Dianita Fitriana Milasari, 2015, “Tradisi Nganyarê Nikah Di Desa Plakpak
Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan Perspektif Hukum Islam” Skripsi, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Jurusan Syari’ah Dan Ekonomi, STAIN Pamekasan, Pembimbing: Mohammad Ali AL Humaidy, Msi. Kata Kunci : Tradisi Nganyarê Nikah, Hukum Islam
Pada kehidupan masyarakat di Desa Plakpak banyak ditemukan keunikan-
keunikan yang berkaitan dengan tradisi yang kemudian berkembang menjadi suatu keyakinan. Diantaranya tradisi nganyarê nikah yang dipercaya memiliki dampak yang besar dalam keberlangsungan hidup berumah tangga pada masa- masa mendatang. Masyarakat yang melakukan tradisi nganyarê nikah biasanya mendapat saran dari sesepuh, sanak famili, dukun, orang yang ahli primbon, dan tokoh masyarakat. Sebelum melaksanakan tradisi nganyarê nikah biasanya masyarakat masih mencari hari baik terlebih dahulu (mencari dhina esak). Adapun masalah-masalah yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Pertama, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat di Desa Plakpak melakukan tradisi nganyarê nikah. Kedua, bagaimana praktek tradisi nganyarê nikah di Desa Plakpak. Ketiga, bagaimana pandangan hukum Islam mengenai tradisi nganyarê nikah yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Plakpak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi. Pengumpulan datanya diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi di Desa Plakpak Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan dengan mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada di lokasi penelitian. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab masyarakat di desa Plakpak melakukan tradisi nganyarê nikah salah satunya yakni terkait kepercayaan terhadap keberadaan primbon, faktor ekonomi, kehati-hatian dan lain sebagainya. Sementara praktek dari tradisi nganyarê nikah yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Plakpak berbeda-beda sesuai keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki. Ada masyarakat yang melaksanakan tradisi nganyarê nikah hanya sebatas memperbaharui niat dan do’a pernikahan. Ada pula yang melaksanakan tradisi nganyarê nikah seperti nikah pada umumnya, yaitu rukun dan syaratnya harus terpenuhi. Namun, adapula yang melaksanakan tradisi nganyarê nikah yang tanpa mengharuskan adanya wali nikah dan maharnya pun tidak melebihi mahar pada akad sebelumnya. Jika dilihat dari segi hukum Islam tradisi nganyarê nikah memiliki dua pendapat yang berbeda. Diperbolehkan dengan dasar kehati-hatian tetapi tidak diperkenankan lebih dari tiga kali dan sebaiknya tidak usah dipraktekkan, seperti pendapat yang disampaikan oleh Syeikh Isma’il Al-Yamani Al-Makki. Namun, adapula yang melarang melaksanakan nganyarê nikah seperti yang terdapat dalam kitab Al- Anwar li A’mal al-Abrar juz II yakni “jika seorang suami memperbaharui nikah kepada istrinya, maka wajib memberi mahar karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah termasuk mengurangi hitungan talak. Kalau dilakukan sampai dua kali maka diperlukan muhallil”.