OTORITER
OTORITER
Otoriter adalah salah satu istilah yang kerap kita temukan dalam konteks kepemimpinan dan
pemerintahan. Otoriter dapat diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri yang selalu
dipandang benar.
Pemimpin otoriter memiliki kecenderungan keras kepala dan bersifat kaku hingga memaksakan
keinginan kepada khalayak. Nah, dalam artikel ini, kita akan mempelajari lebih lengkap mengenai
pengertian otoriter, ciri-cirinya, serta contohnya.
Pengertian Otoriter
Mengutip jurnal dalam repository.teknokrat.ac.id, otoriter adalah tindakan menurut kemauan sendiri
di mana setiap produk pemikiran dipandang benar. Otoriter ditandai dengan pemusatan kekuasaan
pada diri sang pemimpin sendiri.
Pemimpin dalam sistem yang otoriter biasanya sangat dominan dalam pengambilan keputusan dan
pembentukan kebijakan. Si pemimpin meyakini bahwa organisasi yang ia pimpin adalah miliknya
sendiri.
Bahkan kepemimpinan otokratik digambarkan sebagai kepemimpinan yang dilakukan seorang
pemimpin dengan sikap menang sendiri, tertutup pada saran dari luar, dan memiliki idealisme tinggi.
Selanjutnya akan kita bahas secara lengkap dalam ciri-ciri.
Ciri-ciri Otoriter
Kepemimpinan otoriter memiliki ciri-ciri sebagai berikut, mengutip digilib.uinsby.ac.id.
Pada 1952, terjadi peristiwa kudeta di mana Raja Farouk turun tahta. Kudeta yang dipimpin Gamal
Abdel Nasser itu mengubah sistem pemerintahan Mesir menjadi republik. Namun, bukannya
semakin demokratis, negara itu justru dipimpin oleh rezim militer. Pemerintah membatasi kebebasan
sipil dalam berserikat dan berpolitik, salah satunya lewat larangan pembentukan partai politik sejak
1953.
Nasser sendiri menggeser koleganya, Presiden Mohammad Naguib, dan membuat dirinya sendiri
menjadi presiden berikutnya. Nasser menerapkan ideologi sosialis-nasionalis dalam memimpin
Mesir. Meskipun ada beberapa programnya yang baik untuk keadilan sosial, namun demokrasi tidak
berjalan di Mesir.
Sistem itu terus berlanjut ke presiden berikutnya. Hingga pada 1977, Presiden Anwar Sadat
memberlakukan sistem multipartai. Bersamaan dengan itu, kekuatan Islam di bidang politik pun
bangkit.
Namun, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran kaum liberal-sekuler karena pembentukan Mesir
sebagai negara Islam dinilai akan mengancam kebebasan masyarakat Mesir. Sadat sendiri khawatir
dan akhirnya membatasi pergerakan organisasi Islam yang menentang kebijakan pemerintah Mesir.
Sikap dan tindakan otoriter Sadat dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.
Ketika dipimpin oleh Nasser dan Sadat, Mesir menerapkan sistem pemerintahan yang lebih tepat
disebut oligarki militer, di mana peran sipil dalam pemerintahan sangat terbatas dan hanya bersifat
sebagai ornamen politik. Rezim otoriter di Mesir akhirnya tumbang setelah peristiwa revolusi di
negara-negara Arab atau Arab Spring pada 2011.
Rezim Marcos di satu sisi mengantarkan Filipina menjadi negara yang makmur dalam hal pangan.
Filipina mengalami swasembada pangan karena produksi beras yang melimpah, hingga mampu
mengekspor beras ke luar negeri. Ekonomi Filipina cenderung stabil.
Namun di sisi lain, keberhasilan ekonomi itu tidak berlangsung lama. Terjadi kesenjangan sosial yang
parah antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. Isu korupsi juga berkembang hingga
menimbulkan kerusuhan sipil di seluruh Filipina.