Oleh :
NIM. 2230912320090
Pembimbing :
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Kolestasis......................................................................................... 5
B. Kolestasis Intrahepatal..................................................................... 11
D. Sepsis....................................................................................………13
A. Identitas................................................................................ 14
B. Anamnesis............................................................................ 14
C. Pemeriksaan Fisik................................................................. 19
D. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 23
E. Resume................................................................................. 23
F. Follow up.............................................................................. 27
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 30
BAB V PENUTUP................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kolestasis pada bayi biasanya terjadi pada usia tiga bulan pertama kehidupan.1-3
defisiensi α–1 anti-tripsin 1:20.000. Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000
kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki 2:1,
sedangkan pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. 2,4 Dari 904 kasus atresia
bilier yang terdaftar di lebih dari 100 institusi, atresia bilier ditemukan pada ras
Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian
Amerika (1,5%).1
Atresia bilier dapat terjadi pada semua bagian saluran empedu ekstra
hepatik. Secara umum kelainan ini disebabkan oleh lesi kongenital atau didapat,
virus, terutama Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, dan kelainan
1
abdomen untuk menyingkirkan adanya kista koledokus sebagai penyebab
Pada sirosis bilier biasanya hati menjadi lebih besar dan berwarna kuning
dan transplantasi hati. Bedah Kasai sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur
dua bulan. Pada bayi berusia lebih dari tiga bulan sebaiknya dilakukan
transplantasi hati. Saat ini indikasi tersering dilakukannya transplantasi hati ialah
usia bayi yang lebih dari tiga bulan disertai kelainan hati yang berat.6-7
Kolestasis neonatal harus dievaluasi pada setiap anak usia 2-3 minggu
fungsi hepar, dan evaluasi etiologi. Tatalaksana awal terhadap etiologi umum
yang dapat segera diatasi dan terapi suportif. Rujukan ke bagian gastroenterologi-
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kolestasis
1. Definisi
ditandai dengan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dL bila kadar bilirubin total
kurang dari 5 mg/dL atau lebih dari 20% bila kadar bilirubin total lebih dari 5
Tujuan utama dari evaluasi bayi dengan kolestasis yaitu untuk membedakan
3
4
bayi yang menyusui bisa terjadi hiperbilirubinemia (indirek: 10-15 mg/dL) tetapi
bayi tersebut tampak sehat, aktif dan terjadi penambahan berat badan.4
dengan feses berwarna dempul dan urin berwarna gelap seperti air teh. 1,3 Ikterus
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Ikterus pada bayi yang lebih dari dua minggu
Tinja yang berwarna dempul disebabkan oleh adanya obstruksi traktus bilier
urin dan menyebabkan bilirubinemia yang bisa timbul sebelum adanya ikterus.
berwarna kuning, sering terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah.3,4
derajat kerusakan fungsi hati dan nekrosis hepatoselular yang bervariasi. Sekitar
5
70-80 % bayi dengan kolestasis pada evaluasi lebih lanjut mengarah ke diagnosis
hepatitis neonatal idiopatik atau atresia bilier ekstrahepatik. 1,2,3 Pada kolestasis
terdapat akumulasi zat zat yang tidak bisa diekskresikan karena oklusi atau
obstruksi dari sistem bilier, yang ditandai dengan meningkatnya alkali fosfatase,
yang lebih dari dua minggu ialah bilirubin direk. Jika bilirubin direk meningkat,
μmol/L (1 mg/dL) atau lebih 15% dari nilai bilirubin total, maka seharusnya
dipikirkan suatu keadaan yang tidak normal.8 Selain itu keadaan ini dapat disertai
sebanyak 90% kasus. Jika dengan ketiga pemeriksaan ini diagnosis belum dapat
Setiap bayi yang mengalami penyakit kuning setelah usia 2 minggu harus
dievaluasi untuk kolestasis termasuk kadar bilirubin total dan langsung. Beberapa
ahli menganjurkan agar bayi yang mendapat ASI yang menderita penyakit kuning
tidak perlu dievaluasi sampai usia 3 minggu. Pendekatan awal harus diarahkan
6
pada diagnosis kondisi yang dapat diobati (misalnya atresia bilier ekstrahepatik ,
yang diperlukan untuk mengevaluasi hati lebih lanjut meliputi albumin , bilirubin
(PT/PTT), dan kadar amonia (lihat Tes Kolestasis ). Setelah kolestasis dipastikan,
Etiologi Pemeriksaan
awal, bersifat non invasif dan dapat menilai ukuran hepar dan kelainan tertentu
pada kandung empedu dan saluran empedu. Namun, hal ini tidak spesifik.
terjadinya atresia bilier, tetapi kurangnya ekskresi dapat terjadi pada atresia bilier,
hepatitis neonatal berat, dan penyebab kolestasis lainnya. Bayi dengan kolestasis
Bila diagnosis belum ditegakkan, biopsi hati umumnya dilakukan sejak dini,
fibrosis. Hepatitis neonatal ditandai dengan kekacauan lobular dengan sel raksasa
berinti banyak. Penyakit hati aloimun ditandai dengan peningkatan simpanan zat
besi di hati.5,6
4. Tatalaksana
ursodeoksikolat. Pada pasien suspek atresia bilier, eksplorasi bedah dan terkadang
Jika tidak ada terapi khusus, pengobatan bersifat suportif dan terutama terdiri dari
Untuk bayi yang diberi susu formula, sebaiknya gunakan susu formula yang
tinggi trigliserida rantai menengah karena dapat diserap lebih baik jika terjadi
membutuhkan > 130 kalori/kg/hari. Pada bayi dengan aliran empedu sedikit, asam
ursodeoksikolat sekali atau dua kali sehari dapat meredakan rasa gatal.5,6
(prosedur Kasai) harus dilakukan. Idealnya, prosedur ini dilakukan pada 1 hingga
selama satu tahun pasca operasi dalam upaya mencegah ascending cholangitis.
Bahkan dengan terapi yang optimal, sebagian besar bayi mengalami sirosis dan
Kolestasis yang disebabkan oleh nutrisi parenteral akan hilang jika nutrisi
parenteral dihentikan atau terkadang jika emulsi lipid generasi baru diganti
dengan emulsi lipid yang lebih tua sebelum bayi mengalami penyakit hati berat.
tes yang pasti, pengobatan dengan imunoglobulin IV (IVIG) atau transfusi tukar
perlu dipertimbangkan sejak dini untuk membalikkan kerusakan hati yang sedang
B. Kolestasis Intrahepatal
atau toksik. Infeksi dapat menyebabkan kolestasis. Infeksi dapat disebabkan oleh
9
(misalnya bakteremia gram positif dan gram negatif , infeksi saluran kemih yang
Sepsis pada neonatus yang mendapat nutrisi dari orang tua juga dapat
menyebabkan kolestasis.4,5
mitokondria, dan cacat oksidasi asam lemak. Cacat genetik tambahan termasuk
kolestasis (ARC). Ada juga sejumlah mutasi gen yang mengganggu produksi dan
jangka panjang pada neonatus yang sangat prematur atau bayi dengan sindrom
usus pendek. Emulsi lipid generasi baru dalam nutrisi parenteral (misalnya,
kondisi peradangan pada hati neonatal. Insidensinya telah menurun, dan menjadi
penyebab spesifik kolestasis dan 47,5% penyebab infeksi adalah rotavirus. Diare
karena rotavirus sebagian besar terjadi pada anak kurang dari 2 tahun.7,9
C. Kolestasis Ekstrahepatal
Amerika Serikat sekitar 1/8.000 hingga 1/18.000 kelahiran hidup). Atresia bilier
terjadi pada bayi prematur atau neonatus saat lahir. Penyebab respons inflamasi
lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik resesif
neonatal ekstrahepatik dan lebih sering terjadi pada bayi dengan fibrosis kistik. 1,2,3
D. Sepsis
1. Definisi
Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) adalah infeksi aliran darah yang bersifat
invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti
darah, cairan sum-sum tulang atau air kemih yang terjadi pada bulan pertama
dan definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan
Respons Syndrome - SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus,
kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain
c. Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun
d. Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi
2. Faktor risiko
a. Faktor Ibu:
3) Korioamnionitis.
b. Faktor Bayi:
1) Asfiksia perinatal.
4) Kelainan bawaan.
3. Klasifikasi
(SNAL). Pada awitan dini kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan
(umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau
infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Berlainan dengan
mikroorganisme yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke-3
lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal
paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam macam kuman
4. Etiologi
Group B (GBS), bakteri usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria
(4,6%).
5. Diagnosis
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi
diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak
spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas,
hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Diagnosis sepsis neonatal sulit
karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan
pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala sepsis
14
neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat pada BBL. Selain
itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai
diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain faktor risiko, gambaran klinik,
pasien karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan
tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor
yang terjadi selama kehamilan, persalinan atau kelahiran dapat dipakai sebagai
dengan sepsis awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena
penatalaksanaan sepsis neonatal Salah satu upaya yang dilakukan akhir-akhir ini
cepat memberikan informasi jenis kuman. Selain manfaat untuk deteksi dini,
pemeriksaan laboratorium dari darah perifer lengkap, hitung jenis, dan biakan
darah. Pada umumnya ditemukan peningkatan leukosit yang didominasi oleh sel
beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda klinis yang sesuai dengan
infeksi disertai nilai CRP >10 mg/dl cukup untuk menegakkan diagnosis sepsis
awitan dini dan sepsis awitan lambat pada sepsis neonatorum. Sebaliknya, untuk
terhadap netrofil total (IT ratio) ≥0,25 sebagai kriteria untuk pemberian antibiotic
6. Patofisiologi
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi
plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan
melalui berbagai jalan yaitu salah satunya pada ketuban pecah, paparan kuman
yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini
kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi
kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban pecah lebih
a. Sepsis dini : terjadi pada 0-3 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih
melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada
vagina atau bakteri patogen lainnya secara asendens dapat mencapai cairan
cairan amnion yang telah terinfeksi kemudian teraspirasi oleh janin atau
amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir.
tali pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit
dini ditandai dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang
dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi. Insiden syok
b. Sepsis lambat : umumnya terjadi setelah bayi berumur 4 hari atau lebih mudah
meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari saluran
genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di
25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai
risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas imatur
17
7. Tatalaksana
Eliminasi bakteri merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis
kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan bakteri penyebab
antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap bakteri gram positif
a. Tatalaksana Komplikasi:
4. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri Fenobarbital (20mg/kg loading dose) dan
asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi
neonatal.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
1. Identitas Penderita
Ayah Ibu
B. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Ulin keluhan sesak napas sejak 6 jam SMRS,
muncul mendadak, terus menerus, tidak dipengaruhi oleh posisi. Sesak napas
disadari dengan adanya tarikan dinding dada dan pernapasan cepat. Tidak disertai
perdarahan seperti BAB darah, BAB hitam, muntah darah, batuk darah.
Pasien demam sejak 1 hari SMRS, muncul mendadak dan dirasakan terus
menerus. Suhu tertinggi saat diukur oleh ibu pasien 39 oc. Suhu sempat turun
setelah diberi minum, namun tidak lama setelah itu demam naik lagi. Keluhan
Keluhan kuning sejak usia 3 hari, muncul mendadak dan terus menerus.
Kuning awalnya nampak di mata dan dada, lalu menyebar hingga ke seluruh
tubuh. BAB berwarna kuning kecoklatan, tidak didapatkan riwayat BAB pucat
seperti dempul. Keluhan muntah (-). Pasien telah berobat ke dokter anak dan
Riwayat antenatal:
dan dikatakan janin dalam keadaan baik. Ibu mengaku rutin konsumsi suplemen
kehamilan, seperti tablet tambah darah dan asam folat. Saat hamil trimester
ketiga, tekanan darah tinggi mencapai 140 – 150 mmHg. Keluhan nyeri kepala,
kejang, penglihatan kabur, nyeri perut, mual muntah, sesak napas, penurunan
BAK disangkal.
Riwayat natal:
Lingkar kepala : 29 cm
Penolong : Dokter
Tempat : RS Amuntai
6. Riwayat Neonatal:
Pasien lahir langsung menangis, tidak ada kuning, tidak pucat, dan tidak
8. Riwayat Nutrisi
22
Pasien mendapat ASI dan susu formula Royal Pepti Junior per 2 jam.
Pasien tinggal bersama orang tua. Rumah pasien berdekatan dengan sungai, di
daerah padat penduduk, dekat dengan TPA, jauh dari pabrik. Ventilasi udara baik
menggunakan air galon. Ibu pasien menggunakan obat nyamuk bakar di rumah
dan tidak ada yang merokok di rumah. Ibu mengaku selalu mencuci tangan
makanan, mencuci tangan dengan sabun setelah BAB, merebus air minum. Pasien
C. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda vital
Suhu : 40 °C
Respirasi : 72 x/menit
4. Kulit
Sawo matang, Sianosis (-), Pucat (+), Hematom (-), Ikterik (+) kramer IV
Kepala : mikrosefali, ubun – ubun cekung (+), old man face (+)
Mata : Cekung (+/+), Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (+), sklera ikterik
(+)
Hidung : pernafasan cuping hidung (+), sekret (-), edem mukosa (-)
6. Dinding dada/paru
8. Jantung
9. Abdomen
permukaan rata, sudut tumpul. Lien tidak teraba. turgor kembali lambat (+)
10. Ekstremitas
Umum : Akral hangat (++/++), edema (--/--), CRT <2 detik, pucat (+
11. Genitalia
14. Anus
Paten (+)
PB : 42,5 cm
LK : 29 cm
LD : 27 cm
LP : 23 cm
D. Pemeriksaan Penunjang
- makroskopis: kuning jernih, BJ 1.010, pH 6.5, keton (-), albumin (-), glukosa
(-), bilirubin 1+, darah samar (-), nitrit (-), urobilinogen 0.2, leukosit (-)
- mikroskopis: WBC 0-1/LPB, RBC 0-1/LPB, epitel 1+, Kristal (-), silinder (-),
bakteri (-)
E. Resume
Uraian :
- Pasien datang ke IGD RSUD Ulin pada tanggal 13 Oktober 2023 dengan
keluhan sesak napas sejak 6 jam SMRS, muncul mendadak, terus menerus,
tidak dipengaruhi oleh posisi. Sesak napas disadari dengan adanya tarikan
dinding dada dan pernapasan cepat. Tidak disertai suara napas tambahan.
- Pucat sejak 6 jam SMRS. Tidak terdapat perdarahan seperti BAB darah, BAB
- Demam sejak 1 hari SMRS, muncul mendadak dan dirasakan terus menerus.
Suhu tertinggi saat diukur oleh ibu pasien 39 oc. Suhu sempat turun setelah
diberi minum, namun tidak lama setelah itu demam naik lagi. Keluhan
- Kuning sejak usia 3 hari, muncul mendadak dan terus menerus. Kuning
awalnya nampak di mata dan dada, lalu kuning seluruh tubuh. BAB berwarna
Pemeriksaan Fisik
Pernafasan : 72x/menit
Suhu : 40 oC
Pemeriksaan Penunjang
- USG Abdomen
- CT Scan abdomen
Diagnosis
- Sepsis
Penatalaksanaan IGD
- PO Vitamin A 1x5000 IU
- PO Vitamin D 1x400 IU
- PO Vitamin E 1x40 IU
- PO UDCA 2x20 mg
- PO Propanolol 1x2 mg
- Loading IVFD NaCl 0,9% 17 ml/24 jam (10 ml/kgBB) habis dalam 30 menit
- PO Vitamin A 1x5000 IU
- PO Vitamin D 1x400 IU
- PO Vitamin E 1x40 IU
- PO UDCA 2x20 mg
- PO Curliv 2x2 ml
- PO Propanolol 1x2 mg
Prognosis
F. Follow up
Abdomen Distensi (+), venektasi (+), Distensi (+), venektasi (+), Distensi (+), venektasi (+),
hepar 3-4 cm BAC, turgor hepar 3-4 cm BAC, turgor hepar 3-4 cm BAC, turgor
kembali cepat. kembali cepat. kembali cepat.
Extremitas Akral hangat (++/++), edema Akral hangat (++/++), edema Akral hangat (++/++),
(--/--), CRT <2 detik, (--/--), CRT <2 detik, edema (--/--), CRT <2
Polidaktili manus dextra Polidaktili manus dextra detik, Polidaktili manus
dextra
dextra
- Polidactili manus
dextra
Abdomen Distensi (+), venektasi (+), hepar 3-4 cm Distensi (+), venektasi (+), hepar 3-4 cm
BAC, turgor kembali cepat. BAC, turgor kembali sangat lambat.
33
Extremitas Akral hangat (++/++), edema (--/--), Akral dingin (++/++), edema (--/--), CRT
CRT <2 detik, Polidaktili manus dextra >2 detik, Polidaktili manus dextra
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus ini melaporkan seorang bayi laki-laki berusia 1 bulan 17 hari datang
dengan keluhan sesak napas sejak 6 jam SMRS, muncul mendadak, terus
menerus, tidak dipengaruhi oleh posisi. Sesak napas disadari dengan adanya
tarikan dinding dada dan pernapasan cepat. Demam sejak 1 hari SMRS, muncul
Sesuai teori, sepsis neonatal adalah sekumpulan gejala klinis dari kelainan
onsetnya, sepsis terbagi menjadi sepsis awitan dini (early onset), awitan lambat
(late onset), dan sangat lambat (very late onset). Pada pasien termasuk sepsis
awitan lambat (late onset) yaitu sepsis yang terjadi pada usia 7 hari – 3 bulan.
aureus (MRSA), Bakteri Gram negatif enterik, dan streptokokus grup B. Faktor
risiko sepsis terdiri atas faktor ibu dan faktor neonatal. Faktor risiko ibu meliputi
4) Asfiksia antenatal atau intrapartum; 5) ISK ibu. Faktor risiko neonatal antara
Pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat, nadi 220 x/menit, irreguler,
syok; 5) sistem saluran cerna: retensi lambung, hepatomegali, BAB cair, muntah,
atau kultur darah positif. Pada pasien memenuhi 5 gejala klinik dan kultur darah
lebih berisiko 1,5 kali lipat untuk terkena sepsis dibandingkan perempuan. Hal
ini karena faktor yang terkait seks dalam hal kerentanan host terhadap infeksi.
perdarahan seperti BAB darah, BAB hitam, muntah darah, batuk darah.
Hemoglobin pasien didapatkan 4,2. Sesuai teori, anemia pada neonatus apabila
kadar hemoglobin vena central <13 atau kadar hemoglobin kapiler <14,5.
klinis yang muncul dapat berupa pucat. Apabila terjadi perdarahan akut, dapat
Pada kasus ini pasien kuning sejak usia 1 bulan 10 hari, muncul mendadak
dan terus menerus. Kuning awalnya nampak di mata dan dada, lalu menyebar
riwayat BAB pucat seperti dempul. Pemeriksaan fisis ditemukan sklera dan kulit
yang ikterus serta adanya pembesaran hati (4 cm bawah arkus kosta/BAC). Pada
kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan kuning sehingga perlu evaluasi
ditandai dengan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dL bila kadar bilirubin total
kurang dari 5 mg/dL atau lebih dari 20% bila kadar bilirubin total lebih dari 5
kolestasis neonatal antara lain atresia biliar, hepatitis neonatal idiopatik, kolestasis
Ikterus merupakan temuan klinis yang sering dijumpai terutama saat usia 2
Ikterus karena peningkatan bilirubin indirek sering terjadi pada anak usia 2
minggu yang mendapat ASI.2 Ikterus karena peningkatan bilirubin direk tidak
37
pernah bersifat fisiologis, sehingga setiap anak yang mengalami ikterus pada usia
2-3 minggu harus dievaluasi terhadap kemungkinan kolestasis dan harus dicari
etiologinya.1 Pada bayi yang mendapat ASI, evaluasi kolestasis dapat ditunda
hingga usia 3 minggu jika tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan fisik, tidak
ada riwayat urin berwarna seperti teh dan tinja dempul. Pada bayi yang mendapat
susu formula, evaluasi terhadap kecurigaan kolestasis dapat dilakukan saat usia 2
minggu. Manifestasi klinis kolestasis antara lain ikterus, tinja dempul, dan urin
berwarna kuning gelap menyerupai teh. Ikterus terjadi akibat akumulasi empedu
dalam darah. Tinja dempul atau berwarna kuning pucat karena urobilin dan
sterkobilin tinja menurun. Manifestasi urin seperti teh kadang tidak jelas pada
ibu yang mungkin menjadi faktor risiko atau penyebab, seperti infeksi maternal
dan sifilis], perlemakan hati, batu atau kista duktus biliaris. 1,3 Ditanyakan berat
badan lahir dan usia kehamilan saat bayi lahir, karena bayi prematur memiliki
antar saudara karena dapat meningkatkan risiko kelainan autosomal resesif, dan
teraba massa yang di kuadran kanan atas pada kelainan kista koledokal. Murmur
jantung dapat ditemukan pada atresia biliar atau sindrom Alagille. Pada sindrom
38
triangular, dahi lebar, mata yang dalam, dagu kecil dan lancip). Pemeriksaan tinja
3 porsi, jika didapatkan warna dempul terus menerus dapat mengarah ke diagnosis
atresia biliar.2,3 Penentuan warna tinja seringkali subjektif, dapat digunakan infant
dan indirek. Pada kolestasis neonatal, didapatkan kadar bilirubin direk lebih dari 1
mg/dL jika kadar bilirubin total kurang dari 5 mg/dL atau lebih dari 20% jika
kadar bilirubin total lebih dari 5 mg/dL. .2,3 Penentuan tingkat keparahan
keterlibatan hepar yaitu dengan memeriksa kadar ALT, AST, alkali fosfatase, dan
GGT. Alanin aminotransferase (ALT) dan AST digunakan untuk deteksi nekrosis
hepatosit, namun tidak spesifik. Ketiga enzim ini umumnya meningkat pada
biliaris dan sel hepatosit yang ditemukan juga di jaringan lain seperti pankreas,
lien, dan ginjal. Pada umumnya kadar GGT akan meningkat pada kasus kolestasis,
terutama pada kasus obstruksi ekstrahepatal atau yang melibatkan duktus biliaris
intrahepatal seperti pada atresia biliar, PFIC tipe 3, dan sindrom Allagile. 1-3 Kadar
GGT normal atau rendah dapat dijumpai pada kasus PFIC tipe 1 atau 2 dan
panhipopituitarism.4
glukosa, PT, INR, dan kolesterol. Albumin merupakan protein yang disintesis
39
kegagalan fungsi sintesis hepar atau terdapat kehilangan protein dari ginjal atau
bayi dengan keluhan ikterus saat usia 2 sampai 3 minggu perlu dievaluasi untuk
Pada kolestasis terdapat akumulasi zat zat yang tidak bisa diekskresikan
karena oklusi atau obstruksi dari sistem bilier, yang ditandai dengan
laboratorium yang paling penting pada bayi dengan ikterus lebih dari dua minggu
ialah bilirubin direk. Jika bilirubin direk meningkat, maka harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Bilirubin direk melebihi 17 μmol/L (1 mg/dL) atau lebih
15% dari nilai bilirubin total, maka seharusnya dipikirkan suatu keadaan tidak
normal.8 Selain itu keadaan ini dapat disertai dengan peningkatan kadar γGT,
40
dan APTT.9
Pada kasus ini ditemukan kadar bilirubin total 19,21 mg/dl, bilirubin direk
14,91 mg/dL, γGT 1009 U/L, alkalin fosfatase 222 U/L, SGPT 186 U/L, SGOT
501 U/L. Pada pasien ini, bilirubin total 19,21 mg/dL, kadar bilirubin direk 14,91
mg/dL, yang berarti 77% (>20%) kadar bilirubin total. Hasil ini sesuai dengan
peningkatan yang juga dapat dijumpai pada kolestasis. Kadar GGT 1009 U/L
(batas normal pada usia ini 13-147 U/L), peningkatan tujuh kali lipat batas atas
kadar normal usia ini. Penelitian Brandao et al, terhadap 168 bayi mendapatkan
bahwa peningkatan GGT > 429,5 UI/L atau peningkatan 10,8 kali lipat batas atas
normal kadar GGT, memiliki tingkat spesifisitas 91,5% dan akurasi 76% dalam
mendeteksi kolestasis ekstrahepatal.5 Peningkatan GGT pasien ini <10 kali lipat
pemeriksaan AST, ALT, alkali fosfatase, dan GGT tidak spesifik. Pada pasien ini
tidak terdapat disfungsi hepar, ditandai dari kadar albumin, kolesterol, PT, INR,
infeksi seperti kultur (darah, urin, atau cairan tubuh lainnya), hepatitis B, sifilis,
dan TORCH. Pemeriksaan lain adalah skrining standar kelainan pada bayi baru
infeksi, terutama yang disebabkan oleh bakteri.9 Temuan lain yang dapat
ditemukan yaitu pada pemeriksaan tinja rutin didapatkan hasil warna tinja kuning,
lendir positif, leukosit 10-15/lpb, lemak positif. Leukosit pada tinja umumnya
ditemukan pada infeksi bakteri. Lemak dalam feses pada kasus kolestasis
Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air dan dapat diekskresikan melalui
ginjal, sehingga bilirubinuria dapat menjadi tanda dini kelainan hepatobiliar. .6,10
ialah atresia bilier. Terjadinya atresia bilier diakibatkan oleh karena proses
bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier
adalah tertutupnya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya
kelainan kromosom trisomi17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada
30% kasus atresia bilier. Namun sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia
bilier diakibatkan oleh proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa oleh
Pada umumnya atresia bilier memberikan gejala pada saat postnatal yang
disebabkan oleh obliterasi sistem bilier ekstrahepatik. Pada kasus tertentu dapat
malrotasi, sistem vaskular yang abnormal, dan polisplenia. Bayi dengan atresia
bilier tidak menunjukkan gejala pada saat lahir sampai usia 3-6 minggu, dimana
hati dapat membedakan antara hepatitis neonatal dan atresia bilier ekstrahepatik
sebanyak 90% kasus. Jika dengan ketiga pemeriksaan ini diagnosis belum dapat
Hasil USG abdomen penderita ini ialah atresia bilier dan parensim hepar
obstruksi duktus biliar ekstrahepatik, seperti kista atau batu, identifikasi asites,
Sebelum pemeriksaan USG, pasien dipuasakan selama minimal 4 jam dan diulang
terlihat saat puasa (terisi cairan empedu) dan mengecil setelah bayi minum akibat
kontraksi.6 Gambaran sugestif atresia biliar antara lain triangular cord sign,
morfologi kantung empedu abnormal (tidak tampak kantung empedu saat puasa),
hepatologi anak, seperti pemeriksaan garam empedu serum, kortisol, tes PCR
perkutan dapat dilakukan dengan aman pada bayi kecil. Pemeriksaan ini memiliki
tingkat akurasi 95%, bila sampel cukup (mengandung 5-7 daerah portal) dan
tergantung etiologi. Pada kasus atresia biliaris, temuan histologi antara lain bile
plugs, proliferasi duktus biliaris, fibrosis, dan edema traktus portal. 2,3 Biopsi juga
dirubah menjadi bilirubin indirek. Kemudian bilirubin indirek secara difusi masuk
binding). Lalu bilirubin dibawa ke hepar melalui membran sinusoid dan ditangkap
kasar. Pada retikulum endoplasma halus atau retikulum endoplasma kasar akan
kandung empedu untuk digunakan dalam proses pencernaan lemak di usus. Tahap
parenteral, dapat diberi asupan nutrisi per oral.1,5 Pasien ini diberi antibiotik untuk
45
bilirubin, serta terjadi inhibisi aktivitas transporter dan ekspresi gen yang
mencegah terjadinya kerusakan hati yang lebih lanjut. Tumbuh kembang dapat
hati ke dalam usus dan melindungi hati dari zat toksis. Tatalaksana dukungan
Lemak bentuk MCTs dapat diabsorpsi langsung di usus halus tanpa bantuan
larut lemak. Dosis oral vitamin A 5.000-15.000 IU. Untuk dosis vitamin D2 3-5
sedangkan vitamin D 50-400 IU/hari. Dosis oral vitamin E untuk kolestasis yaitu
50-400 IU/hari. Vitamin K dapat diberikan secara intravena, subkutan atau per
oral dengan dosis 2,5-5 mg/hari atau sumber lain menyebutkan dosis vitamin K1
mengonsumsi vitamin.14
ini berfungsi hepatoprotektor dan membantu absorpsi lemak.6 Obat lain yaitu
6,14
kolestiramin (0,25-0,5 g/kgBB/hari), atau rifampisin (5-10 mg/kgBB/hari).
Pada pasien ini didapatkan kondisi status gizi kurang dan berat badan tidak
bertambah sesuai saat usia 1 bulan meskipun kondisi dehidrasi telah teratasi,
sehingga perlu diwaspadai risiko gagal tumbuh. Dukungan nutrisi perlu lebih
kondisi malabsorpsi. Pasien diberi vitamin K 2 mg setiap tiga hari sekali dan
Operasi ini dapat memberikan hasil yang baik jika ditemukan adanya duktus yang
paten dengan diameter 150 μm, dan dilakukan sebelum usia 8 minggu. Tetapi
yang ditemukan pada 30-60% kasus. Kolangitis umumnya mulai timbul 6-9 bulan
tahun setelah operasi Kasai ialah 40%. Apabila usia bayi sudah lebih dari tiga
47
bulan dan terdapat gangguan hati yang berat maka seharusnya dilakukan
dilakukan.1,3
Komplikasi dari kolestasis yaitu terjadinya proses fibrosis dan sirosis hati.
lanjut dapat terjadi sirosis bilier dan terjadi gagal tumbuh serta defisiensi zat gizi.
tekanan vena porta di atas 12 mmHg. Semua perdarahan walaupun sedikit harus
berlangsung lebih dari 6 bulan, tinja dempul, adanya riwayat penyakit dalam
keluarga, hepatomegali persisten, dan terdapat inflamasi hebat pada hasil biopsi
hati.6
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama By. Ny. N berusia 1 bulan dengan
NICU.
49
DAFTAR PUSTAKA
Press; 2017.
publisihing; 2022.
2017;64(1):154-65.
50
8. Fabris L, Fiorotto R, Spirli C, et al: Pathobiology of inherited biliary
10. Rosenthal P. Neonatal Hepatitis and Congenital Infections. In: Suchy FJ, ed.
Liver disease in children, 1st ed. St. Louis: Mosby year book, 1994; 414-24.
In: Bircher J, et al, eds. Oxford textbook of clinical hepatology, 2nd ed.
16. Hartanto, R., Masloman, N., Rompis, J., Wilar, R., 2016. Hubungan Kadar
51
17. Ghenu MI, Dragoş D, Manea MM, Ionescu D, Negreanu L.
2022;6(6):378-87.
consensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis ‐3) . JAMA. 2016;
315: 801–10.
20. Ainosah RH, Hagras MM, Alharthi SE, Saadah OI. The effects of
21. Ghoda A, Ghoda M. Cholestasis of sepsis: a case report. Cureus. 2020; 12:
e8897.
52