Anda di halaman 1dari 4

Penggunaan dan penyalahgunaan narkoba:

Gordon & Gordon () mendefinisikan seorang pengguna narkoba sebagai orang yang hanya
sesekali menggunakan narkoba, dan hanya untuk bersenang-senang; seperti pada pesta atau acara
khusus lainnya. Penggunaan secara rekreasi ini jarang memiliki dampak besar bagi kehidupan
pengguna dan keularganya, karena kehidupan seorang pengguna tidak dikendalikan oleh
narkoba. Meski sesekali mendapatkan masalah dari penggunaan narkoba, masalah yang mereka
alami tidak tipikal dalam keseharian mereka.
Sementara itu penyalahguna narkoba adalah seseorang yang dalam kehidupannya memiliki
masalah yang disebabkan penyalahgunaan narkotika. Masalah-masalah akibat penggunaan
menjadi isu yang berulang kali terjadi dalam hidup pengguna. Narkoba menguasai hidup
penyalahguna sehingga menggunakan zat tanpa memperdulikan masalah yang diakibatkannya.
Penyalahguna mungkin sesekali akan mencoba untuk berhenti menggunakan, akan tetapi
seringkali dalam waktu singkat mereka kembali menyalahgunakan. Penyalahguna biasanya
memiliki kenalan atau teman-teman yang juga menggunakan. Penyalahgunaan juga membawa
masalah bagi keluarga pengguna, seperti rasa malu, masalah dengan uang, stress, dan berbagai
masalah lainnya. Menurut Gordon & Gordon (), proses transisi dari pengguna menjadi
penyalahguna dapat terjadi dalam waktu singkat, yaitu dari satu minggu hingga satu bulan
Penyalahgunaan narkoba bisa berujung pada kecanduan. Waktu transisi menjadi pecandu adalah
6 bulan hingga setahun. Pada seorang pencandu, narkoba menjadi sebuah kewajiban. Meski tidak
harus setiap hari, pecandu mereasa harus menggunakan narkoba. Hal ini diperparah dengan sakit
putaw yang dialami pecandu ketika ia tidak menggunakan. Penyalahguna akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan narkoba, termasuk tindakan-tindakan illegal. Pecandu juga
seringkali memiliki kehidupan keluarga yang hancur, penuh kemarahan dan kekerasan. Untuk
bisa melepaskan diri dari candu, prosesnya memakan waktu kurang lebih 2 tahun.
Bagi remaja, alasan menggunakan narkoba adalah untuk bersenang-senang, menanggulangi rasa
bosan dan stress, dan karena peer-pressure dari teman sebaya. Pada usia 30 tahunan alasan
penggunaan hampir sama yaitu karena ingin diterima di lingkaran bisnis dan rekreasi, melepas
stress yang disebabkan masalah finansial, kecemasan, status dan tanggung jawab.
Penggunaan narkoba pada awalnya membuka pintu-pintu persepsi dan memberikan kesenangan
pada awal penggunaannya. Manusia memiliki kecenderungan untuk menginginkan sesuatu yang
memberi kepuasan secara berulang-ulang. Penggunaan narkoba dapat menjadi cara untuk
mengatasi perasaan negative dalam hidup akan tetapi penggunaan juga memperbanyak masalah
dalam hidup pengguna.

Narkoba:
Menurut Badan Narkotika Nasional, narkoba adalah zat atau obat alamiah atau sintetis yang
mengakibatkan penurunan kesadaran, halusinasi, dan daya rangsang pada penggunanya (Badan
Narkotika Nasional, 2019). Menurut BNN beberapa narkoba memiliki efek adiktif, artinya
penggunanya bisa mengalami kecanduan. BNN membagi narkoba menjadi beberapa golongan.
Golongan paling berat adalah golongan 1, yaitu narkotika seperti opium, ganja, dan tanaman
koka. Narkotika golongan 1 dianggap paling berbahaya karena kebanyakan narkotika golongan
ini bisa mengakibatkan kecanduan bagi penggunanya. Setelah itu ada golongan 2, narkotika
golongan ini bisa digunakan untuk pengobatan selama dibawah pengawasan dokter, contohnya
adalah morfin, alfaprodina, dan lain-lain. Golongan terakhir adalah golongan 3, narkotika
golongan 3 memiliki resiko adiksi yang cukup rendah sehingga sering dimanfaatkan untuk
pengobatan. Berdasarkan metode pembuatannya narkoba ada jenis sintetis, yang direkayasa di
laboratorium; semi-sintesis, yang berasal dari bahan alami yang diolah menjadi bentuk murni;
kemudian jenis alami yang sepenuhnya bersifat alami tanpa diolah. Menurut Gordon & Gordon
() jenis-jenis yang populer di Indonesia adalah alcohol, ganja, dan ekstasi.
Narkoba sebagai Penyimpangan Sosial:
Alkohol (Binge Culture):
Menurut Brown (2018), penggunaan alcohol dipandang secara kompleks dalam masyarakat.
Dalam kadar cukup alcohol dianggap sebagai symbol status. Pandangan alkohol sebagai perilaku
menyimpang biasanya diikatkan pada penggunaan secara berlebihan atau penggunaan alcohol
dengan tujuan memabukkan diri, atau penggunaan yang berkaitan dengan kekerasan.
Penggunaan alcohol secara berlebih di Inggris diperkirakan merugikan negara hingga 21 miliar
poundsteling melalui biaya jaminan Kesehatan, kerugian akibat kejahatan berkaitan alcohol, dan
berkurangnya produktivitas.
Kultur binge-drinking ini dapat dikaitkan dengan perubahan sosio-ekonomis pada tahun 1980an.
Pada masa itu pergeseran produksi ke negara-negara di bagian selatan bumi menyebabkan
banyaknya pengangguran dan kemiskinan di negara barat. Ekonomi negara-negara ini semakin
bergantung pada sector jasa dan hiburan. Untuk mendukung ekonomi berbasis wisata dan
hiburan ini, di inggris dilakukan pelonggaran terhadap regulasi konsumsi alcohol. Selain itu
meningkatnya budaya konsumerisme dan kapitalisme memberikan perusahaan-perusahaan
minuman keras kekuasaan untuk mendorong penggunaan produknya dan mengontrol ekonomi
malam. Sebelumnya, minum-minum dianggap sebagai bentuk kelemahan moral, akan tetapi
seiring populernya konsumerisme kegiatan mencari kepuasan ini telah ternormalisasi dan
menjadi bagian integral perekonomian. Kegiatan pemuasan ini dilakukan orang-orang untuk
melarikan diri dari masalah-masalah kesehariannya. Alcohol sendiri memiliki efek menenangkan

Ganja:
Ganja atau mariyuana adalah jenis narkotika alami yang dibuat dari daun Cannabis sativa. Daun
ini diketahui memiliki efek psikoaktif dan telah dikenal sebagai tanaman obat selama ribuan
tahun. Mariyuana memiliki efek menghilangkan masa refaktori diotak, sehingga penggunanya
mengalami perasaan euphoria, relaksasi, dan kecemasan. Sifat adiktif ganja masih diperdebatkan,
meski demikian beberapa pengguna dapat mengalami peningkatan toleransi tubuh terhadap efek
ganja, peningkatan toleransi diketahui sebagai salah satu tanda sifat adiktif. Ganja diketahui
memiliki beberapa efek negative, tapi jarang sekali terjadi kematian akibat ganja. Ganja
diketahui memiliki efek medisinal seperti menambah nafsu makan, stimulant, pelemas otot, dan
Pereda sesak nafas. Selama manusia mengenal ganja, yaitu sekitar 5000 tahun terakhir, ganja
baru dinyatakan illegal pada awal abad ke-20. Kriminalisasi ganja disebabkan sentiment rasis
terhadap imigran meksiko, yang suka menggunakan ganja. Politikus rasis amerika menggunakan
media secara tidak bertanggung jawab untuk mendukung klaim-klaim bahwa ganja merupakan
zat yang menyebabkan perilaku criminal dan anti-sosial. Klaim-klaim bahwa ganja
menyebabkan kegilaan, penyimpangan seksual, dan perilaku agresi dipatahkan oleh penelitian
yang dikomisikan gubernur New-York pada 1985. Riset yang sama yang diluncurkan presiden
Nixon pada tahun 1974 juga menyarankan dekriminalisasi ganja dan penurunan statusnya
sebagai narkoba kelas 1, namun demi alas an politik hal ini tidak dilakukan. Brown (2018)
menyatakan bahwa selama ini ganja dikriminalisasi untuk kepentingan politik untuk menindas
orang-orang yang termarginalisasi.
Methamphetamine:
Methamphetamine adalah sebuah zat stimulant yang bekerja dengan memberikan penggunanya
rasa kepuasan, energi, berkurangnya nafsu makan, hilangnya rasa kantuk, dan fokus. Meth juga
memiliki efek yang lebih lama pada tubuh manusia. Meski meth dicap sebagai narkoba yang
paling berbahaya, khususnya di Amerika, riset menunjukkan bahwa meth memiliki angka
kematian yang cukup rendah. Biasanya kematian yang berkaitan dengan penggunaan meth
terjadi akibat bunuh diri atau serangan jantung. Meth diklasifikasikan sebagai narkoba kelas II di
Amerika. Artinya meth, dapat digunakan dengan resep dokter. Meth seringkali disebut sebagai
narkoba dengan dampak sosial negative paling besar, meskipun kurang adanya data empiris yang
mendukung klaim ini. Meth dipercayai sebagai narkoba dengan tingkat adiksi yang paling tinggi.
Meski meth merupakan narkoba yang paling mudah untuk disukai (Brown, 2018), hal ini tidak
semerta-merta berarti bahwa meth memiliki tingkat adiksi yang paling tinggi.tidak banyak yang
diketahui mengenai tingkat adiksi pada pengguna meth, akan tetapi ditemukan bahwa mayoritas
pengguna meth tidak melanjutkan penggunaannya. Brown (2018) menyatakan bahwa pengguna
meth yang paling parah hanya Sebagian kecil dari populasi penggunanya. Penggunaan meth
seringkali dilihat sebagai untuk bersenang-senang. Temuan penelitian menemukan bahwa
banyak orang yang menggunakan meth karena alasan pekerjaan. Meth memberi penggunanya
energi, hilangnya kantuk, dan fokus; hal-hal ini menjadi alasan menggunakan meth. Selain itu
beberapa orang menggunakan meth sebagai pengobatan untuk ADHD dan depresi. Anehnya,
sebuah penelitian (Pedersen & Copes, 2015 dalam Brown, 2018) menemukan bahwa orang yang
menggunakan meth untuk kebutuhan fungsional memiliki peluang lebih besar untuk mengalami
adiksi dibandingkan mereka yang menggunakannya untuk rekreasi. Meth juga sering dikaitkan
dengan kekerasan. Bukti empiris yang mendukung klaim ini tidak menunjukkan adanya
hubungan langsung, melainkan meth dapat mengompori seseorang yang memang sudah sering
melakukan kekerasan untuk melakukan kekerasan.
Persepsi Penyalahgunaan Narkoba pada Penyalahguna Narkoba
Sebagai kelompok yang dianggap melakukan penyimpangan, pengguna narkoba dianggap
sebagai kelompok yang rendah. Untuk memitigasi perasaan rendah yang mereka rasakan karena
didepak dari strata sosial, dan menjaga sebuah identitas diri, pengguna narkoba membentuk
subklasifikasi dalam kalangan mereka sendiri. Pengguna narkoba mencoba untuk
memarginalisasi pengguna narkoba lain dan dengan proses ini membuat pembagian siapa yang
berstatus lebih tinggi atau rendah. Terdapat banyak cara untuk melakukan hal ini. Cara yang
paling umum adalah melabel kelompok pengguna yang lain lebih parah daripada kelompok
sendiri. Sebagai contoh pengguna ganja memandang rendah pengguna narkoba “keras” seperti
heroin, karena mereka menganggap ganja merupakan narkoba yang beresiko lebih rendah. Cara
lainya adalah dengan melabel kelompok lain yang lebih sering menggunakan sebagai kelompok
orang yang memiliki kontrol terhadap penggunaan yang rendah, sehingga menganggap dirinya
sebagai kelompok superior yang lebih memiliki kendali. Semua cara marginalisasi sesame
pengguna ini dilakukan untuk menjaga identitas diri yang positif (Brown, 2018).
Sumber:
https://bnn.go.id/pengertian-narkoba-dan-bahaya-narkoba-bagi-kesehatan/ bnn, 7 januari 2019

Anda mungkin juga menyukai