang masuk terhindar dari kerikil-kerikil yang ada
didalam tepung.
36
(b) (c)
(d)
Gambar 4.3.1 (b) Proses penyaringan tepung kedalam adonan,
(c) adonan tanpa tepung kelor,
(d) adonan dengan tepung kelor
37
Gambar 4.3.2 Proses Pencetakan dalam loyang
3. Pemanggangan / Pengovenan
Pemanggangan adonan cookies daun kelor ini dilakukan dengan
menggunakan oven kompor yang dimana sebelum melakukan
pemanggangan harus dilakukan pemanasan oven dahulu selama 12
menit dengan api besar. setelah oven sudah panas kemudian
pemasukkan adonan ke dalam oven yang 2 menit pertama dilakukan
dengan api besar dan 30 menit selanjutnya dilakukan dengan api
sedang.
Pemanggangan merupakan proses pemanasan dari adonan yang
mentah menjadi produk jadi yang matang. Faktor yang menjadi
pengaruh dalam pemanggangan adalah suhu. Penggunaan suhu tinggi
akan menyebabkan produk akan menjadi lebih cepat matang, tetapi
harus diperhatikan karena adonan pasti rentan mengalami kegosongan.
Proses pemanggangan kue kering juga akan menyebabkan reaksi
pencoklatan pada produk (Priyanto, 1991).
38
Gambar 4.3.3 Proses Pemanggangan
4. Pendinginan Produk
Produk Cookies yang telah matang dan sudah melalui proses
pemanggangan, kemudian dikeluarkan dari oven dan didinginkan selama
5-10 menit. Dalam proses pengangkatan hal yang perlu diperhatikan
adalah ketika proses pengangkatan dan pendinginan, karena cookies masih
panas dan belum terlalu keras. Manfaat dari pendinginan sebelum proses
pengemasan adalah agar mengeraskan cookies yang masih belum keras
dan agar cookies tidak menguap saat sudah dikemas.
39
4.4 Karakteristik Sensori
Analisis sensori merupakan proses identifikasi dan interpretasi
atribut-atribut produk melalui alat indera. Metode yang digunakan pada
adalah uji kesukaan. Uji kesukuaan dilakukan untuk mengidentifikasi
tingkat kesukaan panelis pada produk cookies daun kelor secara langsung.
Sehingga hasil uji dapat digunakan untuk menentukan perlakuan yang
tepat terhadap produk dan dapat digunakan sebagai gambaran dari tingkat
kesukaan konsumen di pasaran.
Keterangan :
a. Formula 1, b. Formulas 2, c. Formula 3, d. Formula 4
Sebelum proses pengujian dilakukan penyiapan borang, air mineral, alat
tulis, piring kertas, dan formulasi cookies. Uji dilakukan oleh 30 panelis
dengan 4 formulasi yang berbeda. Parameter yang dinilai pada pengujian
sensori cookies daun kelor, yaitu warna, rasa, tekstur, aroma, dan overall.
Skala yang digunakan pada pengujian 1=sangat tidak suka, 2 = tidak suka,
3 =suka, dan 4=sangat suka. Adapun formulasi yang digunakan terdapat 4
formulasi yang berbeda dimana letak perbedaan pada konsentrasi daun
kelor yang digunakan. Formulasi cookies daun kelor tersebut, yaitu 0 gram
=0%, 10%=14gram, 15%=21 gram, dan 20%=28 gram. Penghitungan
formulasi dihitung dari total jumlah tepung yang digunakan. Nilai rata-rata
hasil uji kesukaan dari masing-masing formulasi cookies daun kelor dapat
dilihat pada Tabel 4.1 .
40
Tabel 4. 1 Hasil Uji Sensoris Cookies Daun Kelor
Skala Penilaian :
1 = Sangat Tidak Suka
2 = Tidak Suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat Suka
A. Warna
Warna merupakan parameter atau atribut sensori pertama yang
diterima atau terlihat secara langsung oleh panelis. Pada Tabel 4.1
Diketahui bahwa hasil penilaian atribut warna menunjukkan bahwa nilai
rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna Cookies daun kelor pada
kode 127 dan 931 memiliki perbedaan nyata karena menunjukan subset
yang berbeda terhadap kode 564 dan 790. Sehingga dapat disimpulkan
formulasi yang lebih disukai atau mendekati dengan formula baku adalah
kode 564 dengan presentase kelor 10%. Formulasi tersebut paling disukai
dikarenakan memiliki warna hijau cerah, dan pada formula yang memiliki
konsentrasi lebih tinggi tidak disukai dikarenakan warna yang dihasilkan
cenderung gelap.
B. Aroma
Aroma merupakan atribut sensori yang dapat dinilai melalui indera
penciuman dan dapat menentukan penerimaan produk. Aroma yang keluar
pada cookies daun kelor diduga berasal dari campuran antara tepung kelor
dan margarin serta aroma dari perisa vanilla. Pada Tabel 4.1 terdapat tiga
subset yang berbeda pada formula 127, 931, dan 564, 790. Dapat
41
disimpulkan bahwa formula 127 berbeda nyata dengan formula 931 dan
pada formula 564 dan 790 terdapat pada subset yang sama berarti tidak
berbeda nyata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa formulasi yang paling
mendekati dengan sampel baku adalah formula 564 atau dengan presentase
daun kelor 10%. Pada formula 564 bisa lebih disukai panelis karena
memiliki aroma yang tidak terlalu menyengat daripada formulasi yang
memiliki presentase lebih tinggi. Semakin tinggi presentase daun kelor,
maka aroma yang ditimbulkan juga semakin pekat.
C. Rasa
Rasa merupakan parameter sensori yang dapat dinilai dengan
indera pengecap. Atribut ini juga menjadi salah satu faktor penentu mutu
produk cookies daun kelor. Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa
pada formula 127 terdapat pada subset yang berbeda dengan formulasi 931
dan pada formula 564, 790 terdapat pada subset yang sama. Sehingga dari
hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa pada cookies tanpa
kdaun kelor dan cookies dengan daun kelor 10% tidak berbeda nyata.
Foemula 564 paling disukai panelis karena memiliki presentase kelor
paling sedikit, sehingga untuk rasa jauh lebih disukai. Sedangkan semakin
tinggi presentase kelor maka rasa akan cenderung pahit dan panelis tidak
menyukainya.
D. Tekstur
Tekstur dari produk Cookies daun kelor menjadi parameter penting
yang penentu. Tekstur dapat dnilai dengan indera pengecap maupun
dengan mematahkan cookies dengan tangan. Hasil penilaian sensori pada
Tabel 4.1 menunjukan bahwa dari keempat formulasi terdapat dua subset
yang berbeda antara formua 127, 931 dan formula 564, 790. Hal ini berarti
formulasi yang lebih disukai panelis adalah formula 564 dikarenakan
terdapat pada subset yang sama dengan formula baku. Sehingga formula
127, 931 berbeda nyata dengan formula 564,790 hal ini diduga semakin
banyak presentase daun kelor akan menyebabkan tekstur yang semakin
keras.
42
E. Overall
Parameter overall merupakan parameter dalam penilaian sensori
yang mencakup keseuruhan parameter pada uji organoleptik yang meliputi
warna, rasa, tekstur, dan aroma. Hasil penilaian sensori berdasarkan Tabel
4.1 Menunjukkan bahwa dari setiap kode sampel memliki subset yang
berbeda, sehingga terdapat perbedaan yang nyata antar sampel. Sampel
yang memiliki nilai mendekati sampel baku adalah pada formula 564 atau
yang memiliki presentase daun kelor sebanyak 10%. Pada formula 564
memiliki nilai yang paling disukai oleh panelis dikarenakan pada sampel
tersebut memiliki komposisi yang pas dilidah setiap panelis.
Pada Tabel 4.1 Diketahui bahwa berdasarkan hasil uji One Way
Analysis of Variant (ANOVA) untuk semua parameter mutu dari keempat
sampel meunjukkan semakin besar nilai persentasi kelor merupakan hasil
yang tidak disukai panelis. Sedangkan kode formulasi yang memiliki
presentase kelor lebih sedikit lebih disukai oleh panelis. Sehingga
didapatkan hasil bahwa formula 564 merupakan formulasi terpilih dengan
konsentrasi kelor sebanyak 10%.
43
berbeda. Untuk total terdapat tiga formulasi kontrol dan tiga formulasi
cookies 10%. Setelah hasil uji sudah keluar dilakukan pengolahan data
menggunakan SPSS Uji T-Test untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan dalam formulasi. Adapun hasil analisis kimia pada produk
cookies daun kerlor dapat dilihat pada Tabel 4. 2.
Tabel 4. 2 Hasil Analisis Kimia Cookies
Formulasi Karakteristik
Protein (%)
Zat Besi (mg/kg)
Cookies tanpa Kelor 7,10 16,6
Cookies 10% kelor 7,08 20,6
Sumber : Hasil Pengujian
A. Protein
Metode yang digunakan untuk pengujian kadar protein
adalah dengan metode kjeldahl. Berdasarkan Tabel 4. Dapat
diketahui bahwa kadar protein cookies tanpa kelor adalah 7,10 %
dengan standar deviasi 0,86. Dan formula cookies dengan daun kelor
10% sebesar 7,08% dengan standar deviasi 1,11. Berdasarkan hasil
analisa statistik menunjukkan bahwa nilai Sig.(2-tailed) untuk kadar
protein 0,979 > 0,005, sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan (nyata) antara rata-rata hasil uji kadar
protein pada cookies tanpa daun kelor dengan cookies penambahan
10% daun kelor.
B. Kadar Zat Besi
44
memiliki kandungan sebesar 16,6 mg/kg dengan standar deviasi
10,51 dan cookies dengan penambahan kelor 10% memiliki
kandungan sebesar 20,6 mg/kg dengan standar deviasi 4,19.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai Sig,(2-
tailed) untuk kadar zat besi sebesar 0,509, sehingga dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (nyata) antara rata-rata.
45
dan nilai gizi yang terdapat pada produk tersebut (Mukhtar dan
Muchammad, 2015). Label yang digunakan pada produk cookies daun
kelor berupa sticker yang kemudian ditempel pada kemasan standing
pouch. Desain label kemasan produk cookies dapat diihat pada
Gambar 4.18
46
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
47
penurunan gula darah, cookies kelor dapat menjadi bagian penting
dari strategi pengelolaan diabetes yang holistik.
48
5.2 SARAN
Saran Penelitian:
49
dilakukan evaluasi terhadap potensi efek samping dan interaksi
dengan obat-obatan lain. Penelitian ini penting untuk memastikan
keamanan penggunaan cookies kelor, terutama pada pasien yang
sedang menjalani pengobatan lain untuk diabetes atau kondisi medis
lainnya.
Saran Implementasi:
50
DAFTAR PUSTAKA
51