Anda di halaman 1dari 2

BAB 4

TRI HITA KARANA (THK) SEBAGAI ETIKA KEPEMIMPINAN


4.1 Kepemimpinan dan Kepengikutan
Kepemimpinan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Artinya, tidak ada
masyarakat maupun komunitas yang tidak memiliki pemimpin. Kemudian dikutip pendapat
Northouse(2013:5) dalam bukunya yang sangat terkenal berjudul ”Leadership”: Theory and
Practice”, yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses di mana individu memengaruhi
sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari
orangnya yang disebut pemimpin.
Bertolak dari gagasan ini kepemimpinan memiliki beberapa ciri yaitu pertama,
kepemimpinan membutuhkan actor yang melakukannya yang disebut pemimpin. Kedua,
kepemimpinan adalah proses sehingga penuh dengan dinamika. Ketiga, kepemimpinan
melibatkan pengaruh , yakni pemimpin kepada orang dana tau kelompok sosial lainnya.
Keempat, gagasan ini berimplikasi bahwa kepemimpinan selalu melibatkan pemimpin dan
pengikut. Dengan kata lain kepemimpinan selalu berkaitan dengan kepengikutan sebagai sesuatu
yang berkomplementer. Kelima, kepemimpinan selalu terjadi di dalam kelompok sosial
organisasi maupun komunitas. Keenam, kepemimpinan melibatkan tujuan yang sama yang ingin
dicapai oleh pemimpin dan pengikutnya dengan berpengaruh pada suatu tata aturan termasuk di
dalamnya etika kepemimpinan. Kebutuhan suatu kelompok sosial akan seorang pemimpin
mengikuti gagasan Vugt dan Shuja (2015:19) berkaitan dengan hakikat manusia sebagai homo
socius. Hidup berkelompok membutuhkan seorang pemimpin untuk menyatukan mereka agar
dapat mencapai tujuan bersama secara baik. Jika hal ini dikaitkan dengan THK maka pemimpin
wajib hukumnya agar tujuan THK, yakni harmoni teologis, sosial, dan ekologis terwujudkan
secara baik bagi pencapaian kebahagiaan.
4.2 THK: Memimpin Diri Sendiri
Pada umumnya berbicara tentang kepemimpinan, pada umumnya lebih terfokus pada
bagaimana seseorang memimpin orang lain. Pemikiran seperti nin perlu disempurkanankan
dengan mengacu kepada bagaimana seseorang memimpin orang lain jika dia tidak mampu
memimpin darinya.. prinsip dasarnya adalah pimpinlah terlebih dahulu dirimu sendiri sebelum
memimpin orang lain. Kemudian keinginan dapat berwujud sesuatu dapat memunculkan
keinginan(kama). Keinginan dapat berwujud sesuatu yang negative dan positif. Keinginan
negative misalnya keinginan akan barang-barang berharga, kekuasaan, pemeliharaan tubuh yang
melewati batas kemampuan yang kita miliki. Jika pikiran dikalahkan oleh keinginan untuk
memiliki sesuatu secara berlebihan maka manusia dapat bertindak secara negatif. Pola ini
berlaku umum pada manusia . Walaupun demikian, implikasinya bagi pemimpin jauh lebih
berbahaya bagi seseorang bukan pemimpin karena pemimpin memiliki kekuasaan. Dengan
kekuasaannya banyak hal yang bisa dilakukannya antara lain pertama, pemimpin memiliki
pengikut yang patuh kepadanya kepemimpinan terikat pada kepengikutan. Kedua, pemimpin
memiliki kekuasaan. Kekuasaan adalah modal untuk memerintahkan orang lain agar bertindak
dengan keinginanya. Ketiga, semakin besar kekuasaan seorang pemimpin maka peluang adanya
penyalahgunaan kekuasaan semakin besar pula. Misalnya korupsi adalah penyalahgunaan
kekuasaan untuk mendapatkan uang atay barang secara instan dengan mengabaikan norma huku,
agama, dan moral demi kepentingan dirinya sendiri. Keempat, pemimpin sering digunakan
sebagai model. Gagasan ini berimplikasi jika dia berprilaku menyimpang karena penyalahgunaan
kekuasaan, maka anak buah akan menirunya manusia adalah makhluk peniru sehingga banyak
perilaku kita adalah hasil peniruan. Dengan demikian kepemimpinan seorang pemimpin atas
dirinya sendiri, mutlak membutuhkan ketaatan terhadap norma agama, etika, hokum, dan etiket.
Seorang pemimpin tidak akan mampu menyuruh anak buahnya taat aturan, jika dia sendiri tidak
yang memberikan model, yakni taat pada berbagai tata aturan yang ada. Kesemuanya ini tidak
terlepas dari kewajiban manusia untuk mengendalikan tubuh dan panca indranya menggunakan
akal budi dan hati nurani.
4.3 Cara Mengendalikan Pikiran dan Panca Indra
Tindakan manusia bersumberkan pada pikiran dan perasaan yang berasal dari panca indra
menikmati sesuatu yang ada di sekitarnya. Gagasan ini berimplikasi jika seorang pemimpin ingin
menjadi orang berbudi pekerti luhur maka dia wajib bertindak dan ngulurin indria. Ungkapan ini
bermakna panca indria adalah keinginan atau kama. Secara singkat, menjadi pemimpin yang
baik dan benar tidak cukup hanya mengandalkan diri pada kepemilikan ilmu modal-modal
simbolik berbentuk gelar-gelar kesarjanaanya tetapi harus pula memiliki modal pengetahuan
lainnya. Dengan cara ini seseorang akan memiliki rasa malu, rasa takut, rasa salah, dan rasa dosa
sebagai tindakannya. Pasti akan diketahui oleh orang lain manusia cepat atau lambat
tindakannnya pasti akan diketahui oleh orang lain manusia tidak mungkin menutupi kesalahan.
Rasa salah muncul karena seseorang paham akan hokum, etika atau etiket.

Anda mungkin juga menyukai