Inti dari teori ini menyatakan bahwa, “Leader are bom and nor made(Pemimpin
itu dilahirkan [bakat] bukannya dibuat)”. Para penganut aliran teori ini
mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin
karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang
1
Jarwanto, Pengantar Manajemen( 3 in 1), Mediatera, Yogyakarta, 2015,
hlm. 94
2
Ibid, hlm.95
bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi
pemimpin, sesekali kelak ia akan muncul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai
takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau
determinitis.
b. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori ini
pun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti teori sosial ini ialah, “ Leader are
made and not born (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati)”. Jadi
teori ini merupakan kebalikan dari teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
c. Teori Ekologis
Teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil
menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan.Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan
pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini
menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat
dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian,
penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan
secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang
baik.3
3
Ibid, hlm.96
anak buah yang dipimpinnya.
c. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai untuk memberi pembinaan dan
pengarahan kepada bawahannya.
d. Memiliki modal finansial yang cukup agar tidak terpengaruh oleh gaya
kepemimpinan yang korup.4
B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
2010. Hlm.198
pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk
memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul
dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih
dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari
kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang
mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut
bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung. 5
5
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung :
Ossa Promo, 1999) h. 102.
6
Ibid, h. 262-263.
Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe
kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh
para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah
dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang
pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau
tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya,
yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin,
terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang
pemimpinan yang profesional.
Yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad digolongkan pada model
kepemimpinan situasional. Dalam model ini Nabi Muhammad mampu
menerapkan beberapa tipe kepemimpinan berdasarkan situasi yang dihadapi.
Terdapat tiga tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh beliau, yaitu
kepemimpinan otoriter, laissez faire, dan demokratis. Ketiga tipe kepemimpinan
tersebut diterapkan berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi.
Adapun penjelasan dari ketiga tipe kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter menggambarkan pemimpin yang mendikte,
membuat keputusan sepihak dan membatasi partisipasi bawahan.7
Perwujudan kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad terlihat dalam sikap
tegas beliau saat menghadapi orang kafir dan dalam memberikan hukuman
serta pelaksanaan petunjuk dan tuntunan Allah. Dalam melaksanakan
aturan yang telah diperintahkan dan diwahyukan ada beberapa ibadah yang
tidak dapat ditawar-tawar seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
7
Stephen P. Robbins and Mary Coulter, Manajemen (Jakarta: Erlangga,
2014), 149.
mereka pantas.8 Dalam menyeru umat manusia terlihat kepemimpinan
Nabi Muhammad yang bersifat laissez faire. Beliau tidak memaksa
seseorang dengan kekerasan. Dalam dakwahnya setiap manusia diberi
kebebasan dalam memilih agama yang dipeluknya. Beliau hanya
diperintahkan Allah untuk memberikan seruan dan peringatan kerugian
bagi yang sombong dan angkuh menolak, serta seruan keberuntungan bagi
yang mendengar seruannya. Apabila ada yang menolak beriman
kepadanya, beliau tidak memaksanya namun tetap memberi peringatan
kepada mereka9. Melalui tipe kepemimpinan laissez faire yang diterapkan,
Nabi Muhammad berusaha untuk menumbuhkan tanggung jawab dari
pribadi masing-masing.
3. Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan demokratis menggambarkan pemimpin yang
melibatkan bawahan dalam membuat suatu keputusan, mendelegasikan
wewenang, dan mengunakan umpan balik untuk melatih bawahan.
Kepemimpinan Rasulullah. yang bersifat demokratis terlihat pada
kecenderungan beliau menyelenggarakan musyawarah, terutama jika
menghadapi masalah yang belum ada wahyunya dari Allah SWT.
Kesediaan beliau sebagai pemimpin untuk mendengarkan pendapat, bukan
saja dinyatakan dalam sabdanya, tetapi terlihat dalam praktik
kepemimpinannya. Musyawarah dijadikan sebagai sarana tukar menukar
pikiran dan di dalamnya masing-masing orang dapat mengemukakan
pendapatnya serta menyimak pendapat orang lain.10
8
Robbins dan Coulter, Manajemen, 149.
9
Siti Zulaikhah, “Prototipe Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Dalam
Pendidikan (SebuahTelaah Atas Sifat Wajib Rasul), (Jakarta: Erlangga , 2005),
57.
10
Zulaikhah, “Prototipe Kepemimpinan Nabi”, 57.
Menurut Sondang P. Siagian ada beberapa gaya kepemimpinan yaitu: 11
memiliki sifat-sifat:
12
Anton Athoillah, Dasar-dasar Manajemen, hlm.203-208
pemimpin karena setiap pemimpin memiliki wibawa, hanya derajat
kewibawaannya berbeda. Demikian pula latar belakang munculnya
kewibawaan tersebut.
e) Tidak dibentuk oleh faktor eksternal yang formal, seperti aturan legal
formal, pelatihan atau pendidikan, dan sebagainya
13
Ibid, hlm. 203-208