Salah satu tahapan yang harus ditempuh oleh majelis hakim ketika
dalamnya pasti ada pendapat-pendapat para hakim yang berbeda. Begitu pula
dalam hal berijtihad, para hakim juga mempunyai metode yang berbeda. Sama
Dalam penelitian ini, ada dua fokus permasalah yang menjadi kajian
pokok. Pertama tentang wujud dan pertimbangan dari ijtihad hakim perempuan
Apa metode dan landasan hakim perempuan dalam berijtihad terhadap perkara
studi kasus, dan juga menggunakan prosedur pengumpulan data yaitu wawancara
Dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa wujud dari ijtihad
1
Mahasiswa STAIN Pamekasan, Jurusan Syari’ah dan Ekonomi, Progran Studi Al-Ahwal Al-
Syakhsiyah.
keadilan di antara kedua belah pihak, penghasilan suami, kelayakan dan juga
bagi seorang istri yang berperkara, baik dalam menggugat cerai ataupun cerai
petitumnya ketika menggugat cerai suaminya. Kepada para suami juga yang
juga menunaikannya. Kepada para hakim terutama hakim perempuan untuk turus
dan selalu menggali hukum dengan semaksimal dan sebaik mungkin, agar tidak
hanya menjadi corong undang-undang dan tidak hanya dipandang semata oleh
siapapun.
ataupun perselisihan keluarga (perdata) umat Islam diurusi dan diselesaikan oleh
perkara Perceraian, Waris, Wali Adhol, Pengangkatan Anak, Isbath Nikah, dan
memperlancar jalannya Peradilan dengan baik dan normal, salah satunya adalah
hakim, putusan hakim, dan para pihak (penggugat dan tergugat/ pemohon dan
termohon).
Majelis hakim di PA Pamekasan juga terdiri dari tiga orang hakim, satu
orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota. Majelis hakim tersebut tidak
hanya terdiri dari hakim laki-laki saja, hakim perempuan terkadang juga
anggota saja, tetapi terkadang ada satu hakim perempuan yang bertindak sebagai
hakim ketua. Sekalipun ada yang menjabat hakim ketua ataupun hakim anggota,
semua hakim perempuan mempunyai hak yang sama dalam memeriksa perkara.2
beberapa metode ijtihad yang sudah dirumuskan oleh imam madzhab dalam
memutuskan perkara yang tidak jelas hukumnya di dalam al-Qur’an dan al-
Sunnah. Para imam madzhab mengikuti jejak sahabat Mu’adz bin Jabal yang
pernah berijtihad tatkala diutus oleh Rasulullah SAW. untuk menjadi Qadli di
كي!ف تقض!ى اذ ع!رض:ان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم ملا أراد ان يبعث معاذا اىل اليمن ق!ال
ق!ال ف!إن. قال فإن مل جتد يف كتاب اهلل؟ قال فبس!نة رس!ول اهلل.لك قضاء؟ قال أقضى بكتاب اهلل
مل جتد يف س!نة رس!ول اهلل وال يف كت!اب اهلل؟ ق!ال أجته!!د ب!رأي وال ال!و فض!!رب رس!ول اهلل ص!!دره
) احلمدهلل الذي وفق رسول رسول اهلل ملا يرضى رسول اهلل (رواه ابو داود:فقال
Artinya: Sesungguhnya Rasulullah saw hendak mengutus Mu’adz ke
yaman, Rasulullah bertanya kepada Mu’adz: bagaimana engkau memutuskan
suatu perkara jika diajukan kepadamu? Mu’adz menjawab, saya akan putuskan
dengan kitab Allah, nabi bertanya kembali, jika tidak engkau temukan dalam
kitab Allah? Mu’adz menjawab, saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah.
2
Pengamatan Pra Penelitian dan Penjelasan dari Ketua Panitera/Sekretaris (23 Januari 2015, 09:30
WIB).
Nabi bertanya kembali, jika tidak engkau temukan dalam sunnah Rasulullah dan
tidak pula dalam kitab Allah? Mu’adz menjawab saya akan berijtihad dengan
pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Kemudian Rasulullah
menepuk bahu Mu’adz sambil berkata: segala puji bagi Allah yang telah memberi
taufiq bagi utusan Rasulullah dengan sesuatu yang diridhai Rasululluah.
(HR.Abu Daud)3
juga diperintahkan untuk berijtihad seperti sahabat Mu’adz bin Jabal ketika ada
perkara yang tidak jelas hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, terutama
terhadap pihak perempuan yang berperkara, lalu apakah hakim perempuan juga
menjadi hakim, menurut Imam Malik, syafi’i dan Ahmad yang dikutip oleh
Erfaniah Zuhriah dalam bukunya Peradilan Agama Indonesia, anak kecil dan wanita
tidak sah menjadi hakim, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak membolehkan
wanita menjadi hakim dalam masalah pidana dan qishas saja, dengan alasan
karena dalam kedua hal tersebut kesaksiannya tidak dapat diterima, akan tetapi
Sedangkan menurut Ibn Jarir al-Thabary yang di kutip oleh Oyo Sunaryo
3
Fatchur Rahman, Hadis-Hadis Tentang Peradilan Agama (Jakarta : PT Bulan Bintang, 2005),
hlm. 27.
4
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia sejarah Pemikiran dan Realita (Malang: UIN
Malang Press, 2009), hlm. 11.
kekuasaan mengadili dengan kekuasaan memberi fatwa, sehingga laik tidaknya
menduduki jabatan hakim itu dilihat dari laik tidaknya menjadi mufti5.
simbol kartika (taqwa), cakra (adil), candra (berwibawa), sari (berbudi luhur),
pasca perceraian, yang diputus oleh majelis hakim Hj. St. Aisyah, MH. sebagai
ketua majelis hakim, Dra. Nurul Hidayati, M.Hum. dan Dra. Farhanah, MH. sebagai
terdapat pokok-pokok permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini, yaitu:
5
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam dari Kahin di Jazirah Arab ke
Pengadilan Agama di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 8.
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:
dari penelitian tersebut. Secara praktis manfaat dalam penelitian ini yaitu antara
lain:
spesifiknya kepada jurusan Syari’ah dan Ekonomi program studi al-ahwal al-
dengan isu-isu kekinian yang berkaitan dengan penelitian ini, dan bisa
oleh hakim di PA, agar nantinya ketika berperkara bisa lebih mengerti terhadap
apa yang sudah diputuskan oleh hakim dan ketika ada rasa kejanggalan dalam
putusan tersebut tidak hanya menerima begitu saja dengan apa yang sudah
diputuskan.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas agar tidak terjadi kesalah
mujtahid untuk mencapai suatu putusan syara’ (hukum Islam) tentang kasus
Rasulullah SAW.6 Begitu pula dalam penelitian ini memfokuskan pada ijtihad
perkara.7 Dalam penelitian ini fokus pada hakim perempuan yaitu seseorang
Pamekasan.
putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan. 8 Dalam
Ijtihad berasal dari kata dasar Jahada, kemasukan alif dan ta’ menjadi
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1 (Jakarta: Pt Ichtiar Baru Hoeve, 1996),
hlm. 669.
7
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), hlm. 195.
8
Ibid, hlm. 434.
berarti mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran untuk menyelidiki dan
bagian yaitu ijtihad bayani dan ijtihad bi al-ra’y, ijtihad bayani masih dibedakan
dua bagian pula yaitu ijtihad qiyasi dan ijtihad istislahi.10 Akan tetapi dalam hal
ini juga ada yang mengatakan sebagai metode penemuan hukum. Persoalan
hukum yang tidak jelas bunyi teks baik dalam al-Qur’an, al-Sunnah, maka dalam
Hakim yang dimaksud dalam Islam adalah yang menjadi sumber hukum
yaitu Allah. Sedangkan dilihat dari segi UU dalam Islam, hakim juga diartikan
sebagai pelaksana UU atau hukum dari suatu negara Islam. Hakim dalam bahasan
dengan talak, talak itu sendiri berasal dari kata ”ithlaq” artinya melepaskan atau
istilah fiqih mempunya arti yang juga tidak jauh berbeda dengan arti talak secara
9
Departemen Agama, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Pt Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), hlm. 183.
10
Jaih Mubarok, Metodelogi Ijtihad Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm.152.
11
Al-Fitri, Metode Penemuan Hukum Bayani,Ta’lili, Ishtilahi (PDF), hlm. 2. Diakses Pada Tgl, 06
November 2014.
12
Departemen Agama, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Pt Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hlm. 70.
13
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 2, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 55.
Sumber hukum yang berlaku di PA untuk memutus atau menganalisis
2. UU No. 22 Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1974 Tentang Nikah, Talak,
Rujuk.
13. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 11 Tahun 2007 Tentang
Pencatatan Nikah
14. KHI/instruksi Presiden Repubik Indonesia No.1 Tahun 1991 tgl 10 juli 1991
15. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang
Ekonomi Syari’ah
17. Yurisprudensi
studi kasus. Kali pertama kehadiran peneliti di lokasi penelitian (PA Agama
memberikan surat izin meneliti, beberapa hari kemudian peneliti dihubungi oleh
PA Pamekasan ini dipilih oleh peneliti yakni karena di PA Pamekasan, sudah jelas
kesesuaian dan juga mendukung dari topik yang dipilih oleh peneliti. Sumber data
dalam penelitian ini yaitu primer dan sekunder. Dalam penelitian ini sumber data
primer adalah data dari para hakim perempuan di PA Pamekasan, data tersebut
dirumuskan dalam bentuk wawancara dan juga dari cacatan pengamatan lapangan.
Pamekasan yaitu putusan dari bulan September sampai Desember 2014, karena
bulan tersebut terdapat 4 (empat) orang hakim perempuan, dan juga data-data dari
kepaniteraan, yaitu data dari jumlah perkara perceraian di bulan Januari 2015 dan
data lengkap perkara yang diamati oleh peneliti. Selain itu buku, skripsi, artikel,
dan pengecekan anggota dengan beberapa tahapan yaitu tahap pra penelitian,
yang sangat jelas dan lebih mendalam yaitu dalam menentukan besar kecilnya
(nominal) nafkah-nafkah kepada istri dan anak pasca perceraian. Karena dalam
hal penentuan besar kecilnya (nominal) nafkah-nafkah kepada istri dan anak
pasca perceraian tidak diatur secara jelas baik dalam al-Qur’an, maupun al-
Sunnah.
kedua belah pihak, dengan melihat pendapatan suami sehari-hari, kultur sosial
di tempat para pihak, kelayakan dan juga kepatutan. Intinya para hakim
besar kecilnya hak-hak atapun nafkah-nafkah kepada istri dan anak pasca
perceraian yaitu lebih menggunakan metode istishlahi ataupun mashlahah
mursalah. Meskipun terkadang semua metode seperti ta’lil dan bayani juga
pedoman seperti UU, peraturan perundangan, KHI, Hujjah Syari’ah dan harus
Terakhir peneliti akan membagi pembahasan ini dalam juga dua pokok
Penting untuk diketahui bahwa perceraian atau talak raj’i (talak 1 dan 2)
wanita yang telah ditalak suaminya, selama masa ‘iddah tetap dipandang sebagai
istri dari suaminya yang memiliki hak dan kewajiban kendatipun tidak penuh
inilah yang menjadi pandangan ulama dalam membagi talak menjadi talak Sunnah
dan bid’ah. Mencermati ayat tersebut ada beberapa hal penting, yaitu17:
a. Bahwa menalak istri hendaklah dalam keadaan suci dan belum dicampuri.
Sedangkan dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tapi telah dijima’
maka hukumnya haram,
b. Suami wajib memberikan tempat tinggal kepada istri yang ditalak, selama
mereka masih dalam ‘iddah dan tidak boleh mereka keluar/pindah ketempat
lain kecuali mereka bersikap tidak baik,
c. Tempat tinggal tidak wajib diberikan kepada istri yang tidak dapat dirujuk lagi,
d. Talak boleh dilakukan sebagai jalan keluar dari pergaulan yang tidak aman.
wujud dari ijtihad hakim perempuan dalam memutuskan perkara perceraian yaitu
pada hal menentukan besar kecilnya (besaran nominal) hak ataupun nafkah istri
dan anak pasca perceraian. Mengenai hak ataupun nafkah dan anak pasca
16
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 558.
17
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam, hlm. 246-247.
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan
lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”18
tempat tinggal bagi istri yang ditalaknya, bahkan ayat tersebut juga memberikan
pengertian yang tegas tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami seperti
membrikan biaya untuk menyusukan anaknya.19 Akan tetapi dalam ayat tersebut
tidak secara jelas menjelaskan mengenai besar kecilnya hak ataupun nafkah istri
pasca perceraian, yang mana mengenai hal tersebut para hakim di PA berijtihad
sendiri.
Di dalam KHI BAB XVII pasal 149 juga diatur dengan jelas mengenai
kewajiban kepada para bekas suami, akan tetapi juga tidak menjelaskan besar
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau
benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul.
b. Memberikan nafkah, maskanah dan kiswah kepada bekas istri selama dalam
‘iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam
keadaan tidak hamil.
c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qobla al
dukhul.
d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur
21 tahun.
anak pasca perceraian, yang merupakan kewajiban bekas suami yang harus
terpenuhi kepada bekas istrinya, seperti nafkah madhiya, mut’ah ataupun nafkah
anak, para hakim perempuan lebih mengedepankan keadilan di antara kedua belah
18
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 559.
19
Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam, hlm. 248.
20
KHI, hlm. 367-368.
Keadilan yang dibicarakan dan dituntut al-Qur’an amat beragam, tidak
hanya pada proses penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih,
melainkan al-Qur’an juga menuntut keadilan terhadap diri sendiri, baik ketika
sosial setempat kedua belah pihak dan juga kelayakan, kepatutan. Kemudian para
ditentukan oleh majelis hakim yaitu besaran nominal nafkah istri dan anak pasca
perceraian tersebut bisa bermanfaat bagi istri dan anaknya dalam kehidupan
sehari-hari. Dan bisa memberi kepastian hukum, artinya apa yang sudah
diputuskan majelis hakim bisa dilaksanakan oleh para pihak dan tidak hanya
terlihat jelas dalam salah satu putusan yaitu pada putusan Nomor:
833/Pdt.G/2014/PA.Pmk.:
Dalam putusan tersebut sudah terlihat jelas wujud dan pertimbangan dari
ijtihad para hakim perempuan memang terletak pada penentuan besar kecilnya
(nominal) nafkah istri dan anak pasca perceraian dengan beberapa pertimbangan,
salah satunya dengan melihat penghasilan suami. Dalam putusan tersebut juga
sudah sesuai dengan gugatan para pihak, meskipun tidak dikabulkan sepenuhnya.
Hanya saja majelis hakim tidak menyampaikan bahwa seorang istri tetap tidak
boleh beranjak dari rumah suami, ataupun istri juga masih berhak atas tempat
tinggal. Begitupula dalam hal mengenai putusan yang ada hukuman atas beban
nafkah istri dan anak hanya ketika istri hadir, tetapi ketika istri tidak hadir Majelis
Hakim tidak pernah nenyampaikan adanya kewajiban hal tersebut. Lain halnya
Metode yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu cara yang digunakan
oleh hakim perempuan dalam berijtihad. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
metode adalah cara teratur yangg digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem
ditentukan.22
di kutip di dalam buku forum karya ilmiah 2004, memaparkan langkah pertama
mutawatirah, kemudian Sunnah ahad. Apabila masih tidak ditemukan dalam al-
Sunnah, maka tidak boleh langsung menerapkan metode qiyas ataupun yang
lainnya, akan tetapi terlebih dahulu melihat zhahir ayat-ayat al-Qur’an. Bila
nya? Jika tidak ditemukan mukhashshish-nya, maka zhahir itulah yang harus
(nominal) nafkah istri dan anak pasca perceraian memang sudah tidak dijelaskan
secara rinci di dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah, maka para hakim perempuan
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
23
Forum Karya Ilmiah 2004, Kilas Balik Toritis Fiqih Islam, (PP. Lirboyo: Kediri, 2008), hlm.
357-358.
berijtihad sendiri dengan menggunakan metode bi al-ra’y, dengan lebih
perceraian.
Dawalibi, yang di kutip oleh Jaih Mubarok, merupakan bentuk kedua dari ijtihad
terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam al-Quran dan al-Sunah dengan
oleh nash dan ijmak dengan mendasarkan pada pemeliharaan al-mashlahah al-
murshalah.25
berbicara perihal ratio legis hukum (‘illay al-hukm) dan mengklasifikasi watak
ketiga, dalam setiap proses inferensi hukum (istinbath al-humk), ia tidak pernah
yang kali pertama memperkenalkan istilah mashlahah dan juga yang kali pertama
24
Jaih Mubarok, Metodelogi Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002), hlm. 152.
25
Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqih, hlm.178.
26
Muhammad Hefni, Para Pemikir Hukum Islam Kontemporer, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013),
hlm. 13-14.
menyuarakan Maqaashid al-syari’ah adalah Al-Turmudzi al-Hakim, ulama yang
hidup pada abad ke-3. Meskipun terdapat beragam versi, namun dapat diambil
syaathibi, ia mengatakan bahwa “ajaran Islam disyari’atkan tidak lain hanya untuk
Mengenai arti dari mashlahah itu sendiri, dalam hal ini Al-Gazali yang
dikutip oleh forum karya ilmiah 2004, menjelaskan bahwa secara harfiah,
mashlahah adalah menarik kemanfaatan dan menghindarkan kerugian.
Namun yang dikehendaki dalam pembahasan mashlahah mursalah ini
tersebut. Akan tetapi melestarikan tujuan-tujuan syari’at. Sedangkan
tujuan syara’ pada makhluk mencakup lima hal, memelihara agama, jiwa,
akan keturunan, dan harta kekayaan. Karena, setiap hal yang memiliki
muatan pelestarian terhadap lima prinsip dasar ini adalah mashlahah.
Sedangkan hal-hal yang menghambat pencapaian prinsip-prinsip ini
disebut mafsadah, dan penolakan atas mafsadah adalah suatu maslahah.28
menjelaskan bahwa arti mashlahah secara bahasa adalah keadaan yang baik dan
bermanfaat.29 Dalam hal ini setidaknya ada tiga aturan atau syarat yang harus
diperhatikan, yaitu30:
27
Ibid, hlm. 14-15.
28
Forum Karya Ilmiah 2004, Kilas Balik, hlm. 253-254.
29
Mubarok, Metodelogi Ijtihad, hlm. 152-153.
30
Wahbah Zuhayli, Jamaludin Athiyah, Kontroversi Pembaruan Fiqih, trj. Ahmad Mulyadi,
(Yogyakarta, Erlangga: 2002), hlm. 124-126.
3. Kemashlahatan yang dijadikan acuan hukum haruslah berorientasi pada
kelompok tertentu.
perempuan di PA Pamekasan juga sudah bisa diterima oleh akal (tasional), yang
dampak hukumnya juga dapat dipastikan, dan kemashlahatan tersebut juga sudah
nafkah istri dan anak pasca perceraian, para hakim perempuan dalam
menentukannya melihat pada keadilan diantara para pihak dan melihat pendapatan
suami dan kebutuhan istri sehari-hari, dengan kata lain para hakim perempuan
atau dalil baru, maka harus terlebih dahulu digunakan, ketimbang yang terdahulu.
Ini juga karena semua hukum selalu berkaitan dengan kemashlahatan. Sedang
kemashlahatan itu sendiri selalu berubah bersamaan dengan kondisi, zaman, dan
kebiasaan.31
ditangani, tidak hanya menggunakan metode istishlahi, hanya saja dalam perkara
penentuan besaran nominal nafkah istri dan anak pasca perceraian. Akan tetapi,
31
Wahbah Zuhayli, Kontroversi Pembaruan Fiqih, hlm. 109.
hakim perempuan terkadang juga menggunakan metode bayani dan ta’lili juga
dan al-Sunnah. Dalam kajian ini ijtihad cenderung dipandang sama dengan tafsir,
terdapat dalam al-Quran dan hadist dengan menggunakan metode qiyas ijtihad
ta’lili (kausasi) berusaha meluaskan proses berlakunya hukum dari kasus nash ke
kasus cabang yang memiliki persamaan ‘illat, yang teraplikasi melalui qiyas.33
berijtihad yaitu:
a. UU
b. Peraturan perundangan
d. Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ini Majelis Hakim juga sering menjadikan
sebagai dasar putusan, padahal Kompilasi Hukum Islam masih berbentuk suatu
diresmikan.
e. Hujjah Syari’ah, dalam hal ini belum jelas Hujjah Syari’ah itu seperti apa,
32
Mubarok, Metodelogi Ijtihad, hlm. 11.
33
Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqih, hlm.178.
f. Mengetahui dan menguasai dalil-dalil al-Qur’an dan al-Sunnah yang
Landasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu acuan yang dijadikan
dasar, yakni seperti suatu perkara apapun yang sudah tidak diatur secara jelas
mengenai dasar hukumnya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah barulah bisa untuk
berijtihad terhadap suatu perkara yang dituturkan oleh para hakim perempuan,
tersebut, karena mengenai landasan yang dipakai untuk berijtihad dalam ushul
fiqih yaitu hanya dalil-dalil al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila di dalam al-Qur’an
dan al-Sunnah sudah tidak dijelaskan, maka barulah para hakim dianjurkan
perempuan yaitu seperti UU dan Peraturan Perundangan dan juga KHI, menurut
peneliti itu sudah hasil dari ijtihad para ulama, yang mana hasil ijtihad itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1. Jakarta: Pt Ichtiar Baru
Hoeve, 1996.
Mubarok, Jaih. Metodelogi Ijtihad Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press. 2002.