Anda di halaman 1dari 54

LKM I.

BAKTERI DAN ALGA BERSIMBIOSIS DENGAN TANAMAN


LEGUMINOSEAE, CYCAS RUMPII, DAN AZOLLA PINATA
1. TUJUAN PRAKTIKUM:
1. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan bersimbiosis tanaman leguminoseae,
cycas rumpii, dan azolla pinata
2. Mahasiswa dapat mengenal Rhizobium sp sebagai salah satu jenis bakteri yang
hidup pada akar Leguminosae
3. Mengenal Cyanophyceae ditijau dari tempat hidupnya, bentuk dan struktur
tubuh, klasifikasinya.
2. LANDASAN TEORI:
Rhizobium merupakan bakteri yang dapat bersimbiosis dengan
tanaman kacang-kacangan (leguminosa) sehingga menghasilkan bintil akar yang
dapat mengikat nitrogen bebas (Young dan Haukkan, 1996). Kemudian Bakteri yang
mampu mengikat N2 bebas adalah genus Rhizobium, tetapi hanya dapat hidup jika
bersimbiosis dengan tanaman dari suku Leguminoceae. Bakteri Rhizobium merupakan
mikroba tanah yang mampu mengikat nitrogen bebas di udara menjadi ammonia (NH3)
yang akan diubah menjadi asam amino yang selanjutnya menjadi senyawa nitrogen yang
diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang.Adapun klasifikasi dari bakteri
Rhizobium menurut Yuwono (2011 yaitu Kingdom: Bakteria , Filum: Protobakteria,
Kelas: Alpha Protobakteria, Ordo: Rhizobiales, Family: Rhizobiaceae, Genus
Rhizobium, Species: Rhizobium sp.
Akar beberapa jenis pakis haji dapat diinfeksi oleh sejenis Cyanobacteria,
Anabaena cycadaea, Gloeocapsa sp dan Chorooccus sp, yang pada gilirannya
menguntungkan kedua pihak (simbiosis mutualis). Akar yang terinfeksi akan
membentuk semacam bintil-bintil yang berisi jasad renik tersebut. Bakteri ini
berperan dalam sintesis makanan pada tumbuhan pakis haji. Habitat dari
Gloeocapsa sp banyak ditemukan diperairan- perairan air tawar yang sedikit
tercemar seperti air got dan biasanya bersimbiosis pada akar tanaman pakis haji..
Kemudian Blue-green algae merupakan organisme yang selain menghasilkan
oksigen melalui fotosintesis juga dapat menambat N2 dari udara dan
mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman. Blue-green algae dapat
ditemukan di areal padi sawah dan habitat perairan (Roger, 1992). Blue-green algae
merupakan organisme prokariot, dengan tipe sel gram negatif, dan fotoautotrof
(Nagarkan, 2002). Azolla pinnata merupakan paku air yang bersimbiosis dengan
Anabaena azollae yang mampu memfiksasi N dari atmosfer (Khan, 1988), dan
Anabaena cicadae yang juga bersimbiosis dengan Cycas rumpii. Azolla lebih
dikenal sebagai sumber nitrogendan unsur hara lainnya(Suryatmana dkk.2007).
Adapun klasifikasi dari Anabaena cicadae dan Anabaena azollae yaitu:
Divisio : Cyanophyta Filum : Cyanobacteria
Classis : Cyanophyceae Classis : Cyanophyceae
Ordo : Hormogenales Ordo : Nostocales
Familia : Nostocaleae Familia : Curculionoidea
Genus : Anabaena Genus : Anabaena
Species : Anabaena Species :Anabaena
cicadae azollae
ALAT DAN BAHAN
1. Mikroskop, gelas objek, gelas penutup
2. Bintil akar Leguminosae
3. Aquades, kertas, dll
4. Pipet Tetes
5. Air Kolam, air sawah, Kerokan pot
6. Permukaan bawah daun Azolla pinnata
7. Irisan melintang akar Cycas rumphii
8. Permukaan bawah talus Anthoceros sp

3. LANGKAH KERJA
 Langkah kerja praktikum bakteri Rhizobium
1. Ambil nodule dari akar Leguminosae.
2. Letakkan pada gelas objek, kemudian ditindih dengan gelas objek yang lain sampai
nodul tersebut hancur.
3. Tambahkan aquades satu sampai dua tetes kemudian ditutup dengan gelas penutup
dan diamati dibawah mikroskop.
4. Gambarlah bentuk bakteri yang Nampak, serta buat klasifikasinya
5. Jawablah pertanyaan- pertanyaan berikut pada buku pekerjaan
 Langkah kerja praktikum Cyanophyta
1. Buat preparat dari bahan tersebut di atas.
2. Amati satu per satu dibawah mikroskop.
3. Gambar hasil pengamatan
4. Tuliskan ciri-ciri dari jenis-jenis Cyanophyta yang ditemukan.
5. HASIL PENGAMATAN

NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN

1 Kingdom: Bakteria
Filum: Protobakteria
Kelas: Alpha Protobakteria
Ordo: Rhizobiales
Family: Rhizobiaceae
Genus Rhizobium
Species: Rhizobium sp.

2 Divisio : Cyanophyta
Classis : Cyanophyceae
Ordo : Hormogenales
Familia : Nostocaleae
Genus : Anabaena
Specie:Anabaena cicadae
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN

3 Fillum: Cyanobacteria
Classis: Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Familia: Curculionoidea
Genus: Anabaena
Species:Anabaena azollae

NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN


NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
6. DAFTAR PUSTAKA
Aditia, lasinrang.2013. Taksonomi Tumbuhan Rendah (Schizophyta). Makalah dalam:
Laporan Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 10 Desember.
Sari, Ramdana.2015. Rhizobium: Pemanfaatannya Sebagai Bakteri Penambat Nitrogen.
Info Teknis Eboni. Vol 12 no 1: 51-64.

LKM II. KERAGAMAN CYANOPHYTA, CHLOROPHYTA MIKROSKOPIS,


DAN DIATOMAE PADA AIR LAUT, AIR SAWAH, AIR KOLAM, DAN AIR
SUNGAI
1.TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui keragaman cyanophyta,
chlorophyta mikroskopis, dan diatomae pada air laut, air sawah, air kolam, dan air
sungai
2. LANDASAN TEORI:
Chlorophyta merupakan kelompok organisme yang besar dan beragam,
terutama terdiri dari spesies yang hidup di air tawar, walaupun sebagian
ditemukan dalam air laut. (kebiru-biruan) dan fikosantin (kecoklatan) dan
fikoeritrin (kemerah-merahan). Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan
cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorofil dan menjadi hijau
gelap. Chlorophyta terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang-
benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang
menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup dalam air tawar, merupakan
suatu penyusun plankton atau sebagai bentos. Yang bersel besar ada yang hidup di air
laut, terutama dekat pantai . ada jenis-jenis Chlorophyta yang hidup pada tanah-anah yang
basah, bahkan ada di antaranya yang tahan akan kekeringan. Chlorophyta banyak hidup di
perairan tawar, laut, dan tempat-tempat lembab, bahkan banyak yang membentuk
simbiosis dengan tumbuhan lain (Lichenes). Yang hidup di perairan sebagai fitoplankton,
penting artinya dalam perikanan. Bangsa Chlorococcales (Protococcales).
Chlorococcales hidup sebagai plankton dalam air tawar, kadang-kadang juga pada kulit
pohon-pohon dan tembok-tembok yang basah . Pada Chlorococcales hidup dimulai sejak
organisme tadi berupa zoo atau aplanospora. Bentuk koloni yang spesifik untuk tiap-tiap
jenis ini segera terbentuk setelah spora keluar dari sel induknya, bahkan ada yang selagi
spora masih dalam sel induknya. Dalam bangsa ini contohnya suku Chlorococcum
humicale. Kemudian bangsa Cladophorales sel-selnya berinti banyak, kloroplas berbentuk
jala dengan pirenoid-pironeid, membentuk koloni berupa benang-benang yang bercabang
menjadi suatu berkas, hidup dalam air tawar yang mengalir atau dalam air laut, dan
biasanya berkas benang-benang itu melekat pada suatu substrat. Dalam bangsa
Cladophorales termasuk suku Cladophoraceae, contohnya Cladophira glomerata dan
Cladophora dichotoma. Bangsa Chaetophorales sel-selnya mempunyai satu inti dan
kebanyakan juga satu kloroplas. Organisme ini talusnya heterotrik, artinya mempunyai
pangkal dan ujung yang berbeda, terdiri atas benang-benang yang merayap, bercabang,
dan bersifat pseudoparenkimatik, tumbuh mendatar pada substratnya dan bagian atasnya
yang bercabang-abang dan berguna sebagai alat reproduksi. Kemudian yang tergolong
dalam bangsa ini antara lain: suku Chaetophoraceae, contohnya Stigeoclonium lubricum,
Stigeoclonium tenue, hidup dalam air tawar. Bangsa Oedogoniales hidup di air tawar, sel-
selnya mempunyai 1 inti dan kloroplas berbentuk jala. Koloni berbentuk benang.
Perkembang biakan vegetatif dengan pembentukan zoospore; ujungnya yang bebas dari
klorofil mempunyai banyak bulu cambuk yang tersusun dalam suatu karangan. Dari satu
sel vegetatif hanya keluar 1 zoospora saja. Perkembangan generative dengan oogami. Sel
vegetatif pada suatu koloni dapat lalu membesar merupakan suatu oogonium. Bangsa
Oedogoniales hanya meliputi satu suku saja , yaitu Oedogoniaceae, contoh-contohnya
Oedogoniales hanya meliputi satu suku saja, yaitu Oedogoniaceae , contoh-contohnya
Oedogonium ciliatum, dan Oedogonium concatenatum. Bangsa Siphonales
(Chlorosiphonales). Dari siphonales (Chlorosiphonalaes) bentuknya bermacam-macam,
kebanyakan hidup dalam air laut. Talusnya tidak mempunyai dinding pemisah yang
melintang , sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang mengandung
banyak inti dan kloroplas. Hanya alat-alat berkembang biak saja yang terpisah oleh suatu
dinding (sekat).
Kemudian Cyanophyta dibedakan dalam 3 bangsa yaitu bangsa Chroococcales
dengan suku Chroococcaceae yang terdapat jenis-jenis Chroococcus turgidus, dan
Gloeocapsa sanguinea. Lalu yang kedua terdapat bangsa Chamaesiphonales dengan suku
Chamaesiphonaceae contohnya Chamaesiphon confervicolus. Bangsa yang ketiga yaitu
bangsa Hormogonales dengan suku Oscillatoriaceae, di dalamnya termasuk marga
Oscillatoria, Suku Rivulariaceae dengan marga Rivularia, Suku Nostacacae antara lain
meliput marga Nostoc dan Anabaena.
Diatomeae adalah kelompok alga yang unik dengan dinding sel
yang terbentuk dari silikon dioksida. Diatomeae dibagi dalam dua bangsa, yaitu
Centrales dan Pennales. Diatomeae hidup di air tawar maupun dalam air laut, tetapi juga di
atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau membentuk koloni. Organisme ini biasa
digunakan sebagai pakan dalam budidaya. Divisi crysophyta untuk kelas
bacillariophyceae atau diatom paling mendominasi dan beragam. Diatom menjadi
indikator biologi yang telah diketahui secara umum baik untuk mengetahui tingkat
pencemaran yang terjadi pada suatu badan air. Pertumbuhan dan perkembangbiakan
diatom sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas senyawa kimia yang terlarut
dalam air. Perubahan kandungan atau komposisi senyawa kimia yang masuk ke dalam
suatu perairan merupakan faktor penting dalam mempelajari perkembangan komunitas
diatom. Peran diatom sebagai produsen dalam rantai makanan yakni penghasil
bahan organik dan oksigen. Keanekaragaman mikroalga divisi Chlorophyta di sungai
Kelingi dalam kategori stabilitas komunitas biota sedang, dan kualitas perairan
tercemar sedang.

3. ALAT DAN BAHAN:


1.Mikroskop, gelas objek, dan gelas penutup
2. Pipet tetes
3. Air kolam, air sawah, kerokan pot.
4. Ganggang hijau yang hidup di laut
5. Gelas kimia
4. LANGKAH KERJA:
 Langkah kerja praktikum kelas Chlorophyta
1. Buatlah preparat dari air kolam, air sawah, dan bahan-bahan lain yang tersedia.
2. Amati satu persatu bahan tersebut di bawah mikroskop dan perhatikan bentuk
selnya, bentuk kloroplas dengan pirenoidnya. Untuk yang berbentuk lembaran,
buatlah penampang melintang dan amatilah lembaran tadi terdiri dari beberapa
lapis sel dan amati letak kloroplasnya.
3. Buatlah identifikasi dari seluruh Chlorophyta yang diamati
4. Tulislah tanda-tanda dari bahan yang diidentifikasi

5. HASIL PENGAMATAN:
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN

NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN


NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
6. DAFTAR PUSTAKA:
Astika, Diah. 2013. Studi Pendahuluan Mengenai Keanekaragaman Mikroalga di Pusat
Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas. Prosiding Semirata FMIPA
Universitas Lampung. Halaman: 91-95.
Adi, Suroso. 1992.Pengantar Cryptogamae. Bandung. Tarsito
Tjitrisoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press
Harmoko, Putro dkk. 2018. Keanekaragaman Mikroalga Chlorophyta Di Sungai Kelinci
Kota Lubu Klinggau Sumatera Selatan. Jurnal Pro-Life Volume 5 Nomor 3:666-674.

Junda,Muhammad. 2013. Identifikasi Perifiton Sebagai Penentu Kualitas Air Pada


Tambak Ikan Nila. Jurnal Bionature, Volume 14, Nomor 1: hlm.16-24
Nirmalasari, Ridha. 2018. Analisis Kualitas Air Sungai Sebangau Pelabuhan Kereng
Bengkiray Berdasarkan Keanekaragaman Dan Komposisi Fitoplankton. Jurnal Ilmu
Alam dan Lingkungan 9 (17) (2018) 48 - 58

LKM III. KERAGAMAN ALGA MAKROSKOPIS (CHLOROPHYTA,


PHAEOPHYTA, RHODOPHYTA DAN CHRYSOPHYTA)

1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui keragaman alga


makroskopis (chlorophyta, phaeophyta, rhodophyta dan chrysophyta).
1. LANDASAN TEORI:
Makroalga merupakan tanaman tingkat rendah yang tumbuh melekat atau
menancap pada substrat tertentu seperti pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda
keras lainnya. Selain benda mati, makroalga juga dapat melekat pada tumbuhan lain
secara epifitik. Pertumbuhan makroalga yang tergantung pada substrat mendapat
pengaruh langsung dari sedimentasi (Litaay 2014). Klasifikasi Chlorophyta terdiri 2 ke
las yaitu Chlorophyta dan Charophyceae. Akan tetapi ada pula yang memisahkan
Charophyceae dan dimsukkan dalam divisi tersendiri yaitu Charophyta. Smith membagi
Chlorophyta menjadi 12 bangsa dan Charophyceae menjadi 1 bangsa. Kemudian dalam
kelas Chlorophyceae terdapat bangsa Chloroccales (Protococcales) dengan suku
Hydrodictyaceae contoh Pediastrum bonganum dan suku Chlorococcaceae contoh
Chlorococcum humicale. Bangsa Ulotrichales, dalam bangsa ini termasuk antara lain
suku Ulotrichaceae contohnya Ulothrix zonata, dan suku Ulvaceae yang termasuk di
dalamnya yaitu Ulva lactuca, dan Enteromorpha intestinalis. Bangsa Cladophorales
termasuk pada suku Cladophoraceae contohnya Cladophora glomerata dan
Cladophora dichotoma. Bangsa Chaetophorales yang tergolong dalam bangsa ini
antara lain Suku Chaetopphoraceae contohnya Stigeoclonium lubricum, Stigeoclonium
tenue, Suku Coleochaetaceae contohnya Coleochaeta scutata, Coleochaete pulvinata ,
dan Suku Trentepohliaceae contohnya Trentepohlia aurea. Bangsa Oedogoniales hanya
meliputi satu suku saja yaitu Oedogoniaceae contoh-contohnya Oedogonium
concatenatum dan Oedogonium ciliatum, dan dari Bangsa Siphonales
(Chlorosiphonales) dapat disebut beberapa jenis, antara lain: Protosiphon botryoides
suku Protosiphonaceae, Halicystis ovalis suku Halicystidaceae, Caulerpa prolifera
suku Caulerpaceae, Vaucheria sessilis suku Vaucheriaceae, dan Acetabularia
wettsleinii.
Kemudian klasifikasi Phaeophyceae terbagi atas 3 anak kelas, yaitu Isogeneratae
yaitu alga coklat yang bentuk pergiliran turunan gametofit dan sporofitnya adalah sama
contoh Ectocarpus. Kemudian kelas yang kedua yaitu heterogeneratae yaitu alga coklat
yang bentuk pergiliran turunan gametofitnya berukuran kecil, sedangkan sporofitnya
berukuran besar contoh Laminaria. Kelas yang ketiga yaitu Cycloporae yaitu alga
coklat yang bentuk vegetativenya yang dominan adalah fase sporofitnya/generasi
diploid, dan tidak memiliki bentuk vegetative yang haploid. Beberapa genus yang
penting dari bangsa Fucales yaitu Fucus dengan thallus pipih , percabangan dikotom
menyerupai lumut hati dengan kandung udara di bagian pertulangannya, berwarna
coklat terang. Kemudian kelas sargassum yaitu thalusnya menyerupai tumbuhan
kormus, ada yang menyerupai bagian batang serupa daun (phylloid), dan memiliki
rhizoid untuk melekatkan diri pada substrat. Kelas yang terakhir yaitu turbinaria yaitu
keistimewaannya adalah phylloidnya serupa turbin.

Kemudian klasifikasi Rhodophyta mencakup satu kelas saja yaitu


Rhodophyceae, dan anak kelasnya: Florideae yang umumnya mengandung bahan agar-
agar (floridean starch). Kemudian Rhodophyra terbagi beberapa bangsa/ordo: yaitu
bangsa Gelidiales, bangsa Nemastomiales/Gigartinales, Cryptonemiales, Ceramiales,
dan Rhodymeniales. Pada Chrysophyta terdapat dua kelas yaitu Bacillariophyceae dan
Xanthophycecae.Ganggang ini hidup dalam air tawar dan merupakan suatu penjelmaan
Heterochloridales. Diatomeae dibagi dalam dua bangsa yaitu Centrales dan Pennales.

Perbedaan jumlah spesies makroalga disebabkan oleh faktor musim, substrat


dan kondisi lingkungan. Substrat merupakan tempat tumbuh dan menempelnya
makroalga. Substrat berupa pasir dan pecahan karang mati di stasiun penelitian
mempengaruhi tingginya jumlah spesies alga hijau seperti Halimeda, Caulerpa, dan
Udotea (Sinyo dan Somadayo 2013, Sukiman et al. 2014, Pulukadang et al. 2013).
Pengaruh lingkungan seperti substrat, gerakan air, suhu, salinitas, pasang surut,
cahaya, pH, nutrien dan kualitas air akan menimbulkan kerusakan bahkan kepunahan
jenis (Atmadja et al. 1996). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam mengatur proses metabolisme dan penyebaran organisme. Kebanyakan
organisme laut seperti makroalga mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembang biak
dalam kisaran suhu yang sempit dari kisaran total antara 0-40 OC (Nybakken 1992).
Indeks nilai penting digunakan untuk mengetahui dominasi suatu jenis dalam
komunitas. Kondisi hidrologis tersebut memberikan kesempatan yang baik bagi
kehidupan makroalga. Selain itu, tipe substrat batuan karang sangat cocok untuk
pertumbuhan makroalga. Struktur komunitas merupakan sejenis data kuantitatif
yang menunjukkan bahwa suatu komunitas makhluk hidup (organisme) memliki
tingkat keragaman tertentu. Keragaman ini dipengaruhi oleh karena dalam sebuah
komunitas memiliki jumlah yang berbeda dari tiap jenis (spesies) dan individu dari
masing-masing jenis tersebut.
3. ALAT DAN BAHAN:
1.Mikroskop, gelas objek, dan gelas penutup
2. Pipet tetes
3. Air kolam, air sawah, kerokan pot.
4. Ganggang hijau yang hidup di laut
5. Gelas kimia
6. Kaca pembesar
7. Petridish
8. Pinset
9. Awetan berbagai jenis Rhodophyta

4. LANGKAH KERJA:
 Langkah kerja praktikum kelas Chlorophyta
1. Buatlah preparat dari air kolam, air sawah, dan bahan-bahan lain yang tersedia.
2. Amati satu persatu bahan tersebut di bawah mikroskop dan perhatikan bentuk
selnya, bentuk kloroplas dengan pirenoidnya. Untuk yang berbentuk lembaran,
buatlah penampang melintang dan amatilah lembaran tadi terdiri dari beberapa
lapis sel dan amati letak kloroplasnya.
3. Buatlah identifikasi dari seluruh Chlorophyta yang diamati
4. Tulislah tanda-tanda dari bahan yang diidentifikasi
 Langkah kerja praktikum kelas Phaeophyta & Rhodophyta
1. Ambil bahan yang telah disediakan dan amati sau persatu
2. Amati bentuk thallus, adanya filoid, gelembung udara, reseptakel, serta
dimanakah letak masing-masing bagian tersebut
3. Tulislah sifat dan ciri dari bahan yang diamati
4. Buat identifikasi disertai dengan klasifikasinya.
 Langkah kerja praktikum Chrysophyta
1.

2. HASIL PENGAMATAN:
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN

3. DAFTAR PUSTAKA:
Dwimayasanti, Rany.2015.Komunitas Makroalga di Perairan Tayando-Tam, Maluku
Tenggara Community of Macroalgae in Tayando-Tam Waters, Southeast Maluku.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2018 3(1): 39-48
Kasim,Ma’ruf.2018.Studi Kepadatan dan Keanekaragaman Makroalga pada Terumbu
Karang Buatan dari Sampah Plastik di Perairan Desa Tanjung Tiram Kecamatan
Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan,
3(2): 93-103
Adi, Suroso. 1992.Pengantar Cryptogamae. Bandung. Tarsito
Tjitrisoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press
Ayhuan, Hendrik. 2017. Analisis Struktur Komunitas Makroalga Ekonomis Penting di
Perairan Intertidal Manokwari, Papua Barat. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan
Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 19-38
Bunga, Ulya.2015. Struktur Komunitas Makroalgae di Kawasan Pesisir Pantai
Cigebang Kecamatan Cidaun, Cianjur, Jawa Barat. Makalah dalam : Laporan
Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti dan
Desa Karangwangi Cianjur, Jawa Barat 10 – 17 Mei

LKM IV. KERAGAMAN JAMUR MIKROSKOPIS ZYGOMYCOTA


1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1.Mahasiswa dapat mengetahui keragaman jamur
mikroskopis zygomycota.
2. LANDASAN TEORI:
Jamur berperan sebagai dekomposer dalam rantai ekologi dan hidup
sebagai parasit, saprofit dan juga simbion. Jamur yang berfungsi sebagai dekomposer
dengan menguraikan tumbuhan dan juga hewan yang telah mati. Setelah jamur
menguraikan hewan dan tumbuhan yang telah mati yaitu salah satunya zygomycota.
Zygomycota terdiri dari dua kelas yaitu Trichomycetes dan Zygomycetes.
Kelas Trichomycetes adalah terdapat sebagai simbion di dalam usus, atau di
sekitar anal dari arthopoda, termasuk serangga dan larvanya, fungi tersebut menempel
pada sel inang melalui sebuah pegangan seluler atau nonseluler. Selain dari tiga
faktor lingkungan yakni (pH, suhu dan kelembaban), intensitas cahaya juga
mempengaruhi pertumbuhan jamur makro. Bangsa ini mencakup beberapa suku,
antara lain: suku Mucoraceae. Kebanyakan hidup sebagai saprofit pada sisa tumbuhan
dan hewan, jarang sekali hidup sebagai parasite.
Kemudian yang paling umum dari suku ini adalah Mucor mucedo, terdapat
pada kotoran hewan, roti, dan lain-lain. Mucor mucedo berumah dua. Oleh sebab itu,
pembiakkan generatif hanya akan terjadi jika dua hifa yang berlainan jenis kelaminnya
berjumpa dan bersatu. Pada peristiwa ini dua ujung hifa bersentuhan, masing-masing
lalu membentuk suatu sekat dan terjadilah gametangium yang sama bentuknya.
Kemudian Mucor javanicus yang terdapat dalam ragi tape dengan mengubah tepung
menjadi gula, Chlamydomucor oryzae, Rhizopus oryzae, Rhizopus nigricans, dan
beberapa spesies Rhizopus lainnya terdapat pada ragi tape. Kemudian terdapat suku
Endogonaceae dengan contoh sukunya Endogone pisiformis. Lalu terdapat suku
Entomophthoraceae dan juga Empusa muscae dengan contoh Entomophthora
sphaerosperma. Golongan filogeni Myxochytridiales (Archimycetes), yang sangat
sederhana dan boleh jadi berasal dari Flagellatae atau Myxomycetes. Kemudian
Chytridiales yang diikuti oleh Monoblepharidales dan Zygomycetales. Biasanya jamur
untuk pertumbuhannya membutuhkan intensitas cahaya yang rendah. Intensitas
cahaya yang tinggi akan menghambat pertumbuhan jamur karena akan menghambat
pembentukan struktur reproduksinya.
3. ALAT DAN BAHAN:
1. Mikroskop beserta kaca obyeknya
2. Berbagai jamur
3. Jarum pentul
4. Gelas kimia
5. Aquades
6. Kaca pembesar
4. LANGKAH KERJA:
1. Ambil jamur yang terdapat pada tempe,roti, atau pada kulit buah jeruk yang telah
membusuh. Amati di bawah mikroskop. Catat sifat dan ciri yang Nampak , dan
perhatikan dengan seksama.
a. Hifa
b. Rhizoid
c. Sporangiofor
d. Sporangium
e. Columella
Cari identifikasi serta klasifikasinya pada buku sumber
2. Ambil ragi/tape singkong/ ketan yang telah masak. Amati dibawah mikroskop.
Catat sifat dan ciri yang Nampak. Perhatikan tunas yang dibentuk . Cari identifikasi
serta klasifikasi pada buku sumber.
3. Ambil jamur paying yang telah disediakan. Amati dengan seksama dan bla perlu
gunakan lup. Catat sifat dan ciri-ciri yang Nampak, dan perhatikan:
a. Stipe (tangkai)
b. Pileus (payung)
c. Anullus (cincin)
d. Gill (papan/lamella yang tersusun radial)

5. HASIL PENGAMATAN:
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN

6. DAFTAR PUSTAKA:
Noverita,dkk.2019.Keanekaragaman dan Potensi Jamur Makro di Kawasan Suaka
Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling(SMBRBB) Provinsi Riau, Sumatera. Jurnal
Pro-Life Volume 6 Nomor 1: 26-45
Tjitrisoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press
Utomo, Budi.2012. Keanekaragaman Jamur Makroskopis di Hutan Pendidikan
Universitas Sumatera Utara Desa Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera
Utara.Vol(1):176-182
Suciatmih,dkk. 2008. Keanekaragaman dan Daya Degradasi Selulosa Jamur Tanah di
Hutan Bekas Terbakar Wanariset-Semboja Kalimantan Timur. Berita Biologi 9(2):169-
173
Rahmadani, Ayu.2019.Karakteristik Jamur Makroskopis di Stasiun Penelitian Soraya
Kawasan Ekosistem Leuser Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi
Fungi[skripsi].Banda Aceh (ID): Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

LKM V. KERAGAMAN JAMUR MAKROSKOPIS ASKOMYCOTA DAN


BASIDIOMYCOTA
1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui jamur makroskopis
askomycota dan Basidiomycota.
2. LANDASAN TEORI:
Keanekaragaman adalah kekayaan dan kemerataan. Kekayaan spesies adalah
jumlah spesies dari beberapa area dalam beberapa komunitas. Distribusi antara
spesies disebut dengan kemerataan spesies atau ekuibilitas spesies. Kemerataan
menjadi maksimum bila semua spesies mempunyai jumlah individu sehingga terjadi
keanekaragaman spesies atau diversitas spesies. Spora jamur dapat tumbuh dan
berkembang menjadi miselium, hingga membentuk tubuh buah yang besar pada
kelompok cendawan. Sementara pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh faktor substrat,
kelembapan, suhu, derajat keasaman substrat (pH).
Ascomycota merupakan Eumycotina yang memiliki hifa bersekat dan dengan
melakukan perkembangan generatif membentuk askus, dan pada fase vegetatif serupa
benang hifa/miselium. Kemudian jenis-jenis Ascomycota yang makroskopis yaitu
Morchella esculenta, Peziza vesiculosa dan Peziza aurantia. Ascomycota dibagi dalam
dua bagian yaitu Protoascomycetes dan Euascomycetes. Pada Protoascomycetes
digolongkan adalah jenis-jenis Ascomycetes yang dijadikan satu bangsa, yaitu: Bangsa
Endomycetales yang terdapat beberapa suku diantaranya Dipodascaceae contohnya
Dipodascus albidus. Kemudia bangsa yang kedua yaitu Endomycetaceae contohnya
yaitu Eremascus fertilis, Eremascus magmasii. Kemudian terdapat suku
Saccharomyceraceae yang penting yaitu Saccharomyces ellipsoideus, S. luac, S.
cerevisiae, Schizosaccharomyces. Kemudian terdapat bangsa Perisporiales yang
terdapat suku Erysiphaceae dan suku Perisporiaceae. Lalu terdapat bangsa Plectascales
yang terdapat suku Gymnoascaceae, suku Aspergillaceae. Kemudian terdapat bangsa
Pyrenomycetales dengan suku Hypocreaceae, bangsa Discomycetales, bangsa
Tuberales, bangsa Exoascales, bangsa Laboulbeniales.
Menurut Suhardiman (1995) Ordo Polyporales dari Kelas Basidiomycetes
merupakan kelompok jamur yang memiliki banyak spesies dan sering ditemukan
karena jamur ini tumbuh pada substrat serasah maupun kayu di hutan, serta
mampu beadaptasi pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk
pertumbuhanya. Kelas Basidiomycota ditemukan paling banyak dari Ordo Polyporales
serta divisi Ascomycota ditemukan dari ordo Pezizales. Kemudian pada bangsa
Hymenomycetales yang dibedakan dalam dua anak bangsa, yaitu Aphyllophorales, dan
Agaricales. Anak bangsa Aphyllophorales dibagi menjadi beberapa suku yaitu suku
Exobasidiaceae contohnya Exobasidium vexans, suku Corticiaceae dengan contoh
Corticium salmonicolor, suku Thelephoraceae dengan contoh Thelephora laciniata,
suku Clavariaceae dengan contoh Clavaria botrytis, suku Hydnaceae contoh Hydnum,
suku Polyporaceae contoh G. pseudoferreum, dan Polyporus giganteus. Kemudian
pada anak bangsa Agaricales dengan suku Agaricaceae contoh Volvariella volvacea,
Oudemansiella canarii, Agaricus melleus, Amanita phalloides, Cantharellus cibarius,
Psalliota campestris, lalu terdapat suku Boletaceae contohnya yaitu Boletus luteus,
Boletus granulatus, Boletus edulis. Kemudian bangsa Gasteromycetales dengan suku
Phallaceae contohnya Dictyophora indusiata, lalu suku Lycoperdaceae contoh suku
Lycoperdon pretense. Kemudian bangsa Tremellales contohnya Tremella lutescens, dan
juga bangsa Auriculariales dengan suku Auricularia polytricha dan A. auricular-judae.
Kemudian terdapat bangsa Uredinales dengan klasifikasi dibedakan dalam beberapa
suku yaitu antara lain suku Puccinia ceae contoh Puccinia sorghi, Puccinia thwaltesii,
Hemileia vastatrix, Gymnosporangium clavariaeforme, Phragmidium rubi-idaei.
Kemudian terdapat suku Ustilaginales yang terdapat suku Ustilaginaceae, dan suku
Tilletiaceae.
Jamur banyak ditemukan pada pohon mati dan sersah di sekitar DAS (Daerah
Aliran Sungai) yang memiliki kelembaban tanah yang tinggi serta Intensitas cahaya
yang rendah. Kemudian Divisi Ascomycota didapat 2 jenis dari ordo Peziales
(Gyromitra infula dan Cookeina sulcipes). Dari data penelitian kali ini terlihat bahwa
jenis dari divisi Basidiomycota lebih banyak dari pada Ascomycota hal ini juga
didukung oleh pernyataan Dwidjoseputro (1978) yang menyatakan bahwa jamur
Makroskopis kebanyakan dari Basidiomycota. pendapat Dwidjoseputro (1976) yang
menyatakan bahwa jamur yang termasuk jamur makroskopis adalah sebagian besar
divisi Basiodiomycota dan sebagian kecil dari divisi Ascomycota. Menurut
Gunawan (2001) jamur makroskopis merupakan cendawan sejati yang
ukurannya relatif besar (makroskopik), dapat dilihat dengan kasat mata, dapat
dipegang atau dipetik dengan tangan, dan bentuknya mencolok. Jamur makroskopis
mempunyai bentuk tubuh buah seperti payung, struktur reproduksinya berbentuk bilah
(gills) yang terletak pada permukaan bawah dari payung atau tudung (Sinaga, 2005).
Menurut Campbell (1998: 579), jamur dari divisio ini memiliki jumlah sekitar
25.000 spesies. Nama dari divisio ini diambil dari bentuk diploid yang terjadi pada
siklus hidupnya, yaitu basidium. Basidiomycota hidup sebagai dekomposer pada kayu
atau bagian lain tumbuhan. Basiodiomycota memiliki tubuh buah (basidiokarp) yang
besar sehingga mudah untuk diamati. Bentuk jamur ini ada yang seperti payung,
kuping, dan setengah lingkaran. Tubuh buah Basidiomycota terdiri atas tudung
(pileus), bilah (lamella), dan tangkai (stipe). Data dan literatur tentang jamur
makroskopis umumnya adalah tentang jamur makroskopis di daerah beriklim
subtropis yang memiliki warna,bentuk, ukuran, dan spesies yang berbeda
dengan jamur makroskopis di daerah beriklim tropis. . Nilai indeks dominansi
juga menunjukkan, komunitas jamur makroskopis mampu tumbuh baik dan
beradaptasi dengan kondisi linkungan yang ada. Odum (1993), menyatakan bahwa
semakin tinggi nilai indeks dominansi (C>1) suatu komunitas dalam satu
kawasan tertentu, menunjukkan bahwa komunitas yang ada hanya didominasi
oleh satu jenis. Begitu juga sebaliknya semakin rendah nilai indeks dominansi (C<1)
suatu komunitas, menunjukkan bahwa komunitas yang ada didominasi oleh lebih dari
satu jenis.
7. ALAT DAN BAHAN:
7. Mikroskop beserta kaca obyeknya
8. Berbagai jamur
9. Jarum pentul
10. Gelas kimia
11. Aquades
12. Kaca pembesar
8. LANGKAH KERJA:
4. Ambil jamur yang terdapat pada tempe,roti, atau pada kulit buah jeruk yang telah
membusuh. Amati di bawah mikroskop. Catat sifat dan ciri yang Nampak , dan
perhatikan dengan seksama.
f. Hifa
g. Rhizoid
h. Sporangiofor
i. Sporangium
j. Columella
Cari identifikasi serta klasifikasinya pada buku sumber
5. Ambil ragi/tape singkong/ ketan yang telah masak. Amati dibawah mikroskop.
Catat sifat dan ciri yang Nampak. Perhatikan tunas yang dibentuk . Cari identifikasi
serta klasifikasi pada buku sumber.
6. Ambil jamur paying yang telah disediakan. Amati dengan seksama dan bla perlu
gunakan lup. Catat sifat dan ciri-ciri yang Nampak, dan perhatikan:
e. Stipe (tangkai)
f. Pileus (payung)
g. Anullus (cincin)
h. Gill (papan/lamella yang tersusun radial)

3. HASIL PENGAMATAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
4. DAFTAR PUSTAKA:
Solle,Hartini.2017. Keanekaragaman Jamur di Cagar Alam Gunung Mutis Kabupaten
Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Biota Vol. 2 (3): 105-110, Oktober 2017
Purwanto, Bimo,dkk.2017. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Cagar Alam
Nusakambangan Timur Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Proceeding Biology
Education Conference. Vol 14(1): 79 – 82
Adi, Suroso. 1992.Pengantar Cryptogamae. Bandung. Tarsito
Tjitrisoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press
Syafrizal, Saptiansyah. 2014. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Hutan Adat Kantuk dan
Implementasinya Dalam Pembuatan Flipbook. Jurnal Penelitian. Halaman 3-14
Hanna, Priskila.2018.Keanekaragaman Jenis Jamur Makroskopis di Kawasan Hutan
Sekunder Areal IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam Lestari Kabupaten Mempawah.Jurnal
Hutan Lestari.Vol 6 (3):569-582

LKM VI. KERAGAMAN LICHENES

1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang keragaman


lichenes.
2. LANDASAN TEORI:
Lichenes merupakan bioindikator lingkungan, semakin banyaknya Lichenes di
suatu wilayah maka dapat dikatakan tingkat polusinya rendah dan sebaliknya jika
semakin sedikit Lichenes di suatu wilayah maka daerah tersebut tingkat polusinya
tinggi. Komunitas lichenes juga sangat di pengaruhi oleh kondisi iklim mikro pada
suatu wilayah.
Lichenes diklasifikasikan dalam dua kelas yaitu Ascolichenes dan
Basidiolichenes. Alih fungsi lahan dari hutan alami menjadi hutan produksi
merupakan salah satu penyebab adanya perubahan iklim mikro. yaitu Thelotremaceae,
dan Porinaceae. Ordo Peltigerales terdiri dari 3 famili yaitu Pannariaceae,
Peltigeraceae, dan Lobariaceae. Ordo Arthoniales hanya terdiri dari 1 famili yaitu
Roccellaceae. Ordo Pleosporales hanya terdiri dari 1 famili yaitu Arthopyreniaceae.
Ordo Pertusiales hanya terdiri dari 1 famili yaitu Pertusariaceae. Ordo Teloschitales
hanya terdiri dari 1 famili yaitu Physciaceae. Ordo Lecanorales memiliki 7 famili,
merupakan ordo yang paling banyak di temukan pada penelitian ini.Famili yang
paling banyak di temukan dari Ordo Lecanorales adalah famili Parmeliaceae yang
memiliki 9 spesies. Faktor yang menyebabkan famili Parmeliaceae banyak ditemukan,
antara lain karena Parmeliaceae merupakan famili dari divisi Lecanoramycetes yang
memiliki jumlah spesies terbesar (Anonim, 2013).
Pertumbuhan dan perkembangan talus lichenes pada suatu wilayah tidak
hanya di tentukan oleh faktor kelembaban udara. Oleh karena itu, keanekaragaman
lichenes di hutan campuran lebih besar di banding keanekaragaman di hutan kopi.
Struktur habitat hutan campuran yang lebih kompleks di bandingkan dengan habitat
lainnya juga mempengaruhi keanekaragaman lichenes di hutan campuran lebih tinggi
di banding pada hutan kopi. Hutan campuran yang memiliki variasi komposisi
tumbuhan lebih mendukung keanekaragaman jenis lichenes seperti pohon aren,
bambu, sembir, tanen, wuru kembang, dan wuru tinggi (Nugroho, 2012) di
bandingkan dengan hutan kopi yang memiliki tanaman homogen. Setiap spesies
lichenes pada masing-masing stasiun memiliki nilai prsentase penutupan dibawah 70%.
Indeks keanekaragaman (H`) pada spesies yang ditemukan di Kawasan Hutan Pinus
Kragila termasuk dalam kriteria indeks keanekaragaman H`
< 1 yang menunjukan keanekaragaman sedikit/rendah.

3. ALAT DAN BAHAN:


4. LANGKAH KERJA:
5. HASIL PENGAMATAN:
6. DAFTAR PUSTAKA:
Mutiara, Senjha,dkk. 2013. Keanekaragaman Jenis Lichenes Epifit Pada Hutan Kopi
dan Hutan Campuran di Nglimut Gonoharjo Kendal. Jurnal Biologi.Vol 2 (2):27-36
Ivara, Listha.2017. Keanekaragaman Lichenes di Kawasan Hutan Pinus Kragilan
Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah [Publikasi Ilmiah]. Surakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fithri,Safiratul.2017. Keanekaragaman Lichenes di Brayeun Kecamatan Leupung Aceh
BESAR Sebagai Referensi Mata Kuliah Mikologi [Skripsi]. Banda Aceh (ID):
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
LKM VII. KERAGAMAN BRYOPHYTA

1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang keragaman


bryophyta.
2. Mengenal beberapa sifat dan ciri lumut yang
termasuk lumut hati,lumut tanduk, dan lumut daun
2. LANDASAN TEORI:
Tumbuhan lumut (Bryophyta) adalah kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan
tinggi. Jumlah tumbuhan lumut kurang lebih terdapat 18.000 jenis yang tersebar di
seluruh dunia dan merupakan kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga.
Indonesia sendiri memiliki keanekaragaman tumbuhan lumut sebanyak 1.500 jenis.
Adapun mengenai banyak sedikitnya spesies lumut dalam jumlah yang berbeda di
setiap titik penelitian adalah dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia. Identifikasi data
yang diperoleh dari lokasi penelitian Air Terjun Peucari Bueng Jantho ditemukan
sebanyak 15 spesies dari 9 famili yang berbeda, yaitu, Marchantia geminata,
Marchantia treubii, Dumortiera hirsuta, Hyophila apiculata, Barbula indica, Hyophila
javanica, Fissidens dubius, Fissidens atroviridis, Etropothecium falciforme,
Isopteryhium minutirameum, Catagonium nitens, Philonotis hastata, Hamalothecium
lutescens, Thuidium kiesense, dan Anthoceros agrestis. Penyebaran dan kelimpahan
vegetasi tumbuhan lumut antara satu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda
karena dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik.Faktor biotik merupakan faktor
organisme hidup disekitar lumut yang secara langsung mempengaruhi keadaan maupun
perkembangannya.
Klasifikasi Bryophyta dari masa ke masa mengalami perkembangan Eichler
(1883) membagi Bryophyta kedalam dua kelompok, yaitu Hepaticeae, dan Musci.
Selanjutnya Engler (1892) membagi masing-masing kelas tersebut ke dalam 3
ordo/bangsa yaitu Bryophyta dibagi dua kelas yaitu Hepaticeae atau Lumut hati dan
Musci atau Lumut Daun. Pada kelas Hepaticeae/ Lumut Hati terdapat 3 ordo yaitu
Marchantiales, Jungermaniales, dan Anthocerotales. Kemudian pada ordo Musci/
Lumut atau Lumut Daun terdapat 3 ordo yaitu Sphagnales, Andreales, dan Bryales.
Sistem klasifikasi tersebut , tampaknya masih dikembangkan terus. Misalnya, Howe
(1899) mengangkat ordo Anthocerotales menjadi status kelas, sehingga Bryophyta
terbagi atas atas tiga kelas: Hepaticae, Anthocerotes, dan Musci. Pembagian system
ini banyak didukung oleh ahli-ahli lainnya, seperti Campbell (1918,1941),
Smith(1938,1955), Takhtajan (1953) dan Schuster (1958). Tetapi mereka mengganti
istilah Anthocerotes menjadi Anthocerotae. Pembagian Bryophyta dengan divisi
Bryophyta dibagi menjadi 3 kelas yang pertama Hepaticeae (Hepatopytae), meliputi
4 bangsa/ordo: Spyrocarpales,Marcantiales, Jungermaniales,dan Calobryales.
Kemudian kelas yang kedua Anthocerotae(Anthocerophytae) dibagi menjadi 1
bangsa/ordo yaitu Anthocerotales. Kemudian kelas yang 3 yaitu Musci
(Bryophytae), Bryopsida. Smith membaginya menjadi 3 kelas yaitu Sphagnidae
meliputi 1 bangsa yaitu Sphagnales, Andreaeidae meliputi 1 bangsa yaitu
Andreaeales. Kemudian ciri-cirinya kapsul sporogonium terbelah dan tak memiliki
gigi peristom serta kaliptranya massive, Bryidae meliputi 15 bangsa.
Adapun faktor biotik yang hidup disekitar lumut antara lain: bentuk kehidupan
tumbuhan lumut, daya adaptasi yang berbeda terhadap kondisi habitatnya, serta
beberapa tumbuhan jati yang cukup rimbun dapat menghalangi masuknya cahaya
matahari kepermukaan tanah. Faktor abiotik yang mempengaruhi tumbuhan lumut
antara lain: suhu, kelembaban, intensitas cahaya matahari yang terhalang oleh daun
pepohonan jati. Hal tersebut disebabkan lumut mampu hidup tanpa memerlukan syarat
hidup yang cukup tinggi, sehingga lumut dapat berkembang baik di daerah
manapun, apalagi di daerah hutan. Lumut yang ditemukan dilokasi penelitian
umumnya tumbuh pada subtrat berupa akar, batuan, tanah, kayu mati / lapuk, batang
pohon, dan daun. Berdasarkan substrat pertumbuhannya maka dapat diketahui
prosentase keanekaragaman jenis lumut pada masing-masing substrat (Gambar 2)
sebagai berikut: pada substrat berupa akar pohon dan daun masing-masing tercatat 3%
(2 jenis); kayu lapuk 9% (7 jenis), kayu mati 10% (8 jenis), batu 14% (11 jenis),
tanah 18% (14 jenis), serta batang pohon 60% (46 jenis). Kemudian Tingginya
keanekaragaman jenis lumut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung,
seperti rapatnya pepohonan di lokasi penelitian dengan kanopi lebar dan saling
tumpang tindih yang membuat lingkungan menjadi teduh dan sejuk. Disamping itu
banyaknya serasah yang ditemukan di lantai hutannya dan didukung oleh kanopi
pohon yang rapat menjadi lingkungannya menjadi lembab.

3. ALAT DAN BAHAN:


1. Mikroskop stereo
2. Petridish
3. Kaca pembesar
4. Contoh-contoh lumut yang tersedia
4. LANGKAH KERJA:
1.Ambil bahan-bahan yang telah disediakan
2.Gambarlah bentuk umum dari tiap jenis bahan yang tersedia
3.Tulislah sifat dan ciriyang dapat anda amati dengan lengkap
4.Tulislah kedudukan dari masing-masing jenis lumut tersebut di dalam sistimatika
tumbuhan.
5. HASIL PENGAMATAN:

NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN


NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
6. DAFTAR PUSTAKA:

Kusuma, Tiara. 2016. Keanekaragaman Hayati Tanaman Lumut (Bryophyta) di Hutan


Sekitar Waduk Kedung Brubus Kecamatan Pilang Keceng Kabupaten Madiun. Jurnal
Florea.Vol 3(1):46-55
Adi, Suroso. 1992.Pengantar Cryptogamae. Bandung. Tarsito
Tjitrisoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press

Raihan, Cut,dkk.2018. Keanekaragam Tumbuhan Lumut(Bryophyta) di Air Terjun


Peucari Bueng Jantho Kabupaten Aceh Bear. Prosiding Seminar Nasional Biotik.
Halaman 439-451
W, Hasmiati.2018. Potensi Keragaman Bryophyta di Kabupaten Enrekang sebagai
Sumber Belajar di SMA. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya.
Halaman 257-262
Florentina, Indah.2016.Lumut Sejati di Hutan Alam Pameungpeuk Taman Nasional
Gunung Halimun Salak Jawa Barat.Berita Biologi. Vol 16 (2):137-150

LKM VIII. KERAGAMAN PTERIDOPHYTA

1. TUJUAN PRAKTIKUM: 1. Mahasiswa dapat mengetahui keragaman


pteridophyta.
2. LANDASAN TEORI:
Tumbuhan paku (Pteridophyta) hidup di daerah yang lembab (hygrofit) baik
epifit (menempel di pohon, kayu, batu) maupun terestrial (tanah).
Keanekaragaman tumbuhan paku memiliki keterkaitan dengan faktor
ketinggian dan faktor-faktor abiotik lainnya seperti suhu, pH, kelembaban,
dan intensitas cahaya. Tumbuhan paku dapat hidup di tempat yang lembab,
pada umumnya jumlah jenis tumbuhan paku di daerah pegunungan lebih
banyak dari pada di dataran rendah, hal ini disebabkan karena adanya
kelembaban yang tinggi, banyaknya aliran air, adanya kabut, bahkan
banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jenisnya. Selain perbedaan
ketinggian ada juga perbedaan variasi pohon pada ketiga lokasi tersebut,
sehingga dengan adanya variasi pohon juga akan mempengaruhi faktor abiotik
yang pada akhirnya mempengaruhi keberagaman tumbuhan paku.
Dalam menghitung INP dan Indeks Keanekaragaman. Indeks nilai penting dari
masing-masing jenis tumbuhan paku dihitung hanya dari nilai frekuensi relativ dan
kerapatan relativnya. Persamaan untuk indeks nilai penting yaitu:
INP = FR + KR
Keterangan:
INP = Indeks Nilai Penting
FR = Frekuensi Relatif
KR = Kerapatan Relatif
Kerapatan =

Kerapatan Relatif = x100%

Frekuensi =

Frekuensi Relatif= x 100% Persamaan untuk Indeks


Keanekaragaman tumbuhan paku yaitu:

Ĥ= ln

Keterangan:
s = jumlah jenis
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = jumlah individu semua jenis
Semakin besar nilai Ĥ menunjukkan semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu
komunitas tumbuhan dalam sebuah ekosistem tersebut. Besarnya nilai
keanekaragaman jenis Shannon
didefinisikan sebagai berikut:

1. Ĥ > 3 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi pada suatu kawasan.


2. 1 ≤ Ĥ ≤ 3 menunjukkan keanekaragaman
jenis yang sedang pada suatu kawasan.
Ĥ < 1 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah pada suatu kawasan.
Keanekaragaman jenis menunjukkan seluruh variasi yang terdapat pada
makhluk hidup antar jenis (interspesies) dalam satu marga. Jenis tumbuhan paku yang
dapat ditemukan di semua lokasi pengamatan pada Ekosistem hutan hujan tropika pegunungan
tinggi antara lain, Aspleniumaethiopicum, Selaginella sp., Pteridium aquilinum dan Belvisia sp.
Jenis tumbuhan paku yang diperolah pada ekosistem sub alpin adalah hanya dijumpai
satu jenis tumbuhan paku dengan jumlah yang melimpah, Pteridium aquilinum.
Menurut Bachri (2012), pada zona sub alpin, jalur pendakian didominasi oleh batuan
dan vegetasi savana, tidak terdapat lagi pohon, dan vegetasi yang ada hanya semak
seperti cantigi dan edelweis sehingga kondisi iklim mikro berbeda dengan zona
hutan pegunungan atas. Kondisi ini membuat tumbuhan paku harus memiliki strategi
bertahan hidup sesuai dengan lingkungannya. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa
Pteridium aquilinum merupakan satu-satunya jenis tumbuhan paku yang mampu
bertahan hidup pada ketinggian dan lingkungan tersebut. Keanekaragaman jenis
tumbuhan paku dapat dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman jenis (H’). Nilai
H’ yang diperoleh dari masing-masing titik pengamatan dapat terlihat bahwa semakin
tinggi lokasi pengamatan maka keanekaragaman jenisnya semakin rendah. Nilai H’
masing masing adalah 3,2096 (sedang), 2,6984 (sedang), 2,609 (sedang), dan 1,15449
(rendah) (Gambar 1.).MenurutMagurran (1988), keanekaragaman jenis sedang yaitu
ketika hasil indeks antara 1,5-3,5dan keanekaragaman rendah ketika hasil indeks
kurang dari 1,5.

3. ALAT DAN BAHAN:


1. Mikroskop sterio
2. Kaca pembesar
3. Petridish
4. Tumbuhan Paku
4. LANGKAH KERJA:
1. Ambil beberapa jenis tumbuhan paku yang telah disediakan antara lain :
a. Lycopodium sp.
b. Selaginella sp.
c. Equisetum sp.
d. Platycerium bifurcatum
e. Oamunda sp.
f. Lygodium sp.
g. Gleichenia sp.
h. Nephrolepis sp.
i. Asplenium sp.
j. Adiatum sp.
k. Marsilea sp.
l. Salvinia sp.
2. Gambar bentuk umum dan bagian-bagiannya. Perhatikan bentuk dan letak soros
dengan mengamati menggunakan kaca pembesar atau mikroskop sterio.
3. Tulis kedudukannya dalam sistimatika tumbuhan.
5. HASIL PENGAMATAN:

NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN


NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
NO KLASIFIKASI GAMBAR KETERANGAN
6. DAFTAR PUSTAKA:
Kamal, Samsul.2018. Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pterydophyta) Berdasarkan
Ketinggian di Kawasan Ekosistem Danau Aneuk Laot Kota Sabang.Prosiding Seminar
Nasional Biotik. Halaman 452-459
Adi, Suroso. 1992.Pengantar Cryptogamae. Bandung. Tarsito
Yuliastuti,Erni.2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku-Pakuan ( Pteridophyta)
di Desa Bemban KawasanHutan Lindung Gunung Ambawang Kecamatan Kubu
Kabupaten Kubu Raya. Halaman 198-205
Kusuma, Fitri.2017. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Jalur
Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah. Jurnal
Biologi. Vol 6 (2): 1-6

Anda mungkin juga menyukai