Anda di halaman 1dari 5

ADEGAN 1

Di suatu gemerlapnya sore kala itu Lebak, Banten 1840.

Saaidjah : “Betapa suramnya, berdiri di atas kekayaan tanah air sendiri, tapi tak pernah bisa
menikmati kekayaanya sedikitpun”.

Adinda : “Saaidjah, tidakkah engkau menyadari? Telah datang arti kebahagiaan diantara kita, entah
arti persahabatan, entah arti kesetiaan, tentunya semua yang kita miliki tidak akan abadi. Biarlah
mereka menyiksa kita, biarlah mereka menindas kita, tapi mereka tidak akan pernah bisa merenggut
hati dan jiwa kita.”

Saaidjah : “Aku hanya ingin membuat Abah bangga, aku ingin bebas dan terlepas dari kejamnya para
penguasa, yang merebut semua yang kita punya”.

Adinda : “Jikalau akang memiliki mimpi, percayalah pada mimpi itu”.

Tiba-tiba Adinda berlari meninggalkan Saaidjah.

Saaidjah : “Tunngu Adinda, kemanapun dikau pergi, aku ikut”.

Mereka pun berlarian sampai ke tengah hutan. Mereka menikmati sore diikuti dengan harumnya
senja. Saat sedang menikmati indahnya cakrawala, suara gemuruh sekelompok orang terdengar,
Saaidjah dengan terburu-buru, menhgampiri sumber suara tersebut.

Saaidjah : “WOY!! ADA APA INI?!”

Demang : “HAHAHA Geus gede sia, WANI SIA JEUNG AING?” (terkecil)

“Sia mah moal bakal diterima di dieu, sia hirup pikeun talangsara salawasna, (terkecil) dimodaran sia
ku aing sia dimodaran sia HAH!!”

Saaidjah : “Sebagai orang yang terpandang, tak sepantasnya kau bicara seperti itu Demang, harusnya
kau bisa melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan menindas”

Demang : “Kalobaan Bacot!!”

Demang memukul Saaidjah tapi Saaidjah berhasil menangkisnya dan menghajar, membuat terkapar
semua bawahan demang, bahkan ia mengalahkan satu satunya jawara Lebak yang paling ditakuti.

Adinda : “Kau tidak apa Saaidjah??”

Emak : “Ayo tinggalkan saja mereka”

Saaidjah : “Yaa aku tidak apa-apa Adinda, Emak”

Emak : “Terimakasih ya sudah menolong emak dan warga lain, Emak mau minta tolong sama kamu,
jaga kerbau ini yaa, Emak sudah tidak bisa merawatnya lagi.”

Saaidjah : “Hatur nuhun pisan emak”.

Emak : “Iyaa, kamu rawat baik-baik yaa saaidjah”


Saaidjah : “Baik Mak”

Saaidjah dan Adinda pun pulang dengan wajah sumringah sambil mengiring kerbau yang ia namakan
“Si Tampan”. Sesampainya Di sawah dekat pekarangan rumah, mereka bertemu Abah, Ayah dari
Saaidjah.

Abah : “Hehhh Kebo saha eta??”

Saaidjah : “Ini kerbau milik saya Abah, tadi emak berikan karena sudah tidak sanggup untuk
mengurusnya”

Abah : “Yasudah, Tetap hati-hati yaa, kamu tau resikonya, takut nasibnya sama seperti “Si Pantang”
direnggut oleh mereka”

Saaidjah : “Siap bah, akan Saaidjah jaga dan rawat baik-baik, kerbau ini juga akan memudahkan kita
untuk membajak sawah, yasudah abah, Saaidjah dan Adinda pamit memandikan Kerbau di sungai”

Abah : “Baik-baik di jalan”

Saaidjah dan Adinda pun pergi memandikan kerbau dan pulang dengan hati gembira. Setelah
gemerlap mulai menyelimuti desa, mereka pun pulang untuk beristirahat.

timeskip

Ketika fajar datang, Saaidjah menyambut dunia dengan penuh semangat, hari itu Saaidjah nampak
bahagia sekali, lalu ia bergegas memberi makan 'Si Tampan' Kerbau yang ia dapat kemarin.

Saaidjah : “Tampan, Tampan, Dimana kau?"

Saaidjah membuka kandang, dan ternyata tak ada satupun mahluk di dalamnya.

Saaidjah : "Abah, Abah, Tampann!!"

Saaidjah tak menemui Abah dan Si Tampan, Saaidjah lalu berlarian mencari Abah ke sawah.

Abah : "Jangan Demang saya mohon, ini kerbau saya satu-satunya"

Demang : "Hey asal kamu tau ya, SEMUA HARTA LEBAK ITU PUNYA AING, SIA MOAL HAK KA HARTA
HARTA URANG"

Saaidjah : "Hey Demang!"


Demang : "Wani wani sia dateng deui"

Saaidjah : "Apa kau tidak puas dengan harta yang kemarin kau rampas?"

Demang : "Sia ulah kalobaan bacot ya, pokona aing bilang merekeun ya merekeun!"

Saaidjah : "Cukup Demang! Kembalikan kerbau itu"

Demang : "Sia wani deui, ku aing tembak"

"Sia nu kamari wani-wanina ngahajar aing, nempokeun weh, sekedap deui, sia bakal aya di penjara,
SALAWASNA AHAHAAH'

Max : "Hey Ada apa ini?"

Max menghampiri kerumunan itu

Max : "Kau pasti Saaidjah, Ada apa ini?"

Saaidjah : "Iya saya Saaidjah tuan"

Abah : "Kami menjual kerbau ke Demang tuan"

Max : "Mengapa kau menjual kerbau itu, Apakah Kerbau itu kurang layak untuk digunakan bekerja"

Abah : "Kita perlu uang Tuan”

Max : “Apa kau dibayar banyak?”

Demang menyela obrolan tersebut.

Demang : “Dibayar Tuan, Sangat banyak sekali tentunya”

Max : “Apa benar itu Abah?”


Abah : “Ya Tuan”

Saaidjah : “ABAH!!”

Max : “Yasudah, jangan sampai disini ada Ketidakadilan!”

Demang : “Pasti adil tuan”

Max meninggalkan sawah, Yang lain pun ikut meninggalkan sawah.

Setibanya Max di rumah, Max disambut dengan Selaras.

Max : “Tine sedang tidak dirumah, ada apa datang kemari?”

Selaras : “Maaf lancang tuan, saya hanya ingin melaporkan sesuatu”

Max : “Katakan maksud mu Selaras”

Selaras : “Ada ketidakadilan disini tuan Max”

Max : “Ketidakadilan seperti apa?”


Selaras : “Kau tahu minggu lalu suamiku meninggal, itu bukanlah karena sakit, di pagi harinya,
Suamiku masih berkuda, Suami ku di racun oleh bupati Tuan”

Max : “Tidak aduan ini terlalu besar, tidak mungkin bupati melakukan itu”

Selaras : “Saya tidak berbohong tuan, waktu suamiku meninggal, mulutnya mengeluarkan banyak
bisa, mereka meracun suamiku”

Max : “TIDAK, TIDAK MUNGKIN SELARAS, AKU TIDAK MENERIMA GUGATAN INI”

Saaidjah dari kejauhan : “TUAN MAX”

Max : “Saaidjah, ada apa?”

Sambil membawa bukti kepala kerbau ya g sudah mati saaidjah melaporkan bahwa kerbau nya
direnggut.

Saaidjah : “Ini tuan, mereka mengambil kerbau saya tanpa membayar sedikitpun”

Max : “Bukankah kemarin kau bilang mereka membayarmu?”

Saaidjah : 'Kalau jum'atan sebenarnya mereka bisa melakukan apa saja Tuan”

Selaras : “Sudah kubilang, Pikir baik baik Tuan, Tuan harus cepat bertindak”

Keesokan harinya, Max menghampiri upacara penyambutan tersebut. Max bertatap mata dengan
bupati Lebak.

Max : “Kudengar ada ke tidak adilan disini”

Bupati : “Apa maksudmu?”

Max : “Kau merampas kerbau kerbau milik orang dan tidak membayarnya sedikitpun”

Bupati : (wajah terkejut) “Hah tidak mungkin tuan, kami sangat adil memberi mereka upah”

Max : “Apakah benar?”

Bupati : “Ya tuan Max, kamitentunya sangat menghargai warga lebak”

Max : “Tapi Pemuda itu, Saaidjah mengadukan bahwa kerbau miliknya dirampas”

Bupati : “Owhhh pemuda itu, beliau seperti itu untuk minta dikasihani dan diberikan uang lebih,
jangan tertipu olehnya, kau tahu waktu itu dia menyerang Demang”

Max : (mengangguk heran) “Baiklah”


Bupati : “Ya, saya minta upah pajak tuan Max Havelaar”

Max : “UPAH PAJAK??, TIDAK ADA, APA YANG KAU FIKIR TUAN?”

Bupati : (tergeleng kesal) “Yasudah, Mari dimakan dan diminum dulu tuan” (sambil kesal)

Max : “Terimakasih saya sudah kenyang, saya pergi dulu,”

Max meninggalkan persinggahan, Sementara itu di Desa,

Anda mungkin juga menyukai