Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN SGD

BLOK BIOMEDIK 3

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2019

1
OLEH:

KELOMPOK I

1. Catherine Ilona (0606011910001)


2. Teguh Prasetia Lakukua (0606011910008)
3. Agnes Anjariana (0606011910015)
4. Lidya Anin (0606011910020)
5. Atalya Riawani Iring (0606011910022)
6. Reviola Celly Sidharta (0606011910027)
7. Zefanja Andera Gondo (0606011910028)
8. WB Iqbal Tendi Alam (0606011910032)

Nama Tutor: dr. Jemima

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................................... 1

SKENARIO ........................................................................................................................................ 2

TABEL ................................................................................................................................................ 3

LEARNING ISSUES ......................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 5

A. Definisi ..................................................................................................................................... 5

B. Klasifikasi dan Penyebab ......................................................................................................... 5

C. Faktor Resiko ........................................................................................................................... 6

D. Anatomi Hepar ......................................................................................................................... 8

E. Histologi Hepar ...................................................................................................................... 10

F. Fisiologi ................................................................................................................................. 13

G. Biokimia ................................................................................................................................ 15

MINDMAP AKHIR ......................................................................................................................... 19

KESIMPULAN ................................................................................................................................ 20

REFERENSI ..................................................................................................................................... 21

3
SKENARIO

Bayi X, laki-laki usia 3 hari, kulit kuning saat usia hari ke-2.

4
TABEL

Keywords 1. Laki-laki
2. Umur 3 hari
3. Kulit kuning pada usia hari ke-2

Masalah utama Kulit kuning


Hipotesa Jaundice
Awal
Mind Map
Awal

Learning 1. Definisi kulit kuning, klasifikasi, dan etiologi.

Issues 2. Faktor risiko


3. Anatomi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
4. Histologi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
5. Biokimia (jenis,komponen, dan enzim bilirubin)
6. Fisiologi (pembentukan bilirubin)

5
LEARNING ISSUES

1. Definisi kulit kuning, klasifikasi, dan etiologi.


2. Faktor risiko
3. Anatomi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
4. Histologi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
5. Biokimia (jenis,komponen, dan enzim bilirubin)
6. Fisiologi (pembentukan bilirubin)

6
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kulit kuning ( ikterus pada bayi)/ hiperbilirubinemia adalah warana kekuningan
pada kulit dan sklera mata. Ikterus merupakan masalah umum saat ini dan ada dalam
banyak kasus, jinak pada neonatus. Penyakit kuning diamati selama minggu pertama
kehidupan di sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur. Hiperbilirubinemia
ada 2 macam yaitu bilirubin terikat/ terkonjugasi dan bilirubin bebas/ tak terkonjugasi
tergantung patofisiologinya.
Warna kuning sendiri bisa merupakan hasil dari akumulasi pigmen bilirubin yang
tidak terkonjugasi, nonpolar, dan larut pada lemak di kulit. Bilirubin tak terkonjugasi ini
merupakan produk akhir oleh katabolisme protein heme dari reaksi-reaksi enzimatik dari
heme-oksigenase dan biliverdin reduktase serta zat pereduksi non-enzimatik dalam sel
retikuloendotelial.
Warna kuning mungkin juga sebagian disebabkan oleh deposisi pigmen dari
bilirubin terkonjugasi,, produk akhir dari bilirubin tak terkonjugasi yang telah mengalami
konjugasi dalam mikrosom sel hati oleh enzim uridine diphosphoglucuronic acid (UDP) -
glucuronyl transferase akan membentuk polar, bilirubin larut air. Walaupun bilirubin
mempunyai peranan fisiologis sebagai antioksidan, penambahan tingkat bilirubin tidak
berproses secara langsung dan bilirubin yang tak terkonjugasi memiliki potensi untuk
menjadi neurotoksik. Namun, meskipun bentuk terkonjugasi bukan neurotoksis, bentuk
ini juga dapat menunjukkan penyakit sistemik maupun gangguan serius pada hepar.
(Kliegmen)
Klasifikasi dan Penyebab
1. Ikterus pada bayi di bawah 24 jam (5 mg/dl/24 jam)
a. Erythroblastosis fetalis
b. Pendarahan tersembunyi
c. Sepsis
d. Infeksi kongenital (syphilis, cytomegalovirus, rubella, dan toxoplasmosis)
e. Kerusakan RBC intrinsik (G6PD, sferositosis herediter, pyruvate kinase
deficiency)
f. Hemolisis (ketidakcocokan rhesus/ ABO)
2. Ikterus pada bayi saat 24-2 minggu (>2 mg/dl/24 jam)
a. Physiologic jaundice
b. Breast milk jaundice
7
c. Sepsis bakteri
d. Infeksi saluran urin atau infeksi lain (syphilis, toxoplasmosis, cytomegalovirus,
enterovirus)
e. Familial nonhemolytic icterus
f. Septicemia, atresia kongenital, hepatitis, galactosemia, hypothyroidism, cystic
fibrosis
3. Ikterus persisten pada bayi lebih dari 2 minggu
a. Ikterus pada bayi yang tidak terkonjugasi
1) breast milk jaundice
2) hipotiroidisme
3) galaktosema
4) hepatitis
5) cytomegalic inclusion disease
6) syphilis
7) toxoplasmosis
8) familial nonhemolytic icterus
9) Atresia kongenital
10) Hemolisis (ketidakcocokan ABO atau rhesus dan defisiensi G6PD)
b. Ikterus pada bayi yang terkonjugasi
1) atresia bilier
2) hepatitis neonatal
B. Faktor Risiko
1. Faktor Resiko Mayor :
a. Saat predischarge tingkat TSB (total serum bilirubin) or TcB (transcutaneous
bilirubin) di zona dengan resiko tinggi dimana tingkat produksi bilirubin neonatal
adalah 6-8 mg/kg/24 jam (dimana bagi orang dewasa, tingkat produksinya 3-4
mg/kg/24 jam)
b. Jaundice diobservasi pada 24 jam pertama
c. Ketidakcocokan golongan darah dengan tes antiglobulin positif langsung, atau
disebut sebagai penyakit hemolitik (defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase),
peningkatan pasang surut konsentrasi CO.
d. Masa kehamilan umur 35-36 minggu
e. Saudara sebelumnya menerima phototherapy
f. Cephalometoma atau memar yang signifikan
8
g. Pemberian air asi secara eksklusif dan penuruan berat badan yang berlebihan
h. Ras Asia Timur
2. Faktor Resiko Minor:
a. Saat predischarge tingkat TSB or TcB ada pada zona resiko tinggi intermediate.
b. Masa kehamilan 37-38 minggu
c. Jaundice diobservasi sebelum discharge
d. Saudara sebelunya menderita jaundice
e. Bayi macrosomic dengan ibu yang menderita diabetes
f. Umur ibu hamil kurang lebih 25 tahun
g. Jenis kelamin laki-laki
3. Decreased Risk
a. Tingkat TSB atau TcB berada pada zona resiko rendah
b. Masa kehamilan kurang lebih 41 minggu
c. Pemberian susu botol secara eksklusif
d. Ras kulit hitam
e. Discharge dari rumah sakit setelah 72 jam

9
C. Anatomi Hepar dan Bilirubin
Hati terletak di daerah hypochondriac dan epigastrik kanan ronga perut, di bawah
diafragma. Hati melekat pada diafragma dan dilindungi oleh tulag rusuk. Suplai darah ke
hati masuk melalui hilus (porta hepatis) disertai dengan saluran empedu hati, limfatik, dan
saraf. Sekitar 80% darah yang masuk ke hati kekurangan oksigen dan disuplai oleh vena
porta. Darah yang miskin oksigen ini adalah darah yang berasal dari usus, pancreas,
limpa, dan kantong empedu. Sisa 20% darah yang kaya oksigen akan mengalir ke arteri
hepatic.

Gambar. Hati tampak anterior dan posterior


Sumber: Prometheus Atlas Anatomi Manusia Organ Dalam, 2017
10
a. hepar
Memiliki dua lobi atau Lobus hepatis dexter yang sedikit besar dan lobus hepatis
sinister yang lebih kecil. Dan antara kedua lobus terdapat Lig. Falciforme hepatis.
Lobi hepatis terdiri dari dua bagian yang utama yaiut bagian lobus dextra dan
lobus sinistra. Lobus hepar dextra sendiri memiliki dua lobus lain:
a. Lobus dextra: berukuran besar. Dan lobus dextra ini memiliki dau lobus lain yaitu
lobus caudatus dan lobus quadrates
b. Lobus sinistra: berukuran lebih kecil dari lobus dextra
Secara fungsional, dibagi menjadi bagian yang dilalui vesica fellea dan bagian yang
dilalui vena cava inferior serta cabang kanan dan kiri vena porta dan arteri hepatica, yang
akan menyuplai separuh hepar bersama dengan drainase biller. Secara fungsional, lobus
caudatus dan lobus quadratus dimiliki oleh hemi liver kiri. Untuk subdivisi hepar lainnya,
akan dibagi menjadi delapan segmen yang mempunyai saluran pembuluh darah dan biller
independen dan hal ini akan menjadi pertimbangan penting saat diperlukan reseksi hepar.

Kandung empedu berada di garis midclavicular kanan dibawah costae 9. Kandung


empedu dihubungkan dengan hepar melalui duktus choledochus yang adalah muara dari
duktus cysticus yang keluar dari kandung empedu dan duktus hepaticus yang keluar dari
hepar.

Canaliculi empedu akan berhubungan satu sama lain dan akan terbentuk jaringan
saluran antar sel yang akan menerima empedu yang keluar dari hepatosit. Canalikuli
empedu mengalir melalui duktul empedu pendek (kolangiol), ke saluran empedu, yang
tentu saja bersama dengan cabang-cabang vena porta dan arteria hepatica di saluran
11
portal. Untuk innervasinya, melalui saraf aminergik, peptidergik, dan kolinergik yang
berada dalam saluran portal dan akan mempengaruhi aliran darah intrahepatic dan
metabolism hepar.
Ductus choledochus merupakan saluran empedu yang terbesar. Pada duktus ini akan
bermuara di duktus pankreatis sehingga kedua saluran ini akan mengeluarkan secret
melalui papilla duodeni major (papilla vateri) ke dalam duodenum.

Gambar. Pembagian duktus empedu Sumber: Prometheus Atlas Anatomi Manusia Organ
Dalam, 2017

D. Histologi
Hati di bungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di hilus, tempat
vena porta dan A. hepatica memasuki organ dan keluarnya ductus hepatica kiri dan kanan
serta pembuluh limfe dari hati.

12
Hepatosit adalah sel epitel polihedral atau kuboid besar, dengan inti bulat besar di
pusat dan sitoplasma eosinofilik yang kaya mitokondria. Hepatosit memilliki inti
sferis besar dengan nucleolus.
Hepatosit membentuk ratusan lempeng tidak beraturan yang tersusun secara
radial di sekeliling vena sentralis kecil.

Di antara semua anastomosis lempeng hepatosit lobules hepar terdapat sinusoid


pembuluh darah penting yang muncul dari cabang perifer vena porta dan arteri hepar
serta berkumpul pada vena sentralis lobules. Sinusoid mempunyai lapisan sel endotel
berfenestra yang tipis dan terputus dikelilingi oleh lamina basal yang menyebar dan
serabut retikular. Bagian yang terputus dan fenestrasi memungkinkan plasma mengisi
ruang perisinusoid (atau ruang Disse) yang sempit.

13
1. Sel Kupffer
Makrofag stelata khusus dalam jumlah besar, biasanya disebut sel Kupffer,
ditemukan di dalam lapisan sinusoid. Sel-sel ini mengenali dan memfagositosis
eritrosit tua, membebaskan heme dan besi untuk dipakai kembali atau disimpan pada
kompleks feritin. Sel-sel Kupffer juga adalah sel penampil antigen dan melenyapkan
bakteri yang terdapat pada darah porta.

2. Sel Stelata hepar (sel Ito)


Sel stelata hepar atau sel Ito terdapat pada celah perisinusoid, dengan tetes lipid
kecil yang menyimpan vitamin A dan vitamin larut lemak lain. Sel-sel mesenkim ini,
yang sulit dilihat pada sediaan rutin, juga menghasilkan komponen matriks ekstrasel
(ECM) (menjadi miofibroblas setelah kerusakan hati) dan sitokin yang membantu
regulasi aktivitas sel Kupffer.
3. Kanalikuli Biliaris
• Ditempat dua hepatosit berkontak , terbentuk suatu celah tubular di antara
kedua sel hepatosit yang disebut kanalikuli biliaris, yang ke dalamnya disekresikan
eksokrin empedu.

14
Kanalikuli biliaris membentuk anastomosis jaringan kanal yang kompleks di
sepanjang lempeng hepatosit yang berakhir dekat saluran porta.
Di area portal perifer, kanalikulus biliaris bermuara ke dalam ductulus biliaris
yang tersusun dari sel-sel kuboid yang disebut kolangiosit. Setelah melalui jarak yang
pendek, ductulus melewati hepatosit pembatas di lobulus dan berakhir dalam ductus
biliaris di celah portal. Ductus biliaris dilapisi epitel kuboid atau silindris dan
mempunyai jaringan ikat khusus. Ductus-duktus ini secara berangsur membesar,
menyatu dan membentuk ductus hepatikus kiri dan kanan yang akhirnya keluar dari
hati (Mescher, 2012).

E. Proses produksi dan ekskresi bilirubin pada bayi di kasus diatas (mekanisme
fisiologis)

Bilirubin merupakan produk akhir dari degradasi heme. Sekitar 85% dari produksi
harian (0,2-0,3 gm) berasal dari pemecahan sel-sel merah yang menua oleh sel
retikuloendotel di limpa, hati, dan sumsum tulang. Sisanya yaitu berasal dari pergantian
heme atau hemoprotein hepatik (misalnya, sitokrom P450) dan dari distruksi prekursor sel
darah merah di sumsum tulang.
Destruksi sel darah merah menghasilkan Heme dan Globin. Globin disimpan untuk
cadangan protein (pool protein), sedangkan Heme dipecah menjadi Fe dan Biliverdin. Fe
disimpan untuk sintesis Heme berikutnya. Biliverdin diubah menjadi Bilirubin bebas
(unconjugated bilirubin/ indirect bilirubin/bilirubin tak terkonjugasi) yang memiliki sifat
hidrofobik tapi lipofilik (susah larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak)

15
Apapun sumbernya, oksigenase heme intraseluler mengoksidasi heme menjadi
biliverdin (langkah 1), yang segera direduksi menjadi bilirubin oleh biliverdin reduktase.
Bilirubin yang terbentuk dilepaskan dan berikatan dengan serum albumin.(langkah 2),
yang sangat penting karena bilirubin hampir tidak larut dalam air pada pH fisiologis dan
juga sangat beracun bagi jaringan. Albumin membawa bilirubin ke hati, tempat bilirubin
diambil ke dalam hepatosit (langkah 3) dan terkonjugasi dengan satu atau dua molekul
asam glukuronat bilirubin urdine diphosphate (UDP)-glucuronyltransferase (UGTIA1,
langkah 4) dalam retikulum endoplasma. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dan
nontoksik kemudian di ekskresikan ke dalam empedu. Sebagian besar glukuronida
mengalami dekonjugasi dalam lumen usus oleh bakteri β-glukuronidase dan terdegradasi
menjadi urobilinogen yang tidak berwarna (langkah 5). Urobilinogen dan residu pigmen
utuh sebagian besar diekskresikan dalam tinja. Sekitar 20% urobilinogens yang terbentuk
diserap kembali di ileum dan kolon, kemudian kembali ke hati, dan dire-eksresi ke
empedu. Sejumlah kecil urobilinogen yang direabsorbsi diekskresikan dalam urine.

Bilirubin yang diproduksi oleh janin dibersihkan oleh plasenta dan dikeluarkan oleh
hepar ibu. Segera setelah lahir, hepar neonates harus berperan membersihkan dan
mengekskresikan bilirubin. Namun, banyak proses fisiologik hepar yang belum
berkembang sempurna saat lahir. Kadar UGT1A1 (UDP- glucuronosyltransferases1-1)
rendah, dan adanya jalur-jalur ekskresi alternative memungkinkan mengalirnya bilirubin
tak terkonjugasi ke usus. Flora usus yang mengubah bilirubin menjadi urobilinogen juga
belum berkembang sehingga mengakibatkan terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin
tak terkonjugasi. Akibatnya, sebagian besar neonates mengalami hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi ringan antara hari 2-5 setelah lahir. Kadar puncak biasanya < 85-170µmol/L
(5-10 mg/dL) dan menurun hingga konsentrasi dewasa normal dalam 2 minggu, seiring
dengan matangnya berbagai mekanisme yang diperlukan untuk mengeluarkan bilirubin.
Mekanisme kanalikulus yang berperan untuk mengekskrseikan bilirubin juga masih
imatur saat lahir dan permatangannya mungkin tertinggal dibandingkan dengan
UGT1A1, hal ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi transien, khusunya
pada bayi dengan hemolisis (Longo & Fauci, 2018).

16
F. Mampu menjelaskan proses produksi dan ekskresi bilirubin pada bayi di kasus diatas
(mekanisme biokimia)
Bilirubin terbentuk dari katabolisme hem. Katabolisme hem terjadi di fraksi mikrosom
sel oleh hem oksigenase. Besi hem yang mencapai hem oksigenase biasanya sudah
teroksidasi menjadi bentuk feri (hemin).
Fe3+-Hem +3 O2 + 7 e- -> biliverdin + CO = Fe3+

Biliverdin reduktase mereduksi jembatan metilen pada biliverdin menghasilkan pigmen


kuning bilirubin.

Biliverdin + NADPH + H+ -> bilirubin + NADP+

Bilirubin sukar larut dalam air (tak terkonjugasi/indirect) , sehingga bilirubin diikat
albumin serum dan di bawa ke hati. Di hati terjadi katabolisme bilirubin yang terjadi dalam
tiga tahap : Penyerapan oleh hati, konjugasi dengan asam glukuronat, dan sekresi ke dalam
empedu. Dalam penyerapan oleh hati, bilirubin di keluarkan dari albumin lalu di ambil di
permukaan sinusoid hepatosit.

17
Setelah itu,untuk mencegah bilirubin kembali ke aliran darah, bilirubin berikatan dengan
protein sitosol seperti glutation S-transferase. Bilirubin bersifat nonpolar sehingga akan tetap
berada di sel jika tidak diubah ke bentuk yang lebih larut air (polar). Perubahan tersebut
melalui konjugasi dengan asam glukoronat. UDP-glukosil transferase yang spesifik untuk
bilirubin

Bilirubin + UDP-glukuronat -> bilirubin monoglukuronida + UDP


Bilirubin monoglukuronida + UDP-glukuronat -> bilirubin diglukuronida +UDP

Kemudian bilirubin diglukuronida (terkonjugasi/ direct) di sekresikan ke dalam empedu


dengan mekanisme transpor aktif. Protein MOAT (multispeific organic anion transfer) yang
terletak di membran plasma kanalis empedu berperan dalam transpor aktif ini.
Pada saat kimus masuk kedalam duodenum, empedu akan mengeluarkan bilirubin
melalui duktus choleodocus. Saat bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus
besar, gugus glukurosoil di keluarkan oleh enzim bakteri B-glukuronase. Reduksi
selanjutnya dilakukan flora feses yang akan membentuk sekelompok tetrapirol tak
berwarna yang disebut urobilinogen. Beberapa urobilinogen akan kembali di reabsorbsi
dari intestinum ke aliran darah, sebagian kembali ke hepar (yang akan di sekresi ulang
melalui siklus urobilinogen enterohepatik) , dan sebagian ke ginjal. Pada ginjal urobiilinogen
akan di ubah menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Selama periode
neonatal, metabolisme bilirubin berada dalam transisi dari tahap janin, di mana plasenta
adalah rute utama eliminasi bilirubin larut lipid, tak terkonjugasi, ke tahap dewasa, di mana
bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air dikeluarkan dari sel-sel hepatik ke dalam
sistem empedu dan saluran pencernaan.

18
Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi dapat disebabkan atau ditingkatkan oleh
faktor :
1. Peningkatan kadar bilirubin yang akan dimetabolisme oleh hepar (anemia hemolitik,
polisitemia, memar atau pendarahan internal, pendeknya umur sel darah merah sebagai
akibat imaturitas sel atau transfusi sel, peningkatan sirkulasi hepar, infeksi)
2. Kerusakan atau kurangnya aktivitas enzim transferase atau enzim terkait lainnya
(defisiensi genetik, hipoksia, infeksi, defisiensi tiroid)
3. Zat yang bekerja sebagai kompetitor atau memblokir enzim transferase (obat atau zat
lain yang membutuhkan konjugasi asam glukuronat, atau
4. Tidak adanya atau penurunan jumlah enzim atau pengurangan penyerapan bilirubin oleh
sel-sel hepar (cacat genetik dan prematuritas).

19
20
MIND MAP AKHIR

KESIMPULAN

21
KESIMPULAN

Berdasarkan skenario yang sudah ada, maka bayi X laki-laki usia tiga hari menderita
hiperbilirubinemia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bayer,T.D., Mans, M.P. & Sayal, A.J., 2012. Zakim and Boyer’s Hepatology. 6thed.
Philadelphia: Elsevier.

Horton-Szar, D., 2008. Peadiatrics.3th ed. British: Elsevieer.

Kliegman, R.M., Stanton,B.F., R. E., Game, J.W.S., Schor, N.F. & Behrman R.E., 2011.

Nelson Textbook of Pediatrics 20 ed. Philadelphia: Elsevier.

Kumar, V., Abbas, A. & Aster, J., 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease.
9th ed. Philadelphia: Elsecier.

Longo, D.L. & Fauci, A.S., 2018. Harrison Gastroenterologi & Hepatologi. Bahasa
Indonesia Ed. Jakarta: EGC.

Mescher, 2013. Janqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13th ed. Mc. Graw Hill.

23

Anda mungkin juga menyukai