Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN SGD

BLOK NEUROLOGI

OLEH:
KELOMPOK 4
1. Zefanja Andera Gondo (0606011910028)
2. Rafa Daniel Walukow (0606011910030)
3. Wb. Iqbal Tendi Alam (0606011910032)
4. Ummu Habibah (0606011910035)
5. Raniar Nasyira (0606011910036)
6. Gede Tegar Witnandika Suara (0606011910039)

TUTOR:
dr. Erik Jaya Gunawan Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

SKENARIO : ................................................................................................................................................ 2
KEYWORD :................................................................................................................................................ 2
MAIN PROBLEM: ...................................................................................................................................... 2
HIPOTESIS : ............................................................................................................................................... 2
MIND MAP AWAL : ................................................................................................................................... 4
BRAIN STORMING :.................................................................................................................................. 5
LEARNING ISSUE .................................................................................................................................... 19
KESIMPULAN .......................................................................................................................................... 25
Diagnosis............................................................................................................................................................. 26
Tatalaksana Farmakologis :......................................................................................................................... 26
Pencegahan ........................................................................................................................................................ 27
Prognosis: Dubia ad bonam ......................................................................................................................... 27

1
SKENARIO :
Pasien wanita usia 74 tahun, diantar oleh anaknya ke dokter praktek dokter umum. Anaknya
merasakan suara ibunya seperti cadel sejak 6 jam yang lalu.

KEYWORD :
Wanita, 74 tahun, cadel sejak 6 jam yang lalu

MAIN PROBLEM:
Cadel

HIPOTESIS :
Cadel dibagi menjadi 3 faktor pencetus :
1. Faktor anatomi
- Kelainan : Bibir, Lidah, Palatum, Gigi, Pita suara, Otot wajah
- Trauma kepala
- Tindakan Operatif regio facialis
2. Faktor Neurologi
- Jaringan otak : trauma otak, tumor otak, infeksi otak
- Pembuluh darah : emboli, trombus, haemorragic
3. Faktor Eksternal
- Intoksikasi : Alkohol dan obat

Riwayat penyakit sekarang :


1. Belum pernah diobati
2. Cadel terjadi saat pasien duduk santai
3. Tidak pernah cadel sebelumnya
4. Pasien mengeluh susah menelan, banyak air liur di sudut bibir kiri dan sesekali tersedak
5. Wajah sebelah kiri tampak turun
Riwayat penyakit dahulu :
1. Pasien pernah mengonsumsi obat promodin (candesartan 1x8mg), bisoprolol (1x0,5mg),
spironolakton (1x2,5mg)

2
2. Ada riwayat darah tinggi, cardiomyopati, dan menderita covid 9 bulan yang lalu
Riwayat keluarga :
1. Ayah dan ibu pasien meninggal karena penyakit DM
Riwayat psikososial :
1. Pekerjaan pasien adalah pensiunan buru
2. Tidak ada pikun/masalah ingatan
3. Pasien tinggal dengan keluarga anak
4. Aktifitas sehari-hari masih bisa dilakukan tanpa bantuan
5. Masih bisa bersosialisasi dengan komunitas gereja

Pemeriksaan fisik :
1. KU : baik
2. GCS : 456 compos mentis
3. TTD : 120/80
4. HR : 88x/menit
5. Suhu : 36,5
6. RR : 20x/menit
7. Saturasi : 98
8. BB : 65
9. TB : 160
10. Wajah, pipi, dan sudut mulut tertinggal, tampak air liur disudut mulut
11. Inspeksi, palpasi, dan auskultsdi : DBN
12. Pulmo : DBN
13. Jantung : iktus cordis (-), palpasi : thrill (-), perkusi : jantung kiri membesar, auskultasi :
tidak ada suara tambahan
14. ABD : DBN
15. Ekstremitas : hemiplegi sinistra
Pemeriksaan neurologis
1. Wajah :
- Inspeksi : sudut mulut kiri turun, sulcus labialis sinistra mendatar
- Mengembungkan pipi yang sebelsh kiri tidak bisa maksimal

3
- Menaikan alis dan mengerutkan dahi simetris kanan kiri
- Menutup mata simetris kanan kiri
- Nasolabialis sebelah kiri lemah
2. Refleks
- Refleks bisep : +2/+1
- Refleks tricep : +2/+1
- Refleks pattela : +2/+1
- Refleks achiles : +2/+1
3. Patofisiologi
- Babinski : -/+
- Hoffman tromner : -/+

MIND MAP AWAL :

4
BRAIN STORMING :
1. Definisi Disartria (Cadel)
Disartria adalah ketidakteraturan artikulasi bicara, terjadi karena adanya kelainan pada
beberapa tingkatan. Adanya lesi neuron motorik atas pada saraf kranial, penyakit ekstrapiramidal
(misalnya penyakit Parkinson) dan lesi serebelar yang menvebabkan gangguan ritme bicara
(Talley, 2014).
Disartria merupakan gangguan bicara neurogenik dengan adanya kelainan kekuatan,
kecepatan, jangkauan, nada, maupun akurasi dari gerakan yang digunakan untuk bernapas, proses
untuk bersuara, resonansi, artikulasi, atau aspek untuk produksi bicara. Gangguan ini dapat terjadi
karena adanya gangguan pada sensorimotor, termasuk kelemahan atau kelumpuhan, inkoordinasi,
gerakan yang tidak disengaja maupun tonus otot yang berlebihan, berkurang atau bervariasi
(American Speech- Language- Hearing Association, 2014)

❖ Pseudobulbar Palsy dan Bulbar Palsy


● Pseudobulbar Palsy
Pseudobulbar palsy adalah kelemahan neuron motorik atas yang menyebabkan
disartria spastik (kedengarannya seperti: jika pasien mencoba mengeluarkan kata-kata dari
bibir yang rapat), kelumpuhan otot-otot wajah dan kesulitan mengunyah dan menelan.
Penyebabnya adalah infark pada kedua kapsul internal. Hal ini menyebabkan gangguan
pada traktus pitamidalis menurun ke inti motorik batang otak. Sensasi rahang biasanva
meningkat. Pasien cenderung sangat emosional, tertawa dan menangis yang tidak wajar.
Ekspresi wajah mereka menjadi sangat berbeda dari biasanya dengan ketidakmampuan
mereka untuk mengontrol ekspresi waiah. Fenomena in teriadi karena inti yang mengontrol
respons motorik terhadap emosi tidak terhubung di korteks motorik (Talley, 2014).
Pada pseudobulbar palsy bicara akan lambat, konsonan tidak jelas, ada perubahan
nada dan fonasi, intensitas (kenyaringan) berkurang, dan bicara sengau. Jarak antara
kalimat dan kata lebih panjang. Selain itu terdapat frasa yang diubah dengan suara
bergumam pada akhir kalimatnya.
Pasien yang memiliki lesi bilateral pada saraf kranial kesembilan dan kesepuluh
berisiko mengalami aspirasi cairan atau makanan padat ke dalam paru mereka jika mereka

5
mencoba untuk makan atau minum. Tes samping tempat tidur tertentu dapat dilakukan
untuk melihat apakah aman untuk mereka makan atau minum. Ini secara tradisional
termasuk tingkat kesadaran, refleks muntah, sensasi faring dan pengujian menelan air. Tes
menelan air melibatkan meminta pasien untuk berulang kali menyesap 5-10 mL air. Batuk,
tersedak atau penurunan saturasi oksigen arteri darah membuat tesnya positif.
Kelumpuhan bulbar menyebabkan bicara sengau, sedangkan kelemahan otot walah
menyebabkan bicara cadel. Penyakit ekstrapiramidal dapat menyebabkan bicara monoton,
arena menyebabkan bradikinesia dan kekakuan otot.
Penyebab lain disartria, termasuk keracunan alkohol dan penyakit serebelar. Ini
mengakibatkan hilangnya koordinasi dan bicara yang lambat, tidak jelas, dan sering
meledak-ledak, atau ucapan terpecah menjadi suku kata, yang disebut scanning speech.
Ulserasi atau penyakit mulut kadang-kadang dapat menyerupai disartria. Masing-masing
penyebab ini harus dipertimbangkan dan diperiksa sebagaimana mestinya.

● Bulbar Palsy
Disartria dapat terjadi karena adanya gangguan neuron motorik yang menginervasi
bagian otot bawah dimana hal ini merupakan bagian dari sindrom klinis bulbar palsy. Hal
ini dapat disertai dengan disfagia dan disfonia dengan kelemahan dan pengecilan otot yang
disuplai oleh saraf kranial. Karena otot wajah paling awal yang terlibat adalah orbicularis
oris, maka plosif bilabial yang pertama kali terkena.
Pada pasien akan ditemukan rahang bawah yang jatuh disertai air liur. Selain itu
pasien merasa lidahnya berat dan lembek. Pada kondisi bulbar palsy progresif karena
motor neuron disease, terdapat ciri khas lidah kedutan (Harrison, 2013).

❖ Alkohol
Alkohol adalah zat psikoaktif yang banyak digunakan. Karakteristik alkoholisme
adalah penggunaan alkohol kronik, berulang dan berlebihan sehingga mempengaruhi
kesehatan, hubungan perorangan dan kehidupan sehari-hari. Bahan aktif dalam alkohol
yang paling umum adalah etanol atau etil alkohol, namun bahan sisa lainnya, termasuk eter
enantik, amil alkohol dan asetaldehida, mungkin terkandung dalam beberapa minuman
keras. Alkohol diserap dari lambung serta duodenum dan jejunum dan dapat terdeteksi

6
dalam darah dalam waktu 5 menit setelah konsumsi. Penyerapan lebih cepat pada pasien
dengan gastrektomi dan orang-orang yang terbiasa dengan alkohol. Setelah itu dalam aliran
darah, alkohol memasuki organ lain dan dapat terdeteksi dalam cairan cerebrospinal, urin,
dan udara alveolar. Alkohol dimetabolisme terutama di hati, dioksidasi menjadi
asetaldehida melalui beberapa enzim tetapi yang paling penting melalui aksi alkohol
dehidrogenase. Oksidasi juga dapat terjadi melalui katalase peroksisomal dan mitokondria,
serta oleh sistem pengoksidasi etanol mikrosomal. Asetaldehida memiliki efek independen
dari alkohol dalam pengembangan keracunan dan kecanduan, meskipun ini masih
spekulatif. Sebagai produk akhir, asetaldehida diubah menjadi asetat melalui aksi aldehida
dehidrogenase. Tetapi produk degradasi yang tepat asetaldehida tidak diketahui. Setelah
penyerapan alkohol berhenti dan keseimbangan dalam jaringan telah terjadi, alkohol
dimetabolisme pada tingkat yang konstan tanpa korelasi dengan darahnya konsentrasi.
Berbeda dengan metabolisme asetaldehida, yang tidak tergantung pada konsentrasi
jaringan metabolit ini.
Tingkat metabolisme alkohol dapat ditingkatkan dengan pemberian insulin, asam
amino dan fruktosa, sedangkan kelaparan memiliki efek sebaliknya.
Mekanisme kerja alkohol pada sistem saraf adalah alkohol bertindak sebagai obat
nonspesifik, menghasilkan efek melalui gangguan lipid membran saraf. Etanol bertindak
antara lipid membran dan protein membran integral. Saluran ion bergerbang
neurotransmitter menjadi fokus perhatian mengenai situs potensial alkohol, termasuk
asetilkolin nikotinat, GABA dan NMDA. Alkohol mempengaruhi fungsi saluran reseptor
sebagian besar melalui interaksi langsung, namun struktur molekul tempat pengikatan
alkohol belum ditentukan. Meskipun darah tingkat 100 mg/dL biasanya menyebabkan
mabuk di sesekali pemakaian, penyalahgunaan alkohol kronis dapat ditolerir tingkat
hingga 500 mg/dL tanpa efek yang jelas. Keadaan mabuk atau keracunan akut dikenali
dengan bicara cadel, gaya berjalan tidak menentu, banyak bicara dan perilaku tanpa
hambatan. Fenomena keracunan akut tergantung pada konsentrasi alkohol dalam darah.

❖ Kelemahan Otot Wajah atau Gangguan Saraf


Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit progresif penyakit neurodegenatif,
ditandai dengan bagian atas dan bagian bawah difungsi neuron motorik. Secara umum,

7
dibutuhkan 8-15 bulan sampai diagnosis ALS dikonfirmasi. Awal gejala ALS terutama
meliputi kelemahan otot, kesulitan dalam berjalan, dan disfagia. Upaya untuk
meningkatkan kecepatan diagnosis ALS telah mengidentifikasi alasan penundaan termasuk
gejala atipikal yang disajikan. Rujukan ke departemen sebelum konsultasi neurologi dan
kurangnya kesadaran akan gejala ALS. Penyebab lain dari keterlambatan diagnostik pada
ALS adalah periode yang relatif lama (rata-rata 4 bulan) dari onset gejala sampai
kunjungan pertama ke dokter. Tanda awal yang biasanya terlihat pada temuan pemeriksaan
fisik pasien dengan bulbar-onset ALS adalah bicara cadel. Dalam kasus ALS tipe bulbar,
lidah dan bibir terpengaruh lebih dulu. Tanda awal ALS tipe bulbar adalah masalah vokal
dan atau kesulitan menelan.
Pasien yang memiliki kelemahan wajah (spasme wajah) biasanya ipsilateral ke
hemiparesis fungsional. Gejala yang timbul akibat aktivitas otot platysma yang berlebihan,
unilateral, yang menarik sisi bibir ke bawah.

❖ Amiloidosis
Amiloidosis yang terjadi di lidah dapat menyebabkan pembesaran dan inelastisitas
sehingga dapat menghambat bicara dan menelan (Kumar, 2010).

❖ Glositis
Glositis merupakan peradangan pada lidah. Peradangan tersebut dapat berupa adanya atrofi
papila lidah dan penipisan mukosa. Perubahan seperti itu mungkin ditemukan pada
defisiensi vitamin B12, riboflavin, niasin atau piridoksin. Perubahan serupa terkadang
ditemui sebagai sariawan. Glositis ditandai dengan lesi ulseratif (di sepanjang batas lateral
lidah) (Lingen, 2010).

2. Fisiologi Berbicara
Bahasa adalah bentuk komunikasi yang kompleks ketika kata yang ditulis atau diucapkan
menyimbolkan benda dan menyampaikan gagasan. Bahasa melibatkan integrasi dua
kemampuan berbeda yaitu, ekspresi (kemampuan berbicara) dan pemahaman-yang
masing-masing berkaitan dengan bagian tertentu di korteks. Daerah primer korteks yang
khusus untuk bahasa adalah daerah Broca dan daerah Wernicke. Daerah Broca, yang

8
mengendalikan kemampuan berbicara, terletak di lobus frontalis kiri berdekatan dengan
daerah motorik korteks yang mengontrol otot-otot untuk artikulasi. Daerah Wernicke, yang
terletak di korteks pertemuan antara lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis, berkaitan
dengan pemahaman bahasa. Bagian ini berperan penting dalam pemahaman bahasa lisan
dan tulisan. Selain itu, daerah Wernicke bertanggung jawab dalam memformulasikan pola
koheren bicara yang disalurkan melalui berkas-berkas serat ke daerah Broca, yang pada
gilirannya mengontrol artikulasi bicara. Daerah Wernicke menerima masukan dari korteks
penglihatan di lobus oksipitalis, suatu jalur yang penting untuk memahami tulisan dan
menjelaskan benda yang dilihat, serta dari korteks auditorius di lobus temporalis, suatu
jalur yang esensial untuk memahami bahasa lisan. Daerah Wernicke juga mendapat
masukan dari korteks somatosensorik. Jalur-jalur antarkoneksi yang tepat antar daerah-
daerah korteks ini berperan dalam berbagai aspek bicara (Sherwood, 2013)

3. Patofisiologi Cadel
a. Faktor Eksternal
Intoksikasi obat
Alkohol masuk di pembuluh darah > bisa menembus BBB >
mempengaruhi produksi neurotransmitter GABA > aktivitas saraf
terhambat > gerakan motorik tidak sempurna/ terganggu > termasuk
motorik ketika berbicara
b. Faktor Anatomis
Kelainan :
1. Bibir ( berfungsi melafalkan huruf B, F , M, P, V, W > jika bibir terdapat
kelainan di bibir maka huruf tersebut tidak dapat di ucapkan dengan
sempurna)
2.lidah (hampir semua huruf yang kita ucapkan itu bagian dari gerakan lidah
-> jika ada kelainan di lidah maka membuat seseorang menjadi cadel)
3. Palatum ( dalam berbicara huruf tertentu seperti C,D,J,L,N dst palatum
Molle biasanya disentuh oleh lidah , jika ada nyeri atau kelainan lainnya
yang abnormal akan membuat berbicara tidak sempurna)

9
4. Gigi ( gigi bekerja sama dengan lidah dan bibir untuk menbuat suara yang
keluar dari dalam tenggorokan menjadi jelas dan mudah dipahami -> jika
gigi ompong seluruhnya atau tidak ada sama sekali karena faktor usia
misalnya, maka tidak akan bisa sempurna dalam berbicara)
5. Pita suara ( saat ekshalasi paru ,menghasilkan udara yang menggetarkan
katup pita suara > saat bergetar pita suara ini akan memotong aliran udara
yang berasal dari paru >
6. Otot wajah (otot masetter adalah otot yang menggerakkan rahang mulut
sehingga jika ada kelainan akan mengganggu pergerakan rahang dan
menyebabkan ganggun bicara

c. Faktor Neurologis
Tumor otak

- Patofisiologi tumor otak dimulai dari instabilitas sel genetik. Setelah itu
terjadi angiogenesis, metastasis, dan akhirnya dapat menimbulkan edema
otak dan peningkatan intrakranial

Trauma otak

- Proses kompleks yang dihasilkan dari cedera primer dan sekunder yang
menyebabkan defisit neurologis sementara atau primer. Cedera sekunder
melibatkan depolarisasi neuron dengan pelepasan neurotransmitter seperti
glutamat dan aspartat yang menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler.
Kalsium intraseluler akan mengaktifkan serangkaian mekanisme dengan
aktivasi enzim caspases, dan radikal bebas yang mengakibatkan degradasi
sel baik melalui proses apoptosis. Degradasi sel saraf ini dikaitkan dengan
respons inflamasi yang merusak sel saraf dan memicu pecahnya darah di
otak dan terjadi edema serebral (Galgano er at, 2017).
Infeksi otak

- Pada meningitis terdapat bakteri yang menginfeksi nasofaring dan


memasuki aliran darah setelah melalui invasi mukosa. Saat berada di
subarachnoid bakteri akan menuju dari darah ke otak, dan akan

10
menyebabkan reaksi inflamasi dan kekebalan yang dimediasi langsung.
Bisa juga karena terjadinya organsme yang masuk ke cairan serebrospinal
melalui otitis media dan sinusitis, bisa juga karena benda asing seperti alat
medis, trauma tembus. Ada juga virus yang menembus sistem saraf pusat
dan melalui transmisi retrograde sepanjang jalur saraf atau aliran darah
(hersi et al, 2022).
stroke

- Stroke adalah hasil dari iskemia di area otak. Pompa Na+/K+ ATPase gagal
terutama karena produksi adenosin trifosfat (ATP) yang buruk dan
kegagalan mekanisme aerobik. Iskemia menyebabkan depolarisasi sel yang
mengakibatkan masuknya kalsium ke dalam sel, peningkatan asam laktat,
asidosis, dan radikal bebas. Kematian sel meningkatkan glutamat dan
menyebabkan kaskade bahan kimia (eksitotoksisitas).

Stroke iskemik

Pada trombosis, ada proses obstruktif yang mencegah aliran darah ke beberapa
daerah otak. Faktor risiko termasuk penyakit aterosklerotik, vaskulitis, atau diseksi
arteri.

Peristiwa emboli terjadi ketika ada gumpalan yang berasal dari lokasi lain di dalam
tubuh. Paling umum, sumber bekuan adalah katup atau bilik jantung, misalnya,
ketika gumpalan terbentuk di dalam atrium pada fibrilasi atrium dan terlepas ke
dalam suplai vaskular arteri.

Penyebab lain yang lebih jarang termasuk emboli vena, septik, udara, atau
lemak. Infark lakunar biasanya terlihat di daerah subkortikal otak dan terjadi karena
penyakit pembuluh darah kecil. Mekanisme yang diusulkan adalah arteri perforasi
di daerah subkortikal yang menyebabkan oklusi pembuluh darah.

Sindrom Stroke Iskemik

Stroke iskemik dapat muncul pada sindrom yang telah ditentukan sebelumnya
karena efek penurunan aliran darah ke area tertentu di otak yang berkorelasi dengan

11
temuan pemeriksaan. Hal ini memungkinkan dokter untuk dapat memprediksi area
pembuluh darah otak yang dapat terpengaruh.

Infark Arteri Serebral Tengah (MCA)

Arteri serebral tengah (MCA) adalah arteri yang paling umum terlibat dalam
stroke. Ini memasok area yang luas dari permukaan lateral otak dan bagian dari
ganglia basal dan kapsul internal melalui empat segmen (M1, M2, M3, dan
M4). Segmen M1 (horizontal) memasok ganglia basal, yang terlibat dalam kontrol
motorik, pembelajaran motorik, fungsi eksekutif, dan emosi. Segmen M2 (Sylvian)
mensuplai insula, lobus temporal superior, lobus parietal, dan lobus frontal
inferolateral.

Distribusi MCA melibatkan korteks serebral lateral. Sindrom MCA paling baik
dijelaskan dengan pemahaman tentang korteks somatosensori, di mana bagian
lateral mengandung fungsi motorik dan sensorik yang melibatkan wajah dan
ekstremitas atas. Ini berkorelasi dengan presentasi klasik hemiparesis kontralateral,
kelumpuhan wajah, dan kehilangan sensorik di wajah dan ekstremitas
atas. Ekstremitas bawah mungkin terlibat, tetapi gejala ekstremitas atas biasanya
mendominasi. Preferensi pandangan ke arah sisi lesi mungkin terlihat. Gejala
tambahan meliputi:

● Disartria ditandai dengan kesulitan mengucapkan kata-kata karena


kelemahan fisik otot-otot wajah yang digunakan untuk pengucapan.

● Abaikan di mana pasien tampaknya "mengabaikan" belahan dunia mereka


karena ketidakmampuan untuk melihat daerah itu.

● Afasia atau ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengingat kata-kata


karena cedera pada pusat verbal otak.

Infark Arteri Serebral Anterior (ACA)

Arteri serebral anterior (ACA) menyediakan suplai darah ke korteks motorik


frontal, prefrontal, primer, sensorik primer, dan tambahan. Infark ACA murni
jarang terjadi karena suplai darah kolateral signifikan yang disediakan oleh arteri

12
sirkulasi anterior. Korteks sensorik dan motorik menerima informasi sensorik dan
mengontrol gerakan ekstremitas bawah kontralateral. Area motorik tambahan
berisi area Broca, yang terlibat dalam inisiasi bicara. Korteks prefrontal digunakan
untuk mengatur dan merencanakan perilaku yang kompleks dan diperkirakan
mempengaruhi kepribadian.

Distribusi ACA melibatkan korteks serebral medial. Korteks somatosensori di


daerah itu terdiri dari fungsi motorik dan sensorik kaki dan kaki. Presentasi klinis
infark ACA meliputi defisit sensorik dan motorik kontralateral pada ekstremitas
bawah. Ekstremitas atas dan wajah terhindar. Kumral dkk. memeriksa spektrum
klinis ACA yang berkorelasi dengan MRI/MRA dan menunjukkan bahwa lesi sisi
kiri menunjukkan lebih banyak afasia motorik transkortikal, di mana pasien
mengalami kesulitan merespons secara spontan dengan bicara, tetapi pengulangan
tetap ada. Lesi sisi kanan disajikan dengan keadaan kebingungan yang lebih akut
dan hemineglek motorik (fungsi motorik unilateral hilang).

Infark Arteri Serebral Posterior (PCA)

Arteri serebral posterior superfisial (PCA) mensuplai lobus oksipital dan bagian
inferior lobus temporal, sedangkan PCA profunda mensuplai talamus dan
ekstremitas posterior kapsula interna, serta struktur dalam otak lainnya. Lobus
oksipital adalah lokasi area visual primer dan sekunder, di mana input sensorik dari
mata ditafsirkan. Talamus menyampaikan informasi antara neuron asendens dan
desendens, sedangkan kapsula interna mengandung serabut desendens dari traktus
kortikospinalis lateral dan ventral.

Infark PCA dapat dibagi menjadi kategori dalam dan superfisial, berdasarkan suplai
PCA. Jika segmen dalam PCA terlibat, gejalanya mungkin termasuk
hipersomnolen, defisit kognitif, temuan okular, hipoestesia, dan ataksia. Temuan
okular mungkin termasuk hemianopsia homonim, di mana pasien mengalami
defisit bidang visual di setengah dari bidang visual mereka. Infark yang lebih besar
yang melibatkan struktur dalam dapat menyebabkan hilangnya hemisensori dan
hemiparesis karena keterlibatan talamus dan kapsul internal. Infark superfisial
hadir dengan defisit visual dan somatosensori, yang dapat mencakup gangguan

13
stereognosis, sensasi taktil, dan proprioception. Jarang, infark PCA bilateral hadir
dengan amnesia dan kebutaan kortikal. Kebutaan kortikal disebabkan oleh lesi pada
radiasi optik yang menyebabkan kehilangan penglihatan.

Infark Vertebrobasilar

Daerah vertebrobasilar otak disuplai oleh arteri vertebralis dan arteri basilar yang
berasal dari dalam tulang belakang dan berakhir di Lingkaran Willis. Daerah ini
memasok otak kecil dan batang otak.

Presentasi klinis meliputi ataksia, vertigo, sakit kepala, muntah, disfungsi


orofaringeal, defisit lapang pandang, dan temuan okulomotor abnormal. Pola
presentasi klinis bervariasi tergantung pada lokasi dan pola infark emboli atau
aterosklerosis.

Infark Serebelum

Pasien mungkin datang dengan gejala ataksia, mual, muntah, sakit kepala, disartria,
dan vertigo. Edema dan perburukan klinis yang cepat dapat mempersulit infark
serebelum.

Infark Lacunar

Infark lakunar terjadi akibat oklusi arteri perforasi kecil. Mekanisme pastinya
masih diperdebatkan, karena sifat infark dapat diakibatkan oleh oklusi pembuluh
darah intrinsik atau emboli. Infark di wilayah ini dapat hadir dengan motor murni
atau kehilangan sensorik, defisit sensorimotor, atau ataksia dengan hemiparesis

Hemorrhagic

Cedera primer disebabkan oleh kompresi jaringan otak karena hamtoma dan
peningkatan tekanan intrakranial. Cedera sekunder bisa disebabkan oleh
peradangan, gangguan blood brain barrier, edema, kelebihan produksi radikal
bebas. Perdarahan subarachnoid spontan dapat berupa perimesencephalic atau non
perimesencephalic. Perdarahan terjadi di sisterna interpedunkularis. Manuver

14
valsava akan menghasilkan peningkatan tekanan intratoraks dan peningkatan
tekanan vena inrakranial, yang merupakan faktor predisposisi untuk
perimesencephalic nonaneurisma SAH.

4. Tanda & Gejala


Faktor eksternal :

1. Intoksikasi alcohol

Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-gejala kesadaran menurun, gangguan
perhatian, gangguan daya nilai, emosi labil dan disinhibisi, agresi, jalan sempoyongan,
nistagmus, bicara cadel/pelo, nafas berbau alkohol.

Intoksikasi yang terkait alkohol, termasuk methanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen
glikol, dan ketoasidosis alkoholik dapat menunjukkan metabolik asidosis dengan
kesenjangan osmolal (Tunner, 2010)

2. Beberapa gejala umum yang dapat muncul pada seseorang yang mengalami keracunan
obat adalah sebagai berikut (Borke, 2019):

· Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah atau muntah darah, sakit perut, diare,
dan perdarahan pada saluran cerna
· Nyeri dada
· Detak jantung lebih cepat (dada berdebar)
· Sulit bernapas atau sesak napas
· Pusing atau sakit kepala
· Kejang
· Penurunan kesadaran, bahkan hingga koma
· Kulit atau bibir kebiruan
· Hilang keseimbangan
· Kebingungan atau gelisah
· Halusinasi

15
Faktor anatomi :
1. Kelainan bibir dan palatum
Gejala sumbing yang umum terjadi adalah (CDC, 2020):

● Sulit menyusu dan makan


● Sulit menelan, bahkan makanan dan minuman bisa keluar kembali dari hidung
● Bicara dengan suara sengau atau terdengar tidak jelas
● Infeksi telinga kronis

2. Kelainan lidah.
Glossitis adalah peradangan pada lidah yang membuat lidah menjadi bengkak dan
kemerahan. Penyakit lidah ini terkadang dapat membuat pasien susah makan dan berbicara
(NHS,2020).

3. Kelainan otot wajah


Kelainan otot wajah salah satunya adalah bell’s palsy, gejalanya :
· Kulit wajah tampak “melorot” di satu atau kedua sisi wajah.
· Mengeluarkan air liur.
· Sensitif terhadap suara.
· Nyeri pada rahang atau di belakang telinga.
· Sakit kepala.
· Berkurangnya kemampuan indera perasa.
· Kesulitan menunjukkan ekspresi pada wajah dan bahkan kesulitan menutup
mata atau tersenyum.
· Lumpuh total pada salah satu sisi wajah. Umumnya, gejala dapat berlangsung
selama beberapa jam, atau mungkin bahkan beberapa hari.

4. Selain nyeri, beberapa gejala lain yang dapat timbul akibat sakit gigi adalah:
· Bengkak di gusi sekitar gigi yang sakit
· Bengkak pada rahang dan wajah
· Bau mulut yang tidak sedap (halitosis)

16
· Perdarahan dari gigi atau gusi
· Sulit dan sakit saat membuka mulut

Faktor neurologi :
1. Trauma kepala
secara umum, berikut adalah beberapa gejala yang mungkin terjadi pada penderita trauma
kepala :
· Pembengkakan di sekitar area kepala.
· Sakit kepala dan/atau pusing.
· Mual dan muntah.
· Penglihatan kabur.
· Masalah keseimbangan.
· Luka di kulit kepala.
· Sensitif terhadap cahaya dan suara.
· Kebingungan atau linglung.
· Telinga berdenging.
· Kelelahan.
· Hilang kesadaran atau pingsan.
· Sulit berjalan.
· Bicara cadel.
· Kelemahan di satu sisi tubuh.
· Kulit pucat.
· Kejang.
· Keluar darah atau cairan dari telinga atau hidung.
· Perubahan perilaku.
· Koma.

2. Tumor otak
Tanda dan gejala umum yang disebabkan oleh tumor otak meliputi:
· Mengalami sakit kepala dengan pola yang berubah-ubah.
· Sakit kepala yang semakin sering dan lebih parah.

17
· Mual atau muntah tanpa alasan pasti.
· Mengalami masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur, penglihatan ganda,
atau kehilangan penglihatan tepi.
· Hilangnya sensasi atau gerakan secara bertahap di lengan atau kaki.
· Kesulitan menjaga keseimbangan tubuh.
· Kesulitan bicara.
· Merasa sangat lelah.
· Kebingungan dalam menghadapi masalah sehari-hari.
· Kesulitan membuat keputusan.
· Tidak mampu mengikuti perintah yang mudah dimengerti.
· Perubahan kepribadian atau perilaku.
· Kejang.
· Masalah pendengaran.

3. Stroke (emboli otak), yang ditandai dengan (Lloyd, 2021):


· Wajah tidak simetris
· Kelumpuhan anggota tubuh
· Gangguan dalam berbicara

4. Jika trombosis arteri menyumbat arteri di otak, maka akan terjadi stroke iskemik.
Kondisi ini umumnya ditandai dengan beberapa gejala berikut:
· Mati rasa atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh
· Wajah tampak tidak simetris atau salah satu terlihat lebih turun
· Bicara pelo, sulit berbicara, atau memahami pembicaraan
· Sulit mempertahankan keseimbangan
· Sakit kepala atau pusing
· Sulit menelan
Satoh, et al. (2019). Recent Advances in the Understanding of Thrombosis. Arteriosceloris,
Thrombosis, and Vascular Biology. Journal of American Heart Association, 6(39),
e159-e165.

18
Jankovic J.,(2021). Bradley and Daroff's Neurology in Clinical Practice Vol 2, 8th edition.
Elsevier

Mitchell, C., Bowen, A., Tyson, S., Butterfint, Z., & Conroy, P. (2017). Interventions for
dysarthria due to stroke and other adult-acquired, non-progressive brain injury. The
Cochrane database of systematic reviews, 1(1), CD002088.
Vinson DC, Manning BK, Galliher JM, Dickinson LM, Pace WD, Barbara J. Turner.
Alcohol and Sleep Problems in Primary Care Patients: A Report from the AAFP
National Research Network. ANNALS OF FAMILY MEDICINE. 2010;8(6).
Borke, J. National Institute of Health. National Library of Medicine MedlinePlus (2019).
Opioid Intoxication.
Centers for Disease Control and Prevention (2020). Birth Defects. Facts About Cleft Lip
and Cleft Palate.
National Health Service (2020). Health A to Z. Sore or White Tongue.
Head Injury. (2021). Retrieved 6 October 2021,
https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/head-injury
Lloyd, W. Healthgrades (2021). Embolism.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD002088.pub3
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6464736/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5657730/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459360/

LEARNING ISSUE
1. Diagnosis dan Patofisiologi Stroke Iskemik
● Patofisiologi Trombus
Efek yang muncul pada stroke infark cukup cepat, hal ini dilakukan karena
ketidakmampuan otak untuk menyimpan glukosa dan ketidakmampuan untuk
melakukan metabolisme secara anaerob. Trombus yang menyumbat arteri serebral
dan menyebabkan iskemia pembuluh darah di wilayah sekitarnya. Mekanisme
cedera neuron pada tingkat sel diakibatkan oleh hipoksia atau anoksia. Cedera
neuron akibat iskemia merupakan suatu proses biokimia yang aktif yang senantiasa

19
berkembang. Kekurangan oksigen dan glukosa akan menguras energy sel yang
tersimpan untuk mempertahankan potensi membrane dan gradient ion
transmembran. Kalium yang keluar dari sel akan memicu depolarisasi masuknya
kalsium dan juga memicu pelepasan glutamate melalui glia glutamate transporter.
Sinaptic glutamate akan mengaktivasi excitatory amino acid receptors bergabung
dengan kalsium dan natrium ion channels. Influx kalsium dalam post sinap yang
berlebihan ini akan mengakibatkan depolarisasi dan edema akut. Influx kalsium
yang melebihi batas akan mengakibatkan aktivasi enzim-enzim yang dependent
kalsium (protease, lipase, nuclease). Enzim tersebut bersama hasil metabolismenya,
seperti eicosanoids dan radikal bebas akan mengakibatkan pemecahan plasma
membrane dan elemen sitoskeletal yang akan berakibat pada kematian sel. Urutan
kejadian tersebut dikenal dengan istilah excitotoxicity karena peran excitatory asam
amino seperti glutamate. Jika iskemia yang terjadi belum luas maka akan
mengakibatkan pertahanan kehidupan sel yang lebih lama, seperti yang terdapat
pada perbatasan atau penumbra yang mengelilingi pusat iskemik pada otak. Proses
biokimia ini melibatkan ekspresi protein yang terlibat dalam apoptosis sel, seperti
Bcl (B-cell Lymphoma)-2-family protein dan caspases (proenzim cystein protease)

● Patofisiologi Emboli
Embolus terdiri dari agregasi platelet, thrombus, platelet-thrombi,
cholesterol, calcium, bacteria,dll. Paling banyak debris emboli terdiri dari agregasi
platelet. Tidak ada mekanisme tunggal yang mendasari terjadinya kardioemboli.
Emboli sekunder karena kelainan katup/chamber (misal/ AF, acute myocard infark)
terjadi akibat stasis, sedangkan lainnya karena keterlibatan valvular akibat
ketidaknormalan endotel yang berhubungan dengan material seperti platelet,
bakteria, dan lain-lain. Saat emboli mencapai sirkulasi serebri, akan menyebabkan
obstruksi arteri yang memvaskularisasi otak tersebut sehingga terjadi iskemi pada
neuron dan pembuluh darah dalam area iskemi itu. Berlawanan dengan thrombi,
emboli lemah dalam berikatan dengan dinding vaskuler dan umumnya bermigrasi
ke distal. Saat terjadi reperfusi pada arteriol dan kapiler yang mengalami kerusakan,
menyebabkan perdarahan pada area yang yang mengalami infark. Hal ini lebih

20
sering berkaitan dengan kardioemboli daripada penyebab stroke iskemik lainnya.
Dampak neurologis dari stroke emboli tidak hanya tergantung pada wilayah
pembuluh darah yang tersumbat tetapi juga pada kemampuan embolus
menyebabkan vasospasme dan bertindak sebagai iritan di vaskuler. Vasospasme
dapat terjadi di segmen pembuluh darah dimana terdapat embolus atau dapat
melibatkan seluruh cabang arteri. Vasospasme cenderung terjadi pada pasien yang
lebih muda, mungkin karena pembuluhnya yang lebih lentur dan kurang
aterosklerotik (Munir, 2017).

2. Faktor Resiko Stroke Iskemik


Adapun faktor resiko terjadinya stroke iskemik adalah (Talley, 2014) :
● Hipertensi
● Kebiasaan Merokok
● Diabetes Mellitus
● Hiperlipidemia
● Atrial Fibrilasi, Bacterial Endokarditis
● Miokardiac Infark
● Gangguan Hematologi
● Riwayat Keluarga Stroke
3. Komplikasi dan prognosis stroke iskemik
a. Komplikasi
● Edema cerebri.
● Pneumonia
● Urinary tract infection (UTI) Krena penggunaan Kateter dalam waktu yang lama.
● Kejang karena ketidaknormalan aktivitas eletric di otak
● Depresi
● Deep venous thrombosis (DVT)
b. Prognosis
secara umum, 80% pasien stroke dapat hidup selama 1 bulan dengan 10 tahun
survival rate sekitar 35%.Setengah hingga sepertiga dari pasien stroke yang telah mampu

21
melewati fase akut akan memperoleh fungsi kembali normal dan hanya 15% yang
memerlukan perawatan institutional. (Munir, 2017)

4. Tatalaksana stroke iskemik


a. Non Farmakologi
1. Jalan napas dan pernapasan: bantuan jalan napas dan ventilasi sebaiknya
diberikan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar
2. Sirkulasi (tekanan darah / TD) : target dan monitor TD tergantung jenis
stroke, atasi hipovolemia / hipotensi
3. Suhu tubuh : hipertermia (>38 derajat C) harus dicari tahu penyebabnya dan
diterapi
4. Tingkat keparahan stroke yang diukur menggunakan National Institutes of
Health Stroke Scale (NHSS)
5. CT-scan non-kontras <20 menit dari kedatangan di IGD
6. Gula darah sewaktu (GDS): pasien hiperglikemia harus diterapi dengan
target 140-180 mg/dl, pasien hipoglikemia (GDS <60 mg/dl) harus segera
diterapi dengan target 80-110 mg/dl.
7. Nutrisi enteral harus diinisiasi dalam 7 hari pertama setelah awitan stroke.
pasien dengan disfagia dapat diberikan nutrisi melalui NGT.

b. Farmakologi
1. Anti thrombus:
● Trombolitik: recombinant tissue plasminogen activator; diberikan
pada fase akut, yaitu kurang dari 3 jam setelah timbul gejala;
dosis 0,9-90 mg/kgBB, 10% dari dosis diberikan IV bolus selama 1
menit dan sisinya dilanjutkan dengan drip selama 1 jam
● Antiplatelet (mencegah agregasi platelet): aspirin 160-325mg/hari;
clopidogrel (plavix) 75 mg/hari. Kombinasi aspirin dan clopidogrel
terbukti mampu mencegah stroke infark.

22
2. Neuroprotective: citicolin dapat diberikan 2-4 x 250 mg/hari intravena
kemudian dilanjutkan dengan 2 x 500-1000 mg peroral.
3. Faktor sistemik: tekanan darah harus diatur supaya tetap tinggi untuk
mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) tekanan darah dikontrol
sesudah 7-10 hari dengan target Tekanan Darah Sistol (TDS) 160-190 dan
Tekanan Darah Diastol (TDD) 90-100. Kadar gula darah harus diatur
sekitar 100-200 gr. Hiperlipidemia juga harus dikontrol. Hipoksemia
(pneumonia aspirasi), hiponatremi dan peningkatan suhu tubuh harus
dihindari (Munir, 2017).

5. Pencegahan dan edukasi


Pencegahan
Pencegahan stroke adalah upaya yang dilakukan pada pasien yang telah terkena stroke
(Hasan et al, 2018).

Hipertensi:
Antihipertensi yang disarankan untuk tata laksana hipertensi pada pasien stroke adalah
angiotensin-converting enzyme-inhibitor seperti captopril dan angiotensin receptor blocker
seperti amlodipine.

Dislipidemia:
Pada pasien stroke yang mengalami dislipidemia, terapi sebaiknya tidak didasarkan pada
kadar kolesterol sebagai target terapi. Sebaliknya, berikan monoterapi statin dosis sedang
fixed-dose untuk menurunkan tingkat mortalitas dan kejadian kardiovaskular pasien.
Pemeriksaan tambahan seperti C-reactive protein dan skor kalsium dapat memberikan
keuntungan dalam penggunaan terapi karena memiliki nilai prediksi yang baik, akan tetapi
tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin. Hal ini karena masih kurangnya
bukti mengenai efeknya terhadap luaran pasien, harga pemeriksaan, dan risiko radiasi pada
pemeriksaan kalsium arteri koroner.

Diabetes Mellitus:

23
Kontrol gula darah sangat direkomendasikan pada pasien diabetes mellitus dengan stroke.
Penggunaan insulin 1 jam setelah stroke diikuti dengan rtPA 1,5 jam setelah kejadian
stroke akut telah dilaporkan berkaitan dengan penurunan risiko infark, edema, dan
perdarahan otak.

Sindrom Metabolik:
Obat yang dapat digunakan pada pasien stroke dengan sindrom metabolik adalah
thiazolinedindione. Thiazolindindione berperan sebagai agonis peroxisome proliferator-
activated receptor-γ (PPAR-γ) yang dapat menyebabkan aktivasi metabolisme lipid,
penyerapan glukosa, dan antiinflamasi. Selain itu, thiazolindindione juga memiliki efek
yang menguntungkan bagi sistem kardiovaskular, seperti sebagai antiaterogenik dan
antihipertensif.

Modifikasi Gaya Hidup


Konseling untuk program henti rokok sangat direkomendasikan dan efektif dalam
membantu perokok untuk berhenti merokok. Pelayan kesehatan harus memberitahukan
pasien dengan riwayat stroke dan transient ischemic attack agar berhenti merokok. Selain
itu, pasien juga harus mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol.

Aterosklerosis:
Pemeriksaan pencitraan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan stroke dan transient
ischemic attack setelah 6 bulan selesai rawat. Terapi medis seperti penggunaan antiplatelet,
statin, dan modifikasi faktor risiko sangat direkomendasikan. Operasi bypass intrakranial
dan ekstrakranial tidak direkomendasikan pada pasien dengan oklusi atau stenosis arteri
karotis dan serebral tengah.

24
KESIMPULAN
Pasien wanita usia 74 tahun dengan keluhan cadel pertama kali sejak 6 jam yang lalu. Cadel
dirasakan mendadak, menetap, tidak tambah parah. Cadel terjadi saat pasien sedang bersantai di
tempat tidur. Tampak banyak air liur, tersedak dan gangguan muka. pipi, wajah dan bagian tubuh
sebelah kiri tampak lemah. Pasien masih bisa beraktivitas sehari-hari tanpa pembantu.
Riwayat penyakit dahulu
● Hipertensi
● Kardiomyopati
● Covid 9 bulan lalu
Riwayat Pengobatan
● Untuk keluhan ini belum pernah diobati
● Saat ini sedang mengkonsumsi obat candesartan, 1 x8 mg, bisoprolol 1x 1,2 tablet ,
spironolactone 1 x 2,5 mg
Riwayat penyakit keluarga
● Bapak dan ibu meninggal karena diabet
Riwayat Sosioekonomi
● Dulu bekerja sebagai buruh, sekarang sudah pensiun
● Pasien tinggal dengan keluarga anak
● Waktu luang nya bersosialisasi dengan komunitas gereja
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Pemeriksaan Kepala
● Inspeksi : dbn
● Pipi dan sudut mulut kiri tertinggal serta tampak ada air liur di sudut mulut kiri.
Pemeriksaan Thorax
Jantung
● Perkusi didapatkan batas jantung kiri melebar
Pemeriksaan Ekstremitas
● Hemiparesis sinistra
● Motorik dex 5 sinistra 3

25
Status neurologis
● Pemeriksaan facial asimetris :
○ inspeksi : sisi kiri garis bibir pasien sulkus nasolabial sinistra mendatar, sudut
mulut kiri turun
○ pada dahi pasien ini tampak simetris kiri dan kanan
○ pasien tidak bisa menggembungkan pipi kiri secara maksimal
○ waktu membuka mata nya tetap simetris kiri dan kanan
○ pasien sangat menyeringai cekungan nasolabial sebelah kiri lemah
● refleks fisiologis :
○ Refleks fisiologi sisi sinistra menurun
● refleks patologis :
○ Positif ada sisi sinistra
Pemeriksaan Penunjang
● CT Scan
1. LAcunar infark di putamen bilateral
2. Kalsifikasi ganglia basalis bilateral
3. Atrofi cerebri senilis

Diagnosis
● Klinis : Disartria dan Hemiparesis Sinistra
● Topis : Capsula Interna dd cortex cerebri
● Etiologis : Cerebro Vascular Attack (CVA) et causa susp stroke iskemik et causa susp
trombus emboli
● Banding : Cerebro Vascular Attack (CVA) et causa stroke bleeding

Tatalaksana Farmakologis :
1. Anti Trombus
- Antiplatelet : aspirin 160-325 mg/hari dan clopidogrel (plavix) 75mg/hari. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel terbukti mampu mencegah stroke infark
- Neuroprotective : citicolin dapat diberikan 2-4 x 250 mg/hari intravenous kemudian
dilanjutkan dengan 2 x 500 - 1000 mg peroral

26
- Faktor Sistemik : tekanan darah harus diatur supaya tetap tinggi untuk mempertahankan
CBF. Tekanan darah dikontrol setelah 7-10 hari dengan target TDS 160-190 dan TDD 90-
100. Kadar gula darah harus diatur sekitar 100-200 gr %. Hiperlipidemia juga harus di
kontrol. Hipoksemia (pneumonia aspirasi), hiponatremi dan peningkatan suhu tubuh harus
dihindari.

Pencegahan
1. Pengukuran faktor risiko yang akurat
2. Orang yang berisiko terkena penyakit jantung dan stroke, Perubahan gaya hidup dan
perilaku sangat penting untuk manajemen risiko dan peningkatan kesehatan secara
keseluruhan.

Prognosis: Dubia ad bonam

27
DAFTAR PUSTAKA

Talley, N.J. (2014) ,The neurological history, in hunter, C. (ed) Clinical Examintaion A
Systematic Guide to physical diagnosis. 7th edn. Sydney: Elsevier Churchill
Livingstone, pp. 845-860
Hasan TF, Rabinstein AA, Middlebrooks EH, Haranli N, Silliman SL, Meschia JF, et.al.
Diagnosis and management of acute ischemic stroke. Mayo Clinic Proceedings.
2018;93(4):523-538.
Munir, B. 2017. ‘Diagnosis dan terapi penyakit neurologi’, in neurologi dasar. 2nd edn.
Malang, pp.100-111.

28

Anda mungkin juga menyukai