Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan dan Pengawasan adalah dua sisi yang saling mengisi. Seorang
pemimpin organisasi dianggap sukses dalam mengelola organisasinya jika diikuti oleh
semangat pengawasan yang tinggi, termsauk pengawasan dalam konteks yang detil. Salah
satu bentuk pengawasan yang paling baik jika seorang pemimpin mau langsung turun
kelapangan dan menyapa para pegawainya disana. Disii lain pegawai juga lebih
menyenangi sikap seperti itu daripada hanya menerima informasi dari belakang meja.
Salah satu kunci sukses bisnis yang terbesar ada pada pengawasan. Dan begitu juga
salah satu faktor kegagalan dalam bisnis juga ada pada pengawasan. Sehingga wajar jika
ada pepatah yang menyebutkan bahwa pemimpin dan pengawsan adalah ibarat kail dan
ikan, yaitu aplikasi dari kepemimpinan pada pengawasan dan pengawasan menghasilkan
pembentukan kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang
bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan
tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan. Ilmu kepemimpinan telah semakin
berkembang seiring dengan dinamika perkembangan hidup manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Kepemimpinan dan pengaruh Kepemimpinan terhadap


kualitas kerja?
2. Apa definisi dari pengawasan beserta Tipe-tipe pengawasan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mendeskripsikan Apa yang dimaksud dengan Kepemimpinan dan pengaruh
Kepemimpinan terhadap kualitas kerja
2. Mendeskripsikan definisi dari pengawasan beserta Tipe-tipe pengawasan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI KEPEMIMPINAN


Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komperehensif tentang
bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan
tugas sesuai dengan perintah.
Untuk memahami definisi kepemimpinan secara lebih dalam, ada beberapa definisi
kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu :
1. Stephen P.Robbins mengatakan, kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
2. Richard L. Daft mengatakan, kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan
untuk mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.
3. G.R. Terry memberikan definisi: Leadership is the activity of influencing people
to strive willingly for mutual objectives.
4. Ricky W. Griffin mengatakan , pemimpin adalah individu yang mampu
mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan;
pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

2.2 PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN


Pemimpin dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang tidak
bisa dipisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus dilihat sebagai satu
kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan, dan jiwa
kepemimpinan yang termiliki dari seorang pemimpin adalah tidak bisa di peroleh dengan
cepat dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu kewaktu hingga
akhirnya mengkristal dalam sebuah karakteristik. Dalam artian ada sebagian orang yang
memiliki sifat kepemimpinan namun dengan usahanya yang gigih mampu membantu
lahirnya penegasan sikap kepemimpinanpada dirinya tersebut.
Gary Yullk (1998) dalam Brantas (2009) membantu kita dengan melakukan definsi
pemimpin dan kepemimpinan, yaitu.
 Pendekatan berdasarkan ciri. Pendekatan ini menekankan kepada atribut-atribut
pribadi para pemimpin. Dasar dari pendekatan ini adalah asumsi bahwa beberapa
prang merupakan pemimpin dengan beberapa ciri yang tidak dimiliki oleh orang
lain.
 Pendekatan berdasarkan perilaku. Pendekatan ini merupakan kritisi terhadap
generasi pertama pendekatan berdasarkan ciiri. Sebagaimana namanya pendekatan
ini sangat diwarnai oleh psikologi dengan fokus menemukan dan
mengklasifikasikan perikaku-perilaku yang membantu pengertian kita tentang
kepemimpinan.
 Pendekatan situasional. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya faktor-faktor
kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pemimpin, sifat
lingungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.

2
 Salah satu contoh yang baik disampaikan oleh Pak Willy, CEO dan sekaligus
pemegang saham dari wismilak”, salah satu industri rokok terbesar di Indonesia.
Ia menceritakan bahwa dalam masa krisis yang berat ia mengibaratkan perusahaa
seperti perahu layar yang sedang diterpa badai. Pimpinan sebagai nahkoda harus
memilih tempat yang paling stabil dimana dari sana ia dapat memimpin seluruh
kapal. Tempat iu tidak di buritan atau haluan, tetapi ditengah-tengah perahu, di
dekat tiang kapal.

Dari pendapat di atas dapat kita pahami bahwa seorang pemimpin dengan kualitas
kepemimpinan yang dimilkinya bukan hanya sekedar berusaha untuk melaksanakan
tugas dan berbagai rutinitas pekerjaan saja, namun lebih dari itu ia merupakan symbol
dari organisasinya.

2.3 PEMIMPIN DAN ORGANISASI


Di setiap organisasi butuh pemimpin dan pemimpin yang dipilih artinya adalah yang
teraik di organisasi tersebut. Salah satu tugas besar pemimpin adalah mewujudkan visi
dan misi organisasi. Dalam konteks ini untuk memudahkan mewujudkan organisasi
tersebut maka pemimpin harus bisa menyamakan visi dan misi yang dimilkinya dengan
visi dan msis organisasi tersebut.
Karena secara fakta pemimpin bekerja untuk organisasi tersebut dia bukan lagi
bekerja untuk dirinya sendiri. Maka sukses organisasi akan mampu menyukseskan ia
sebagai pemimpin di organisasi tersebut. Dengan begitu pemimpin yang dipilih adalah
pemimpin yang mampu bekerja secara penuh demi kemajuan organisasi, jika ia bekerja di
organisasi lain maka pemimpin itu belum layak dipilih sebagai pemimpin, karena ia tidak
totalitas daalm bekerja.

2.4 TIPE PEMIMPIN


Menurut S.P Siagian bahwa sebagaimana diketahui dewasa ini dapat di identifikasi
lima tipe utama pemimpin yaitu:
1. Tipe yang oktorisasi atau diktatorial
2. Tipe yang militeristis
3. Tipe yang paternalistis
4. Tipe yang laissez faire
5. Tipe yang demoktis atau partisipatif

Mengenai penjelasan setiap tipe pemimpin Buchari Alma menjelaskanna di bawah ini,
a. Pemimpin kharismatik merupakan kekuatan energy, dan daya tarik yang luar biasa

yang akan diikuti oleh para pengikutnya.


b. Tipe partenilisstis bersikap melindungi bawaha sebagai seorang bapak atau
seorang ibu yang penuh kasih sayang.

3
c. Tipe militeristis banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari
atasan ke bawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki bawahan agar
selalu patuh, penuh acara fotmalitas.
d. Tipe otokratis berdasarkan kepada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus
didipatuhi.
e. Tipe laissez faiire ini membiarkan bawahan berbuat semuanya sendiri semua
pekerjaaan dan tanggung jawab dilakukan oleh bawahan.
e. Tipe populistis ini mampu menjadi pemimpin rakyat. Dia berpegang pada nilai-
nilai masyarakat tradisional.
f. Pemimpin tipe administrative ialah pemimpin yang mampu menyelanggarakan
tugas-tugas administrasi secara ekfektif.
g. Tipe pemimpin demokratis berorientsi pada manusia dan memberikan bimbingan

kepada pada pengikutnya.

Seorang pemimpin yang pada dasarnya menganut dan menggunakan gaya yang
demokratis, misalnya, ada kalanya harus bertindak otoriter apabila:
1. Organisasi berhadapan dengan situasi yang gawat.
2. Organisasi menghadapi ancaman terhadap eksistensinya.
3. Para bawahan menunjukkan perilaku yang cenderung menjurus kepada bentuk-
bentuk yang negative atau bahkan mungkin destruktif.
4. Merosotnya disiplin kerja. (S.P.Siagian).

Dalam melaksanakan mana tipe pemimpin yang paling baik seorang pemimpin harus
memiliki keberanian atau kekuatan dalam menjalankannya. Karena kekuatan adalah salah
satu pendorong seorang pemimpin untuk mampu bersikap dalam mewujudkan gaya
kepemimpinannya, dimana secara umum ada tiga faktor (kekuatan) utama. Ketiganya
akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompo yang
dipimpin. Kekuatan yang pertama bersumber pada dirinya sendiri sebagai pemimpin.
Faktor kedua bersumber pada kelompok yang dipimpin, dan faktor ketiga tergantung pada
situasi. Teori ini disebut dengan continuum leadership yang dikembangkan oleh
Tannenbaum Weschter dan Massarik tahun 1961.

2.5 SEBAB-SEBAB MUNCULNYA PEMIMPIN


Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana munculnya pemimpin Kartini Kartono,
1983:29),
1. Teori Genetis
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin itu sudah ada bakat sejak lahir
dan tidak dapat dibuat. Dia memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin.
Teori ini menganut pandangan deterministis artinya pandangan yang sudah
ditentukan sejak dulu.
2. Teori Sosial
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak dilahirkan akan tetapi
seorang calon pemimpin dapat disiapkan, dididik, dan dibentuk agar dia menjadi

4
pemimpin yang hebat di kemudian hari. Setiap orang menjadi pemimpin melalui
pendidikan dan dorongan berbagai pihak.
3. Teori Ekologis atau Sintesis
Teori ini menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pemimpin apabila
dia memang memiliki bakat-bakat pemimpin. Kemudian bakat ini dikembangkan
melalui pendidikan , dorongan dan pengalaman yang akan membentuk pribadi
sebagai seorang pemimpin.

2.6 CIRI-CIRI PEMIMPIN


Ciri-ciri untuk menjadi seorang pemimpin adalah:
1. Memiliki kompetensi yang sesuai dengan zamannya. Artinya kompetensi yang
dimilkinya sangat berguna untuk diterapkan pada saat itu, dan kompetensi tersebut
diakui oleh banyak pihak serta pakar khususnya. Misalnya pada situasi ekonomi
sedang mengalami fluktuasi dan inflasi yang tidak diharapkan, mka pemimpin
perusahaan masih mampu mempertahankan perusahaan dengan segala karyawan
yang dimiliki.
2. Memahami setiap permasalahan secara lebih dalam dibandingkan dengan orang
lain, serta mampu memberi keputusan terhadap permasalahan tersebut.
3. Mampu menerapkan the right man and the right place secara tepat dan baik. The
right man and the right place adalah menempatkan orang sesuai dengan tempatnya
dan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya.

Untuk memahami lebih dalam tentang ciri-ciri pemimpin ada baiknya kita melihat
pendapat yang dikemukakan oleh George R. Terry. George R. Terry mengemukakan
delapan ciri dari pemimpin, yaitu:
a. Energi: mempunyai kekuatan mental dan fisik.
b. Stabilitas emosi: seorangpemimpin tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri
sendiri harus cukup besar.
c. Human relationship: mempunyai pengetahuan tentang hubungan manusia.
d. Personal motivation: keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar, dan dapat
memotivasi diri sendiri.
e. Communication skill: mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi.
f. Teaching skill: mempunyai kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan dan
mengembangkan bawahannya.
g. Social skill: mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin kepervayaan
dan kesetiaan bawahannya. Ia harus suka menolong , senang jika bawahannya maj,
peramah serta luwes dalam pergaulan.
h. Technical competent: mempunyai kecakapan menganalisis, merencanakan,
mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan, dan mampu
menyusun konsep.

5
2.7 INTUITIVE LEADER
Intuitive leader adalah pemimpin yang mempergunakan intuisi dalam memimpin dan
menjalankan aktivitas bisnisnya. Intuitive leader dilahirkan atas dasar bakat alami( natural
talent) yang dimiliki semenjak ia masih memulai bisnis dengan sangat sederhana, dan itu
semakin lama semakin berkembang hingga menjadi besar.

Ada beberapa bentuk permasalahan yang dihadapi oleh seorang intuitive leader yang
pada saat kemampuannya telah terbatas dan bakat alami yang dimilikinnya tidak mampu
menjangkau yang diinginkan tersebut. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh brantas
bahwa,” Namun, ketika organisasi menjadi besar, para natural leader in, apabila tidak siap
untuk mengadakan penyesuaian terhadap kemajuan perusahaannya , cenderung gagal
menempatkan keberhasilannya”.

Kegagalan tersebut bukan berarti natural leader tersebut tidak memiliki kompetensi,
namun itu terjadi karena ia tidak mengapresiasi setiap perkembangan yang adad dengan
mengadopsi setiap sisi positif tersebut pada organisasi. Seperti perkembangan IT
(information technology) yang begitu pesat pada era sekarang ini, dan seorang pemimpin
bisnis dituntut untuk memahami perkembangan IT tersebut.

Dalam artian perkembangan IT harus dilihat sebagai suatu keharusan untuk diterapkan
bukan dilihat sebagai sisi pengeluaran biaya yang tidak efisien. Memang harus diakui IT
memiliki dampak negatif pada saat diterapkan jika melihat dari segi perspektif biaya.
Namun dari segi efektivitas adalah sangat membantu untuk mempercepat pengerjaan
banyak pekerjaan, yaitu terutama membantu mewujudkan konsep kerja manajemen
modern.

Mengenai pemimpin intuitive leader perlu dipahami tentang sifat-sifat yang dimiliki
oleh mereka tersebut. Allen mendeskripsikan tujuh sifat dari kepemimpinan intuitif ini,
yaitu:

a. Mengedepankan kepentingan sendiri


b. Membuat semua keputusan secara sendirian
c. Lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan atau solusi-solusi teknis
d. Lebih suka memberi tahu dari pada mendengarkan
e. Menjalankan organisasi sesuai dengan selera pribadi
f. Memonopoli ganjaran
g. Mengontrol dengan cara melakukan inspeksi.
Dengan sifat seperti itu maka memungkinkan timbulnnya kegagalan dalam bisnis,
khususnnya pada era modern sekarang ini. Oleh karena itulah Allen mengajukan usulan
yang sangat bermanfaat agar para pemimpin yang berbasiskan intuisi tersebut melakukan
transformasi menjadi kepemimpinan- manajemen ( management leadership), dengan tujuh
karakteristik :
1. Mengedepankan kepentingan kelompok
2. Pembuatan keputusan dalam sebuah tim
3. fokus kepada tugas manajerial ( bukan teknikal )

6
4. Komunikatif
5. Menjalankan organisasi sesuai dengan kerja dan tujuan yang hendak dicapai
6. Setiap prestasi diberi ganjaran
7. Mengontrol dengan cara memberikan eksepsi

Kualitas kepemimpinan akan terlihat pada era modern sekarang pada saat seorang
pemimpin menerapkan konsep profesionalisme dalam kepimimpinan. Profesionalisme
merupakan bentuk sikap yang dilahirkan dari hasil keinnginan mewujudkan suatu hasil
kerja yang dilandaskan atas sikap yang menjunjung nilai-nilai manajemen modern .Nilai
manajemen modern diantarannya meletakkan pondasi pada sisi layak tidak layak untuk
dilaksanakan, serta dimilikinnya acuan atau standar justifikasi diputuskan layak dan tidak
layak tersebut. justifikasi tersebut misalnnya terkandung dalam suatu atau AD/ART suatu
organisasi, disamping aturan- aturan umum lainnya yang bersifat mengikat dan tidak
mengikat.

2.8 NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN


Menurut brantas, kepemimpinan tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang di miliki
pemimpin seperti diungkapkan oleh Guth dan Taguiri (dalam salusu, 2000), yaitu:
a. Teoritik, yaitu nilai- nilai yang berhubungan dengan usaha mencari kebenaran dan
pembenaran yang rasional.
b. Ekonomis, yaitu yang tertarik pada aspek- aspek kehidupan yang penuh keindahan,
menikmati setiap peristiwa untuk kepentingan sendiri.
c. Sosial, menaruh belas kasihan pada orang lain, simpati, tidak mementingkan diri
sendiri.
d. Politis, berorientasi pada kekuasaan dan melihat kompetesi sebagai faktor yang sangat
vital dalam kehidupannya.
e. Religius, selalu menghubungkan setiap aktivitas dengan kekuasaan sang pencipta.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh pemimpin dari kelima tersebut pada prinsipnnya bisa
bertambah lebih banyak lagi dari pada itu, namun secara umum dapat disebut hanya
kelima saja. Seperti kita dapat menambahkan beberapa lagi yang bisa kita jadikan bahan
renungan dalam melihat nilai-nilai pemimpin, yaitu:

1. Sikap bijaksana. Sikap bijaksana ini menyangkut dengan kemampuan dalam


pengambilan keputusan yang tidak berat sebelah, namun keputusan yang diambil
adalah memikirkan banyak segi dan seimbang (balance)
2. Kesetiakawanan yang tinggi. Nilai kesetiakawanan yang tinggi menunjukkan pemimpin

tersebut memiliki loyalitas tinggi pada sesama rekan kerja bahkan para karyawannya.

2.9 PEMIMPIN DAN POWER


para pemimpin dalam menjalankan dan melaksankan rencana yang diinginkan
menerapkan power ( kekuasaan) yang dimilki dengan tujuan agar tercapai dan berjalannya

7
pekerjaan sesuai dengan rencana. Kekuasaan ( power) adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain. Bagi pimpinan penggunaan power dalam setiap rencana kerja
yang dijalankan adalah sesuatu yang positif , asal power tersebut dilakukan dengan
mengikuti batas-batas yang dibenarkan dalam dunia kerja. Misalnnya seorang manajer di
suatu perusahaan memiliki hak untuk memutasi seorang karyawan dari posisinnya, atau
mempromosikan seorang karyawan untuk menempati posisi strategis. Dan menjadi
kewajiban bagi pihak karyawan untuk memperlihatkan kemampuan dalam bekerja keras
serta kedisiplinan tinggi agar pimpinan tertarik untuk menempatkannya di posisi- posisi
strategis.

Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu memprediksi kondisi yang akan
terjadi di kemudian hari, serta mempergunakan power yang dimiliki untuk melindungi
perusahaan dari berbagai kondisi yang akan terjadi di kemudian hari. Seperti menghindari
timbulnnya penurunan penjualan, mempertahankan karyawan yang memiliki potensi serta
mampu memberi jaminan tingkat kesejahteraan kepada pada karyawan, termasuk
tentunnya mendongkrak tingkat penjualan, dan berbagai kebijakan lainnya.

Dalam ruang lingkup organisasi, biasannya terdapat lima jenis kekuasaan yaitu :
a. Kekuasaan sah, ( legitimate power ) adalah kekuasaan yang diperoleh melalui hierarki
organisasi; kekuasaan sah adalah kekuasaan yang diberikan kepada individu yang
memegang jabatan tertentu seperti yang didefinisikan oleh organisasi.
b. Kekuasaan balas jasa( reward power) adalah kekuasaan untuk atau menunda balas
jasa, seperti peningkatan gaji, bonus, rekoimendasi promosi, pujian, pengakuan,
penugasan kerja yang menarik.
c. Kekuasaan paksaan (coercive power) adalah kekuasaan untuk memaksakan
kepatuhan dengan memakai ancaman psikologis, emosional, atau fisik.
d. Kekuasaan referen (referent power) adalah kekuasaan abstark. kekuasaan i ni
didasarkan pada persamaan, peniruan, kesetiaan, atau karisma.
e. Kekuasaan ahli ( expert power) adalah kekuasaan pribadi yang didapatkan seseorang
berbasis informasi atau memiliki keahlian yang dimilikinnya.

2.10 KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU


Dalam mengembangkan dan memajukan suatu organisasi manajer dengan pengaruh
kepemimpinan yang dimilikinya berkewajiban untuk memahami perilaku setiap karyawan
yang berada dilingkungan kerjannya. Karena itu dalam mewujudkan suatu perilaku yang
diinginkan oleh konsep manajemen maka seorang manajer mengharuskan untuk
mempergunakan kekuatannya. Kekuatannya letigimasi, penghargaan, dan koersif adalah
bentu dari kekuatan jabatan yang digunakan manajer untuk mengubah perilaku karyawan
( Richard L. Daft).

8
Secara lebih dalam Richard l. Daft menjelaskan ketiga bentuk kekuatan tersebut, yaitu:

a. Kekuatan legitimasi. Kekuatan yang berasal dari posisi manajemen formal dalam
sebuah organisasi dan otoritas yang diberikan padannya disebut kekuatan legitimasi(
legitimate power).
b. Kekuatan penghargaan. Jenis kekuatan lain adalah kekuatan penghargaan ( reward
power), berasal dari otoritas untuk member penghargaan kepada orang lain.
c. Kekuatan koersif. Kebalikan kekuatan penghargaan kekuatan koersif ( coercive power)
ini mengacu pada otoritas untuk menghukum atau merekomendasikan hukuman.
Dengan ketiga bentuk kekuatan ini maka bagi pihak manajer berusaha untuk
mengelola berbagai perilaku karyawan agar tercapai bentuk ketaatan dalam bekerja.
Ketaatan berarti bahwa pekerja akan mengindahkan pemerintah dan melaksanakan
instruksi. Resistensi berarti bahwa pekerja akan secara segaja berusaha untuk menghindari
pelaksanaan instruksi atau akan mencoba untuk tidak mengindahkan pemerintah.
Menurut Brantas “ agar kelompok kerja berjalan dengan efektif, seseorang harus
melaksanakan dua fungsi utama :
1. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task – related) atau pemecahan
masalah, dan
2. fungsi- fungsi pemeliharaan kelompok (group – maintenance) atau sosial.”

Secara lebih dalam brantas mengatakan, “ Fungsi pertama menyangkut pemberian


saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang
dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar.“
Secara lebih tegas Brantas mengatakan,”... John frech dan Bertram Raven,
mengemukkakan bahwa seorang pemimpin mempengaruhi para bawahannya berdasarkan :

a. Coercive power ( Kekuatan berdasarkan paksaan)


Kekuatan ini didasarkan atas perasaan takut dan ia berlandaskan atas perkiraan pihak
bawahan bahwa ia akan dikenakan hukuman apabila ia tidak menyetujui tindakan-
tindakan dan keyakinan atasan.
b. Reward power (Kekuatan untuk memberikan penghargaan)
Pemimpin dapat memberikan penghargaan- penghargaan kepada bawahan, bila
bawahan melakukan tindakan- tindakan yang sesuai dengan keinginan atasan.
c. Legitimate power ( Kekuatan yang sah)
Kekuatan ini timbul dari posisi supervisor di dalam organisasi bersangkuatan.
d. Expert power ( Kekuatan karena keahlian)
Kekuatan demikian timbul karena seseorang individu memiliki keterampilan tertentu,
pengetahuan atau menerapkan keahliannya dalam bidang itu.

9
e. Kekuatan Referen
Kekuatan demikian didasarkan atas identifikasi seorang pengikut dengan seorang
pemimpin yang sangat dihormati dan terpandang oleh pengikut tersebut.

2.11 HAL-HAL YANG MENYEBABKAN SESEORANG MENJADI PEMIMPIN


Hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin adalah sebagai berikut,
1. Tradisi / warisan : seseorang menjadi pemimpin, karena / warisan keturunan, misalnnya

raja atau ratu Inggris, dan Belanda.


2. Kekuatan pribadi baik karena alasan fisik maupun karena kecakapannya.
3. Pengangkatan atasan : seseorang menjadi pemimpin, karena diangkat oleh pihak
atasannya.
4. Pemilihan : seseorang menjadi pemimpin, karena berdasarkan konsep penerimaan /
acceptance theory anda menjadi pemimpin dan kami akan mentaati instruksi anda.
Dari 4( Empat ) hal yang mendasari seseorang menjadi pemimpin tersebut posisi yang
paling riskan adalah tradisi / warisan. Ini terjadi disebabkan karena kepemimpinan yang
diperoleh bukan karena hasil pengayaan dirinya sendiri namun lebih karena hubungan
darah atau keturunan.

2.12 PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KUALITAS KINERJA


Dalam suatu organisasi fungsi dan peran pemimpin dalam mendorong pembentukan
organisasi yang diharapkan menjadi dominan. Pada era globalisasi kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah yang memiliki nilai kompetensi yang tinggi, dan kompetensi itu bisa
diperoleh jika pemimpin tersebut telah memiliki experience ( pengalaman) dan science.
( ilmu pengetahuan) yang maksimal.

Karyawan adalah salah satu bentuk asset internal yang paling berharga yang dimiliki
perusahaan. Artinya dengan kebijakan dan usaha kuat untuk selalu menjaga dan
mempertahankan karyawan maka diharapkan mampu menghindari faktor-faktor yang
mengakibatkan tidak tercapainnya tujuan organisasi.” Faktor-faktor yang mengakibatkan
tidak tercapainnya tujuan organisasi antara lain: (1) Management overrides or callusion;(2)
internal control cost versus benefits;( Moeller& Witt,1999).

Dari pendapat diatas dapat kita tarik satu pemahaman bahwa seorang pemimpin
memiliki pengaruh besar dalam mendorong peningkatan kinerja para karyawan.
Peningkatan kualitas kinerja bawahan memiliki pengaruh pada peniptaan kualitas kerja
sesuai dengan pengharapan.

10
Lebih jauh seorang pemimpin perlu memahami kepemilikan karakteristik para
karyawannya. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan bawahannya untuk memiliki
kompetensi dalam bekerja. karena dengan kepemilikan kompetensi karyawan tersebut
akan mampu mendorong peningkatan kualitas kinerja keuangan perusahaan.Untuk itu
setiap pemimpin bukan hanya dituntut untuk mampu bekerja secara maksimal namun juga
mengerti dimana permasalahan yang dimiliki oleh setiap karyawan selama ini. Termasuk
permasalahan dalam mengembangkan bakat yang dimiliki oleh seorang
karyawan.Memahami bakat dan keahlian dengan kesesuaian adalah menempatkan
karyawan tersebut sesuai dengan tempat atas diterapkannya konsep “ the right man and the
right place.” Dalam konsep ini menarik jika kita memahami konsep dalam mengelola
organisasi bisnis yang dipegang dan diterapkan oleh Sukamdani Sahid Gitosardjono
seorang pengusaha dengan core bisnis dibidang hotel. Sukadami mengajarkan agar setiap
orang memiliki etos kerja seperti disiplin, kerja keras, dan berprestasi.

2.13 MEMBANGUN BUDAYA KEPEMIMPINAN


Dalam konteks ilmu perilau organisasi modern adalah pembahasan yang sering di
bicarakan yaitu suatu organisasi yang baik adalah dimana organisai tersebut mampu
membangun leadership culture (budaya kepemimpinan) di organisasi tersebut. Dan suatu
organisasi yang dianggap gagal adalah jika tidak adanya leadership culture di organisasi
tersebut.

Budaya kepemimpinan menggambarkan terbangunnya kaderisasi di organisasi


tersebut secara terencana. Artinya pihak pemimpin di organisasi tersebut bersedia penuh
untuk mempercayakan dan mengedepankan sikap yang yakin bahwa para karyawannya
mampu dalam mengambil keputusan tanpa harus menungggu keputusan dari pimpinan.
Sehingga kultus keputusan tidak akan terjadi, dan bentuk manajemen di organisasi tersebut
bisa lebih leading atau datar. Yaitu jika keputusan terlalu bersifat kultus artinya selalu
harus bersumber dari atas dan sangat birokratis maka piramida keputusan akan semakin
tinggi untuk dijangkau.

Beberapa sebab perusahaan mengalami kebangkrutan atau mengalami perlambatan


dalam menjalankan aktivitas bisnisnya disebabkan oleh faktor ketidakberanian mereka
yang berada di level middle management dalam mengambil keputusan bahkan jika
semakin lemah maka di tingkat lower management ini juga bisa terjadi.

Kasus ini berbahaya karena bukan terbangunnya budaya kepemimpinan namun malah
sebaliknya tumbuhnya “budaya ragu-ragu.” Ragu-ragu dalam mengambil keputusan
walaupun SOP (Standar Operasional Prosedur) sudah ada atau lebih jauh ada bagian-
bagian yang tidak lengkap dari SOP namun dibutuhkan interpretasi yang lebih jauh dan
pihak manajer serta karyawan tidak berani mengambil keputusan disebabkan karena takut
menyalahi aturan dan bahkan diperkirakan bisa menimbulkan kerugian pada perusahaan
itu sendiri. Ini adalah suatu masalah, dan jika dibiarkan maka akan merugikan perusahaan
sendiri.

11
Oleh karena itu, jika suatu perusahaan ingin tumbuh menjadi besar maka konsep
pengembangan organisasi adalah bersifat membangun budaya kepemimpinan. Dengan
kata lain kaderisasi akan tumbuh di organisasi tersebut. Dan lebih jauh jika suatu
oraganisasi mampu membangun kader pemimpin maka jika suatu saat karyawan tersebut
keluar dari organisasi tersebut dan ia mendirikan sebuah organisasi baru dan ternyata
organisasi tersebut sukses maka tentunya ia akan selalu mengingat tempat lama ia bekerja
yang telah membangunnya menjadi sukses seperti sekarang ini.

Dampak lain pihak organisasi bisa bermitra dengan organisasi tersebut dan mereka
bisa sama-sama mempertahankan organisasi mereka dari setiap masalah, seperti pada saat
terjadinya krisis moneter atau berbagai krisis ekonomi dan dampak krisis politik lainnya.
Dengan kata lain hubungan yang baik adalah hubungan yang bersifat jangka panjang atau
persahabatan yang baik adalah yang saling mengisi dan saling memberi motivasi.

2.14 HUBUNGAN PEMIMPIN DAN KARYAWAN


Dalam konteks hubungan antara pemimpin dan karyawan/pegawai, sangat
dipengaruhi oleh gaya pemimpin yang dimiliki. Ini disebabkan pemimpin memiliki
kekuasaan dan otoritas lebih dalam usaha membentuk terwujudnya suatu model
manajemen organisasi yang diharapkan. Dari berbagai literatur dalam konteks hubungan
antara pemimpin dan karyawan ada dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu :

a. Pemimpin dengan gaya orientasi tugas (task-oriented), dan


b. Pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-oriented).

Pemimpin dengan gaya kepemimpina yang lebih mengutamakan berorientasi tugas


(task-oriented) adalah cenderung sangat mengejar target penjualan atau pengerjaan project
dengan hasil maksimal, dan menempatkan para karyawan serta seluruh sumber daya yang
dimiliki demi tercapainya target. Pada pemimpin dengan gaya orientasi tugas ini akan
terlihat pada ciri-ciri sebagai berikut,

a. Menghindari sifat suka melalaikan tugas,


b. Mengedepankan profesionalitas hasil kerja sesuai dengan target,
c. Berusaha memberikan kepuasan kepada klien, mitra bisnis, birokrat, konsumen dan
lainnya sesuai dengan permintaan,
d. Menghindari cacat kerja atau produk yang tidak sempurna,
e. Mengedepankan service purna jual kepada para konsumen, klien, dan lainnya,
f. Menjunjung tinggi terwujudnya reputasi perusahaan sesuai dengan amanat visi dan misi
perusahaan, termasuk memberikan kepuasan kepada para pemegang saham.

Adapun pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-oriented), adalah


pemimpin yang memiliki pandangan dan konsep kaderisasi. Konsep kaderisasi tersebut
terlihat dengan cara pemimpin berusaha membesarkan para karyawan yang dianggap
memiliki potensi untuk dididik dan diberi pelatihan kepemimpinan, dengan tujuan pegawai
tersebut suatu saat diharapkan akan mampu memberi pengaruh bagi kemajuan organisasi
serta dapat meningkatkan penjualan perusahaan. Hingga akhirnya pegawai tersebut diberi

12
kesempatan untuk memimpin organisasi secara legatimit. Konsep gaya kepemimpinan
yang berorientasi pada pegawai (employee-oriented) dianggap lebih demokratis.

Secara kenyataan ada beberapa pemimpin yang sulit menerapkan konsep demokrasi
dalam organisasi bisnis yang dimilikinya. Konsep demokrasi artinya kepemimpinan dan
beberapa jabatan strategis boleh dan hanya layak dipimpin oleh mereka yang memiliki
kredibilitas serta reputasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Ukurannya adalah secara
jangka pendek dan jangka panjang, yaitu dengan tetap mengutamakan dua sisi keinginan
organisasi bisnis pada umumnya, yaitu:

a. Profit
b. Keberlanjutan usaha

mengapa profit diutamakan, karena profit mampu memberi kepuasan kepada para
pemegang saham, serta kesejahteraan kepada para karyawan. Kesejahteraan pada
karyawan akan tergambarkan dalam bentuk bonus yang diterima serta berbagai fasilitas
lainnya, tentunya termasuk kenaikan gaji yang lebih dari perusahaan pesaing.

Adapun keberlanjutan usaha menyangkut dengan keyakinan para pihak manajemen


serta investor khususnya, dengan menjadikan organisasi tersebut sebagai tempat yang
menjamin bagi masa depan. Karena pada prinsipnya setiap manusia menginginkan kondisi
yang terjamin dalam menjalani kehidupan termasuk jaminan dalam bekerja.

2.15 SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DALAM BIDANG


KEPEMIMPINAN
Ada beberapa solusi secara umum yang dapat diterapkan dalam menylesaikan
masalah dalam bidang kepemimpinan, yaitu:
a. Membangun dan menghilangkan semangat kemalasan di kalangan para karyawan.
Karena dengan memiliki karyawan yang rajin memungkinkan pimpinan untuk
menggerakkan organisasi mencapai tujuan visi dan misi yang diharapkan.
b. Bagi para pimpinan agar selalu melakukan up grade pada ilmu yang dimiliki. Dengan
tujuan agar perkembangan ilmu yang terjadi di setiap waktu dapat terus diterapkan di
perusahaan. Dan dengan memiliki ilmu yang maksimal memungkinkan bagi pihak
pimpinan perusahaan untuk memiliki wibawa yang tinggi di mata para karyawannya.
c. Pemimpin yang bijaksana adalah pemimpin yang memiliki jiwa temperamen yang
rendah. Seorang pemimpin yang memiliki jiwa temperamen yang tinggi cenderung sulit
untuk bisa memimpin secara baik, karena memimpin suatu organisasi haruslah
dilakukan secara tenang dan sabar.
d. Pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang jauh dari mental korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Bagi pihak perusahaan sangat menjadi penting untuk menempatkan
pemimpin yang memiliki jiwa dan semangat anti pada KKN. Karena jika seorang
pemimpin anti pada KKN diharapkan clean organization akan berhasil diwujudkan.
e. Pemimpin yang dipilih adalah yang memiliki jiwa semangat dan tidak mabuk atau

13
terlalu cinta pada kekuasaan. Pemimpin yang cinta pada kekuasaan cenderung akan
bersikap otoriter dalam memimpin.

2.16 DEFINISI PENGAWASAN


Pengawasan secara umum dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi
mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi
dan misi organisasi. Untuk memahami lebih dalam pengertian dari pengawasan ada
baiknya kita lihat pendapat dari para ahli di bawah ini, yaitu:

a. Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig : Pengawasan adalah tahap proses manajerial

mengenai pemeliharaan kegiatan organisasi dalam batas-batas yang diizinkan yang


diukur dari harapan-harapan. Lebih jauh Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig
mengatakan bahwa, teori pengawasan itu seperti halnya teoriumum lainnya, lebih
banyak merupakan keadaan pikiran (state of mind) daripada gabungan spesifik dan
metode matematis, ilmiah atau teknologis.
b. G.R. Terry : controlling can be defined as the process of determining what is to be
accomplished that is the standard; what is being accomplished, that is the performance
and if necessary applying corrective measure so that performance take place according
to plans, that is, in conformity with the standard (Pengawasan dapat didefinisikan
sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang
dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.)
c. T. Hani Handoko : Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses untuk “menjamin”
bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.
d. Hadibroto mengataan bahwa pengawasan adalah kegiatan penilaian terhadap
organisasi/kegiatan dengan tujuan agar organisasi/kegiatan tersebut melaksanakan
fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuannya yang telah ditetapkan.
e. Brantas : Pengawasan ialah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan
lebih lanjut.

Pengawasan ini berkaitan erat dengan fungsi perencanaan dan kedua fungsi ini merupakan
hal yang saling mengisi, karena :

a. Pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan.


b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana
c. Pelaksanaan rencana akan baik, jika pengawasan dilakukan dengan baik.
d. Tujuan dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah pengawasan atau
penilaian dilakukan (Hasibuan, 2001:241).

2.17 TIPE-TIPE PENGAWASAN

14
Secara konsep pengawasan tersebut memiliki banyak tipe. Menurut T. Hani Handoko
ada tiga tipe pengawasan, yaitu

a. Pengawasan pendahuluan
b. Pengawasan “concurrent,” dan
c. Pengawasan umpan balik.

Untuk memahami secara lebih dalam Hani Handoko menjelaskan bahwa,


“Pengawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau
tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan.” Untuk pengawasan “concurrent” Hani Handoko mengatakan, “ Tipe
pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus
disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatanbisa
dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-check” yang lebih menjamin
ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.” Dan lebih jauh Hani Handoko “Pengawasan
umpan balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu
kegiatan yang telah diselesaikan.”

Kegiatan belum Kegiatan sedang Kegiatan telah


dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan

Feedforward control Concurrent control Feedback control

Ada yang harus diingat dalam memahami tipe pengawasan adalah semua itu sangat
tergantung siapa dan dimana diterapkannya tipe pengawasan tersebut. Karena kesuksesan
suatu tipe pengawasan sangat tergantung kepada siapa yang ditugaskan untuk menjadi
pengawasan dari suatu pekerjaan tersebut. Jika yang bersangkutan memiliki keseriusan
tinggi maka artinya pengawsan itu akan sukses, namun itu juga menjadi sebaliknya.

2.18 PEMIPIN DAN PENGAWASAN Di ORGANISASI


Dalam pelaksanaannya sering seorang pemimpin menemukan tindakan pada bentuk
penolakan terhadap suatu kebijakan yang dijalankan, dan tindakan yang berbentuk
penolakan pada kebijakan tersebut dapat dianggap sebagai sebuah hambatan. Dan lebih
jauh pimpinan harus melihat sebab musabab penolakan itu bisa terjadi, karena jika
dibiarkan tanpa ada penanganan serius maka ini bisa merusak sistem yang ada bahkan bisa
berdampak pada sistem yang lainnya.

15
Untuk mengatasi agar terciptanya pengawasan yang berlangsung secara baik, maka
setiap hambatan dalam bidang pengawsan harus dicarikan solusi. Adapun bentuk solusi
tersebut adalah:

1) Menciptakan hubungan antara tingkat atas dan bawah agar terbentuknya suatu control
yang maksimal sampai dengan tingkat sub sistem. Ini sebagaimana dinyatakan oleh
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig bahwa, “ada saling hubungan (interface)
dengan pengawasan tingkat tinggi di mana tujuan ditentukan. Juga terdapat saling
hubungan dengan pengawasan tingkat rendah dimana pekerjaan dilaksanakan oleh
sistem dan berbagai sub-sistem.”
2) Memahami konsep efektivitas. Konsep efektvitas melihat dari segi waktu dan
sebaliknya pengawasan yang dilakukan melihat pada konsep time schedule, dengan
tujuan agar setiap pengerjaan tugas dapat diselesaikan sesuai dengan target yang
diinginkan. Karena jika suatu pekerjaan selesai di atas target maka artinya terjadi
pemborosan dari segi waktu dan lebih jauh pada biaya (cost), sementara manajer
perusahaan sering mengedepankan persoalan efisiensi.
3) Perusahaan perlu mengembangkan suatu standar acuan kerja yang representative dan
modern. Dengan tujuan setiap pihak yang bekerja di organisasi tersebut harus
mematuhi dan menerapkan standar acuan kerja tersebut, sehingga jika suatu saat ada
teguran, sanksi dan berbagai bentuk penegakan aturan lainnya semua itu telah
bersumber pada standar tersebut, dengan begitu diharapkan kondisi homogen akan
berlangsung secara stabil. Ini sebagaimana dinyatakan oleh Fremont E. Kast dan James

rosenzsweig bahwa, “sistem nilai homogen, penghayatan norma-norma kelompok, dan

pengetahuan serta penerimaan hukum, tentulah akan membawa kepada mawas diri dan

perilaku yang berada dalam batas-batas yang sesuai untuk situasi tertentu.”
4) Menerapkan konsep “the right man and the right place.” Konsep the right man and the
right place artinya menempatkan seseorang sesuai dengan posisinya. Dengan begitu
diharapkan setiap pekerjaan ditangani oleh mereka yang benar-benar mampu untuk
menyelesaikannya.

Dalam konteks pengawasan lebih jauh seorang pemimpin perusahaan bukan hanya
bertugas mengawasi jalannya usaha perusahaan dan karyawannya. Namun ia juga harus
mengawasi dirinya sendiri untuk selalu sesuai dengan konsep. Sehingga ia selalu dapat
memberi contoh tauladan kepada para karyawannya.

Dalam konteks ilmu perilaku organisasi artinya dapat kita pahami jika perilaku dan
sikap pemimpin mempengaruhi terbentuknya pola perilaku organisasi. Dengan kata lain
perilaku organisasi adalah bagian dari cerminan perilaku pimpinan. Pendapat ini sering
menjadi pendapat umum yang berlaku di masyarakat Indonesia.

16
BAB III

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komperehensif tentang
bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan
tugas sesuai dengan perintah. Kepemimpinsn merupakan suatu ilmu yang mengkaji
secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi
orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan. Ilmu
kepemimpinan telah semakin berkembang seiring dengan dianamika perkembangan hidup
manusia.
Pengawasan secara umum dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi
mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi
dan misi organisasi. Salah satu kunci sukses bisnis yang terbesar ada pada pengawasan.
Dan begitu juga salah satu faktor kegagalan dalam bisnis juga ada pada pengawasan.
Sehingga wajar jika ada pepatah yang menyebutkan bahwa pemimpin dan pengawsan
adalah ibarat kail dan ikan, yaitu aplikasi dari kepemimpinan pada pengawasan dan
pengawasan menghasilkan pembentukan kepemimpinan.

3.2 SARAN
Makalah yang menulis tentang Kepemimpinan dan Pengawasan semoga menjadi
bahan kajian pembelajaran di bidang mata pelajaran “Perilaku Organisasi” sehingga
dengan adanya makalah ini, mahasiswa mahasiswi terutama jurusan Akuntansi bisa lebih
menambah wawasannya, semoga pembaca lebih apresiasif dari kandungan kajian
makalah ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen karena beliaulah
yang memberikan tugas ini.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal
ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis perbaiki. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai tambahan
evalusasi untuk kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Irham Fahmi, 2018, Perilaku Organisasi, Bandung : Alfabeta

18

Anda mungkin juga menyukai