Anda di halaman 1dari 10

KARYA ILMIAH

“DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF KAWASAN


INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN”

DISUSUN OLEH :

IMANUEL SIMARE-MARE
KLS XI TR3

MATA PELAJARAN : B.INDONESIA


GURU B.STUDI: DINA MANURUNG, S.Pd

SMKS YAPIM TARUNA BAGAN BATU


BAGAN SINEMBAH
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “DAMPAK POSITIF DAN
NEGATIF KAWASAN INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN”.
Sebagaimana kita tahu, perkembangan teknologi yang begitu pesat sudah terjadi saat ini.
Tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan hidup. Dalam karya ilmiah ini penulis
mencoba mengulas sedikit tentang masalah teknologi dan lingkungan tersebut.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.Terima kasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bagan Batu, Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
2. Tujuan Penulisan ............................................................................. ........ 1
3. Metode Penulisan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN MASALAH


1. Gambaran Kehidupan Perkotaan Saat Ini ................................................. 2
2. Dampak Positif Kawasan Industri .......................................... .................. 2
3. Dampak Negatif Kawasan Industri ........................................................... 4

BAB III KESIMPULAN .................................................................................................... 6


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini pembangunan masyarakat perkotaan dihadapkan pada dimensi pasar yang
tiada lain untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini sangat ironis
mengingat problem sosial masyarakat Indonesia dihadapkan pada situasi tingginya angka
pengangguran maupun tingkat kemiskinan. Praktek perpindahan masyarakat desa ke kota
atau dikenal dengan istilah urbanisasi telah menyebabkan situasi perkotaan semakin padat
penduduk. Tentu dengan adanya realitas problem sosial tersebut dengan sendirinya akan
memiliki dampak ekologis yang sangat signifikan. Dampak ekologis sebagaimana dimaksud
hadir dalam bentuk pencemaran udara dan air akibat aktivitas industri, kebisingan lalu lintas
kendaraan bermotor, kepadatan penduduk, rendahnya sistem sanitasi.
Keadaan tersebut jelas menyebabkan hubungan masyarakat perkotaan dengan
lingkungannya menjadi tidak harmonis. Menyadari ketidakharmonisan tersebut dan
mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha-usaha untuk
menata dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Problematika tersebut sangat mendasar
mengingat bahwa secara konstitusional hak atas lingkungan yang bersih dan sehat dijamin
oleh negara sebagaimana termaktub di dalam Pasal 28 H UUD 1945 yang berbunyi, "Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".
Ketika terjadi Revolusi Indusri di Inggris, banyak pabrik-pabrik yang mulai
dibangun di dalam kawasan perkotaan Kerajaan Inggris. Pabrik pabrik ini selain
menghasilkan barang-barang kebutuhan, juga menimbulkan efek negatif berupa
polusi udara dalam jumlah yang sangat besar karena penggunaan mesin uap tanpa
menggunakan penyaring untuk pembuangan udara hasil pembakaran.
Polusi udara yang terjadi diperparah dengan keberadaan perumahan di
wilayah perkotaan yang tidak mengindahkan hubungan antara bangunan dengan
lingkungan. Bangunan yang ada, umumnya memiliki jarak antar-bangunan yang
sangat sempit. Bahkan ada bangunan yang tembok keduanya berhimpitan sehingga
tak ada ruang terbuka di antara kedua bangunan tersebut. Selain tidak ada ruang
terbuka diantara bangunan-bangunan, wilayah perkotaan di Inggris pada awal
Revolusi Industri tidak banyak terdapat pepohonan rindang untuk menyerap polusi
udara yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik.
Begitu parahnya polusi udara yang terjadi hingga salah satu spesies kupu-
kupu di wilayah Inggris hampir punah keberadaanya karena habitat mereka
tercemar oleh polusi yang disebabkan oleh begitu banyaknya asap dari pabrik-
pabrik. Selain masalah polusi udara tersebut di atas, kondisi masyarakat
perkotaan juga terganggu karena pengaruh kurangnya tempat rekreasi di dalam
kawasan permukiman. Dengan kesibukan kerja yang tinggi (sebagai akibat dari
Revolusi Industri) dan kurangnya kegiatan rekreatif menyebabkan mundurnya
kualitas hidup masyarakat. Kemunduran kualitas hidup berkibat pada menurunnya
hasil kerja dari masyarakat tersebut.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kawasan industry terhadap
lingkungan sekitar kawasan.

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah melalui pengamatan langsung di kawasan
industri dan melalui media internet

BAB II
PEMBAHASAN

1. Gambaran Kehidupan Perkotaan Saat Ini


Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup pelik untuk diatasi.
Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek,termasuk aspek
lingkungan. Perkembangan kota membutuhkan ruang sebagai tempat hidup penduduk dengan
aktivitasnya. Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan ruang. Karena
ruang tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan, yang cenderung
menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau. Pada saat ini hanya
1,2% lahan di dunia merupakan kawasan perkotaan, namun coverage spasial dan densitas kota-kota
diperkirakan akan terus meningkat di masa yang akan datang. PBB telah melakukan estimasi dan
menyatakan bahwa pada tahun 2025, sekitar 60% populasi dunia akan tinggal di kota-kota.
Pada saat ini telah diakui bahwa iklim perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
iklim kawasan di sekitarnya yang masih memiliki unsur-unsur alami cukup banyak. Perubahan unsur-
unsur lingkungan dari yang alami menjadi unsur buatan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik
iklim mikro. Berbagai aktivitas manusia di perkotaan, seperti kegiatan industri dan transportasi,
mengubah komposisi atmosfer yang berdampak pada perubahan komponen siklus air, siklus karbon dan
perubahan ekosistem.
Selain itu, polusi udara di perkotaan menyebabkan perubahan visibilitas dan daya serap atmosfer
terhadap radiasi matahari. Radiasi matahari itu sendiri merupakan salah satu faktor utama yang
menentukan karakteristik iklim di suatu daerah. Perubahan-perubahan tersebut sangat penting untuk
menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan dan perencanaan kota. Namun di sisi lain, pemahaman
mengenai urbanisasi dan dampaknya pada sistem iklim-bumi belum lengkap. Dan dalam sistem
perencanaan pembangunan perkotaan di Indonesia, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis,
dimana diasumsikan tidak ada interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan guna lahan.
Data-data iklim lebih sering dipergunakan sebagai data yang mendukung pernyataan kesesuian lahan
dan lokasi bagi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk pengembangan kawasan
pertanian. Namun dalam perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia, hampir tidak
pernah dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi
yang sangat besar terhadap sistem iklim.

2. Dampak Positif Kawasan Industri


Kawasan industri adalah suatu zona / wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kegiatan
industri. Di dalam zona perindustrian tersebut, terdapat industri yang sifatnya individual (yang berdiri
sendiri) dan industri – industri yang sifatnya mengelompok dalam kawasan industri (Industrial Estate).
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2005 sudah terdapat 203 kawasan industry yang tersebar di berbagai
wilayah Indonesia dengan luas + 67.000 Ha. Dari jumlah tersebut baru beroperasi 64 kawasan dengan
total area + 20.000 Ha, dan ratarata tingkat pemanfaatan + 44% yang di dalamnya terdapat + 60.000
industri. Pemerintah sendiri telah banyak mengeluarkan kebijakan – kebijakan untuk mendorong
terciptanya Kawasan Industri di berbagai daerah – daerah untuk menarik para investor asing untuk
menanamkan modalnya di kawasanperindustrian yang sudah ada. Salah satu kebijakan pemerintah
adalah dengan strategi pengembagan FTZ (Free Trade Zone) atau SEZ (Special Economic Zone).
Dimana kebijakan ini diberlakukan di suatu kawasan Industri berupa pemberian fasilitas dan insentif
fiskal yang amat menarik dan bersifat khusus sehingga investor dapat tertarik untuk membuka pabriknya
pada kawasan industri tersebut. Selain itu usaha pemerintah yang lain untuk pengembangan kawasan
Industri adalah dengan pembangunan kelengkapan infrastruktur yang menunjang usaha – usaha produksi
dikawasan industri ini.
Setiap perkembangan yang terjadi mempunyai dampak atau pengaruh terhadap lingkungan
disekitarnya maka dalam hal ini perkembangan kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan
kota disekitarnya.
Keseriusan pemerintah dalam pengembangan Kawasan Industri bukanlah suatu hal yang
mengherankan melihat dampak positif / keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan Kawasan
Industri bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya.
Keuntungan pertama yang dapat diperoleh dari pengembangan Kawasa Industri adalah untuk
memacu pertumbuhan Ekonomi yang lebih tinggi. Contohnya dapat kita lihat di Propinsi Banten,dimana
Pencapaian pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten pada akhir 2006 mencapai 6,24%, atau lebih tinggi
dari pertumbuhan ekonomi rata – rata nasional.3 Sedangkan PDRB (Produk Domestik Nasional Bruto)
daerah pada tahun 2006 mencapai 94trilliun. Besarnya PDRB ini berasal dari sektor industri yang
memberikan kontribusi hingga 49,75%. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Banten hamper setengahnya
dipengaruhi oleh sektor industri, bahkan pertumbuhan ekonomi daerahnya dapat melebihi perumbuhan
ekonomi rata – rata nasional, yang tentu saja tidak dapat terlepas dari peranan sektor industri.
Keuntungan kedua dari pembentukan kawasan Industri adalah kemudahan dalam 5hal penyediaan
sarana infrastruktur yang diperlukan oleh pabrik – pabrik dalam melakukan produksinya. Dengan
menggabungkan beberapa industri dalam satu kawasan, maka pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana
yang menunjang dan diperlukan untuk proses industri dapat dipenuhi lebih mudah karena dikumpulkan
dalam satu kawasan. Berbeda halnya apabila tidak terdapat kawasan Industri, dimana lokasi industri yang
satu dengan yang lain terletak berjauhan, maka sarana yang diperlukan untuk proses produksi cenderung
susah dilakukan dan lebih mahal karena penggunaannya yang cenderung untuk keperluan sendiri. Namun
dengan adanya kawasan industry yang merupakan aglomerasi / pengumpulan dari beberapa Industri,
maka pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana industri dapat lebih mudah, karena dikelompokkan
pada satu kawasan, dan lebih murah sifatnya, karena dapat digunakan secara bersama – sama.
Keuntungan ketiga yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan
Industri adalah membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan bertumbuhnya Kawasan
Perindustrian, maka akan membuka lapangan pekerjaan baru di pabrik yang dapat menyerap ribuan
buruh tenaga kerja. Dengan tambahnya lapangan kerja tersebut, maka pendapatan masyarakat dapat
menjadi meningkat yang disertai juga dengan peningkatan SDM-nya. Masyarakat akan memperoleh
pekerjaan dan memperoleh pelatihan dan peningkatan pengetahuan dengan bekerja di pabrik – pabrik
perindustrian. Untuk bekerja di suatu Pabrik, pekerja tentu saja harus memiliki keahlian dan keterampilan.
Untuk memenuhi hal ini, maka salah satu usaha yang dilakukan pemerintah berupa Program Magang di
Kawasan Industri yang dikhususkan kepada para masyarakat di sekitar lingkungan Kawasan Industri.
Dengan program tersebut, SDM dan ketrampilan masyarakat diharapkan dapat meningkat yang nantinya
dapat menghasilkan tenaga – tenaga kerja yang terampil dan siap bekerja. Sebagai contoh program
pemagangan itu adalah di Kawasan Industri MM2100 (PT Megapolis Manunggal Industrial Development
MM 2100) dengan lokasi di pabrik PT Astra Honda Motor dan PT Argo Pantes. Penambahan lapangan
pekerjaan, tidak saja hanya berasal dari kebutuhan pabrik – pabrik akan tenaga keja, tetapi juga berasal
dari pembukaan lapangan kerja baru dari sektor – sektor ekonomi informal. Misalnya semakin
bertumbuhnya warung – warung makan untuk tempat makan buruh – buruh, munculnya kebutuhan akan
transportasi yang menghidupkan usaha ojek, rumah kontrakan, kost – kostan, toko - toko kelontong,
bengkel, jasa transportasi dan lain sebagainya.6 Yang merupakan sektor – sektor ekonomi informal yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan para buruh – buruh yang bekerja di Kawasan Industri tersebut.
Peningkatan sektor – sektor ekonomi informal ini tentu saja akan meningkatkan penghasilan masyarakat
yang tinggal di kawasan Industri tersebut. Keuntungan keempat yang dapat diperoleh dari pengembangan
Kawasan Industri adalah peningkatan pendapatan daerah melalui pajak daerah. Meningkatnya
pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka juga akan meningkatkan pendapatan pajak daerahnya. Dengan
bertambahnya pajakdaerah, maka pemerintah dapat lebih mengembangkan pembangunan di sekitar
kawasan. Selain hal – hal diatas yang berkaitan dengan ekonomi, keuntungan pengembangan Kawasan
Industri juga dapat diperoleh dari aspek lingkungan. Keuntungan pengembangan Kawasan Industri
adalah pemudahan pengelolaan lingkungannya. Pengelolaan limbah secara terintegrasi dengan mudah
bisa dilakukan. Dengan dikelompokkannya industri dalam satu kawasan, maka AMDAL-nya berupa
AMDAL kawasan, sehingga lebih mempermudah dalam pengecekan dan pengontrolan lingkungannya.
Pengeloaan limbah secara terintegrasi (integrated waste management) dapat dengan mudah dilakukan
sehingga pengontrolannya juga dapat lebih mudah dilakukan. Dari aspek kependudukan, pengembangan
Kawasan Industri juga memiliki nilai penting.
Letak Kawasan Industri yang biasanya berada di pinggiran kota atau terletak di luar kota dapat
mengurangi arus urbanisasi. Masyarakat dari desa tidak lagi hanya
menargetkan kota sebagai tempat mencari pekerjaan, tetapi cukup ke Kawasan Industri yang
menyediakan lapangan kerja cukup banyak. Para warga kota yang bekerja di Kawasan
Industri juga cenderung akan memilih tinggal di daerah Kawasan Industri apabila Kawasan
Industri telah menyediakan fasilitas hunian yang memadai. Sehingga peluang arus
transmigrasi dari Kota ke daerah pinggiran kota menjadi semakin besar yang tentu saja dapat
mengurangi kepadatan penduduk kota sebagai nilai positifnya.

3. Dampak Negatif Kawasan Industri


Selain memberikan dampak – dampak positif, pengembangan Kawasan Industri juga
memiliki dampak – dampak yang negatif. Dampak yang negatif / kerugian ini kebanyakan berkaitan
dengan aspek lingkungan. Misalnya saja terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat polusi
dan limbah yang dihasilkan dari pabrik – pabrik di Kawasan Industri. Polusi dari pabrik – pabrik di
Kawasan Industri ini biasanya berupa polusi udara, air, kebisingan, ataupun tanah; yang umumnya yang
menerima dampak negative dari polusi ini adalah warga yang tinggal di Kawasan Industri dan di Sekitar
Kawasan Industri. Contohnya adalah yang terjadi di Semarang pada tahun 1992. Dimana salah satu
Pabrik yang bernama Semarang Diamond Chemical (SDC) yang terletak di Kawasan Industri
Semarang mengeluarkan limbah yang merusak Tambak penduduk di Desa Tapak.8 Contoh lainnya
adalah yang terjadi di daerah Demak. Dimana enam industri yang berlokasi di Kawasan Industri Genuk
membuang limbahnya ke Kali Babon sehingga menimbulkan pencemaran tambak sampai ke Desa
Sriwulan dan Bedono. Kemudian kasus pencemaran udara yang disebabkan pabrik baja di sekitar Jrakah
yang telah banyak dikeluhkan penduduk. Penduduk Tambakaji juga mengeluhkan keringnya sendang Abu
Bakar yang diduga karena banyaknya pengambilan air tanah oleh industri-industri yang berada di
atasnya.
Penulis juga memperhatikan kawasan industri yang ada di Desa Peusar Kecamatan
Panongan – Tangerang, yaitu Kawasan Industri yang baru beberapa tahun berdiri. Setiap
hari kawasan tersebut tidak henti-hentinya menjalankan aktifitas industrinya. Setiap hari
juga asap tebal dari kegiatan industri di kawasan tersebut mengotori udara di sekitar
kawasan tersebut.
Memang perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam dari dampak kawasan
industry tersebut, namun melihat aktivitas yang dilakukan dan banyaknya limbah yang
dihasilkan baik itu limbah cair maupun limbah padat tentu sedikit banyaknya ada pengaruh
bagi lingkungan di sekitar kawasan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN

Apabila dilihat dari penyebab kerugian – kerugian lainnya yang muncul dari
pengembangan Kawasan Industri sebenarnya hanyalah merupakan masalah ketidak konsekuenan
pemerintah didalam menetapkan dan memberlakukan undang – undang yang sudah ada. Aturan
– aturan berupa penempatan lokasi Kawasan Industri yang jauh dari pusat Kota dan juga penerapan
Aturan AMDAL khususnya bagi Kawasan Industri sebenarnya sudah dapat mencegah dan
menghilangkan kerugian – kerugian yang dapat dihasilkan dari Kawasan Industri, tetapi pada
pelaksanaannya hal tersebut sering terjadi penyimpangan– penyimpangan. Lemahnya
pengawasan pemerintah sering menjadi faktor utama di dalam terjadinya pencemaran – pencemaran
yang terjadi. Pola atur dan awasi (command and control) dalam manajemen lingkungan di Indonesia
memang lemah dalam tiga hal. Pertama dalam mendeteksi terjadinya pelanggaran, kedua dalam
memberikan respon yang cepat dan pasti atas pelanggaran dimaksud dan ketiga dalam memberikan
sanksi yang memadai agar terjadi efek jera.
DAFTAR PUSTAKA

Andiappan, V. Tan, Raymond R.,Ng, Denny K.S., 2016. An optimization-based negotiation


framework for energy systems in an eco-industrial park. Journal of Cleaner Production 129 : 496-507
Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Kabupaten Semarang. 2009. Masterplan
Kawasan Industri Pringapus. Beresford, N.A. Fesenko, S. Konoplev, A. Skuterud, L. Smith, J.T. Voigt, G.
2016.
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Vol. 5 No. 2 (Desember 2015): 199-209.
Chertow, M.R. 1998. The Eco-Industrial Park Model Reconsidered. Journal of Industrial Ecology Volume
2 Issue 3 Pages 8 - 10 Coˆte´ , Raymond P., Cohen-Rosenthal.1998. Designing eco-industrial parks: a
synthesis of some experiences. Journal of Cleaner Production 6 181–188 Djajadiningrat, S. T., & Famiola,
M. 2004. Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (Eco-Industrial Park). Bandung: Rekayasa Sains.
Fatah. 2009. Strategi Pengelolaan Kawasan Industri Menuju Eco Industrial Park (Studi Pada Kawasan
Industr

Anda mungkin juga menyukai