Anda di halaman 1dari 3

5.

Kepengikutan
Menurut Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M. A, dalam Psikologi
Manajemen dan Administrasi (1989:169), kepengikutan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Kepengikutan Berdasarkan Naluri
Dalam klasifikasi ini, terjadinya kepengikutan pada sejumlah orang
disebabkan timbulnya dorongan untuk menaruh kepercayaan kepada
seseorang, sehingga mereka bersedia untuk melakukan tindakan-tindakan
tertentu yang dikehendaki orang yang memperoleh kepercayaan itu. Orang
yang menerima kepercayaan itu diakui sebagai pemimpin karena
dianggapnya mampu melindungi kepentingan atau mewujudkan aspirasi
orang-orang yang menaruh kepercayaan tadi. Kepemimpinan dan
kepengikutan jenis ini dinamakan kepemimpinan kharismatik (charismatic
leadership).
2. Kepengikutan Berdasarkan Tradisi
Kepengikutan ini timbul disebabkan adanya kebiasaan secara turun-
temurun. Kepengikutan jenis ini terdapat baik dalam masyarakat skala besar
seperti negara maupun dalam skala kecil seperti desa. Dalam kepengikutan
jenis ini, orang-orang yang menjadi pengikutnya tidak melakukan penilaian
terhadap benar salahnya atau baik buruknya kebijakan yang dijalankan
pemimpin.
3. Kepengikutan Berdasarkan Agama
Para pengikut berdasarkan agama acap kali bersifat fanatik, berani mati,
karena matinya itu demi Tuhan penguasa dunia akhirat. Khalayak yang
menjadi pengikut pimpinannya berdasarkan agama menganggap bahwa
pimpinannya itu adalah orang yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya,
karena sebagai tokoh agama ia selain menguasai ketentuan-ketentuan agama
mengenai apa yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, ia
sendiri yang pertama-tama akan mematuhinya.
4. Kepengikutan Berdasarkan Rasio
Kepengikutan ini dapat dijumpai di kalangan orang-orang terpelajar
dalam suatu masyarakat. Mereka mengakui seseorang sebagai pimpinannya
berdasarkan pertimbangan rasional, berlandaskan penalaran (reasoning).
Biasanya, khalayak yang secara rasional mengakui seseorang sebagai
pemimpinnya karena orang itu berpendidikan tinggi dari berwawasan luas.
Oleh karena itu, khalayak menganggap bahwa perilaku sang pemimpin itu
didasari pemikiran yang matang dengan menyadari akibat perilakunya itu,
serta mengetahui pula tindakan apa yang dijadikan antisipasi jika
kegiatannya itu keliru.
5. Kepengikutan Berdasarkan Peraturan
Kepengikutan berdasarkan peraturan terdapat pada masyarakat modern,
di mana orang-orang mengelompokkan diri untuk mencapai suatu tujuan
berdasarkan kepentingan yang sama secara bersama-sama,
Dari 5 (lima) klasifikasi kepengikutan di atas, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa kepengikutan itu bisa timbul dengan sendirinya tanpa
adanya persuasi (kharismatik) atau juga bisa muncul dengan adanya paksaan.
Orang yang digerakkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh
pemimpin dinamakan pengikut. Pengikut adalah orang yang menuruti garis
perintah atau garis kerja yang mengaturnya.

8. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan


Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan
dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja vang
dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam
empat tipe, yaitu: tipe otoriter, tipe laissez-faire, tipe demokratis, dan tipe pseudo
demokrasi
1. Tipe Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan
"authoritarian". Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak
sebagai diktaktor terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya
memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kekuasaan
otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang. Penafsirannya sebagai pemimpin
tidak lain menunjukkan dan memberi perintah.
2. Tipe "Laissez-Faire"
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap
pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan
sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari
pemimpinnya.
3. Tipe Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya
bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah
anggota kelompok. Hubungan dengan anggota-anggota kelompok bukan
sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai kakak terhadap
saudara-saudaranya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha
menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara produktif untuk
mencapai tujuan bersama.
4. Tipe pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatik,
Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap
demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia
mempunyai ide-ide, pikiran, konsep-konsep yang ingin diterapkan di
lembaga yang dipimpinnya, maka hal lersebut didiskusikan dan
dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan
sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima
ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002, Kepemimpinan,
(Dasar-dasar dan Pengembangannya) ANDI, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai