Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN SGD

BLOK SISTEM MUSKULOSKELETAL

OLEH:

KELOMPOK I

1. Catherine Ilona (0606011910001)


2. Teguh Prasetia Lakukua (0606011910008)
3. Agnes Anjariana (0606011910015)
4. Lidya Anin (0606011910020)
5. Atalya Riawani Iring (0606011910022)
6. Reviola Celly Sidharta (0606011910027)
7. Zefanja Andera Gondo (0606011910028)
8. WB Iqbal Tendi Alam (0606011910032)

Nama Tutor: dr. Jemima

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................1

SKENARIO.........................................................................................................................................2

TABEL.................................................................................................................................................3

LEARNING ISSUES..........................................................................................................................4

PEMBAHASAN..................................................................................................................................5

A. Definisi Nyeri...........................................................................................................................5

B. Klasifikasi Nyeri.......................................................................................................................5

C. Diferential Diagnosis................................................................................................................5

D. Anatomi Ekstremitas Bawah....................................................................................................6

E. Struktur Sel.............................................................................................................................14

F. Menjelaskan Mekanisme Biokimia dalam Jaringan Otot.......................................................17

G. Fisiologi Otot Rangka.............................................................................................................19

H. Histologi.................................................................................................................................21

I. Embriologi Ekstremitas Inferior.............................................................................................23

MINDMAP AKHIR.........................................................................................................................27

KESIMPULAN.................................................................................................................................28

REFERENSI.....................................................................................................................................29
SKENARIO

Bayi X, laki-laki usia 3 hari, kulit kuning saat usia hari ke-2.
TABEL

Keywords 1. Laki-laki
2. Umur 3 hari
3. Kulit kuning pada usia hari ke-2

Masalah utama Kulit kuning


Hipotesa Jaundice
Awal
Mind Map
Awal

Learning 1. Definisi kulit kuning, klasifikasi, dan etiologi.

Issues 2. Faktor risiko


3. Anatomi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
4. Histologi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
5. Biokimia (jenis,komponen, dan enzim bilirubin)
6. Fisiologi (pembentukan bilirubin)
LEARNING ISSUES

7. Definisi kulit kuning, klasifikasi, dan etiologi.


8. Faktor risiko
9. Anatomi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
10. Histologi hepar (saluran, pembentukan, dan sekresi bilirubin)
11. Biokimia (jenis,komponen, dan enzim bilirubin)
12. Fisiologi (pembentukan bilirubin)
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hyperbilirubinemia adalah penyakit yang sangat sering ditemui pada bayi yang baru
lahir. Penyakit kuning ini diamati selama minggu pertama kehidupan pada sekitar 60%
bayi yang lahir pada waktu yang telah diwanti-wanti dan 80% bayi prematur. Warna
kuning sendiri merupakan hasil dari akumulasi pigmen bilirubin yang tidak terkonjugasi,
nonpolar, dan larut pada lemak di kulit. Bilirubin tak terkonjugasi ini merupakan produk
akhir oleh katabolisme protein heme dari reaksi-reaksi enzimatik dari heme-oksigenase
dan biliverdin reduktase serta zat pereduksi non-enzimatik dalam sel
retikuloendotelial.Oleh karena beberapa deposisi pigmen dari bilirubin terkonjugasi,
produk akhir dari bilirubin tak terkonjugasi yang telah mengalami konjugasi dalam
mikrosom sel hati oleh enzim uridine diphosphoglucuronic acid (UDP) -glucuronyl
transferase akan membentuk kutub, air -Gluronida bilirubin yang tidak larut. Walaupun
bilirubin mempunyai peranan fisiologis sebagai antioksidan, penambahan tingkat
bilirubin tidak berproses secara langsung dan bilirubin yang tak terkonjugasi memiliki
potensi untuk menjadi neurotoksik. Namun, meskipun bentuk terkonjugasi bukan
neurotoksis, bentuk ini juga dapat menunjukkan penyakit sistemik maupun gangguan
serius pada hepar. (Kliegmen) Tingkat hyperbilirubinemia tak terkonjugasi lebih tinggi
dibanding terkonjugasi dan ini diakibatkan oleh prematuritas dan ketidakmatangan fungsi
hati. Level puncak hyperbilirubinemia tak terkonjugasi ini mayoritas <85-170µmol / L (5-
10 mg / dL). Jumlah ini akan mengalami penurunan padak konsentrasi orang dewasa yang
normal dengan proses selama 2 minggu untuk melakukan pematangan mekanisme yang
diperlukan bagi disposisi bilirubin.
B. Klasifikasi dan Penyebab
1. Ikterus pada bayi di bawah 24 jam (5 mg/dl/24 jam)
a. Erythroblastosis fetalis
b. Pendarahan tersembunyi
c. Sepsis
d. Infeksi kongenital (syphilis, cytomegalovirus, rubella, dan toxoplasmosis)
e. Kerusakan RBC intrinsik (G6PD, sferositosis herediter, pyruvate kinase
deficiency)
f. Hemolisis (ketidakcocokan rhesus/ ABO)
2. Ikterus pada bayi saat 24-2 minggu (>2 mg/dl/24 jam)
a. Physiologic jaundice
b. Breast milk jaundice
c. Sepsis bakteri
d. Infeksi saluran urin atau infeksi lain (syphilis, toxoplasmosis, cytomegalovirus,
enterovirus)
e. Familial nonhemolytic icterus
f. Septicemia, atresia kongenital, hepatitis, galactosemia, hypothyroidism, cystic
fibrosis
3. Ikterus persisten pada bayi lebih dari 2 minggu
a. Ikterus pada bayi yang tidak terkonjugasi
1) breast milk jaundice
2) hipotiroidisme
3) galaktosema
4) hepatitis
5) cytomegalic inclusion disease
6) syphilis
7) toxoplasmosis
8) familial nonhemolytic icterus
9) Atresia kongenital
10) Hemolisis (ketidakcocokan ABO atau rhesus dan defisiensi G6PD)
b. Ikterus pada bayi yang terkonjugasi
1) atresia bilier
2) hepatitis neonatal
C. Faktor Risiko
1. Faktor Resiko Mayor :
a. Saat predischarge tingkat TSB (total serum bilirubin) or TcB (transcutaneous
bilirubin) di zona dengan resiko tinggi dimana tingkat produksi bilirubin neonatal
adalah 6-8 mg/kg/24 jam (dimana bagi orang dewasa, tingkat produksinya 3-4
mg/kg/24 jam)
b. Jaundice diobservasi pada 24 jam pertama
c. Ketidakcocokan golongan darah dengan tes antiglobulin positif langsung, atau
disebut sebagai penyakit hemolitik (defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase),
peningkatan pasang surut konsentrasi CO.
d. Masa kehamilan umur 35-36 minggu
e. Saudara sebelumnya menerima phototherapy
f. Cephalometoma atau memar yang signifikan
g. Pemberian air asi secara eksklusif dan penuruan berat badan yang berlebihan
h. Ras Asia Timur
2. Faktor Resiko Minor:
a. Saat predischarge tingkat TSB or TcB ada pada zona resiko tinggi intermediate.
b. Masa kehamilan 37-38 minggu
c. Jaundice diobservasi sebelum discharge
d. Saudara sebelunya menderita jaundice
e. Bayi macrosomic dengan ibu yang menderita diabetes
f. Umur ibu hamil kurang lebih 25 tahun
g. Jenis kelamin laki-laki
3. Decreased Risk
a. Tingkat TSB atau TcB berada pada zona resiko rendah
b. Masa kehamilan kurang lebih 41 minggu
c. Pemberian susu botol secara eksklusif
d. Ras kulit hitam
e. Discharge dari rumah sakit setelah 72 jam

Sumber gambar : Kliegmen


D. Anatomi Hepar dan Bilirubin
Hati dewasa terletak di daerah hypochondriac dan epigastrik kanan ronga perut, di
bawah diafragma. Hati melekat pada diafragma dan dilindungi oleh tulag rusuk. Pada
orang dewasa, hati yang sehat memiliki berat sekitar 1500 g dan memanjang di sepanjang
garis midclavicular dari ruang intercostal ke lima kanan.
Suplai darah ke hati masuk melalui hilus (porta hepatis) disertai dengan saluran
empedu hati, limfatik, dan saraf. Sekitar 80% darah yang masuk ke hati kekurangan
oksigen dan disuplai oleh vena porta. Darah yang miskin oksigen ini adalah darah yang
berasal dari usus, pancreas, limpa, dan kantong empedu. Sisa 20% darah yang kaya
oksigen akan mengalir ke arteri hepatic.

Gambar. Hati tampak anterior dan posterior


Sumber: Prometheus Atlas Anatomi Manusia Organ Dalam, 2017
1. Facies
a. Facies diaphragmatica hepar
Memiliki dua lobi atau Lobus hepatis dexter yang sedikit besar dan lobus hepatis
sinister yang lebih kecil. Dan antara kedua lobus terdapat Lig. Falciforme hepatis.
b. Facies visceralis
Dapat dikenali dua dari empat lobus, ada lobus caudatus, lobus quadratus
hepatis. Facies visceralis juga mengandung Porta hepatis. Porta hepatis berperan
sebagai keluar masuknya pembuluh darah. Dan terdapat beberapa struktur utama
yang berhubungan:
1) Esophagus
2) Gaster
3) Duadeni
4) Vesical fellea
5) Colon
2. Ligament
Hepar memiliki sisi yang melekan pada sinding abdomen yaitu ligament
falciforme. Lalu ada yang berhadapan langsung dengan diafragma yaiut area nuda.
Hampir seluruh hepar di kelilingi oleh peritoneum viscerale. Ini nama-nama ligament
pada hepar
a. Lig. Hepatogastricum
b. Lig. Hepatoduodenale
c. Lig. Truangulare dextra
d. Lig. Triagulare sinistra
e. Lig. Coonarium
f. Lig. Teres hepatis
g. Lig. Venosum
3. Lobi Hepatis
Lobi hepatis terdiri dari dua bagian yang utama yaiut bagian lobus dextra dan
lobus sinistra. Lobus hepar dextra sendiri memiliki dua lobus lain:
a. Lobus dextra: berukuran besar. Dan lobus dextra ini memiliki dau lobus lain yaitu
lobus caudatus dan lobus quadrates
b. Lobus sinistra: berukuran lebih kecil dari lobus dextra
Secara fungsional, dibagi menjadi bagian yang dilalui vesica fellea dan bagian yang
dilalui vena cava inferior serta cabang kanan dan kiri vena porta dan arteri hepatica, yang
akan menyuplai separuh hepar bersama dengan drainase biller. Secara fungsional, lobus
caudatus dan lobus quadratus dimiliki oleh hemi liver kiri. Untuk subdivisi hepar lainnya,
akan dibagi menjadi delapan segmen yang mempunyai saluran pembuluh darah dan biller
independen dan hal ini akan menjadi pertimbangan penting saat diperlukan reseksi hepar.
Kandung empedu berada di garis midclavicular kanan dibawah costae 9. Kandung
empedu dihubungkan dengan hepar melalui duktus choledochus yang adalah muara dari
duktus cysticus yang keluar dari kandung empedu dan duktus hepaticus yang keluar dari
hepar.

Gambar. Kandung empedu dan duktusnya Sumber: : Prometheus Atlas Anatomi Manusia
Organ Dalam, 2017
Bagian utama dari kandung empedu adalah:
1. Corpus vesica billaris
2. Infundibulum vesicae billaris
3. Collum vesica billaris
Canaliculi empedu akan berhubungan satu sama lain dan akan terbentuk jaringan
saluran antar sel yang akan menerima empedu yang keluar dari hepatosit. Untuk
innervasinya, melalui saraf aminergik, peptidergik, dan kolinergik yang berada dalam
saluran portal dan akan mempengaruhi aliran darah intrahepatic dan metabolism hepar.
Ductus choledochus merupakan saluran empedu yang terbesar. Pada duktus ini akan
bermuara di duktus pankreatis sehingga kedua saluran ini akan mengeluarkan secret
melalui papilla duodeni major (papilla vateri) ke dalam duodenum.
Gambar. Pembagian duktus empedu Sumber: Prometheus Atlas Anatomi Manusia Organ
Dalam, 2017
E. Histologi Hepar
Hati adalah organ interna paling besar, pada orang dewasa rata-rata seberat 1,5 kg
atau 2% berat tubuh. Hati berfungsi dalam sistem pencernaan, yaitu menghasilkan
empedu, suatu substansi kompleks yang diperlukan untuk emulsifikasi, hidrolisis, dan
penyerapan lemak pada duodenum. Hati juga berfungsi mengolah nutrisi yang diserap
pada usus halus sebelum didistribusikan ke seluruh tubuh. Sekitar 75% darah yang masuk
hati adalah darah kaya akan nutrisi (namun miskin O 2) dari vena porta yang berasal dari
lambung, usus halus, dan limpa. Sekitar 25% sisanya berasal dari arteri hepar yang
memasok O2 ke organ.
Hati tersusun oleh sel utama yang bernama hepatosit. Selain memiliki fungsi
eksokrin untuk sekresi komponen empedu, hepatosit dan sel hati lainnya berfungsi
mengolah kandungan dalam darah.
1. Hepatosit dan lobuli hepar
Hepatosit adalah sel epitel polihedral atau kuboid besar, dengan inti bulat besar di
pusat dan sitoplasma eosinofilik yang kaya mitokondria. Hepatosit membentuk
ratusan lempeng tidak beraturan yang tersusun secara radial di sekeliling vena
sentralis kecil. Lempeng hepatosit ditunjang oleh stroma halus serat-serat retikulin.
Pada bagian perifer, setiap lobules memiliki tiga hingga enam area porta dengan
jaringan ikat fibrosa, masing-masing mengandung tiga struktur interlobular yang
membentuk triad porta sebagai berikut.
a. Venul cabang vena porta yang mengandung darah kaya nutrisi, tetapi rendah O2.
b. Arteriol cabang arteri hepar yang mengandung darah kaya O2.
c. Duktus biliaris kecil dengan epitel kuboid, cabang-cabang dari sistem penghantar
empedu.

Sebagian besar area porta perifer juga mengandung limfatik dan serabut saraf,
dan pada beberapa spesies (misalnya, babi) terdapat lembaran jaringan ikat fibrosa
tipis yang keluar mengelilingi seluruh lobules sehingga lobulinya lebih mudah
dibedakan dengan manusia.
Di antara semua anastomosis lempeng hepatosit lobules hepar terdapat sinusoid
pembuluh darah penting yang muncul dari cabang perifer vena porta dan arteri hepar
serta berkumpul pada vena sentralis lobules. Sinusoid mempunyai lapisan sel endotel
berfenestra yang tipis dan terputus dikelilingi oleh lamina basal yang menyebar dan
serabut retikular. Bagian yang terputus dan fenestrasi memungkinkan plasma mengisi
ruang perisinusoid (atau ruang Disse) yang sempit.
2. Sel Kupffer
Makrofag stelata khusus dalam jumlah besar, biasanya disebut sel Kupffer,
ditemukan di dalam lapisan sinusoid. Sel-sel ini mengenali dan memfagositosis
eritrosit tua, membebaskan heme dan besi untuk dipakai kembali atau disimpan pada
kompleks feritin. Sel-sel Kupffer juga adalah sel penampil antigen dan melenyapkan
bakteri yang terdapat pada darah porta.

3. Sel Stelata hepar (sel Ito)


Sel stelata hepar atau sel Ito terdapat pada ruang perisinusoid, dengan tetes lipid
kecil yang menyimpan vitamin A dan vitamin larut lemak lain. Sel-sel mesenkim ini,
yang sulit dilihat pada sediaan rutin, juga menghasilkan komponen matriks ekstrasel
(ECM) (menjadi miofibroblas setelah kerusakan hati) dan sitokin yang membantu
regulasi aktivitas sel Kupffer.
4. Kanalikuli Biliaris
Permukaan apikal dua hepatosit yang saling melekat kemudian melekuk dan
merapat membentuk suatu kanalikulus yang dinamakan kanalikuli biliaris, yang ke
dalamnya disekresikan eksokrin empedu.
Kanalikuli biliaris membentuk anastomosis jaringan kanal yang kompleks di
sepanjang lempeng hepatosit yang berakhir dekat saluran porta. Kanalikuli biliaris
merupakan cabang paling kecil dari percabangan bilier atau sistem penghantar
empedu serta mengosongkan isinya ke dalam kanal Hering. Kanal Hering tersusun
atas sel-sel epitel kuboid disebut kolangiosit. Kanal biliaris pendek segera bergabung
dengan duktulus biliaris di area porta yang dilapisi oleh kolangiosit kuboid atau
silindris dan selubung jaringan ikat yang nyata. Duktuli biliaris lama-kelamaan
menyatu, membesar, dan membentuk duktus hepar kiri dan kanan yang keluar dari
hati.
F. Pembentukan Bilirubin dan Empedu
Bilirubin merupakan produk akhir dari degradasi heme. Sekitar 85% dari produksi
harian (0,2-0,3 gm) berasal dari pemecahan sel-sel merah yang menua oleh makrofag di
limpa, hati, dan sumsum tulang. Sisanya yaitu berasal dari pergantian heme atau
hemoprotein hepatik (misalnya, sitokrom P450) dan dari distruksi prekursor sel darah
merah di sumsum tulang. Apapun sumbernya, oksigenase heme intraseluler mengoksidasi
heme menjadi biliverdin (langkah 1), yang segera direduksi menjadi bilirubin oleh
biliverdin reduktase. Bilirubin yang terbentuk dilepaskan dan berikatan dengan serum
albumin.(langkah 2), yang sangat penting karena bilirubin hampir tidak larut dalam air
pada pH fisiologis dan juga sangat beracun bagi jaringan. Albumin membawa bilirubin ke
hati, tempat bilirubin diambil ke dalam hepatosit (langkah 3) dan terkonjugasi dengan
satu atau dua molekul asam glukuronat bilirubin urdine diphosphate (UDP)-
glucuronyltransferase (UGTIA1, langkah 4) dalam retikulum endoplasma. Bilirubin
glukuronida yang larut dalam air dan nontoksik kemudian di ekskresikan ke dalam
empedu. Sebagian besar glukuronida mengalami dekonjugasi dalam lumen usus oleh
bakteri β-glukuronidase dan terdegradasi menjadi urobilinogen yang tidak berwarna
(langkah 5). Urobilinogen dan residu pigmen utuh sebagian besar diekskresikan dalam
tinja. Sekitar 20% urobilinogens yang terbentuk diserap kembali di ileum dan kolon,
kemudian kembali ke hati, dan dire-eksresi ke empedu. Sejumlah kecil urobilinogen yang
direabsorbsi diekskresikan dalam urine.
Asam empedu manusia yang utama adalah asam kolat dan asam senodoksikolat.
Peran fisiologis utamanya yaitu untuk melarutkan lipid yang tidak larut air yang
disekresikan oleh hepatosit ke empedu dan juga untuk melarutkan lemak makanan dalam
lumen usus. Sembilan puluh lima persen asam empedu yang di sekresi, baik terkonjugasi
atau tidak terkonjugasi, di reabsorbsi kembali dari lumen usus dan kembali ke sirkulasi
untuk ke hati (sirkulasi enterohepatik), sehingga membantu untuk mempertahankan
penyimpanan asam empedu endogen yang besar untuk tujuan pencernaan dan ekskresi.
Patofisiologi sakit kuning Bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi
(bilirubin glukuronida) dapat terakumulasi secara sistemik. Bilirubin tak terkonjugasi
hampir tidak larut dan terikat erat dengan albumin. Akibatnya, ia tidak dapat dikeluarkan
melalui urine, walaupun ketika kadar di dalam darah tinggi. Biasanya, sejumlah kecil
bilirubin tak terkonjugasi hadir sebagai anion bebas dalam plasma. Jika kadar bilirubin
yang tidak terkonjugasi meningkat, fraksi yang tidak terikat ini dapat berdifusi ke
jaringan, terutama otak pada bayi, dan menghasilkan jejas toksik. Fraksi yang tidak
terikat dalam plasma ini meningkat pada penyakit hemolitik berat atau ketika obat
pengikat protein menggantikan bilirubin dari ikatan dengan albumin. Oleh karena itu,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis) dapat menyebabkan
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi di otak, yang dapat menyebabkan kerusakan
neurologis berat, yang disebut sebagai kernikterus. Sebaliknya, bilirubin terkonjugasi
dapat larut dalam air, tidak beracun, dan hanya terikat secara longgar dengan albumin.
Karena kelarutan dan ikatan yang lemah dengan albumin, kelebihan bilirubin terkonjugasi
dalam plasma dapat di ekskresikan dalam urine.
Efek pada metabolisme bilirubin di hepatosit Sakit kuning pada neonatus (neonatal
jaundice), karena kemampuan hati mengonjugasi dan mengekskresi bilirubin tidak
sepenuhnya matang.
Lalu ada beberapa penyebab lain yang mengakibatkan kelainan sehingga terjadinya
jaundice atau kulit kuning yaitu, 1) hati immature yang menyebabkan albumin
bermasalah dan sekresi enzim UDP berkurang, 2) pada kandung empedu mengalami
penyumbatan, dan yang ke 3) bakteri usus berkurang sehingga menyebabkan bilirubin
sulit untuk dipecah.
G. Komponen dan Pembentukan Bilirubin
Bilirubin terutama terutama berasal dari hemoglobin meskipun ada juga yang
berasal dari eritropoesis inefektif dan dari katabolisme protein hem lain. Bilirubin
terbentuk dari katabolisme hem. Hem didapat dari eritrosit yang di hancurkan dan
dipecah menjadi hemoglobin. Katabolisme hem terjadi di fraksi mikrosom sel oleh
hem oksigenase. Besi hem yang mencapai hem oksigenase biasanya sudah
teroksidasi menjadi bentuk feri (hemin).
Fe3+-Hem +3 O2 + 7 e- -> biliverdin + CO = Fe3+
Biliverdin reduktase mereduksi jembatan metilen pusat pada biliverdin menjadi
gugus metil, menghasilkan pigmen kuning bilirubin.

Biliverdin + NADPH + H+ -> bilirubin + NADP+

Bilirubin sukar larut dalam air (tak terkonjugasi/indirect) , sehingga bilirubin dikat
albumin serum dan di bawa ke hati. Di hati terjadi katabolisme bilirubin yang terjadi
dalam tiga tahap : Penyerapan oleh hati, konjugasi dengan asam glukuronat, dan sekresi
ke dalam empedu. Dalam penyerapan oleh hati, bilirubin di keluarkan dari albumin lalu
di ambil di permukaan sinusoid hepatosit oleh sistem transpor terfasilitasi yang dapat
larut dan memiliki kapasitas besar.
Setelah itu,untuk mencegah bilirubin kembali ke aliran darah, bilirubin berikatan
dengan protein sitosol seperti glutation S-transferase yang sebelumnya di sebut ligandin.
Bilirubin bersifat nonpolar sehingga akan tetap berada di sel jika tidak diubah ke bentuk
yang lebih larut air (polar). Perubahan tersebut melalui konjugasi dengan asam glukoronat.
UDP-glukosil transferase yang spesifik untuk bilirubin dan berada di retikulum endoplasma
mengatalis pemindahan pemindahan bertahap dua gugus glukosil ke bilirubin dari UDP-
glukoronat:

Bilirubin + UDP-glukuronat -> bilirubin monoglukuronida + UDP


Bilirubin monoglukuronida + UDP-glukuronat -> bilirubin diglukuronida +UDP

Kemudian bilirubin diglukuronida (terkonjugasi/ direct) di sekresikan ke dalam


empedu dengan mekanisme transpor aktif. Protein MOAT(multispeific organic anion
transfer) yang terletak di membran plasma kanalis empedu berperan dalam transpor aktif
ini.
Pada saat kimus masuk kedalam duodenum, empedu akan mengeluarkan bilirubin
melalui duktus choleodocus. Saat bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan
usus besar, gugus glukurosoil di keluarkan oleh enzim bakteri B-glukuronase. Reduksi
selanjutnya dilakukan flora feses yang akan membentuk sekelompok tetrapirol tak
berwarna yang disebut urobilinogen. Beberapa urobilinogen akan kembali di reabsorbsi
dari intestinum ke aliran darah, sebagian kembali ke hepar (yang akan di sekresi ulang
melalui siklus urobilinogen enterohepatik) , dan sebagian ke ginjal. Pada ginjal
urobiilinogen akan di ubah menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine.
Sebagian besar urobilinogen tak berwarna yang terbentuk di kolon akan mengalami
oksidasi menjadi urobilin yang akan memberi warna feses.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai