Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

QUALITY CONTROL PROTEIN TOTAL

Disusun Oleh:

Kelas A
Ajeng Ayu Nur Faizah P3.73.34.2.22.101
Wahyudi P3.73.34.2.22.147
Warsiyatun P3.73.34.2.22.148
Eben Jenrisden Munthe P3.73.34.2.22.109
Wiwik Puji Rahayu P3.73.34.2.22.150
Nur Sefia Ningsih P3.73.34.2.22.129
Ruth Sarah Indah P3.73.34.2.22.134

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga makalah dengan judul Quality Control ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Sistim
Manajemen Mutu dan kepada seluruh pihak yang mendukung dalam menyusun
makalah ini yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu di sini, sehingga
makalah ini terselesaikan sebagai mana mestinya, dengan penuh kesadaran
penulis mengakui banyaknya kekurangan dan kekeliruan sehingga menjadikan
tulisan ini kurang sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari pembaca sangat penulis harapkan demi menambah wawasan dalam proses
belajar terutama di bidang ilmu Manajemen Laboratorium.
Semoga, makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi seluruh mahasiswa
jurusan Teknilogi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Jakarta III, dan
penulis sangat mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa
dan bangsa.

Jakarta, 06 Oktober 2022


DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………..
BAB I Pendahuluan……………………………………………......
A. Latar Belakang……………………………………………...
B. Rumusan Masalah…………………………………………..
C. Tujuan………………………………………………………
BAB II Tinjauan Pustaka……………………………………………
A. Definisi Laboratorium………………………………………
B. Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik…………………...
C. Pemantapan Mutu Internal………………………………….
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil…………………..
E. Pelaporan…………………………………………………...
BAB III Pembahasan………………………………………………...
A. Tahap Pra Analitik………………………………………….
B. Tahap Analitik……………………………………………...
C. Westgard Rules……………………………………………..
D. Six Sigma…………………………………………………...
E. Contoh Pemantauan Mutu Internal (PMI) Protein Total…...
F. Tahap Paska Analitik……………………………………….
BAB IV Penutup……………………………………………………..
A. Kesimpulan…………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laboratorium adalah unit penunjang akademik pada lembaga
pendidikan, berupa ruangan tertutup atau terbuka, bersifat permanen atau
bergerak, dikelola secara sistematis untuk kegiatan pengujian, kalibrasi,
dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan menggunakan peralatan
dan bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu, dalam rangka
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan/atau pengabdian kepada
masyarakat. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
laboratorium (lab) adalah suatu bangunan yang di dalamnya dilengkapi
dengan peralatan dan bahan-bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu
untuk melakukan percobaan ilmiah, penelitian, praktik pembelajaran,
kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi bahan tertentu
(PERMENPAN No. 3 Tahun 2010).
Laboratorium klinik merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan.
Pelayanan laboratorium klinik yang berfokus pelanggan, bermutu, efektif,
efisien dan profesional akan menentukan keunggulan kompetitif,
kelangsungan hidup dan pertumbuhan rumah sakit di era globalisasi
sekarang ini. Semakin pesatnya kemajuan teknologi serta meningkatnya
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan akan mendorong tuntutan
masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kesehatan di rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta
(Sukorini, dkk, 2010). Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
berbagai program dan upaya kesehatan (Depkes, 2004).
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk kepentingan klinik. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk
membantu diagnosa penyakit pada penderita atau menegakkan diagnosa
penyakit disamping untuk follow up terapi. Sebelum hasil pemeriksaan
laboratorium dikeluarkan oleh bagian laboran tentulah sudah melalui
berbagai tindakan/penanganan. Tahap-tahap tindakan/penanganan dalam
pemeriksaan laboratorium haruslah diperhatikan secara memadai agar
supaya dapat dicegah hasil yang tidak sesuai dengan keadaan
penderita. Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan laboratorium.
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-
menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini
mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska
analitik. Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain:
persiapan penderita, pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi
peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas media, uji
kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji ketelitian dan
ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.
Pada laboratorium klinik, sistem kontrol kualitas merupakan salah satu
tahapan yang harus dilakukan dalam proses analisa suatu spesimen. Proses
kontrol kualitas ini harus dilakukan setiap hari dan dilaporkan dalam jangka
waktu tertentu biasanya dalam kurun waktu satu bulan. Tujuan kontrol
kualitas ini agar dapat mengetahui apakah proses analisa yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang ada, dilihat dari metode, alat analisa, reagen
yang digunakan sehingga hasil kontrol yang ada digunakan sebagai acuan
apakah sudah masuk dalam faktor ketelitian dan ketepatan (presisi dan
accuracy) dalam proses analisa (Clinical and Laboratory Standards
Institute, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Labortorium?
2. Apa definisi Laboratorium Klinik?
3. Bagaimana cara menentukan mutu laboratorium klinik?
4. Apa yang dimaksud dengan pemantapan mutu internal (PMI)?
5. Bagaimana cara memanajemen pengendalian mutu di laboratorium?
6. Apa saja jenis kegiatan pemantapan mutu internal (PMI)?
7. Apa yang dimaksud dengan quality control dan manfaatnya dalam
laboratorium klinik?
8. Apa saja peran quality control di laboratorium klinik?

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami peranan quality control yang ada
dalam segala kegiatan yang ada di laboratorium klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Laboratorium
Laboratorium (lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen,
pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya
dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut
secara terkendali. Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu
tempat yang digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan
yang berhubungan dengan ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu
lain, yang merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka
seperti kebun dan lain-lain (Sukarso, 2005).
Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi
klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan atau
bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan
terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
364/MENKES/SK/III/2003).
Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan
menempati posisi terpenting dalam diagnostik in vitro. Dengan pengukuran
dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam
untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui
pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data pokok pasien.
Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting
dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan
untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral
dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran (Kee, J. L.
2008).
B. Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila
tes tersebut teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat
membedakan orang normal dari abnormal.
- Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang
hampir sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode
yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.
- Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang
sama atau mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi
untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan
biaya yang mahal.
- Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil
yang diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat
dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim
dan hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih
dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal (Kahar H. 2005).

1. Manajemen Pengendalian Mutu Laboratorium


Manajemen pengendalian mutu internal meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Tahap pra-analitik adalah dapat dikatakan sebagai tahap persiapan
awal, dimana tahap ini sangat menentukan kualitas spesimen yang
nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi proses kerja
berikutnya. Yang termasuk dalam tahap pra analitik meliputi
kondisi pasien, cara dan waktu pengambilan spesimen, perlakuan
terhadap proses persiapan spesimen sampai spesimen selesai
dikerjakan.
b. Tahap analitik adalah tahap pengerjaan pengujian spesimen
sehingga diperoleh hasil pemeriksaan.
c. Tahap paska-analitik ialah tahap akhir pemeriksaan yang
dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang
dikeluarkan benar–benar valid atau benar.

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa tahap pre analitik


sangat berpengaruh terhadap kualitas spesimen walaupun tidak
dapat dinyatakan secara kuantitas. Tahap pre analitik ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga jika terjadi kesalahan
pada hasil pemeriksaan sangat sulit untuk ditelusuri atau dilacak.
Oleh karenanya sebagai petugas laboratorium harus benar–benar
berusaha bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kerja
sehingga meminimalisasi terjadinya kesalahan. Disamping faktor
pengerjaan dari internal pada tahap pre analitik juga sangat
tergantung pada kondisi pasien saat itu, kejujuran dan kelengkapan
pasien dalam memberi informasi, kondisi spesimen itu sendiri,
suasana lingkungan dan bahan pembantu yang digunakan.

2. Prinsip Manajemen Mutu Pemeriksaan


Dalam upaya mencapai tujuan (goal) laboratorium klinik, yakni
tercapainya pemeriksaan yang bermutu, diperlukan strategi dan
perencanaan manajemen mutu. Didasari Quality Management Science
(QMS) diperkenalkan suatu model yang dikenal dengan Five–Q:
Quality Planning, Quality Laboratory Practice, Quality Control,
Quality Assurance, dan Quality Improvement. Prinsip manajemen
mutu pemeriksaan di laboratorium klinik didasari model FIVE-Q dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Quality Planning (QP)
Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan
dilakukan di laboratorium direncanakan dan dipilih terlebih dahulu
jenis metode, reagen, bahan, alat, selain itu sumber daya
manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium,
pengidentifikasian dan penetapan definisi mutu pemeriksaan. Hal
ini diperlukan pada saat akan melakukan penilaian mutu
pemeriksaan.
b. Quality Laboratory Practice (QLP)
Dasar pencapaian mutu berdasarkan QLP ialah membuat pedoman,
petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap
pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang akan
mempengaruhi mutu pemeriksaan.
c. Quality Assurance (QA)
Pemeriksaan tes diukur karakteristik mutunya dan
didokumentasikan untuk meyakinkan konsumen bobot
pemeriksaannya. Kegiatan QA tidak hanya mengukur mutu secara
analitik tetapi juga mengukur berdasarkan variabel nonanalitik
d. Quality Improvement (QI)
Mutu pemeriksaan dalam upaya meningkatkan derajatnya,
dilakukan dengan memperbaiki cara memeri ksa. Penyel esai an
suat u pemeri ksaan biasanya melalui proses yang panjang dan
kompleks. Dengan melakukan kegiatan QI, akan dapat di cegah
dan di perbaiki penyimpangan yang mungkin terjadi selama proses
memeriksa berlangsung. Di samping itu dapat menginovasi
peningkatan mutu pemeriksaannya.

Dalam manajemen mutu pemeriksaan, ke lima kegiatan tersebut


(five QI) akan selalu berputar sampai tercapai mutu pemeriksaan
yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pada kegiatan
meningkatkan mutu pemeriksaan (QI) terdapat beberapa model
siklus yang dapat digunakan dilaboratorium klinik seperti PDCA,
USEPDSA, dan lain model terkait.

C. Pemantapan Mutu Internal


Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan
yang dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus
agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Program pengendalian dan
pemantapan mutu internal meliputi semua upaya yang dilakukan secara
mandiri untuk menjamin agar mutu hasil pemeriksaan yang dikeluarkan
dapat dipercaya dan diandalkan. Upaya yang dilakukan untuk menjamin
agar mutu hasil pemeriksaan dapat dipercaya antara lain:
- Mutu reagen dan alat yang digunakan
Upaya yang dilakukan meliputi pembuktian terhadap reagensia,
pengecekan alat/instrumen dan pemeliharaan alat/instrumen secara
terjadwal untuk meyakinkan bahwa reagen dan alat/instrumen
digunakan memenuhi syarat.
- Ketelitian dan ketepatan pemeriksaan
Upaya yang dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan terhadap bahan
kontrol normal dan patologis pada setiap hari/setiap kali ada jadwal
kerja pemeriksaan. Apabila menemukan kesalahan-kesalahan pada saat
pengerjaan bahan kontrol tersebut, maka spesimen pasien tidak boleh
dikerjakan sebelum menemukan penyebab kesalahan dan
memperbaikinya.

1. Jenis Kegiatan Pemantapan Mutu Internal


a. Penyediaan prosedur tetap tertulis sebelum kegiatan dilaksanakan,
persiapan pasien harus disiapkan terlebih dahulu dengan baik
sesuai persyaratan pengambilan spesimen.
b. Pemeliharaan dan kalibrasi peralatan sesuai dengan spesifikasinya.
Proses kalibrasi internal dapat dilakukan, jika mempunyai
peralatan standar yang mempunyai tingkat akurasi yang lebih
tinggi dari alat yang akan dikalibrasi dan juga harus “Calibrated”.
Kalibrasi dapat dilakukan secara internal, caranya dapat dilakukan
sesuai dengan buku manual alat yang akan dikalibrasi. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium
adalah peralatannya. Oleh karena itu, alat perlu dipelihara dan
dikalibrasi secara berkala. Adapun peralatan laboratorium yang perlu
dikalibrasi adalah:
1) Lemari es (Refrigerator); mencatat suhu dengan
menggunakan termometer
2) Mikropipet.
3) Alat Chemistry Analyzer (Sysmex BX-3010)
c. Uji kualitas reagen yang digunakan di laboratorium. Uji kualitas
ini dilakukan untuk mengecek pemeliharaan reagen yang akan
digunakan apakah memenuhi syarat atau tidak.
d. Uji ketelitian pemeriksaan dan uji ketepatan pemeriksaan
dilakukan berkala. Uji ketelitian ini dengan melakukan
pemeriksaan terhadap bahan kontrol normal dan patologis setiap
hari/pada jadwal kerja pemeriksaan. Tujuannya, apabila analisis
menemukan kesalahan pada saat pengerjaan kontrol, maka
spesimen pasien tidak boleh dikerjakan sebelum analisis
menemukan penyebab kesalahan dan memperbaikinya.

2. Tujuan Quality Control (QC)


Pada QC ada beberapa tujuan yang dijadikan sebagai acuan untuk
melakuan pengendalian mutu terhadap proses pengendalian kegian
yang meliputi :
a. Penelitan terhadap preoses penyelenggaraan kegiatan yang
dimulai dari persiapan.
b. Penilaian terhadap kesesuaian rencana (Quality Plan) dengan
pelaksanaan.
c. Penilaian terhadap pelaksanaan proses kegiatan.

Adapun tujuan dilakukannya perencanaan prosedur quality control


dalam laboratorium klinik antara lain:
a. Dapat menjamin mutu pemeriksaan dengan biaya minimal.
b. Prosedur QC dirancang atas dasar mutu yang diinginka dari setiap
metode pemeriksaan.
c. Menggunakan program QC validator dapat direncanakan control
rules, jumlah pengukuran bahan kontrol (N), kemampuan mendeteksi
kesalahan dan derajat penolakan palsu suatu metode pemeriksaan.

3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam QC


Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana spesimen yang
diterima merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang
dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan
yang dikeluarkan harus dapat dijamin mutunya. Untuk meningkatkan
dan mempertahankan mutu pemeriksaan, maka perlu penataan faktor-
faktor sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
1) SDM yang kompeten, handal, professional
2) Penerapan Continuing Education, Profesional Development
Program untuk meningkatkan mutu SDM. Manajemen dan
kepemimpinan, pembiayaan dan komunikasi
berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management
(TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)
b. Sarana-prasarana dan alat (SPA)
1) Penyediaan sumber energi dan air bersih
2) Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas
c. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)
1) Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure
(SOP)
2) Penerapan quality control (QC), baik intra lab maupun ekstra
lab.
Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan
Mutu Internal (PMI) ialah program pemantapan mutu, pengecekan
dengan nilai baku, penggunaan metode, alat, reagen dan prosedur
yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas dan
spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara
klinis dapat dipercaya.
Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu
Eksternal (PME) ialah program pemantapan mutu yang
dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan profesi misalnya
PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat
dipercaya kebenarannya.
Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut
baik, termasuk semua yang berkaitan dengan tes yaitu dokter,
teknisi, metode, reagensia, peralatan dan sarana lainnya. Di pihak
lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan
kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.
d. Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti
akreditasi, ISO 9001 (Quality Management System), ISO 15189
yang merupakan perpaduan ISO 9001 dengan ISO/IEC 17025
(International Electrotechnical Commission)
e. Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer
satisfaction, dsb.
f. Penerapan Standar Keselamatan Kerja

4. Proses Quality Control (QC) Dalam Penyelenggaraan Pelayanan


Prosedur pelaksanaan QC yang tepat dan penerapannya dalam
laboratorium meliputi perhitungan yang tepat untuk mendapatkan nilai
x (mean) dan standar deviasi (SD), membuat batas control yang tepat,
menggunakan aturan kontrol yang tepat sehingga dapat mendeteksi
setiap sinyal-sinyal “out of control” yang mewakili masalah yang
sesungguhnya dan kebutuhan terhadap frekuensi pengukuran bahan
kontol dengan hasil yang tepat juga teliti.
Tahapan quality control dalam penyelenggaraan pelayanan di
laboratorium klinik sebagai berikut :
a. Tahap Preliminary Control
Tahapan ini adalah tahap dimana audit terhadap faktor input dan
mengacu pada komponen dalam akreditasi pelayanan dalam
laboratorium klinik.
b. Tahap Concurrent Control
Tahap ini disebut juga tahap proses dimana audit pada tahap proses
penyelenggaraan pelayanan meliputi :
1) Penerapan standar pelayanan
2) Penerapan standar proses penyelenggaraan pelayanan
termasuk evaluasi kepuasan konsumen terhadap proses
penyelenggaraan pelayanan, dll
c. Tahap Rework Control
Tahap ini adalah tahap dimana audit terhadap kontrol faktor out
put dalam penyelenggaraan pelayanan.
d. Audit terhadap faktor outcome pelayanan dalam laboratorium
klinik.

Adapun waktu penyelenggaraan proses quality control dalam


laboraorium klinik terbagi dua yaitu quality control harian dan quality
priodik. Quality control harian biasanya adalah pencatatan masalah
atau kejadian yang dilakukan sebelum dilakukannya pemeriksaan
terhadap spesimen atau saat akan dilakukannya pergantian shift.
Quality control periodic biasanya dilakukan lebih tepat dan teliti,
dilakukan setiap 3 bulan, 6 bulan dan seterusnya.
Program quality control yang presisi dan akurat akan memantau kinerja
pemeriksaan mulai dari metode yang digunakan, reagen, instrumen atau
alat- alat yang digunakan dalam pemeriksaan, dan sumber daya
manusia yang dipekerjakan sebagai pihak-pihak penyelenggara
kegiatan di laboratorium. Program quality control harus dimulai dengan
mengidentifikasi masalah pemeriksaan yang ada dan menilaian
ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan.
5. Pelaksanaan QC dalam Laboratorium
Pelaksanaan QC dalam laboratorium mencakup beberapa hal penting
yang harus diketahui agar kontrol yang dilakukan benar-benar sesuai
dengan ketentuan. Adapun beberapa hal tersebut adalah :
a. Sasaran
Pelayanan yang rencana pelayanannya telah diakui (terakreditasi).
b. Waktu
Pada saat pra analitik, analitik dan paska analitik berlangsung.
c. Tempat
Tempat penyelenggaraan pelayanan
d. Pelaksana
1) Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM)
2) Komite mutu/Tim audit internal/Tim pengendali mutu
3) Penanggungjawab laboratorium
4) Pimpinan Laboratorium
5) Struktural penanggung jawab pelayanan/pejabat yang ditunjuk
6) Tim akreditasi Kementerian Kesehatan

6. Jenis QC di laboratorium
a. Control limit
Digunakan untuk menilai suatu prosedur pemeriksaan in control
atau out control. Batasan kontrol dihitung dari nilai rata-rata dan
standar deviasi dari hasil pengukuran kontrol. Perhatikan data
sebelumnya untuk mengetahui akurasi.
b. Control chart
Metode grafik untuk menampilkan hasl kontrol dan mengevaluasi
apakah suatu prosedur pemeriksaan in control atau out control.
c. Control rule
Suatu ukuran/standar untuk memberikan keputusan terhadap perjalanan
suatu pemeriksaan apakah in control atau out control.
7. Kesalahan-Kesalahan
Tipe kesalahan yang ditemukan selama proses pemeriksaan :
a. Kesalahan acak/random eror
Penyebab :
1) Penanganan reagen, kalibrator, dan control tidak konsisten
2) Fluktuasi dalam temperatur
3) Fluktuasi dalam volume
4) Fluktuasi listrik
5) Perawatan instrumen tidak konsisten
6) Kondisi lingkungan kerja tidak konsisten
7) Penyimpanan yang tidak tepat dari reagen dan kalibrator
Penyelesaian: bahan kontrol dikerjakan ulang menggunakan reagen
yang sama
b. Kesalahan sistemik/systematic eror
Penyebab:
1) Perubahan no. lot reagen, no. lot kalibrator
2) Perubahan kalibrasi
3) Perubahan terhadap instrumen
Penyelesaian: diidentifikasi penyebabnya diperbaiki sesuai
penyebab yang ditemukan.

Penyimpangan QC harian umumnya terjadi pada keadaan sebagai


berikut:
a. Perubahan no.lot/batch reagen dan kalibrator/standar
b. Setelah melakukan perawatan besar pada alat

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil


Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi
ini besar (lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab
variasi hasil pemeriksaan laboratorium secara garis besar dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
a. Pengambilan spesimen, seperti: antikoagulan, variasi fisiologis pasien
(puasa dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik,
pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau, dsb.), cara pengambilan,
kontaminasi, dsb.
b. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama
tidak dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam
laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium.
c. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang
besar pada hasil laboratorium misalnya:
1) Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan
menyalin pada formulir hasil
2) Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan
3) Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan
d. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya:
1) Gangguan aliran listrik, air bersih.
2) Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk
penentuan tes.
3) Air suling dengan pH yang tidak netral.
4) Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluarsa.
Bahan standar kurang baik atau tidak ada.
5) Peralatan (fotometer, pipet, dsb.) tidak akurat.
e. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan
metode pemeriksan (alat, reagensia, dsb)
f. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat
dihindarkan apabila dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada
sampel yang sama walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan
cermat.

E. Pelaporan
1. Hasil penilaian secara keseluruhan
a. Penyelenggara pelayanan di laboratorium sesuai dengan standar.
b. Penyelenggara pelayanan di laboratorium tidak sesuai dengan
standar.
2. Hasil temuan pada setiap faktor input, proses dan out put apabila
terdapat variable “tidak“ dapat menggunakan form laporan “ketidak
sesuaian”.
3. Rekomendasi berdasarkan hasil temuan.
BAB III
PEMBAHASAN

Kegiatan pengendalian mutu secara terus menerus setiap hari untuk


mendeteksi secara dini kesalahan yang terjadi di laboratorium. Kegiatan ini pada
dasarnya adalah kegiatan pemantapan mutu yang bertujuan menghasilkan
pemeriksaan laboratorium yang bermutu. Secara garis besar pemantapan mutu
terdiri dari pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal, ada tiga
tahap pemantapan mutu internal yang dilakukan yaitu tahap Pra Analitik, Analitik
dan Post Analitik.
A. Tahap Pra Analitik
Kegiatan tahap pra analitik adalah serangkaian kegiatan
laboratorium sebelum pemeriksaan spesimen, yang meliputi :
1. Persiapan pasien
2. Pemberian identitas
3. Pengambilan dan penampungan spesimen
4. Penanganan spesimen
5. Pengiriman spesimen
6. Pengolahan dan penyiapan spesimen

Kegiatan ini dilaksanakan agar spesimen benar-benar representatif


sesuai dengan keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen, dan
mencegah tertukarnya spesimen-spesimen pasien satu sama lain.

B. Tahap Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
1. Pemeriksaan spesimen
2. Pemeriksaan dan kalibrasi alat
3. Uji kualitas reagen
4. Uji ketelitian-ketepatan

Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil


pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya/valid, sehingga klinisi
dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut untuk
menegakkan diagnosis terhadap pasiennya. Walaupun tingkat kesalahan
tahap analitik (sekitar 10% - 15%) tidak sebesar tahap pra analitik, laboratorium
tetap harus memperhatikan kegiatan pada tahap ini. Kegiatan tahap analitik ini
lebih mudah dikontrol atau dikendalikan dibandingkan tahap pra analitik, karena
semua kegiatannya berada dalam laboratorium. Sedangkan pada tahap pra
analitik ada hubungannya dengan pasien, yang kadang-kadang sulit untuk
dikendalikan.

C. Westgard Rules 
Westgard Rules  adalah aturan dasar yang diterbitkan pada tahun
1981 oleh Dr. James Westgard untuk mengevaluasi kontrol kualitas
laboratorium kesehatan. Terdapat 6 aturan dasar yang bisa digunakan
secara terpisah atau kombinasi untuk mengevaluasi kualitas analitik suatu
pemeriksaan. Diperlukan pemahaman masing-masing aturan dan
kemungkinan penyebabnya, apakah random error atau systematic error,
sehingga kita bisa mendeteksi dan mengatasi terjadinya pelanggaran
dari Westgard Rules. Berikut beberapa aturan dari Westgard Rules: 
1-2s Rule
- Nilai kontrol berada di luar batas ± 2s
- Normalnya sekitar 4,5% nilai kontrol bisa berada di antara
batas 2s dan 3s, walaupun tidak ada kesalahan analitik
- Sebab: random error atau systematic error
Cek nilai kontrol tes yang lain dan identifikasi sumber errornya.
Jika tidak ada masalah, penyebabnya bisa karena random error,
hasil pemeriksaan masih bisa dikeluarkan.

1-3s Rule
- Nilai kontrol di luar batas ± 3s
- Bisa karena random error atau awal dari systematic
error yang memerlukan perbaikan besar.
- Hasil pasien tidak bisa dikeluarkan
2-2s Rule
- Sebab: systematic error
- Terjadi pada dua nilai kontrol
- Melebihi batas ± 2s
- Terjadi pada sisi mean yang sama
- Aplikasi pada kontrol within run: nilai QC normal (level 1)
dan abnormal (level 2) melebihi batas ± 2s pada sisi mean
yang sama. Menunjukkan systematic error dan berpengaruh
pada keseluruhan kurva QC.
- Aplikasi pada kontrol across run: nilai QC pada satu level
berturut-turut berada di luar batas ± 2s di sisi mean yang
sama. Systematic error hanya mempengaruhi satu bagian
kurva QC.

D. Six Sigma
Menurut American Society of Quality, Six Sigma adalah
sebuah tool atau cara perusahaan dapat mengembangkan kapasitas proses
bisnis. Tujuan metode ini adalah meningkatkan performa dan menurunkan
kemungkinan kesalahan. Pada akhirnya, Six Sigma mampu mewujudkan
proses sebuah perusahaan yang kualitas produksinya lebih baik,
meningkatkan keuntungan, dan bahkan meningkatkan semangat karyawan.
Six Sigma mendapatkan namanya dari kata “six” yang berarti enam (6)
dan “sigma” yang berarti standar deviasi, yaitu salah satu ukuran sebaran
data dalam ilmu statistika. Metodologi ini berasal dari kurva lonceng
dalam statistika, di mana satu sigma melambangkan satu standar deviasi
dari mean atau rata-rata.

1. Six sigma dalam Laboratorium Klinik


Six sigma dapat diterapkan pada proses tahap pre analitik,
analitik dan pasca analitik. Adpun manfaat penerapan Six sigma
yaitu :
a. Mengukur mutu proses preanalitik
b. Mengukur mutu proses analitik
c. Memilih konsentrasi bahan kontrol, frekuensi dan aturan PMI

2. Mengukur Sigma di Laboratorium Klinik


1) Fase Pre dan Pasca Analitik
Hitung kegagalan/kesalahan dalam 1 juta proses atau hitung
keberhasilan dalam 1 juta proses.
Ubah ke sigma dengan menggunakan tabel sigma
Rumus:
(Jumlah kesalahan / total jumlah spesimen) x 1.000.000
Contoh:
Jumlah sampel hemolisis per tahun = 261
Jumlah total sampel per tahun = 138.262
Kesalahan/1 juta = (261/138.262) x 1.000.000 = 1888
Lihat tabel Sigma :
2) Fase Analitik
Ukur variasi proses dengan menggunakan TEA, CV dan Bias
Pada tahap analitik → 6 sigma adalah kemampuan untuk
mencapai 6 SD dalam kesalahan total yang diperbolehkan
(TEA).
TEA ≥ BIAS + 6SD
• TEA : Total error allowable
: Kesalahan yg diperbolehkan
• CV/SD : Impresisi
• BIAS : Akurasi
Rumus :
Sigma = ( TEA – Bias ) / S
TEA : Batas kesalahan yang diperbolehkan (acuan
klinis, Biologic variation, Organisasi profesi
seperti CLIA, RCPA, NCEP)
Bias : perbedaan dari nilai sebenarnya (PME, Peer
group, metode rujukan)
S : CV / SD dari uji presisi (PMI)
Semua Parameter harus sama satuannya.
Bila satuan TEA tidak dalam %:
• Sigma : (TEA - Bias) / SD)

Bila satuan TEA dalam % :


• Sigma : (TEA (%) – Bias (%)) / CV
(%)

Makin baik presisi dan akurasi suatu metode makin besar


Sigma → mutu makin baik→ kesalahan makin rendah.

E. Contoh Pemantauan Mutu Internal (PMI) Protein Total


LABORATORIUM KLINIK
BULAN/THN : 1-31 JULI 2022
ALAT : SYSMEX BX-3010
SATUAN :%

PROTEIN
LOT Mean SD -3SD +3SD
TOTAL
LEVEL 1 31253 (N) 5.5 0.3 4.7 5.9
LEVEL 2 31254 (P) 7.35 0.41 8.6 11
TANGGAL LEVEL 1 LEVEL2
1 5.49 7.28 LEVEL1 LEVEL2
2 5.38 7.99 Mean 5.47 7.17
3 5.53 7 SD 0.28 0.50
4 5.48 7.15 CV 5.18 7.06
5 5.3 7.89 Bias% 0.38 2.33
6 5.48 7.78 TE% 10.76 16.45
7 5.44 7.28 Tea 10 10
8 5.89 7.2 SIGMA 1.85 1.08
9 5.63 7.37

10 5.89 8.22
11 5.63 7.37

12 5.39 6.62

13 5.47 6.58

14 5.39 7.12

15 5.31 6.56

16 5.81 7.53

17 5.78 7.14

18 5.2 6.96

19 5.12 6.81

20 5.5 7.28

21 5.45 6.38

22 5.35 6.56

23 5.2 6.68

24 6.08 8.07

25 5.88 7.33

26 5.98 7.54

27 4.87 7.3

28 5.04 6.38

29 5.31 7.48

30 5.35 6.39

31 5.22 7.3
TOTAL PROTEIN
3.00

2.00

1.00 level 1
MULTIRULES

level 2
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
-1.00

-2.00

-3.00

Keterangan:
Tanggal 10 : 1 – 2s (Warning)
Tanggal 21 : 1 – 2s (Warning)
Tanggal 27 : 1 – 2s (Warning)
Tanggal 28 : 2 - 2s (Sistematis)
Tanggal 30 : 1 – 2s (Warning)

Penyebab kesalahan acak:


 Voltage tidak stabil
 Grounding tidak stabil
 Variasi reagen dan kalibrasi
 Variasi cara pemipetan (misal: tip pipet kendor)
 Kontaminasi
 Adanya gelembung
 Adanya bekuan
 Variasi operator/ATLM (misal: bahan kontrol yang tertukar, ketika
melarutkan bahan kontrol tidak benar)
 Suhu ruang tidak stabil

Penyebab kesalahan sistematis:


 Spesifisitas reagen
 Metode pemeriksaan rendah
 Kurva kalibrasi tidak linear
 Mutu reagen kalibrasi kurang baik
 Alat bantu yang dipakai kurang akurat
 Kerusakan lampu
 Kerusakan filter
 Reagen sudah dalam kondisi tidak baik (misal: sudah kadaluarsa)
 Suhu atau kelembaban ruangan dan penyimpanan reagen
 Akumulasi kotoran pada tubing
 Ketika pergantian lot baru, maintenance besar, tidak dilakukan kalibrasi
 Proses pelarutan reagen

Pembahasan :
Nilai TEA (Total Error Allowable) disajikan dari CLIA (Clinical Laboratory
Improvement Amendment)

Parameter Kimia klinik yang menunjukan hasil sangat baik (Sigma ≥ 6 )


Parameter kimia klinik yang menunjukan hasil baik (Sigma 3 - 5)
Parameter kimia klinik yang menunjukan hasil kurang (Sigma < 3 )

Kesimpulan :
Hasil Pemantapan Mutu Internal (PMI) bidang Kimia Klinik (Protein Total) yang
menggunakan alat Sysmex BX-3010 dengan bahan kontrol Dyasis untuk level 1
didapatkan hasil Sigma 1,85 (382.000 kesalahan/1 juta tes) dan level 2 didapatkan
hasil Sigma 1,08 (650.000 kesalahan/1 juta tes). Sehingga untuk aturan kontrol
yang digunakan yaitu maximum N, multirules and maximum preventive action.

F. Tahap Paska Analitik


Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap paska analitik
yaitu sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
1. Penulisan hasil
2. Interpretasi hasil
3. Pelaporan Hasil

Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap paska


analitik hanya sekitar 15% - 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih
kecil jika dibandingkan kesalahan pada tahap pra analitik, tetapi tetap
memegang peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan pasien dapat membuat klinisi salah memberikan diagnosis
terhadap pasiennya. Kesalahan dalam menginterpretasikan dan
melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat berbahaya bagi pasien.

Ketiga tahap kegiatan laboratorium ini sama-sama penting untuk


dilaksanakan sebaik mungkin, agar mendapatkan hasil pemeriksaan
yang berkualitas tinggi, mempunyai ketelitian dan ketepatan sehingga
membantu klinisi dalam rangka menegakkan diagnosa, pengobatan atau
pemulihan kesehatan pasien yang ditanganinya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Laboratorium (lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen,
pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium
biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-
kegiatan tersebut secara terkendali.
2. Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik,
mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik,
patologi anatomi dan atau bidang lainnya.
3. Penerapan Pemantapan Mutu Internal (PMI) di laboratorium
klinik adalah suatu kegiatan pengawasan untuk peningkatan
mutu yang merupakan konsep mutu dari teknik dan kegiatan
operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan
pemantapan mutu.
4. Quality Control (QC) adalah salah satu komponen dalam proses
kontrol dan merupakan elemen utama dari sistem manajemen
mutu. Memberikan keyakinan bagi laboratorium bahwa hasil
yang dikeluarkan adalah akurat dan presisi.
5. Dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta ataupun
internasional.
6. Bahan kontrol adalah suatu bahan yang digunakan dalam
laboratorium untuk memantau ketepatan hasil suatu
pemeriksaan, atau untuk mengawasi kualitas hasil pemeriksaan
klinis.
7. Pada analisa Pemantauan Mutu Internal (PMI) semakin baik
presisi dan akurasi suatu metode maka semakin besar sigma
artinya mutu semakin baik dan kesalahan semakin rendah.
8. Berdasarkan hasil Pemantapan Mutu Internal (PMI) bidang Kimia
Klinik (Protein Total) yang menggunakan alat Sysmex BX-3010
dengan bahan kontrol Dyasis untuk level 1 didapatkan hasil Sigma
1,85 (382.000 kesalahan/1 juta tes) dan level 2 didapatkan hasil
Sigma 1,08 (650.000 kesalahan/1 juta tes). Sehingga untuk aturan
kontrol yang digunakan yaitu maximum N, multirules and
maximum preventive action.
DAFTAR PUSTAKA

Clinical and Laboratory Standards Institute. Aplication of quality management


system model of laboratory service. Edisi ke-3. Pennsylvania : Clinical
and Laboratory Standard Institute. 2004.

DepKes RI, 2004. Sistem Kesehatan Nasional 2004, Jakarta.

Hadi, A. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama.

Kee, J. L. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Edisi 6.

Kahar H. 2005. Mutu Pemeriksaan di laboratorium Klinik Rumah


Sakit.

Indonesian Journal of clinical pathology and Medical Laboratory

Pireno PA. 2002. Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium dan


Eksternal Klinik. Dalam: Semiloka Pemantapan Mutu Laboratorium.
Pemeriksaan Hematologik dan Imonologik. Semarang.

Sholeha, Tri Umaina. 2004. Quality Control Of Microbiology Laboratory.


Jurnal Kesehatan (JUKE). Volume 4. Nomor 8. Lampung : Faculty of
Medicine, Universitas Lampung. (Online)

Sukarso, 2005, Pengertian Dan Fungsi Laboratorium, (Online


http://wanmustafa.wordpress.com/2011/06/12/pengertian-dan-fungsi-
laboratorium/, diakses pada tanggal 25 Maret 2018 Banjarbaru.
Sukorini, Usi, Nugroho, D. K., Rizki, M., Hendriawan P. J., B. 2010.
Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Klinik. Kanalmedika dan
Alfamedia Citra. Yogyakarta.

Resmiaty, T. (2016). Cara Sederhana Mengenali & Mengaplikasikan Sistem


QC. Jakarta : Seminar Ilmiah Berkesinambungan DPC Jakarta Timur.

Riyono. 2007. Pengendalian Mutu Laboratorium Kimia Klinik Dilihat Dari


Segi Mutu Seri Analisis Laboratorium. Jurnal Ekonomi dan
Kewirausahaan. Vol. 7. No. 2. (Online)

Anda mungkin juga menyukai