Anda di halaman 1dari 2

ABSTRAK

Raudatul Jannah, Pertimbangan Hakim Terhadap Penentuan Kadar Mut’ah


dan Nafkah Dalam Masa Iddah di Pengadilan Agama Pamekasan. Skripsi,
Jurusan Syari’ah Program Studi Al-Ahwal Al-syakhshiyyah, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Pamekasan, Pembimbing : H. Moh. Zahid, M.Ag.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Kadar Mut’ah.
Dalam konteks ini ketika didalam sebuah perkawinan terjadi perceraian
ada hak-hak seorang istri yang harus didapatkan karena terkadang istri tidak
mengetahui akan hak-haknya ketika terjadi perceraian. Peneliti tertarik mengambil
judul Pertimbangan hakim dalam menentukan kadar mut’ah dan nafkah iddah
karena putusan yang dijatuhkan oleh hakim kepada suami tidak sesuai dengan
tuntutan istri.
Ada 2 fokus yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini, pertama,
Faktor yang melatarbelakangi putusan hakim terhadap kadar mut’ah dan nafkah
dalam masa iddah, kedua, Dasar pertimbangan hakim dalam memutus kadar
mut’ah dan nafkah dalam masa iddah di Pengadilan Agama Pamekasan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif (deskriptif),
sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif dipergunakan untuk
menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial
secara mendalam, dan prosedur pengumpulan data melalui wawancara, observasi,
dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor yang melatarbelakangi
putusan hakim terhadap kadar mut’ah dan nafkah dalam masa iddah diantaranya:
Pertama, mengukur dari lamanya masa perkawinan. Kedua, diukur dari kebiasaan
sehari-hari seorang suami memberikan uang belanja terhadap istrinya. Ketiga,
berdasarkan kemampuan dan penghasilan suami, dan keempat, didasarkan pada
kepatutan dan kewajaran artinya tuntutannya tidak memberatkan suami dan masih
dalam batas kewajaran dan disesuaikan dengan keadaan suami.
Dasar pertimbangan hakim dalam memutus kadar mut’ah dan nafkah
iddah yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist yakni QS Al-Baqarah ayat 241,
mengenai pemberian nafkah menurut kadar kemampuan suami adalah QS Ath-
Thalaq ayat 7, dan Majelis Hakim juga menggunakan Undang-Undang
Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 149 huruf a)
“Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau
benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al-dukhul, b) memberikan nafkah,
maskah, dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri
telah dijatuhi thalak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil”.

v
Berdasarkan hasil penelitian ini saran bagi para istri agar mengetahui hak-
haknya ketika diceraikan oleh suaminya, bahwasanya mereka yang diceraikan
oleh suaminya dapat menuntut hak-haknya di dalam proses persidangan,
terkadang istri itu tidak mengetahui akan hak-haknya bahwa istri dapat menuntut
haknya ketika istri diceraikan yaitu salah satunya dapat menuntut mut’ah dan
nafkah iddah.

vi

Anda mungkin juga menyukai