Anda di halaman 1dari 52

JAMINAN MUTU PEMERIKSAAN HEMATOLOGI

HEMATOLOGI

Disusun Oleh:

Kelompok 5

1. Intan A M Seknun P07172320016


2. Fauzia Batjo P071723
3. Kezia Novita Tapilaha
4. Fanuella Trifenna Titaley

Kementrian Kesehatan RI

DIII Teknologi Laboratorium Medis

Poltekkes Kemenkes Maluku

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang
“Jaminan Mutu Pemeriksaan Hematologi” ini dengan baik.
Kami berterima kasih pada ibu dosen selaku dosen hematologi
yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun, kami butuhkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
siapapun yang membacanya. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan
penulisan kata kata.

Ambon, 04 Agustus 2022

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan arus
informasi dalam bidang kesehatan yang semakin meningkat didalam
masyarakat terutama didalam bidang pelayanan kesehatan, hal ini akan
mendorong tingginya tuntutan masyarakat dalam mutu pelayanan
kesehatan. Salah satu unit pelayananan kesehatan adalah Laboratorium
klinik. Pelayanan laboratorium klinik merupakan bagian integral dari
pelayanan masyarakat untuk menujang peningkatan kesehatan
masyarakat. Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang
melaksankan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan dari
manusia. Manfaat laboratorium klinik untuk penentuan jenis penyakit,
perjalanan penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat
berpengaruh pada kesehatan perorangan. Laboratorium klinik memiliki
tanggung jawab dalam melayani pemeriksaan yang bermutu sehingga
hasil pemeriksaan dapat dipercaya.
Jaminan mutu adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin kualitas hasil laboratorium dapat diperaya. Jaminan mutu
laboratorium meliputi Pemantapan Mutu Internal (PMI), verifikasi, validasi,
audit, Pemantapan Mutu Eksternal (PME) serta pelatihan dan pendidikan.
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah suatu kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilakukan oleh masing-masing laboratorium secara
terus menerus agar tidak terjadi penyimpangan sehingga didapatkan hasil
pemeriksaan yang tepat. Pemantapan mutu internal terdiri dari tiga tahap
yaitu pra-analitik, analitik dan pasca-analitik. Tahap pra- analitik meliputi
kegiatan persiapan pasien, pengambilan spesimen dan pemberian
identitas pasien. Tahap analitik meliputi pengolahan spesimen,
pelaksanaan pemeriksaan, pengawsan ketelitian, dan ketepatan

2
pemeriksaan. Tahap pasca anlitik meliputi pencatatan hasil pemeriksaan
dan pelaporan hasil pemeriksaan.
Beberapa hal yang dapat meyebabkan kesalahan pra-anlitik antara
lain hemolisis (53%), volume spesimen yang kurang (7,5%), tulisan
tangan yang tidak bisa dibaca (7,2%), salah spesimen, terdapat bekuan
pada spesimen, kesalahan vacuntainer atau antikoagulan, rasio volume
spesimen dan koagulan yang tidak sesuai serta spesimen diambil dari
jalur infus. Data tersebut meperlihatikan bahwa kesalahan pra-analitik paling
banyak yaitu kesalahan yang berhubungan dengan kualitas spesimen. Kualitas
spesimen yang kurang memenuhi syarat dapat menyebabkan kesalahan pada hasil
laboratorium yang akan menimbulkan kesalahan interpretasi hasil sehingga dapat
menyebakan kesalahan pengambilan keputusan pengobatan dan tindakan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari mutu?
2. Bagaimana mutu laboratorium klinik?
3. Apa itu 5Q framework?
4. Apa saja sumber-sumber kesalahan pada tahap pra analitik, analitik,
dan pasca analitik?
5. Bagaimana pemantapan mutu internal bidang hematologi di
laboratorium?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari mutu
2. Untuk mengetahui bagaimana mutu laboratorium klinik
3. Untuk mengetahui 5Q framework
4. Untuk mengetahui sumber-sumber kesalahan pada tahap pra
analitik, analitik, dan pasca analitik
5. Untuk mengetahui agaimana pemantapan mutu internal bidang
hematologi di laboratorium

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Mutu
Untuk menghasilkan pemeriksaan laboratorium yang dapat
dipercaya/bermutu, maka setiap tahap pemeriksaan laboratorium harus
dikendalikan. Pengendalian setiap tahap ini untuk mengurangi atau
meminimalisir kesalahan yang terjadi di laboratorium. Agar dapat
melakukan pengendalian mutu di laboratorium dengan baik, maka harus
dapat menjelaskan konsep mutu. Beberapa tokoh penting telah
menelurkan konsep mutu produk atau jasa, yaitu:
- Philip B. Crosby (1926 –2001)
Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai
dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu
tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Mutu
adalah pemenuhan persyaratan dengan meminimalkan kerusakan yang
mungkin timbul yaitu standard of zero defect atau memperlakukan prinsip
benar sejak awal. Teori yang diungkapkan oleh Philip B Crosby bahwa
bekerja tanpa salah (standard of zero defect) adalah hal yang sangat
mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar berhati-hati
dalam setiap tahap kegiatan di laboratorium. Philip B Crosby
mengungkapkan empat Dalil Mutu sebagai berikut:
a. Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
b. Sistem mutu adalah pencegahan.
c. Standar kerja adalah Tanpa Cacat (Zero Defect).
d. Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
Dari tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa mutu itu suatu
kebutuhan konsumen, yaitu kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap
suatu produk/ jasa yang dibutuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran

4
yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk/
jasa.
Mutu adalah mendapatkan hasil yang benar secara langsung setiap
saat dan tepat waktu, menggunakan sumber daya yang efektif dan efisien.
Ini penting dalam semua tahap proses pemeriksaan laboratorium, mulai
dari penerimaan sampel, pemeriksaan hingga pelaporan hasil uji.
Mutu suatu output laboratorium bergantung dari beberapa faktor.
Yang paling mendasar adalah pelaksanaan dan pemeliharaan Sistem
Manajemen Mutu didalam suatu laboratorium. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa sistem manajemen mutu yang terdapat dalam suatu
laboratorium disebut sebagai Praktek Laboratorium yang Benar (GLP =
Good Laboratory Practise).
Kegiatan Praktek Laboratorium yang Benar (GLP) mencakup
proses organisasi dan kondisi-kondisi laboratorium guna menjamin agar
tugas-tugas analisis direncanakan, dilakukan, dimonitor, direkam,
disimpan dan dilaporkan dengan benar.

2.2 Mutu Laboratorium Klinik


Mutu laboratorium klinik meliputi mutu hasil pemeriksaan dan mutu
layanan. Mutu hasil yaitu hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat
dipercaya (memenuhi standar mutu), sedangkan mutu layanan adalah
aktivitas yang diberikan sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan
(mengatasi keluhan pasien/pelanggan menurun).
Laboratorium klinik sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
mempunyai arti penting dalam diagnostik. Data hasil pemeriksaan
laboratorium merupakan informasi yang penting digunakan untuk
menegakkan diagnosis oleh klinisi berdasarkan anamnase dan riwayat
penyakit pasien. Hasil uji laboratorium juga merupakan bagian integral
dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.
Menurut Permenkes RI nomor 43 tahun 2013, bahwa pelayanan
laboratorium klinik merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dengan menetapkan

5
penyebab penyakit, menunjang sistem kewaspadaan dini, monitoring
pengobatan, pemeliharaan kesehatan, dan pencegahan timbulnya
penyakit. Laboratorium klinik perlu diselenggarakan secara bermutu untuk
mendukung upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Layanan pemeriksaan yang dapat dilakukan di laboratorium klinik
diantaranya di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik,
parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau bidang lain
yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama
untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang bermutu menjadi tujuan
kegiatan pemeriksaan laboratorium sehari-hari. Anda sebagai tenaga
ATLM bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang
dapat dipercaya. Untuk mendapatkan hasil tersebut, maka Anda harus
dapat melakukan pengendalian mutu hasil pemeriksaan. Hal ini akan
menentukan keunggulan kompetitif dan kelangsungan laboratorium pada
era globalisasi sekarang ini. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan oleh
laboratorium harus memenuhi standar mutu, agar dapat dipercaya dan
memuaskan pelanggan dengan memperhatikan aspek-aspek teknis
seperti ketepatan (accuracy) dan ketelitian (precision) yang tinggi, serta
didokumentasikan dengan baik sehingga dapat dipertahankan secara
ilmiah. Untuk mendapatkan mutu laboratorium yang diharapkan, maka
banyak hal yang harus diperhatikan, seperti:
1. Staff yang qualified
2. Fasilitas yang mencukupi
3. Tersedianya pemeriksaan yang memadai
4. Tersedianya protokol pemeriksaan yang baik (SOP)
5. Spesimen yang cukup dan memenuhi syarat
6. Penanganan dan penyerahan spesimen yang baik
7. Prossesing spesimen yang baik
8. Identifikasi, aliquoting dan distribusi sampel yang benar
9. Kehandalan hasil pemeriksaan

6
10. Turn arround time
11. Format pelaporan yang benar
12. Angka rujukan
13. Komunikasi yang baik dengan pelanggan
Untuk mencapai mutu hasil laboratorium yang memiliki ketepatan
dan ketelitian tinggi maka seluruh metode dan prosedur operasional
laboratorium harus terpadu mulai dari persiapan sampel, pengambilan
sampel, pemeriksaan sampel sampai pelaporan hasil uji laboratorium ke
pelanggan. Mutu pelayanan laboratorium bukan saja penting bagi
pelanggan, namun juga bagi pemasok. Pada pelayanan jasa laboratorium
kesehatan rendahnya mutu hasil pemeriksaan pada akhirnya akan
menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan pengerjaan ulang dan
klaim dari pelanggan. Untuk menanggulangi biaya kompensasi yang
berasal dari rendahnya mutu hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
diperlukan suatu usaha pemantapan mutu.
Manfaat pemantapan mutu yang dilakukan adalah:
1. Meningkatkan kualitas laboratorium.
2. Meningkatkan moral tenaga ATLM (kepercayaan diri dalam
mengeluarkan hasil pemeriksaan, kesadaran akan usaha yang
telah dilakukan, serta prestice yang diberikan kepadanya).
3. Merupakan suatu metoda pengawasan (kontrol) yang efektif dilihat
dari fungsi manajerial.
4. Melakukan pembuktian apabila terdapat hasil yang meragukan oleh
pengguna (konsumen) laboratorium karena sering tidak sesuai
dengan gejala klinis.
5. Penghematan biaya pasien karena berkurangnya kesalahan hasil
sehingga tidak perlu ada “ duplo “.
akhirnya akan meningkatkan disiplin kerja di laboratorium tersebut.
Cakupan objek pemantapan mutu internal meliputi aktivitas:
tahap pra-analitik, tahap analitik dan tahap pasca-analitik. Tujuan
Pemantapan Mutu Internal:

7
a. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang
salah tidak terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat dilakukan
segera.
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan, pengiriman, penyimpanan dan pengolahan spesimen
sampai dengan pencatatan dan pelaporan telah dilakukan dengan
benar.
d. Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer)
penyelenggara berupa hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan terhadap
nilai target atau nilai laboratorium rujukan, hasilnya dinyatakan dengan
kriteria baik, sedang atau buruk. Laboratorium klinik yang mengikuti
kegiatan PME ini akan diberikan sertifikat oleh pihak penyelenggara
sebagai bukti peserta kegiatan tersebut.

2.3 5Q Framework
Mutu pelayanan laboratorium kesehatan haruslah baik dan bermutu
agar dapat memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang tepat,
teliti,benar, dapat dipercaya dan memuaskan pengguna jasa. Salah satu
pendekatan yang digunakan adalah Total Quality management yang
memperkenalkan dengan suatu strategi 5Q framework. Manfaat dari
memahami topik strategi 5Q framework adalah dapat mengetahui
kesalahan yang terjadi pada proses pra analitik, analitik dan pasca
analitik. Selain itu dapat pula mengetahui cara penyelesaikan masalah
dengan menggunakan strategi 5Q Framework.
 Strategi 5 Q Framework meliputi:
1. QLP ( Quality Laboratory Processes)
a. Faktor pra analitik:
 persiapan Pasien
 Pengambilan dan penampungan spesimen

8
 Penanganan Spesimen
 pengiriman spesimen
 Pengolahan dan penyimpanan spesimen.
b. Faktor analitik :
 Pemeriksaan specimen
 Pemeliharaa Dan kalibrasi alat
 Uji kualitas reagen
 Uji ketelitian,
 Uji ketepatan,
c. Faktor post analitik :
 Laporan
 Penulisan hasil
 Interprestasi hasil
Semua ini Diperlukan adanya SOP lengkap dan baku. Dan Seluruh
kegiatan atau langkah yang dilakukan di laboratorium harus dicatat dan
didokumentasi sehingga bila ada perubahan yang terjadi dilaboratorium
dapat segera diketahui apa penyebabnya. Berikut ini ada beberapa contoh
kesalahan yang dapat terjadi pada saat sebelum pemeriksaan, saat
pemeriksaan, dan sesudah pemeriksaan.

9
2. QC ( Quality Control )
QC adalah salah satu komponen dalam proses kontrol dan
merupakan elemen utama dari sistem manajemen mutu, memonitor
proses yang berhubungan dengan hasil tes serta dapatmendeteksi
adanya kesalahan yang bersumber dari:
a. Kesalahan teknik
Sifat kesalahan disini sudah melekat dan seakan-akan tidak
mungkin untuk dihindarkan. Usaha perbaikan hanya dapat
memperkecil kesalahan tapi tidak mungkin menghilangkan
misalnya kesalahan dalam mengatur panjang gelombang pada
fotometer atau kesalahan dalam mengatur suhu waterbath atau
salah dalam menipiskan larutan standar. Kesalahan Teknik
meliputi:
 Kesalahan acak: hasil pemeriksaan bervariasi dari nilai
seharusnya

10
 Kesalahan sistematik : hasil pemeriksaan menjurus kesatu
arah
 Hasil nya selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya.
b. Kesalahan Non Teknik:
 Kesalahan pengambilan sampel contoh: kesalahan dalam
persiapan penderita, hemolisis,serumterkena matahari
 Kesalahan penulisan, penghitungan hasil. Kesalahan non
teknik dapat dihindari dengancara menerapkan organisasi
yang teratur, bekerja dengan kesadaran dan disiplinyang
tinggi
QC juga sebagai prosedur manajerial untuk menyesuaikan tahapan
tahapan dari proses pemeriksaan laboratorium untuk memenuhi standar
tertentu yaitu akurasi dan presisi. Data hasil pemeriksaan bahan kontrol
dianalisis secara statistik dan dipantau untuk menilai keandalan
pemeriksaan. Setiap tes yang dikerjakan di laboratorium harus
mengerjakan bahan kontrol sehingga akurasi dan presisi setiap tes dapat
dipantau dan dijamin validasinya, QC juga memantau proses pemeriksaan
menggunakan teknik statistik untuk mendeteksi, meminimalisasi,
mencegah, memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama proses
analisis berlangsung. Statisticaly QC berguna untuk memantau perubahan
yang terjadi pada alat, reagen, kalibrator dan prosedur kerja.
 QC meliputi :
1. QC reagen ( verifikasi reagen ),
2. QC instrumen ( pengecekan fungsi instrumen, prosedur
pemelihara instrumen ),
3. Proses QC ( QC harian, QC periodik ).
 Program QC yang baik yaitu:
1. Memantau kinerja pemeriksaan dengan tolok ukur akurasi dan
presisi,
2. Mengindentifikasi masalah pemeriksaan,
3. Menilai keandalan hasil pemeriksaan.

11
 Tujuan merencanakan prosedur QC adalah :
1. Dapat menjamin mutu pemeriksaan dengan biaya minimal
2. Prosedur QC dirancang atas dasar mutu yang diinginkan dari
setiap metode pemeriksaan,
3. Menggunakan program QC validator dapat direncanakan control
rules, jumlah pengukuran bahan kontrol, kemampuan
mendeteksi kesalahan dan derajat penolakan palsu suatu
metode pemeriksaan.
 Prosedur QC yang tepat dan penerapan yang benar meliputi :
1. Perhitungan yang tepat untuk mendapatkan Mean dan SD,
2. Membuat batas kontrol yang tepat,
3. Menggunakan aturan kontrol yang tepat ( grafik levy jennings
dengan penilaian westgard multirule chart)sehingga dapat
mendeteksi setiap sinyal out of kontrol yang mewakili kesalahan
yang sesungguhnya,
4. Kebutuhan terhadap frekuensi pengukuran bahan kontrol
dengan hasil yang tepat.Sehingga dalam hal ini pemantauan
kualitas ditikberatkan pada prosedur statistik yang dilakukan
dengan memeriksa sampel yang konsentrasinya diketahui
kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai target sampel
yang diperiksa
3. Quality Assessement /Quality Assurance (QA)
QA ini lebih ditujukan untuk penilaian terhadap kinerja suatu
laboratorium. QA adalah suatu kegiatan yg dilakukan oleh institusi tertentu
untukmenentukan kualitas pelayanan laboratorium. Salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk menilai kinerja suatu laboratorium adalah dengan
proficiency test.
Proficiency Test atau external quality assurance : dilakukan dengan
membandingkan hasil beberapa laboratorium terhadap bahan kontrol
rujukan dari laboratorium.
Tujuan dari Proficiency Testing adalah untuk mengawasi kualitas
tes dalam sebuah laboratorium, mengidentifikasi masalah, dan membuat

12
langkah koreksi terhadap masalah apapun yang terdentifikasi •
Persyaratan Penanganan sampel proficiency testing:
a. Sampel yang harus diuji dengan alat yang sama seperti
pemeriksaan pasien rutin laboratorium
b. Sampel harus diuji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama
dengan sampel pasien rutin
c. laboratoriumharus mencatat semua langkah (penangan,
pengolahan, tes, pelaporan) untuk periode proficeency testing.
d. hanya diperlukan untuk metode primer yg digunakan untuk menguji
analit dalam sampel pasien selama periode proficiency testing
4. Quality Improvement (QI)
Kegiatannya menetapkan bentuk proses pemecahan masalah
untuk mengidentifikasi akar masalah dan mencari pemecahannya, dengan
melakukan quality improment penyimpangan akan dapat dicegah dan
diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.
5. Quality Planning (QP)
Menstandarisasi pemecahan, menetapkan ukuran ukuran untuk
menilai kinerja suatu laboratorium serta mendokumentasikan langkah
langkah pemecahan masalah dan untuk diimplementasikan pada QLP.

13
Sumber-Sumber Kesalahan pada Tahap Pra Analitik, Analitik, dan
Pasca Analitik
A. Sumber Kesalahan Teknik
Pemeriksaan sampel pasien di laboratorium klinik pada dasarnya
adalah kegiatan pengukuran analit yang terkandung di dalam sampel
tersebut dengan suatu instrumen dan metode tertentu untuk mengetahui
kadar/jumlah analit yang dimaksud. Pengukuran dilakukan untuk
mengetahui kadar atau jumlah kandungan analit tertentu. Misalkan pada
pengukuran kandungan biokimia darah, dilakukan untuk mengetahui
kadar glukosa darah, kadar protein darah, kadar lemak darah dan lain-
lain. Pada pengukuran jumlah sel-sel darah, dilakukan untuk mengetahui
jumlah sel darah putih (lekosit), jumlah sel darah merah (eritrosit), jumlah
sel trombosit dan kandungan kadar hemoglobin dalam darah, serta pada
pengukuran kandungan (titer) antibodi atau antigen yang ada dalam tubuh
seseorang.
Kegiatan pengukuran tersebut pada dasarnya adalah untuk
mengetahui seberapa banyak kadar/kandungan analit yang terdapat
dalam sampel pasien. Kegiatan pengukuran ini merupakan pekerjaan rutin
di laboratorium yang dilaksanakan oleh tenaga Ahli Teknologi
Laboratorium Medik (ATLM). Pengukuran/pemeriksaan merupakan
kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap analitik. Setiap hasil
pengukuran/pemeriksaan spesimen di laboratorium akan selalu
mengandung kesalahan/error. Tidak ada pengukuran yang bebas dari
kesalahan. Kesalahan ini disebut kesalahan teknik, yaitu kesalahan yang
timbul pada saat melaksanakan pemeriksaan di labortaorium. Kesalahan
teknik merupakan kesalahan yang sudah melekat, bersifat alamiah, selalu
ada pada setiap pemeriksaan dan seakan-akan tidak mungkin dapat
dihindari. Usaha perbaikan hanya dapat memperkecil kesalahan tapi tidak
mungkin menghilangkannya, misalnya kesalahan dalam mengatur
panjang gelombang pada fotometer atau kesalahan dalam mengatur suhu
waterbath atau kesalahan dalam pengenceran larutan standar (Depkes,

14
2008; Santoso, 2008). Kesalahan teknik atau kesalahan analitik yang
terjadi di laboratorium, umumnya dipengaruhi faktor sebagai berikut:
 Reagen (reagents)
 Peralatan (instruments)
 Kontrol & bakuan (control & standard)
 Metode analitik (analytical method)
 Ahli Teknologi (Technologist)
1. Reagen (Reagents)
Reagen adalah zat kimia yang digunakan dalam suatu reaksi untuk
mendeteksi, mengukur, memeriksa dan menghasilkan zat lain.
a. Menurut tingkat kemurniannya reagen/zat kimia dibagi menjadi:
1. Reagen tingkat analitis (Analytical Reagen/ AR) Reagen tingkat
analitis adalah reagen yang terdiri atas zat-zat kimia yang
mempunyai kemurnian sangat tinggi. Kemurniannya
dicantumkan pada botol/wadahnya. Penggunaan bahan kimia
ini tidak dapat digantikan dengan bahan kimia tingkat lain.
2. Zat kimia tingkat lain
Zat kimia ini tersedia dalam tingkatan dan penggunaan yang
berbeda, yaitu:
a. Tingkat kemurnian kimiawi (Chemically Pure Grade)
b. Tingkat praktis (Practical Grade)
c. Tingkat komersil (Commercial Grade) Merupakan zat kimia
yang bebas diperjualbelikan dipasaran, seperti alkohol 70%.
d. Tingkat teknis (Technical Grade)
Umumnya zat kimia tingkat ini digunakan pada industri kimia Zat
kimia yang mempunyai tingkat kemurnian kimiawi (Chemically Pure
Grade) yang hanya dapat digunakan sebagai reagensia di
laboratorium, sedangkan zat kimia lainnya (practical grade,
commercial grade, technical grade) tidak perbolehkan (Depkes,
2008).
b. Menurut cara pembuatannya, dibagi menjadi:
1. Reagen jadi (reagen komersial)

15
Reagen komersial yaitu reagen yang dibuat oleh pabrik, reagen
ini direkomendasikan sebagi pilihan utama. Jika tidak ada
reagen komersial, maka diperbolehkan menggunakan reagen
buatan sendiri.
2. Reagen buatan sendiri
Keuntungan reagen buatan sendiri:
 Dapat dibuat segar sehingga penundaan dan kerusakan
akibat transportasi dan penyimpanan dapat dihindari.
 Penggunaan zat pengawet dapat dihindari.
 Bila timbul masalah, pemecahannya lebih mudah sebab
proses pembuatannya diketahui.
 Bila reagen rusak atau terkontaminasi, maka dapat segera
membuat reagen tersebut. Tidak perlu menunggu
pemgiriman reagen tersebut.
 Penghematan dari segi biaya
Kerugian reagen buatan sendiri:
 Sulit distandarisasi
 Biasanya tidak melalui uji Quality Control (QC)
 Tidak dapat ditentukan stabilitasnya (Depkes, 2008).
2. Peralatan (instruments)
Peralatan (instruments) Setiap peralatan harus dilengkapi dengan
petunjuk penggunaan (instruction manual) yang disediakan oleh pabrik
yang memproduksi alat tersebut. Petunjuk penggunaan tersebut pada
umumnya memuat cara operasional dan hal-hal lain yang harus
diperhatikan (Depkes, 2008).
Cara penggunaan/pengoperasian masing-masing jenis peralatan
laboratorium harus ditulis dalam instruksi kerja. Setiap peralatan harus
dilakukan pemeliharaan (maintenance) sesuai dengan petunjuk
penggunaan, yaitu agar diperoleh kondisi yang optimal, dapat beroperasi
dengan baik dan tidak terjadi kerusakan. Kegiatan pemeliharaan harus
dilakukan secara rutin. Setiap alat harus mempunyai kartu pemeliharaan
yang diletakkan dekat alat tersebut, kartu ini berisi catatan setiap tindakan

16
pemeliharaan yang dilakukan dan kelainankelainan yang ditemukan. Bila
terjadi kerusakan/kelainan pada alat, maka segera dilaporkan kepada
penanggung jawab alat tersebut untuk dilakukan perbaikan (Depkes,
2008). Keuntungan melakukan pemeliharaan alat (maintenance) akan
diperoleh:
a. Peningkatan kualitas produksi
b. Peningkatan keamanan kerja
c. Pencegahan produksi yang tiba-tiba berhenti
d. Penekanan waktu luang/pengangguran bagi tenaga pelaksana
e. Penurunan biaya perbaikan (Depkes, 2008).
3. Kontrol dan Bakuan (Control and Standard)
Bahan kontrol adalah bahan yang digunakan untuk memantau
ketepatan suatu pemeriksaan di laboratorium, atau untuk mengawasi
kualitas hasil pemeriksaan sehari-hari. Persyaratan bahan kontrol:
a. Harus memilki komposisi yang sama dengan spesimen. Misalnya:
untuk pemeriksaan urine digunakan bahan kontrol urine atau
menyerupai urine, untuk pemeriksaan darah digunakan bahan
kontrol darah atau menyerupai darah.
b. Harus stabil Komponen yang terkandung dalam bahan kontrol
harus stabil, artinya tidak akan berubah dalam masa penyimpanan
sampai batas kadaluarsa.
c. Mempunyai sertifikat analisa yang dikeluarkan oleh pabrik
pembuatnya.
Bahan kontrol dapat dibedakan berdasarkan:
a. Sumber bahan kontrol
Berdasarkan sumbernya, bahan kontrol dapat berasal dari
manusia, binatang atau bahan kimia murni. Untuk pemeriksaan
spesimen dari manusia, sebaiknya menggunakan bahan kontrol
dari manusia. Karena dalam bahan kontrol yang berasal dari
binatang ada beberapa zat yang berbeda dengan spesimen dari
manusia.
b. Bentuk bahan kontrol

17
Menurut bentuk bahan kontrol ada yang berupa: bentuk cair,
bentuk padat bubuk (liofilisat) dan bentuk strip. Bentuk liofilisat lebih
stabil dan tahan lama dibandingkan bentuk cair. Bahan kontrol
bidang kimia klinik, hematologi dan imunoserologi umumnya
menggunakan bentuk cair dan liofilisat. Bidang urinealisa
menggunakan bentuk cair, liofilisat dan strip.
c. Cara pembuatan bahan kontrol
Bahan kontrol dapat dibuat sendiri atau dibeli dalam bentuk jadi.
Bahan kontrol yang dibuat sendiri dapat menggunakan bahan dari
manusia (serum, lisat) atau menggunakan bahan kimia murni.
Bahan kontrol yang diambil manusia harus bebas dari penyakit
menular lewat darah, seperti HIV, hepatitis, HCV dan lain-lain.
Ada bermacam-macam bahan kontrol buatan sendiri, yaitu:
a. Pool sera
Bahan kontrol ini dibuat dari kumpulan sisa serum pasien sehari-
hari. banyak digunakan bidang kimia klinik. Keuntungan pool sera
yaitu: mudah didapat, bahan berasal dari manusia (pasien), tidak
perlu dilarutkan (rekonstitusi), dan murah. Kerugiannya yaitu:
merepotkan tenaga teknis untuk membuatnya, harus membuat
kumpulan serum khusus untuk enzim, snalisis statistik harus
dikerjakan setiap 3-4 bulan, stabilitas beberapa komponen kurang
terjamin (aktivitas enzim, bilirubin dan lain-lain), bahaya infeksi
sangat tinggi.
b. Bahan kontrol kimia murni
Bahan kontrol ini dibuat dari bahan kimia murni (larutan spikes),
banyak digunakan bidang kimia klinik, urinealisa dan kimia
lingkungan.
c. Hemolisat
Bahan kontrol ini dibuat dari lisat, banyak digunakan bidang
hematologi
d. Bahan kontrol dari strain murni
Bahan kontrol ini untuk pemeriksaan bidang mikrobiologi.

18
Bahan kontrol yang sudah jadi (komersial), yaitu:
a. Unassayed
Merupakan bahan kontrol yang tidak memiliki nilai rujukan sebagai
tolak ukur. Nilai rujukan dapat diperoleh setelah dilakukan periode
pendahuluan. Biasanya dibuat kadar normal/abnormal (abnormal
tinggi atau abnormal rendah). Keuntungan bahan kontrol
b. Assayed
Merupakan bahan kontrol yang diketahui nilai rujukannya serta
batas toleransi menurut metode pemeriksaannya. Hanya bahan
kontrol ini lebih mahal. Bahan kontrol ini dapat digunakan untuk
akurasi kontrol, selain itu dapat digunakan untuk menilai alat dan
cara baru.
4. Metode analitik (Analytical Method)
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang laboratorium
berkembang dengan pesat, persaingan antar laboratorium semakin ketat,
serta tuntutan pelanggan terus meningkat, hal ini harus menjadi perhatian
laboratorium dalam memilih metode pemeriksaan yang dibutuhkan.
Sehingga dapat dipastikan bahwa metode pemeriksaan yang digunakan
tetap memiliki makna klinis sebagaimana yang dibutuhkan. Mampu
mendeteksi analit dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan di bidang kesehatan. Berkembangnya
teknologi automatisasi dan teknologi Informasi di dunia laboratorium
semakin memudahkan dan mempercepat proses pemeriksaan untuk
mendapatkan hasil laboratorium yang akurat. Faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan metode pemeriksaan:
a. Tujuan Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang digunakan dapat untuk uji saring,
diagnostik dan evaluasi hasil pengobatan serta surveilen. Pemilihan
metode pemeriksaan harus dengan kemampuan sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi, agar hasil yang didapatkan mempunyai
keandalan dan dapat dipercaya.
b. Kecepatan Hasil Pemeriksaan

19
Pasien di UGD (Unit Gawat Darurat) memerlukan hasil
pemeriksaan laboratorium yang cepat untuk mengatasi
kegawatdaruratannya, sehingga dibutuhkan metode pemeriksaan
yang cepat untuk diagnostik dan pengobatan.
c. Rekomendasi Resmi
Metode pemeriksaan yang digunakan di laboratorium harus yang
direkomendasikan oleh:
 WHO (World Health Organization)
 IFCC (International Federation of Clinical Chemistry)
Meliputi pemeriksaan kimia klinik
 NCCLS (National Comittee for Clinical Laboratory Standards)
Meliputi pemeriksaan mikrobiologi
 ICSH (International Comittee for Standarisationin Hematology)
Meliputi pemeriksaan hematologi
Metode pemeriksaan dan prosedur kerjanya harus sesuai dengan
persyaratan standar, diantaranya:
 Penerimaan, identifikasi, labeling, penanganan, pengambilan
dan penyimpanan spesimen dan bahan kontrol.
 Spesifikasi spesimen yang akan diperiksa
 Metode analisa baik rekomendasi nasional maupun
internasional termasuk metode baku (referensi).
 Metode-metode lain yang perlu dipertimbangkan oleh pihak
klien dan laboratorium (Imankhasani, 2005)
5. Ahli Teknologi (Technologist)
Seorang Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM) mempunyai
tugas dan tanggung jawab dalam mengeluarkan hasil laboratorium,
sehingga harus mempunyai kompetensi yang sesuai. Hasil laboratorium
digunakan oleh dokter untuk menangani pasien dalam hal terapi dan
diagnostik, sehingga seorang ATLM berperan penting dalam proses
penyembuhan penyakit pasien.
Seorang ATLM yang bekerja di laboratorium harus memperoleh
cukup banyak informasi mengenai pasien dan penyakitnya untuk

20
mengambil keputusan hasil laboratorium (WHO, 2011). ATLM dan dokter
yang meminta pemeriksaan laboratorium wajib merahasiakan informasi
mengenai hasil pemeriksaannya; hanya dokter yang berhak menerima
laporan hasil laboratorium. Ketika pasien meminta keterangan mengenai
hasil pemeriksaan tersebut, pasien diberi tahu agar menanyakannya
kepada dokter (WHO, 2011).
Di kebanyakan negara, terdapat standar perilaku moral dan
profesional yang tinggi bagi para dokter serta personel laboratorium yang
kompeten. Setiap pekerja laboratorium yang bekerja dengan bahan-bahan
klinis harus menjaga standar tersebut (WHO, 2011). Kesalahan teknik
yang merupakan kesalahan analitik dilaboratorium terdiri dari 2 jenis
kesalahan, yaitu:
 Kesalahan acak (random error)
 Kesalahan sistematik (systematic error)
 Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan acak (random error) disebabkan oleh faktor-faktor yang
secara acak/random berpengaruh pada proses pengukuran. Kesalahan ini
bersumber dari variasi yang bersifat acak dan dapat terjadi diluar kendali
personil yang melakukan pengukuran. Kesalahan jenis ini menunjukkan
tingkat ketelitian (prasisi) pemeriksaan. Kesalahan ini akan tampak pada
pemeriksaan yang dilakukan berulang pada sampel yang sama dan
hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-kadang lebih kecil
dari nilai seharusnya. Hasil pengukuran berulang tersebut akan
terdistribusi di sekitar nilai sebenarnya (true value), dan mengikuti
distribusi normal (Gausian). Faktor kesalahan acak ini sebenarnya dapat
dikurangi dengan melakukan banyak pengulangan pengukuran.
Kesalahan acak dapat ditentukan dengan menggunakan metode
statistic (Santoso, 2008; Depkes, 2008). Kesalahan ini merupakan
kesalahan dengan pola yang tidak tetap. Penyebab kesalahan ini adalah
ketidakstabilan, misalnya pada penangas air, reagen, pipet, dan lain-lain.
Kesalahan ini berhubungan dengan prasisi/ketelitian. Kesalahan acak
dalam analitik seringkali disebabkan oleh hal berikut:

21
 instrumen yang tidak stabil
 variasi temperatur, variasi reagen dan kalibrasi
 variasi teknik pada prosedur pemeriksaan (pipetasi, pencampuran,
waktu inkubasi)
 variasi operator/analis
Selain beberapa hal tersebut, ada penyebab lain yang dapat
menyebabkan kesalahan acak seperti fluktuasi tegangan listrik dan
kondisi lingkungan (Santoso, 2008; Depkes, 2008).
 Kesalahan Sistematik (Systematic error)
Kesalahan sistematik disebabkan oleh berbagai faktor yang secara
sistematis mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan jenis ini
menunjukkan tingkat ketepatan (akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini
menjurus ke satu arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu
lebih kecil dari nilai seharusnya.
Kesalahan sistematik ini merupakan kesalahan yang terus menerus
dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh standar kalibrasi
atau instrumentasi yang tidak baik. Kesalahan ini berhubungan dengan
akurasi suatu metode atau alat, dan kesalahan ini dapat menghasilkan
nilai yang tetap atau jika berubah dapat dipradiksi. Jadi kesalahan
sistematik akan memberikan bias pada hasil pengukuran. Bias tersebut
dapat bernilai positif atau negatif. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu
arah. Hasil pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai
seharusnya. Kesalahan ini tidak dapat dikurangi dengan cara
pengulangan pengukuran. Dalam prakteknya, kesalahan ini sangat sulit
untuk diidentifikasi/ditentukan (Santoso, 2008; Depkes, 2008). Kesalahan
sistematik umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
 Spesifitas reagen rendah (mutu rendah)
 Kelemahan metode pemeriksaan
 Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi
tidak liniear)
 Mutu reagen kalibrasi kurang baik
 Alat bantu (pipet) yang kurang akurat

22
 Panjang gelombang yang dipakai
 Salah cara melarutkan reagen

B. Kesalahan Non Teknik


1. Kesalahan Tahap Pra Analitik
Prosedur yang tepat pada tahap pra analitik sangat penting untuk
mendapatkan spesimen yang sesuai untuk pemeriksaan. Dalam
pengambilan spesimen penting untuk memperhatikan keselamatan
pasien. Laboratorium merupakan mitra klinisi dalam mencapai upaya
kesembuhan dan kesehatan pasien sehingga keandalan dan kualitas hasil
pengujiannya merupakan fokus yang utama (Usman, 2015).
Teknisi laboratorium terus menerus mencari dan mengembangkan
strategi untuk memperbaiki dan mengurangi kesalahan-kesalahan yang
sering terjadi di laboratorium. Alur kerja di laboratorium adalah suatu
proses yang saling berhubungan satu fase dengan fase berikutnya,
sehingga baik secara langsung atau tidak langsung adanya kesalahan
mulai tahap pra analitik sampai tahap terakhir akan sangat berpengaruh
(Usman, 2015). Ada beberapa kesalahan yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium dalam tahap pra analitik, yaitu:
 Ketatausahaan (clerical)
 Persiapan penderita (patient preparation)
 Pengumpulan spesimen (specimen collection)
 Penanganan sampel (sampling handling) (Kahar, 2005).
Tahap pra analitik merupakan langkah pertama dalam proses pengujian
spesimen pasien, dimana pada tahap ini dilakukan mulai dari persiapan,
pengambilan sampai pengolahan spesimen. Kesalahan pada tahap pra
analitik adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan tahap analitik
maupun pasca analitik. Kesalahannya sampai 68%, dikarenakan tahap
pra analitik sulit dikendalikan, contohnya pada persiapan pasien.
Laboratorium sulit mengendalikan hal ini, karena banyak faktor yang
mempengaruhi kondisi pasien.
a) Ketatausahaan (Clerical)

23
Kesalahan pada ketatausahaan diantaranya adalah
penulisan identitas pasien pada formulir/blanko permintaan
pemeriksaan. Sering terjadi penulisan nama yang salah, data tidak
lengkap (misalnya tidak ada nama pasien, umur, jenis kelamin atau
nomor rekam medis), dan tidak adanya diagnosis atau keterangan
klinis. Kadang-kadang tulisan tidak dapat dibaca sehingga
mempersulit petugas.
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan
hal yang penting pada formulir/blanko permintaan pemeriksaan,
pendaftaran, penulisan label wadah spesimen, dan pada
formulir/blanko hasil pemeriksaan. Kesalahan dalam ketatausahaan
ini dapat berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan yang dapat
merugikan pasien (Depkes, 1997).
b) Persiapan pasien (Patient Preparation)
Sebelum pengambilan spesimen, harus dilakukan persiapan
pasien untuk mendapatkan spesimen yang sesuai dengan jenis
pemeriksaannya. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan laboratorium, sehingga laboratorium wajib
menolak spesimen yang tidak memnuhi persyaratan. Faktor-faktor
pada pasien yang mempengaruhi hasil pemeriksaan, yaitu:
 Makanan dan minuman
Pemeriksaan gula darah puasa dan trigliserida dipengaruhi
langsung oleh makanan dan minuman, karena zat-zat yang
dikonsumsi tersebut akan beredar dalam darah dan ikut terukur
pada saat pemeriksaan. Untuk itu pasien ahrus puasa selama
8-10 jam sebelum darah diambil.
 Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan respon tubuh terhadap obat
tersebut. Obat yang diberikan secara intramuskuler dapat
menimbulkan jejas pada otot sehingga enzim pada otot akan
masuk ke dalam darah, yang selanjutnya akan mempengaruhi

24
pemeriksaan seperti Creatinin Kinase (CK) dan Lactic
dehydrogenase (LDH).
 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menyebabkan:
a. Peningkatan kadar glukosa darah.
b. Perubahan kadar substrat dan ezim, seperti konsentrasi gas
darah, kadar asam urat, kreatinin,CK, LDH, LED, Hb, hitung
sel darah dan produksi urine.
 Demam
Pada waktu demam akan:
a. Terjadi peningkatan gula darah akibat meningkatnya
pelepasan insulin.
b. Terjadi penurunan kadar kolesterol dan trigiserida pada awal
demam karena meningkatnya metabolisme lemak. Pada
demam yang sudah lama terjadi peningkatan asam lemak
bebas dan benda-benda keton karena penggunaan lemak
yang meningkat.
c. Lebih mudah menemukan parasit malaria dalam darah.
d. Terjadi reaksi anamnestik yang menyebabkan kenaikan titer
widal.
 Trauma
Trauma dengan luka perdarahan menyebabkan penurunan
kadar substrat maupun aktivitas enzim, termasuk kadar Hb,
hematokrit dan produksi urine. Hal ini terjadi karena
pemindahan cairan tubuh ke dalam pembuluh darah sehingga
darah menjadi encer. Pada tingkat lanjut akan terjadi
peningkatan kadar ureum, kreatinin serta enzim-enzim dalam
otot.
 Variasi harian
Pada tubuh manusia terjadi perbedaan kadar zat-zat tertentu
dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh fluktuasi harian
(variasi diurnal), seperti:

25
a. Kadar besi serum yang diambil sore hari akan lebih tinggi
daripada pagi hari.
b. Kadar insulin akan mencapai puncaknya pada pagi hari,
sehingga bila tes toleransi glukosa dilakukan pada siang
hari, maka hasilnya akan lebih tinggi daripada bila dilakukan
pada pagi hari.
c. Aktivitas enzim sering berfluktuasi, disebabkan kadar
hormon yang berbeda dari waktu ke waktu.
d. Jumlah sel eosinofil lebih rendah pada malam sampai pagi
hari, dibandingkan pada siang hari (Depkes, 2008).
c) Pengumpulan spesimen (Specimen Collection)
Spesimen yang akan diperiksa di laboratorium haruslah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
 Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan
 Volume mencukupi
 Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah
warna, tidak berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
 Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat
 Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat
 Identitas benar sesuai dengan data pasien
Beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Waktu pengambilan
Pada umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada
pagi hari, terutama untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi
dan imunologi karena umumnya nilai normal berdasarkan nilai
pada pagi hari. Namun ada beberapa spesimen yang diambil
sesuai dengan perjalanan penyakit dan fluktuasi harian,
misalnya:
 Demam typhoid
Untuk pemeriksaan Widal dilakukan pada fase akut dan
konvalesen. Untuk biakan darah paling baik dilakukan pada

26
minggu I atau II sakit, dan untuk biakan urine atau tinja
dilakukan pada minggu II atau III.
 Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman
Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotik.
 Pemeriksaan Gonorrhoe
b. Volume spesimen
Volume spesimen yang diambil harus mencukupi kebutuhan
pemeriksaan laboratorium yang diminta atau dapat mewakili
objek yang diperiksa.
c. Lokasi pengambilan spesimen
Sebelum mengambil spesimen harus ditetapkan dahulu lokasi
pengambilan yang tepat dan sesuai dengan jenis pemeriksaan
yang diminta, seperti:
 Spesimen darah
Darah vena umumnya diambil dari vena cubiti daerah siku.
Darah kapiler diambil dari ujung jari tengah atau jari manis
pada tangan kiri atau tangan kanan, atau pada daerah tumit
1/3 bagian tepi telapak kaki, atau cuping telinga pada bayi.
Darah arteri diambil dari arteri radialis di pergelangan tangan
atau arteri femoralis di daerah lipatan paha.
d. Peralatan pengambilan spesimen
Secara umum peralatan yang digunakan harus memenuhi
syarat:
 Bersih
 Kering
 Tidak mengandung detergen atau bahan kimia
 Terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada
pada spesimen (inert)
 Mudah dicuci dari bekas spesimen sebelumnya
 Untuk pemeriksaan biakan, harus menggunakan peralatan
yang steril

27
 Pengambilan spesimen yang bersifat invasif harus
menggunakan peralatan yang steril dan disposible.
 Wadah spesimen harus memenuhi syarat
 Terbuat dari gelas atau plastik
 Tidak bocor atau tidak merembes Harus dapat ditutup rapat
dengan tutup berulir
 Besar wadah disesuaikan dengan volume spesimen
 Bersih dan kering
 Tidak mempengaruhi sifat dari zat-zat dalam spesimen
 Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak
atau terurai karena pengaruh sinar matahari, maka perlu
digunakan botol berwarna coklat (aktinis).
 Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah
harus steril
 Untuk wadah spesimen urine, sputum, tinja sebaiknya
menggunakan wadah yang bermulut lebar (Depkes, 2008).
e. Pengawet spesimen
Beberapa spesimen membutuhkan bahan tambahan
berupa bahan pengawet atau antikoagulan. Kesalahan dalam
pemberian pengawet/antikoagulan tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bahan
pengawet/antikoagulan yang dipakai harus memenuhi
persyaratan yaitu tidak mengganggu atau mengubah kadar zat
yang akan diperiksa (Depkes, 2008). Beberapa contoh
pengawet/antikoagulan, jenis spesimen, volume spesimen,
wadah dan stabilitasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

28
f. Cara pengambilan spesimen
Pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga
terampil dengan cara yang benar, agar spesimen mewakili

29
keadaan yang sebenarnya. Untuk mengurangi atau
memperkecil kesalahan dalam pengambilan spesimen, maka
prosedur yang benar harus diikuti. Di bawah ini disampaikan
teknik pengambilan untuk beberapa spesimen yang sering
diperiksa di laboratorium.
 Pengambilan darah vena
 Posisi pasien duduk pasien duduk atau berbaring dengan
posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokan
siku. Pilih lengan yang banyak melakukan aktivasi.
 Pasien diminta untuk mengepalkan tangan
 Pasang “torniquet”±10 cm di atas lipat siku
 Pilih bagian vena mediana cubiti
 Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya
dengan alkohol 70% dan biarkan kering untuk mencegah
terjadinya hemolisis dan rasa terbakar. Kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.
 Tusuk bagian vena tadi dengan jarum, lubang jarum
menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara
jarum dan kulit 15 derajat, tekan tabung vakum sehingga
darah terisap ke dalam tabung. Bila jarum berhasil masuk
vena, akan terlihat darah masuk dalam semprit.
Selanjutnya lepas torniquet dan pasien diminta lepaskan
kepalan tangan.
 Biarkan darah mengalir ke dalam tabung sampai selesai.
Apabila dibutuhkan darah dengan antikoagulan yang
berbeda dan volume yang lebih banyak, digunakan
tabung vakum yang lain.
 Tarik jarum dan letakkan kapas alkohol 70% pada bekas
tusukan untuk menekan bagian tersebut selama ±2
menit. Setelah darah berhenti, plester bagian ini selama
±15 menit.

30
 Tabung vakum yang berisi darah dibolak-balik kurang
lebih 5 kali agar bercampur dengan antikoagulan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengambilan darah vena :
 Mengenakan torniquet terlalu lama dan terlalu keras
sehingga mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi.
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol.
 Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh,
sehingga mengakibatkan masuknya udara ke dalam
tabung dan merusak sel darah merah.
 Mengocok tabung vakum dapat mengakibatkan
hemolisis.
 Pengambilan darah kapiler
 Bersihkan bagian yang akan ditusuk dengan alkohol 70%
dan biarkan sampai kering lagi.
 Peganglah bagian tersebut supaya tidak bergerak dan
tekan sedikit supaya rasa nyeri berkurang.
 Tusuklah dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari
tusukanlah dengan arah tegak lurus pada garis-garis
sidik kulit jari, jangan sejajar dengan itu. Pada daun
telinga tusuklah pinggirnya, jangan sisinya. Tusukan
harus cukup dalam supaya darah mudah keluar, jangan
menekan-nekan jari atau telinga untuk mendapat cukup
darah. Darah yang diperas keluar semacam itu telah
bercampur degan cairan jaringan sehingga menjadi
encer dan menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan.
 Buanglah tetes darah yang pertama keluar dengan
memakai segumpal kapas kering, tetes darah berikutnya
boleh dipakai untuk pemeriksaan.
Kesalahan-kesalahan dalam pengambilan darah kapiler
 Mengambil darah dari tempat yang memperlihatkan
adanya gangguan peredaran darah seperti vasokontriksi
(pucat), vasodilatasi (oleh radang, trauma, dsb), kongesti

31
atau cyanosis setempat. Tusukan yang kurang dalam
sehingga darah harus diperas-peras keluar.
 Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol. Bukan saja
darah itu diencerkan, tetapi darah juga melebar diatas
kulit sehingga sitkar diisap ke dalam pipet.
 Tetes darah pertama dipakai untuk pemeriksaan
 Terjadi bekuan pada tetes darah karena terlalu lambat
bekerja.
 Pemberian Identitas
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal
yang penting, baik saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan
pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :
1. Tanggal permintaan
2. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
3. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang)
termasuk rekam medik.
4. Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telpon)
5. Nomor laboratorium
6. Diagnosis/keterangan klinik
7. Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian
8. Pemeriksaan laboratorium yang diminta
9. Jenis spesimen
10. Lokasi pengambilan spesimen
11. Volume spesimen
12. Transpor media/pengawet yang digunakan
13. Nama pengambil spesimen
14. Inform concern
Label wadah spesimen yang akan dikirim atau diambil kelaboratorium
harus memuat :
 Tanggal pengambilan spesimen
 Nama dan nomor pasien
 Jenis spesimen

32
1. Penanganan Spesimen (Sampling Handling)
Beberapa contoh pengolahan spesimen seperti tercantum dibawah ini :
a. Darah (whole blood)
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang telah berisikan
antikoagulan yang sesuai, kemudian dihomogenisasi dengan cara
membolak-balikan tabung kira-kira 10-12 kali secara perlahan-
lahan dan merata.
b. Serum
 Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar
selama 20-30 menit, kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 5-
15 menit.
 Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam
setelah pengambilan spesimen
 Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan
keruh (lipemik)
c. Plasma
 Kocok darah EDTA atau citrat dengan segera secara pelan-
pelan
 Pemisahan plasma dilakukan dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan spesimen
 Plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah dan
keruh (lipemik)
Penyimpanan spesimen
Spesimen yang sudah diambil harus segera diperiksa, karena stabilitas
spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas
spesimen antara lain:
 Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia
 Terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada spesimen.
 Terjadi penguapan
 Pengaruh suhu
 Terkena sinar matahari. Beberapa spesimen yang tidak langsung
diperiksa dapat disimpan dengan memperhatikan jenis

33
pemeriksaannya. Persyaratan penyimpanan macam-macam
spesimen, harus memperhatikan jenis spesimen, antikoagulan,
wadah serta stabilitasnya (lihat tabel).
Beberapa cara penyimpanan spesimen:
 Disimpan pada suhu kamar
 Disimpan dalam lemari es dengan suhu 20 -8 0C.
 Dibekukan suhu - 200C, - 700C atau - 1200C (tidak boleh terjadi
beku ulang).
 Dapat diberikan bahan pengawet
 Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau
lisat.
Pengiriman spesimen
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain (dirujuk), sebaiknya
dikirim dalam bentuk yang relatif stabil. Beberapa persyaratan
pengiriman spesimen, yaitu:
 Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas spesimen.
 Tidak terkena sinar matahari langsung
 Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan “Bahan pemeriksaan
infeksius” atau “Bahan pemeriksaan berbahaya”.
 Suhu pengiriman harus memenuhi syarat.
 Penggunaan media transport yang tepat untuk pemeriksaan
mikrobiologi.

2. Kesalahan Tahap Pasca analitik


Tahap pasca analitik merupakan tahap terakhir dari rangkaian
proses pengujian di laboratorium. Kesalahan tahap pasca analitis sangat
sedikit, tetapi terkadang menjadi kritis, ketika terjadi kesalahan seperti
pelaporan hasil yang salah, keterlambatan dalam pelaporan, atau
pemberian informasi waktu tes dapat menghambat keputusan klinis yang

34
penting. Seperti pada tahap analitik, kesalahan pada tahap pasca analitik
hanya berkisar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika
dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap memegang
peranan yang penting (Usman, 2015).
Kesalahan pada pra analitik sering pula terjadi pada penghitungan
dan penulisan (Cleritical error). Pada pasca analitik kesalahan dapat
terjadi berupa penulisan dan pengimputan hasil (Santoso, Witono, dkk,
2008). Beberapa kesalahan yang dapat terjadi pada tahap pasca analitik,
yaitu:
 Perhitungan (calculation)
 Cara menilai (method evaluation)
 Ketatausahaan (clerical)
 Penanganan informasi (information handling) (Kahar, 2005).
Beberapa hal di bawah ini dapat menjadi sumber kesalahan jika tidak
dikerjakan dengan benar, yaitu:
 Kesesuaian antara pencatatan dan pelaporan hasil dengan
pasien/spesimen.
 Penulisan hasil uji laboratorium dengan angka dan satuan yang
digunakan. Pelaporan hasil uji laboratorium yang berupa angka
maka perlu disesuaikan mengenai desimal angka dan satuan yang
digunakan terhadap keperluan pasien maupun terhadap nilai
normal. Bila diperlukan suatu angka bulat, cukup dilaporkan dalam
angka bulat tanpa angka desimal. Satuan yang digunakan adalah
satuan internasional.
 Pencantuman nilai normal
Pada pelaporan hasil laboratorium perlu dicantumkan nilai normal,
yaitu rentang nilai yang dianggap merupakan hasil pemeriksaan
orang-orang normal. Pada pencantuman hasil uji, perlu disertakan
metode pemeriksaan yang digunakan serta kondisi-kondisi lain
yang harus diinformasikan seperti batas usia dan jenis kelamin.
Satuan yang digunakan harus sama antara hasil uji dengan satuan
pada nilai normal.

35
 Pencantuman keterangan yang penting, misalnya bila pemeriksaan
dilakukan dua kali, spesimen darah yang lisis, atau serum yang
lipemik dan lain-lain.
 Penyampaian hasil
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya segera dilakukan, karena
penundaan pemeriksaan sangat merugikan pasien, yaitu tindakan
diagnostik terhadap pasien dapat terlambat serta dapat merusak
spesimen pasien. Selain itu keterlambatan penyampaian hasil uji
juga dapat menghambat diagnostik dan pengobatan terhadap
pasien, maka sampaikan hasil uji sesegera mungkin jika
pemeriksaan laboratorium telah selesai dilaksanakan.
 Dokumentasi/ Arsip
Setiap laboratorium harus mempunyai sistem dokumentasi yang
lengkap, yang berisi catatan dan laporan hasil uji laboratorium
pasien. Dokumen ini harus lengkap, jelas dan mudah digunakan
ketika dibutuhkan untuk melihat data-data pasien, baik berupa data
hasil uji laboratorium maupun data pasien itu sendiri (Depkes,
1997).
Setiap laboratorium harus menyimpan dokumen-dokumen sebagai
berikut:
 Surat permintaan pemeriksaan laboratorium.
 Hasil pemeriksaan laboratorium.
 Surat permintaan dan hasil rujukan (Depkes, 2008).
Prinsip penyimpanan dokumen:
 Semua dokumen yang disimpan harus asli dan harus ada bukti
verifikasi pada dokumen dengan tanda tangan oleh penanggung
jawab laboratorium (supervisor).
 Berkas laboratorium disimpan selama 5 tahun. Untuk kasus-kasus
khusus dipertimbangkan sendiri.
 Berkas anak-anak harus disimpan hingga batas usia tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

36
 Berkas laboratorium dengan kelainan jiwa disimpan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
 Untuk memudahkan penelusuran pada kasus-kasus tertentu,
misalnya dipakai sebagai barang bukti/ medico legal. Salinan atau
berkas hasil yang dilaporkan harus disimpan sedemikian rupa,
sehingga mudah ditemukan kembali. Lamanya penyimpanan dapat
beragam, tetapi hasil yang telah dilaporkan harus dapat ditemukan
kembali sesuai kepentingan medis atau seperti yang
dipersyaratkan oleh persyaratan nasional, regional atau
internasional (Depkes, 2008).

2.4 Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi


2.4.1Pengenalan Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi
A. Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi
Pemantapan mutu/ Quality Control (QC) adalah suatu proses atau
tahapan didalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi proses
pengujian, dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan
dengan benar. Quality control dilakukan dengan tujuan untuk menjamin
hasil pemeriksaan laboratorium, mengetahui dan meminimalkan
penyimpangan serta mengetahui sumber dari penyimpangan.
Quality control merupakan produk metode kuantitatif dan statistik
yang digunakan didalam laboratorium untuk menjamin hasil tes yang
realibel. Dilakukannya prosedur quality control bertujuan untuk
mendapatkan hasil tes yang realibel, mendeteksi kesalahan yang terjadi
selama proses, sehingga dapat dicegah kesalahan/kejadian berikutnya.
Proses pemantapan mutu merupakan proses terpadu yang
dirancang untuk menjamin hasil pemeriksaan sampel pasien valid, dan
dapat digunakan dokter/ klinisi untuk membuat keputusan diagnostik dan
terapeutik. Dengan menjalankan kegiatan pemantapan mutu, kita dapat
melakukan konfirmasi bahwa performa/penampilan instrumen
laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan sampel pasien dalam
keadaan stabil dan tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

37
Kegiatan pemantapan mutu/ quality kontrol menggunakan bahan
kontrol yang dilakukan uji bersamaan dengan sampel pasien, dengan
menerapkan metode statistik yang sesuai terhadap hasil untuk
menegakkan akurasi dan presisi yang merupakan tolok ukur untuk
menetapkan akseptabilitas hasil pemeriksaan. Akseptabilitas hasil
pemeriksaan yaitu tingkat penerimaan hasil pemeriksaan laboratorium
oleh pelanggan/ klinisi. Pemantapan mutu terdiri atas prosedur-prosedur
yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan yang terjadi
berkaitan dengan kegagalan sistem pengujian, kondisi lingkungan yang
merugikan, dan variasi didalam penampilan operator.
Pemantapan mutu internal bidang hematologi adalah kegiatan
pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh laboratorium klinik
secara terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan hematologi yang
memenuhi aspek-aspek teknis yaitu presisi dan akurat.
 Presisi
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap
penanggulangan pemeriksaan disebut dengan presisi. Secara kuantitatif,
presisi disajikan dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran
koefisien variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas suatu
pemeriksaan. Presisi yang tinggi, pengulangan pemeriksaan terhadap
sampel yang sama memberikan hasil yang tidak berbeda jauh.
 Akurasi
Akurasi atau ketepatan adalah kesesuaian antara hasil
pemeriksaan dengan “nilai benar/sebenarnya” (True Value). Penilaian
akurasi tidak harus selalu tepat sama dengan (True Value) karena ada
rentang nilai yang bisa digunakan sebagai standar. Rentang nilai (range)
tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan berulang yang dihitung secara
statistik berdasarkan standar deviasi (SD) dimana akurasi dianggap bagus
jika hasil pemeriksaan berada pada ± 2 SD.
Pemantapan mutu internal bidang hematologi dilakukan secara
mandiri oleh laboratorium klinik dengan memonitor prosedur tes-tes
hematologi yang merupakan indikator kinerja laboratorium. Prosedur

38
kontrol kualitas internal hematologi serupa dengan kontrol kualitas internal
pada umumnya yang melibatkan penggunaan material kontrol dan
pengukuran berulang (repeated measurement) pada spesimen rutin.
Analisis bahan kontrol dilakukan bersamaan dengan sampel
pasien(Sukorini, 2010).

Tujuan Pemantapan Mutu Internal


a. Memantapkan dan menyempurnakan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis
b. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga tidak terjadi
mengeluarkan hasil yang salah dan perbaikan kesalahan dapat
dilakukan segera
c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien,
pengambilan spesimen, pengiriman spesimen, penyimpanan serta
pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan
hasil telah dilakukan dengan benar.
d. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya.
e. Membantu perbaikan pelayanan pasien melalui peningkatan
pemantapan mutu internal (Depkes, 2008).
Kegiatan pemantapan mutu internal hematologi mencakup tiga tahapan
proses, yaitu pra analitik, analitik, dan pasca analitik.
1. Tahap Pra analitik
Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan
laboratorium sebelum pemeriksaan spesimen, yang meliputi:
a. Persiapan pasien
b. Pemberian identitas spesimen
c. Pengambilan dan penampungan spesimen
d. Penanganan spesimen
e. Pengiriman spesimen
f. Pengolahan dan penyiapan spesimen
Kegiatan ini dilaksanakan agar spesimen benar-benar representatif
sesuai dengan keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen,

39
dan mencegah tertukarnya spesimen-spesimen pasien satu sama
lainnya
Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin
bahwa spesimenspesimen yang diterima benar dan dari pasien yang
benar pula serta memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Kesalahan yang terjadi pada tahap pra analitik adalah yang
terbesar, yaitu dapat mencapai 60% - 70%. Hal ini dapat disebabkan
dari spesimen yang diterima laboratorium tidak memenuhi syarat yang
ditentukan. Spesimen dari pasien dapat diibaratkan seperti bahan baku
yang akan diolah. Jika bahan baku tidak baik, tidak memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan, maka akan didapatkan hasil/ output
pemeriksaan yang salah. Sehingga penting sekali untuk
mempersiapkan pasien sebelum melakukan pengambilan spesimen.
Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak, dan
dilakukan pengulangan pengambilan spesimen agar tidak merugikan
laboratorium.
2. Tahap Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
a. Pemeriksaan spesimen
b. Pemeliharaan dan Kalibrasi alat
c. Uji kualitas reagen
d. Uji Ketelitian-Ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil
pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya/ valid, sehingga
klinisi dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.
Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% - 15%)
tidak sebesar tahap pra analitik, laboratorium tetap harus
memperhatikan kegiatan pada tahap ini. Kegiatan tahap analitik ini
lebih mudah dikontrol atau dikendalikan dibandingkan tahap pra
analitik, karena semua kegiatannya berada dalam laboratorium.

40
Sedangkan pada tahap pra analitik ada hubungannya dengan pasien,
yang kadang-kadang sulit untuk dikendalikan.
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat
baik secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan
pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau
gangguan yang berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat
menghambat aktivitas laboratorium, sehingga dapat mengganggu
performa/ penampilan laboratorium yang pada akhirnya akan
merugikan laboratorium itu sendiri.
Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium
harus melakukan uji ketelitian-ketepatan. Uji ketelitian disebut juga
pemantapan presisi, dan dapat dijadikan indikator adanya
penyimpangan akibat kesalahan acak (random error). Uji ketepatan
disebut juga pemantapan akurasi, dan dapat digunakan untuk
mengenali adanya kesalahan sistemik (systemic error). Pelaksanaan
uji ketelitian – ketepatan yaitu dengan menguji bahan kontrol yang
telah diketahui nilainya (assayed kontrol sera). Bila hasil pemeriksaan
bahan kontrol terletak dalam rentang nilai kontrol, maka hasil
pemeriksaan terhadap spesimen pasien dianggap layak dilaporkan.
3. Tahap Pasca Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca analitik
yaitu sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
a. Penulisan hasil
b. Interpretasi hasil
c. Pelaporan Hasil
Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca analitik
hanya sekitar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil
jika dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap
memegang peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan pasien dapat membuat klinisi salah memberikan
diagnosis terhadap pasiennya. Kesalahan dalam menginterpretasikan
dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat berbahaya bagi pasien.

41
Ketiga tahap kegiatan laboratorium ini sama-sama penting
untuk dilaksanakan sebaik mungkin, agar mendapatkan hasil
pemeriksaan yang berkualitas tinggi, mempunyai ketelitian dan
ketepatan sehingga membantu klinisi dalam rangka menegakkan
diagnosa, pengobatan atau pemulihan kesehatan pasien yang
ditanganinya.

B. Material Kontrol Kualitas


1. Bahan Kontrol Hematologi
Bahan kontrol yaitu bahan yang digunakan semata-mata untuk
keperluan pemantapan mutu. Bahan kontrol berguna untuk melihat
kebenaran suatu proses analisis, khususnya ketepatan dan ketelitian
(akurasi dan presisi) suatu pemeriksaan di laboratorium. Atau dengan
kata lain untuk mengawasi mutu/kualitas hasil pemeriksaan
laboratorium sehari-hari.
Dalam penggunaannya bahan kontrol harus diperlakukan sama
dengan bahan pemeriksaan spesimen, tanpa perlakuan khusus baik
pada alat, metode pemeriksaan, reagen maupun tenaga
pemeriksanya. Bahan kontrol hematologi meliputi:
a. Darah Segar
Darah segar (fresh whole blood) merupakan kontrol yang ideal
untuk pemeriksaan darah lengkap karena secara fisik dan biologik
identik dengan bahan yang akan diperiksa. Akan tetapi darah segar
secara alamiah mempunyai keterbatasan untuk digunakan sebagai
kalibrator atau kontrol (Van Dun, 2007).
b. Darah Manusia
Terstabilkan Darah manusia terstabilkan yaitu darah yang disuplai
oleh pabrik, digunakan secara luas oleh sekitar 80% laboratorium
klinik. Sampel tersebut mempunyai jangka hidup yang lebih
panjang, sel-sel yang terstabilkan berbeda dengan darah segar
dipandang dari sudut ukuran, bentuk dan kemungkinan berbeda
sifatnya dengan reagen. Syarat-syarat bahan kontrol:

42
 Tidak mahal
 Stabilitas lama
 Siap periksa
 Mudah tersuspensi
 Tidak mudah aglutinasi
 Karakteristik aliran menyerupai darah
 Sifat optik dan elektrik menyerupai darah
 Ukuran dan bentuk partikel menyerupai darah
 Dapat diukur dengan metode apapun
2. Standar
Larutan standar primer adalah suatu material rujukan berupa
substansi kimiawi murni yang dapat digunakan untuk kalibrasi suatu
instrumen atau persiapan suatu kurva standar untuk pemeriksaan
manual. Material ini mempunyai komposisi yang pasti, diketahui dan
dapat dipersiapkan dalam bentuk murni yang esensial. Material ini
mempunyai matriks yang sama dengan sampel pasien atau bisa juga
tidak sama.
Istilah standar primer juga digunakan untuk tiap material rujukan
tersertifikasi yang pada umumnya diterima atau dikenal resmi sebagai
standar satu-satunya (unique) untuk uji tersebut tanpa mengindahkan
tingkat kemurniannya.
3. Kalibrator
The Internationale Committee for Standardization in Hematology
(ICSH) memberi batasan suatu substansi yang digunakan untuk
kalibrator, membagi dalam tingkat-tingkat dan mengatur pengukuran
yang dapat dilacak ke arah material rujukan nasional maupun
internasional.
Dalam bidang hematologi hanya penetapan hemoglobin yang
dilakukan berdasarkan suatu standar, sedangkan parameter
hematologi lainnya bertumpu pada kalibrator. Hal yang sama juga
dijumpai pada pemeriksaan koagulasi berdasarkan jendalan/clot based
coagulation yang mengukur aktivitas enzim.

43
4. Hubungan antara Kontrol, Kalibrator dan Standar
Kalibrator dan standar digunakan untuk mengatur instrumen
atau menetapkan suatu kurva standar. Kedua bahan ini sudah diuji
oleh suatu metode rujukan dan mempunyai nilai yang akurat. Material
kalibrator dan kontrol tidak dapat saling menggantikan, karena
fungsinya berbeda. Kontrol harus independen terhadap proses
kalibrasi sehingga kesalahan sistematik yang disebabkan oleh
kerusakan kalibrator atau perubahan di dalam proses analitik dapat
terdeteksi.
Laboratorium hematologi harus memverifikasi kalibrasi
instrumen setiap bulan atau dapat sewaktu-waktu bila diperlukan utuk
menjamin akurasi sistem, misalnya pada setiap penggantian bagian-
bagian kritis seperti manometer, aperture, detector circuit board; ketika
kontrol menunjukkan kecenderungan yang tidak biasa; atau ketika
kontrol berada di luar batas penerimaan, tetapi tidak dikoreksi dengan
maintenance atau troubleshooting.

C. Dasar-Dasar Statistik Pemantapan Mutu


Dasar-dasar statistik pada quality control hematologi sama saja
dengan dasar statistik yang digunakan pada quality control pada
umumnya, meliputi penetapan nilai rata-rata/mean (X), simpangan
baku (SD), dan koefesien variasi (CV).
Teknik statistik pengendalian mutu (Statistical Quality Control)
digunakan untuk mendeteksi, mengurangi, dan memperbaiki
penyimpangan yang terjadi selama proses analisis di laboratorium
dilaksanakan. Tujuan Statistical Quality Control yaitu:
a. Memantau mutu analitik suatu metode pemeriksaan pada kondisi
operasi rutin yang stabil.
b. Memberikan alarm/ tanda sedang terjadi masalah.

44
c. Mencegah dilaporkannya hasil pemeriksaan laboratorium yang
belum terbebas dari kesalahan analitik.
1. Nilai Rata-Rata/ Mean (𝑿)
Nilai rata-rata/mean yaitu nilai yang berada pada pusat distribusi
pemeriksaan. nilai rata-rata merupakan hasil bagi jumlah nilai hasil
pemeriksaan terhadap banyaknya pemmeriksaan. Nilai ini didapat dari
sejumlah hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap spesimen yang
sama dan dilakukan secara berulang, distribusinya merupakan
distribusi normal yang digambarkan dengan kurva Gauss. Nilai yang
terdapat pada bagian tengahnya disebut rata-rata/mean, dan
dilambangkan dengan 𝑿. Rata-rata/mean yaitu rerata aritmatika dari
suatu data points, dikalkulasikan dari jumlah seluruh hasil/nilai
(a,b,c...., z) kemudian dibagi dengan jumlah data.

2. Standard Deviasi/ Simpangan Baku


Standar Deviasi adalah akar varian, merupakan gambaran
penyebaran data hasil pemeriksaan terhadap nilai rata-rata dari
distribusi Kurva Gauss. Dilambangkan dengan SD. Rumus menghitung
SD:

3. Koefesien Variasi/ Coeffecient of Variation (CV)


Koefesien Variasi adalah pengukuran relatif dari variabilitas
hasil-hasil, untuk menentukan ketelitian/ presisi. Ketelitian/ presisi
dinyatakan dalam nilai koefesien variasi (CV), disebut baik jika nilai CV

45
D. Uji Ketelitian dan Ketepatan
Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menentukan
diagnosa, memantau pengobatan dan prognosis, sehingga penting untuk
menjaga mutu hasil pemeriksaan dalam arti mempunyai tingkat akurasi
dan presisi yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menjaga mutu
hasil laboratorium dapat dilakukan dengan uji ketelitian. Dalam
melaksanakan uji ketelitian ini digunakan bahan kontrol assayed. Kegiatan
yang dilakukan dalam uji ketelitian yaitu:
 Periode pendahuluan
 Periode Kontrol
 Evaluasi Hasil
1. Periode Pendahuluan
Pada periode pendahuluan ditentukan nilai dasar yang
merupakan nilai rujukan untuk pemeriksaan selanjutnya. Periode
pendahuluan merupakan periode untuk menentukan ketelitian
pemeriksaan pada hari tersebut. Nilai rujukan berlaku untuk bahan
kontrol dengan nomor batch yang sama. Apabila nomor batch
berlainan, harus dimulai dengan periode pendahuluan lagi untuk
menentukan nilai rujukannya.

2. Periode Kontrol

46
Periode kontrol digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya
pemeriksaan pada hari tersebut. Prosedur periode kontrol
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Periksa bahan kontrol setiap hari kerja atau pada hari parameter
yang bersangkutan diperiksa.
b. Catat setiap nilai yang diperoleh pada formulir periode kontrol di
bawah ini.
c. Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan
SD (Standar Deviasi Index) dengan rumus:

3. Evaluasi Hasil
Lakukan evaluasi hasil dengan melihat nilai –nilai pada
formulir grafik menggunakan aturan Westgard Multirule System,
untuk mendeteksi gangguan ketelitian (kesalahan acak) atau
gangguan ketepatan (kesalahan sistematik). Beberapa petunjuk
umum mengenai tindakan-tindakan yang diambil apabila formulir
grafik pemantapan mutu tidak terkontrol, yaitu:
a. Amati sumber kesalahan yang paling mudah terlihat, misalnya:
perhitungan, pipet, probe tersumbat.
b. Ulangi pemeriksaan bahan kontrol. Sering kesalahan
disebabkan pencemaran tabung reaksi, sample cup, kontrol
yang tidak homogen atau faktor lain.
c. Apabila hasil pengulangan masih buruk, pakai bahan kontrol
baru. Mungkin saja bahan kontrol yang dipakai tidak homogen
atau menguap karena lama dalam keadaan terbuka.
d. Apabila tidak ada perbaikan, amati instrumentasi yang dipakai,
apakah pemeliharaan alat (maintenance) telah dilakukan.
Bagaimana dengan temperatur inkubator.

47
e. Pakai bahan kontrol yang diketahui nilainya. Apabila hasil
pemeriksaan menunjukkan perbaikan, berarti terdapat
kerusakan bahan kontrol.
f. Apabila ada keraguan, pakai bahan kontrol kedua yang
mempunyai nilai berbeda.
g. Gunakan standar baru.
h. Ganti reagen.
i. Amati setiap langkah/tahap pemeriksaan.

2.4.2Penerapan Pemantapan Mutu Internal Bidang Hematologi


A. Periode Pendahuluan
Kegiatan periode pendahuluan dilakukan jika menggunakan bahan
kontrol baru, reagensia baru atau ada perubahan pada instrumen
pemeriksaan (misal ada penggantian spare part alat). Pada periode
pendahuluan ini dilakukan pemeriksaan bahan kontrol setiap hari sebelum
melaksanakan pemeriksaan sampel pasien. Data hasil pemeriksaan
bahan kontrol ini dicatat dalam tabel periode pendahuluan. Pemeriksaan
bahan kontrol ini dilaksanakan selama satu bulan, sehingga akan
didapatkan data bahan kontrol tersebut selama satu bulan. Kegiatan
periode pendahuluan ini dialkukan untuk mendapatkan nilai
rata-rata/mean (X) nilai standar deviasi (SD) dan nilai koefesien variasi
(CV). Nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk menghitung nilai satuan
SD pada periode kontrol.

B. Periode Kontrol
Kegiatan pemeriksaan spesimen pasien setiap hari harus dilakukan
dengan pengendalian mutu, agar hasil laboratorium yang dikeluarkan
dipercaya oleh klinisi. Periode kontrol merupakan salah satu upaya
untuk menentukan baik atau tidaknya pemeriksaan pada hari tersebut.
Kegiatan ini merupakan upaya quality control harian di laboratorium.

C. Grafik Kontrol (Control Chart)

48
Grafik kontrol dibuat dengan menggunakan nilai rata-rata, nilai
1SD, 2SD dan 3SD dari hitungan periode pendahuluan. Hasil
pemeriksaan bahan kontrol hemoglobin periode kontrol setiap hari
diplotkan ke dalam grafik kontrol yang telah dibuat, contoh seperti pada
gambar di bawah ini.

Informasi digunakan untuk membuat keputusan, mengambil tindakan, dan


mengendalikan proses kontrol secara statistik.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemantapan mutu internal dilakukan untuk mengevaluasi proses
pengujian, dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan
dengan benar. Quality control dilakukan dengan tujuan untuk menjamin
hasil pemeriksaan laboratorium, mengetahui dan meminimalkan
penyimpangan serta mengetahui sumber dari penyimpangan. Kegiatan
pemantapan mutu internal menggunakan bahan kontrol yang dilakukan uji
bersamaan dengan sampel pasien, dengan menerapkan metode statistik

49
yang sesuai terhadap hasil untuk menegakkan akurasi dan presisi yang
merupakan tolok ukur untuk menetapkan akseptabilitas hasil
pemeriksaan.
Pemantapan Mutu Eksternal Hematologi (PNPME-H)
diselenggarakan oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan
Sarana Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
wajib diikuti untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna
jasa laboratorium. Ada tiga tahap pemantapan mutu internal (PMI) yang
dilakukan, yaitu tahap pra analitik, tahap analitik dan tahap pasca analitik.
Setiap tahap menjadi prasyarat bagi tahap selanjutnya, sehingga penting
untuk memperhatikan setiap tahap tersebut. Tingkat kesalahan yang
sering terjadi pada tahap pra analitik adalah yang terbesar (60% - 70%),
tahap analitik (10% - 15%), dan tahap pasca analitik (15% - 20%).

50
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, G. 2008. Basic Lessons in Laboratory Quality Control. Bio-Rad
Laboratories, Inc.
Depkes RI, 2008, Good Laboratory Practice (Pedoman Praktek
Laboratorium Yang benar. Dirjen Bina Pelayanan Medik departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Permenkes RI Nomor 43/Menkes/SK/III/ 2013. Cara Penyelenggaraan
Laboratorium Klinik Yang Baik. Jakarta
Sukorini, U., Nugroho, DK., Rizki, M., Hendriawan, B. 2010. Dasar-Dasar
Kontrol Kualitas Internal, dalam Pemantapan Mutu Internal Laboratorium
Klinik. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. Alfa Medika Yogyakarta GLP. WHO.2006
Westgard, J.O. 2002. Basic QC Practices 2nd Edition, Training in
Statistical Quality Control for Healthcare Laboratories. Westgard QC, Inc.
Madison Wisconsin. 7614 Gray Fox Trail.

iii

Anda mungkin juga menyukai