Anda di halaman 1dari 5

Kaidah Asbab an-nuzul

Oleh : Kamila Rahma Azizah

1.1 Pengertian
secara bahasa asbabunnuzul adalah bentuk idhafah yang terdiri dari lafadz asbab dan nuzul,
yang berarti sebab-sebab turun, Secara etimologi, asbabunnuzul adalah ilmu yang mengkaji
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Banyak pengertian
asbabunnuzul yang di rumuskan oleh para ulama, di antaranya:

1. Menurut Az-zarqoni, Asbabunnuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta
hubungan dengan turunnya ayat al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum
pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Menurut Ash-shabuni, asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan turunnya satu ayat atau beberapa ayat mulai yang berhubungan dengan
peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi
atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
3. Menurut Subhi shalih, asbab an-nuzul adalah suatu yang menjadi sebab turunnya satu
atau beberapa ayat al-qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai
respon atasnya atau penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
4. Menurut Mana’ Al-Qaththan, asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunnya al-qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi,
baik berupa kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada nabi”.
Kendatipun redaksi pendifinisian di atas sedikit berbeda, jumhur ulama menyimpulkan
bahwa asbabunnuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-
qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dari kejadian tersebut. Asbabunnuzul merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk
memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al-qur’an dan memberinya konteks dalam
memahami perintah-perintahnya. Sehingga asbabunnuzul sebenarnya terbentuk oleh 2 hal, yakni
peristiwa dan pertanyaan. Sehingga para ulama berikhtilaf apakah seluruh ayat al-Qur’an
memiliki asbabunnuzulnya atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat
memiliki, akan tetapi sebagian lain berpendapat bahwa sejarah arabia pra-al Qur’an pada masa
turunnya dan riwayat-riwayatnya dianggap sebagai asbabunnuzulnya.
Asbabunnuzul dalam bentuk pertanyaan adalah berupa pertanyaan yang diajukan kepada
Nabi Muhammad Saw. kemudian nabi tidak dapat menjawab maka turunlah ayat untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu terkadang muncul dari sahabat, terkadang dari
orang-orang kafir. Semua ayat yang dimulai dengan kata yasalu atau yasalunaka dapat
dipastikan bahwa ayat itu turun disebabkan oleh adanya pertanyaan yang disampaikan kepada
Nabi kemudian ayat itu turun untuk menjawabnya.
1.2 Urgensitas asbabunnuzul dalam memahami al-Qur’an
Asbabunnuzul mempunyai arti penting dalan menafsirkan al-qur’an. Seseorang tidak akan
mencapai pengertian yang baik jika tidak memahami riwayat asbabunnuzul suatu ayat. Al-
Wahidi (W.468H/1075M.) seorang ulama klasik dalam bidang ini mengemukakan;
“pengetahuan tentang tafsir dan ayat-ayat tidak mungkin, jika tidak dilengkapi dengan
pengetahuan tentang peristiwa dan penjelasan dengan turunnya suatu ayat. Sementara Ibnu
Daqiq al-Id menyatakan bahwa penjelasan asbabunnuzul Merupakan salah satu jalan yang
baik dalam rangka memahami al-qur’an.

Ketidaktahuan seseorang tentang asbabunnuzul dapat membuatnya keliru dalam menafsirkan


al-Qur’an. Selain untuk menghidari kesalahan dalam penafsiran, paling tidak ada 4 poin
urgensi dalam al ini sebagai berikut :

1. Mengetahui asbabunnuzul dapat menambah wawasan terkait dengan ayat yang


ditafsirkan sehingga dapat diketahui penyebab disyariatkannya suatu hukum.
2. Mengetahui hukum-hukum khusus yang terkait dengan Asbabununuzul di mana hukum
itu tidak berlaku umum walaupun lafalnya menggunakan lafal ‘am. Dengan demikian
penafsirannya tidak diberlakukan untuk semua.
3. Pengetahuan tentang asbabunnuzul dapat membantu mufassir memahami suatu ayat yang
memang tidak mungkin dapat dipahami tanpa bantuan sebab nuzul.
4. Pengetahuan tentang sebab nuzul juga dapat memberikan pemahaman kepada mufassir
tentang kepada siapa ayat itu diturunkan sehingga ia tidak ditanggungkan atas yang lain.

Adapun fungsi daripada kaidah asbabunnuzul ialah :

1. Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara’
tehadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik, jenis kelamin dan agama. Jika
dianalisa secara cermat, proses penetapan hukum berlangsung secara manusiawi, seperti
pelanggaran minuman keras,misaalnya ayat-ayat al-qur’an turun dalam empat kali
tahapan yaitu: QS. An-nahl: 67, QS. Al-baqarah: 219, QS. An-nisa’: 43 dan QS Al-
Maidah: 90-91.
2. Mengetahui asbab an-nuzul membantu memberikan kejelasan terhadap beberapa ayat.
Misalnya. Urwah ibnu zubair mengalami kesulitan dalam memahami hukum fardu sa’i
antara sofa dan marwa QS. Al-baqarah/2: 158: Artinya: “sesungguhnya sofa dan marwa
adalah sebagian dari shiarshiar. Barang siapa yang beribadah haji ke baitullah ataupun
umroh, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya .dan barang siapa
yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, sesungguhnya Allah maha
mensyukuri kebaikan lagi maha mengetahui”. Urwah bin zubair kesulitan
memahami”tidak ada dosa” di dalam ayat ini lalu ia menanyakan kepada aisyah perihal
ayat tersebut, lalu aisyah menjelaskan bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan
hukum fardhu peniadaan di situ dimaksudkan sebagai penolak keyakinan yang telah
mengakar di hati muslimin pada saat itu, bahwa melakukan sa’i antara sofa dan marwah
termasuk perbuatan jahiliyah. Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada
masa pra islam di bukit safa terdapat sebuah patung yang di sebut”isaf” dan di bukit
marwah ada patung yang di sebut”na’ilah”. Jika melakukan sa’i di antara bukit itu orang
jahiliyah sebelumnya mengusap kedua patung tersebut. Ketika islam datang, patung-
patung tersebut itu di hancurkan, dan sebagian ummat islam enggan melakukan sa’i di
tempat itu, maka turunlah ayat ini; QS. Al-Baqarah:158.
3. Asbab an-nuzul dapat menghususkan (takhsis) hukum terbatas pada sebab, terutama
ulama yang menganut kaidah (khusus as-sabab) sebab khusus. Sebagai contoh turunnya
ayat-ayat dhihar pada permulaan surat almujadalah, yaitu dalam kasus aus ibnu as-samit
yang mendzihar istrinya, khaulah binti hakam ibnu tha’labah. Hukum yang terkandung
dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang lain.
4. Yang paling penting ialah asbab an-nuzul dapat membantu memahami apakah suatu ayat
berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam hal apa ayat itu di terapkan.
Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat di pahami melalui asbab an-nuzul.
5. Pengetahuan tentang asbab an-nuzul akan mempermudah orang yang menghafal ayat-
ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan yang mendengarnya
jika mengetahui sebab turunnya. Sebab, pertalian antara sebab dan musabab (akibat),
hukum dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua ini merupakan
faktor-faktor yang menyebabkan mantapnya dan terlukisnya dalam ingatan.

1.3 Kaidah tafsir asbabunnuzul

Dalam memahami tafsir asbabunnuzul, terdapat dua macam kaidah yaitu :

1. ‫ْالِع ْبَر ُة ِبُع ُم ْو ِم الَّلْفِظ اَل ِبُخ ُصْو ِص الَّسَبِب‬


“ungkapan itu didasarkan pada keumuman teksnya, bukan didasarkan atas kekhususan
penyebabnya”.

Kaidah asbabun nuzul yang pertama ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan
lafadznya yang umum, bukan karena kekhususan sebab turunnya. Kaidah asbabun nuzul
yang pertama ini, membuat ayat al-Qur'an berlaku secara umum. Serta bisa menjadi
landasan hukum atas kejadian-kejadian serupa uang terjadi setelahnya.Kaidah asbabun
nuzul yang pertama ini membuat ayat al-Qur'an tidak terikat dengan pelaku kejadian yang
melatarbelakangi penurunannya. Melainkan kaidah asbabun nuzul yang pertama ini
berlaku kepada siapapun dan di manapun manusia berada selama masih berkorelasi
dengan keumuman lafadz qayat tersebut. Kaidah asbabun nuzul yang pertama ini
menegakan bahwa pengambilan hukum mengacu kepada keumuman lafadz al-Qur'an
bukan pada kekhususan kejadian yang melatarbelakanginya. Menurut kaidah asbabun
nuzul yang pertama ini, kejadian yang melatar belakangi turunnya ayat hanyalah isyarat.
Berikut adalah perbedaan penerapan kaidah asbabun nuzul yang digunakan untuk
memahami ayat-ayat al-Quran. Pertama, dalam memahami Qs. an-Nur:6.

‫َو اَّلِذ يَن َيْر ُم وَن َأْز َو اَج ُهْم َو َلْم َيُك ْن َلُهْم ُش َهَداُء ِإاَّل َأْنُفُسُهْم َفَش َهاَد ُة َأَحِدِهْم َأْر َبُع َش َهاَداٍت ِباِهَّللۙ ِإَّنُه َلِم َن الَّصاِدِقيَن‬
"Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina, padahal mereka tidak memiliki saksi
selain diri mereka sendiri, maka persaksiannya empat kali bersumpah dengan nama
Allah. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar".

Ayat tersebut akan lebih tepat jika dipahami menggunakan kaidah asbabun nuzul yang
pertama. Sebab kewajiban mengucapkan sumpah atas nama Allah sebanyak empat kali
berlaku bagi semua suami yang menuduh istrinya berzina, dalam konteks peristiwa ketika
ayat ini turun hingga sekarang.

Penetapan ini berdasarkan kaidah asbabun nuzul yang pertama, bersandar pada lafadz
yang bersifat umum. Bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat. Selain itu juga tidak
ada pertentangan dengan ayat maupun hadis lain ketika memahami ayat ini menggunakan
kaidah asbabun nuzul yang pertama ini.

2. ‫ْالِع ْبَر ُة ِبُخ ُصْو ِص الَّسَبِب اَل ِبُع ُم ْو ِم الَّلْفِظ‬

Kaidah asbabun nuzul yang kedua ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan sebab-
sebab penurunannya yang bersifat khusus, bukan lafadznya yang bersifat umum. Kaidah
asbabun nuzul yang kedua ini berbanding terbalik dengan kaidah asbabun nuzul yang
telah dijelaskan sebelumnya. Maka dari itu ulama berbeda pendapat mengenai landasan
hukum mengenai penggunaan kedua kaidah asbabun nuzul di atas. Agar lebih mudah
dipahami, dalam tulisan ini akan dijelaskan melalui contoh penerapan kaidah asbabun
nuzul.

Dalam al-Qur’an :115 Allah berfirman "Dan kepunyaan Allah ialah timur dan barat,
maka kemanapun engkau menghadap maka di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah
Maha luas (rahmatNya) lagi Maha mengetahui".

Berdasarkan riwayat Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Nasai dari Ibnu Umar, ia
mengatakan. Dahulu Nabi Muhammad melaksanakan salat sunnah di atas unta ke
manapun arah unta tersebut berjalan. Suatu hari Nabi Muhammad datang dari Mekah
menuju madinah, kemudian Ibnu Umar membaca ayat al-Baqarah ayat 115. Nabi
Muhammad berkata bahwa ayat ini turun sebab permasalahan tersebut. Jika surat al-
Baqarah ayat 115 ini dipahami menggunakan kaidah asbabun nuzul yang pertama maka
akan terjadi kerancuan. Ketika memahami surat al-Baqarah ayat 15 tersebut
menggunakan kaidah asbabun nuzul yang pertama, maka setiap muslim diperbolehkan
untuk melaksanakan salat menghadap ke arah manapun.
Hal ini bertentangan dengan al-Qur'an surat al-Baqarah : 149. "Dan dari mana saja
engkau keluar (datang), palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesungguhnya
ketentuan tersebut benar-benar suatu kebenaran sejati dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-
kali tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan". Akan lain ceritanya jika
memahami surat al-Baqarah ayat 115 menggunakan kaidah asbabun nuzul yang kedua.
Dengan memperhatikan sebab khusus turunnya ayat tersebut, akan mendapatkan sebuah
kesimpulan. Seorang muslim sah melaksanakan salat menghadap ke arah manapun
asalkan ia berada di dalam kendaraan yang sedang berjalan atau dalam kondisi tidak
mengetahui arah Masjidil Haram.

Seperti itulah penerapan kaidah asbabun nuzul, menyesuaikan dengan lafadz yang
bersifat umum serta kekhususan sebab turunnya ayat. Sehingga perbedaan penggunaan
kaidah asbabun nuzul tersebut dapat dipahami sebagai kekayaan khazanah keilmuan
Islam. Tidak semata dilihat sebagai sesuatu yang normatif, melihat segala sesuatu dari sisi
salah dan benar.

Tidak semua ayat al-Qur’an memiliki asbabunnuzul, ada ayat yang memilikinya, ada pula
yang tidak. Ayat yang tidak memilikinya lebih banyak daripada jumlah ayat yang
memiliki asbabunnuzul.
3. Asbabunnuzul itu bersifat sima’I dan penukilan dari sahabat nabi. Keterangan yang
dimiliki asbabunnuzul harus berdasarkan riwayat. Kitab yang dapat dirujuk adalah kitab-
kitab hadist dan kitab asbab an-nuzul
4. Asbabbnnuzul terkadang dijelaskan dengan tegas dan terkadang samar. Penjelasan
dengan tegas tergambar dalam reaksi atau ungkapan yang digunakan. Ada dua bentuk
redaksi yang menegaskan suatu asbabunnuzul dalam hadits ; pertama adalah penjelasan
itu sebab nuzulnya, kedua penjelasan itu bukan sebab nuzulnya.
5. Jika ditemukan satu riwayat yang menjelaskan beberapa ayatyang turun dilatarbelakangi
oleh satu peristiwa, maka peristiwa tersebut menjadi sebab nuzul beberapa ayat.

Anda mungkin juga menyukai