Anda di halaman 1dari 7

Ya habibi Ali Baba, Ya habibi Ali..

Ya habibi Ali Baba, Ya habibi Ali.




Dahulu, hiduplah dua orang bersaudara yang bernama Kasim dan Ali baba di Persia. Ali baba adalah
adik Kasim yang hidupnya miskin, dan tinggal di daerah pegunungan. Ali baba hidup dari menjual
kayu bakar. Setiap hari ia mencari kayu bakar untuk dijual kembali dan mendapatkan uang. Berbeda
dengan Ali baba, Kasim adalah seorang yang kaya raya. Namun, ia memiliki sifat buruk yaitu serakah
dan tidak mau memikirkan kehidupan adiknya.
Suatu hari saat Ali baba pulang dari mengumpulkan kayu bakar, ia melihat sekelompok penyamun
(pencuri) berkuda. Karena takut terlihat, Ali baba segera bersembunyi. Dari tempat persembunyian
nya, ia memerhatikan para penyamun yang sedang sibuk menurunkan harta rampasannya dari kuda-
kuda mereka. Kepala penyamun tiba-tiba berteriak, Alakazam! Buka! Pintu gua yang ada di depan
mereka terbuka perlahan-lahan. Setelah itu, mereka segera memasukkan seluruh harta rampasan
mereka. Alakazam! tutup! teriak kepala penyamun. Pintu gua pun tertutup.
Setelah para penyamun pergi, Ali baba memberanikan diri keluar dari tempat persembunyian nya. Ia
mendekati pintu goa itu, dan meniru teriakan kepala penyamun tadi. Alakazam! Buka pintu gua itu
pun terbuka. Wah hebat! teriak Ali baba. Ia terpana saat melihat banyak harta karun yang
bertumpuk seperti gunung di dalam gua itu. Harta rampasan ini akan kuambil sedikit. Semoga aku
tak miskin lagi, dan bisa membantu para tetanggaku yang kesusahan, katanya.
Setelah memasukkan harta dan emas tersebut ke dalam karung, Ali baba segera pulang setelah
sebelumnya menutup pintu goa itu. Istri Ali baba sangat terkejut melihat barang yang dibawa
suaminya. Ali baba pun bercerita kepada istrinya tentang apa yang baru saja ia alami. Uang ini
sangat banyak. Bagaimana kalau kita bagikan kepada orang-orang yang tidak mampu, kata istri Ali
baba.
Saking banyaknya uang emas itu, Ali baba dan istrinya tidak sanggup untuk menghitungnya. Mereka
sepakat meminjam sebuah kendi sebagai timbangan uang emas itu kepada Kasim. Istri Ali baba pun
segera pergi meminjam kendi kepada istri Kasim. Tidak berbeda jauh dari sifat suaminya, lstri Kasim
adalah seorang yang pencuriga. Sebelum meminjamkan kendi itu, ia mengoleskan minyak yang
sangat lengket di dasar kendi.
Keesokan harinya, setelah kendi itu dikembalikan, ternyata di dasar kendi ada sesuatu yang berkilau.
Istri Kasim segera memanggil dan memberitahu suaminya bahwa di dasar kendi yang baru saja
dipinjam istri Alibaba ada uang emas. Kasim segera pergi ke rumah Alibaba untuk menanyakan hal
tersebut. Setelah semuanya diceritakan Alibaba, Kasim kembali ke rumahnya untuk mempersiapkan
kuda-kudanya. ia berencana pergi ke goa harta karun itu dengan membawa 20 ekor keledai.
Setibanya di depan goa, ia berteriak, Alakazam! Buka! Pintu goa pun bergerak terbuka. Kasim
segera masuk dan langsung mengarung kan sebanyak-banyaknya emas dan harta yang ada di dalam
goa itu. Sayangnya ketika hendak keluar, Kasim lupa mantra pembuka pintu goa. Ia pun berteriak
apa saja, dan mulai ketakutan. Tiba-tiba pintu goa bergerak, Kasim merasa lega. Namun ketika akan
keluar, Kasim melihat para penyamun sudah berdiri di luar. Mereka sama-sama terkejut. Hai,
pencuri! Tangkap dia! teriak kepala penyamun. Tolong, jangan tangkap aku, kata Kasim
memohon.
Para penyamun yang kejam itu tidak peduli dengan permintaan Kasim. Mereka nekad melukai
Kasim. Sementara itu di rumah Kasim, istrinya menunggu dengan cemas karena Kasim belum juga
pulang. lstri Kasim kemudian meminta bantuan Alibaba untuk menyusul saudaranya itu. Alibaba
segera pergi ke goa harta karun. Di sana, ia sangat terkejut karena mendapati kakaknya sudah
meninggal dunia.
Dengan perasaan sedih, ia membawa jenazah kakaknya pulang. Setibanya di rumah, istri Kasim terus
menangis. Alibaba mencoba menghiburnya dengan memberikan sekantung uang emas kepadanya.
Sungguh terlalu, istri Kasim, seketika berhenti menangis dan tersenyum. Ia seperti lupa kalau
suaminya baru saja meninggal.
Sementara itu di goa harta karun, para penyamun terkejut karena jenazah Kasim sudah tidak ada
lagi. Pasti ada orang lain yang tahu tentang rahasia goa ini. Ayo kita cari dia dan beri hukuman
untuknya, kata sang kepala penyamun.
Para penyamun itu mulai berkeliling kota untuk mencari orang yang mengetahui rahasia mereka.
Ketika bertemu dengan seorang tukang sepatu, salah seorang dari mereka bertanya, Apakah akhir-
akhir ini ada orang yang kaya mendadak Akulah orang itu. Aku baru saja menjahit tubuh seorang
jenazah, dan si pembawa jenazah itu memberiku uang emas, dan menjadikanku orang kaya, jelas si
tukang sepatu.
Setelah mengetahui siapa yang membawa jenazah itu dan memberikan upah kepada si tukang
sepatu, mereka ke rumah Alibaba. Salah seorang penyamun segera memberi tanda silang di pintu
rumah Alibaba. Aku akan melaporkan pada ketua, dan nanti malam kami akan datang untuk
menghukumnya, kata si penyamun.
Tetangga Alibaba yang bernama Morijana kebetulan baru pulang berbelanja. Ia melihat dan
mendengar percakapan para penyamun di depan rumah Alibaba. Malam harinya, Alibaba didatangi
seorang penyamun yang menyamar menjadi seorang pedagang minyak yang kemalaman dan
meminta untuk menginap sehari di rumahnya.
Alibaba yang baik hati mempersilakan tamunya masuk dan memperlakukannya dengan baik.
Sayangnya, ia tidak mengenali wajah si kepala penyamun itu.
Morijana, tetangga Alibaba yang sedang berada di luar rumah, melihat dan mengenali wajah
penyamun tersebut. Ia mencari cara bagaimana memberitahu Alibaba tentang apa yang tadi siang
didengarnya. Sebuah ide pun muncul dari kepala Morijana. Ia menyamar sebagai seorang penari,
dan mendatangi rumah Alibaba untuk menari. Saat Alibaba, istri, dan tamunya sedang menonton
tarian, Morijana dengan cepat melemparkan sebuah pedang kecil ke dada tamu Alibaba. Ia
menyelipkan pedang kecil itu di balik kostum tarinya.
Alibaba dan istrinya sangat terkejut. Belum sempat ia bertanya, Morijana membuka samarannya,
dan menceritakan semua yang telah dilihat dan didengarnya. Morijana, kamu telah menolong kami.
Kuucapkan terima kasih, kata Alibaba. Setelah itu, Alibaba memutuskan untuk membagikan harta
rampasan para penyamun itu kepada orangorang miskin dan mereka yang sangat membutuhkan.
Kotak Akhlaqul Karimah
Sifat serakah dan tak mau mengalah hanya akan membuat mu dijauhi teman-teman. Belajarlah
berbagi dengan orang lain. Jika memiliki makanan, bagi lah kepada temanmu, jika melihat pengemis,
bersedekahlah.












Hei Perempuan tua, jangan engkau pandai-pandai mengaku dirimu itu ibuku! Ibuku tidak sekotor
ini. Aku anak orang kaya. Lebih baik kau berambus dari sini.

Pengawal, halau perempuan tua ini, hamba benci melihatnya!

Para hadirin sekelian,
Begitulah kesombongan dan keangkuhan Si Tanggang terhadap ibunya dalam kisah Si Tanggang
Anak Derhaka yang akan saya ceritakan pada pagi yang berbahagia ini.

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung yang terpencil terdapat sebuah keluarga yang
miskin. Di dalam keluarga tersebut tinggal Mak Umpit dan anak tunggalnya yang bernama Si
Tanggang. Kehidupan mereka sehari-harian, bak kata pepetah kais pagi, makan pagi, kais petang,
makan petang.

Pada suatu hari, Si Tanggang berkata kepada ibunya yang sedang menyapu di halaman
rumah...

Ibu, kehidupan kita ini sangat miskin. Tanggang rasa eloklah Tangggang pergi merantau di
negeri orang mencari kekayaan. Nanti... Tanggang akan dirikan mahligai yang indah dan akan
Tanggang kalungkan intan permata pada tubuh ibu...

Alangkah terkejutnya Mak Umpit apabila mendengar hasrat anak kesayangannya itu.

Apa??? Kau nak tinggalkan ibu...? Ibu sudah tua Tanggang... kasihanilah ibu... jangan
tinggalkan ibu, Tanggang...

Segala rintihan dan rayuan Mak Umpit tidak diendahkan oleh anaknya Si Tanggang.. Keesokan
harinya, keluarlah Si Tanggang meningggalkan ibunya yang tua di kampung sendirian.

Setelah sekian lama berada di negeri orang, dengan berkat kerajinan Si Tanggang, beliau telah
berjaya menjadi Datuk Nakhoda. Kini, Si Tanggang sudah menjadi kaya raya dan telah berkahwin
dengan seorang puteri raja yang cantik jelita. Akibat daripada kemewahan dunia yang dimiliki Si
Tanggang, kini ... beliau telah lupa kepada ibunya yang tua dan miskin di kampung.

Pada suatu hari, isteri Si Tanggang telah ikut serta bersam Si Tanggang dan anak-anak kapal belayar
berniaga. Dalam pelayaran tersebut akhirnya kapal Si Tanggang telah berlabuh di pantai
berhampiran kampung kelahirannya. Berita kedatangan kapal Si Tanggang telah diketahui oleh
orang-orang kampung... Ibu Si Tanggang sangat gembira dengan berita kepulangan anaknya
kesayangannya itu. Tanpa berlengah lagi Mak Umpit terus pergi berjumpa Si Tanggang dengan
mendayung sampan menuju ke kapal Si Tanggang untuk berjumpa anak kesayangannya itu.

Oh, Tanggang anakku! Tidakkah engkau kenal lagi ibumu ini? Rindunya rasa hati ibu
semenjak kepemergianmu nak...

Si Tanggang terkejut dengan kedatangan perempuan tua itu. Dia berasa malu kepada isterinya untuk
mengaku perempuan yang tua dan hodoh itu ibu kandungnya. Lalu Si Tanggang pun menghalau
perempuan tua itu dari kapalnya.

Hei Perempuan tua, jangan engkau pandai-pandai mengaku dirimu itu ibuku! Ibuku tidak sekotor
ini. Aku anak orang kaya. Lebih baik kau berambus dari sini.

Pengawal, halau perempuan tua ini, hamba benci melihatnya!

Kerana terlalu ced, Mak Umpit menagis teresak-esak apabila dimaki dan dihalau oleh anak
kandungnya sendiri. Lalu dia pun mendayung semula sampannya ke pantai. Setibanya Mak Umpit di
pantai, dia terus menadah tangan ke langit dan berseru lepada Tuhan;

Oh, Tuhanku! Kalau benar Si Tanggang itu adalah anakku yang kususui dari sususku ini dan
yang ku didik dari sebesar dua tapak jari ini, tujukkanlah balasan Mu ke atas anak yang durhaka!!!

Tidak semena-mena satu ribut yang Amat kyat telah Turn. Kilat dan guruh memecah langit telah
datang dengan tiba-tiba. Terdengarlah suara anak kapal riuh rendah di dalam bahtera. Dalam riuh
rendah itu, terdengarlah suara Si Tanggang melaung.....


Ibu.... ibu.... ibu...ampunkan dosa Tanggang bu....
Tanggang ini anak ibu........ ibu ampunkan Tanggang bu.....
Ampunkan Tanggang bu.... ampunkan Tanggang bu.....

Bahtera Si Tanggang semakin karam, pekik dan lolong orang-orang di dalamnya semakin hilang......
akhirnya..... Tanggang, isteri dan anak-anak kapalnya menjadi batu akibat daripada penghinaan dan
penderhakaan Si Tanggang terhadap ibunya....



Para hadirin sekelian;

Itulah balasannya kepada anak-anak yang tidak mengenang budi dan dan menderhaka kepada kedua
orang tuanya yang telah bersusah payah mendidik dan membesar dari kecil hingga ke dewasa.

Terang bulan di malam sepi,
Cahaya memancar ke pohon kelapa,
Hidup di dunia buatlah bakti,
Kepada kedua ibu dan bapa.

Sekian, terima kasih.

















Assalamualaikum, salam sejahtera dan Salam 1Malaysia.
Apa khabar, kawan-kawan? Harap-harap semuanya sihat, ya? Pada hari ini saya ada sebuah kisah
yang ingin dikongsi dengan kawan-kawan. Tajuk cerita saya ialah Maafkan Cikgu.

Eh, kenapa cikgu yang minta maaf pula?
Hmkalau kawan-kawan nak tahu, marilah dekat-dekat dengan saya.dan, pasang telinga, ya?

Kawan-kawan yang dihormati,
Kisahnya adalah tentang seorang anak yatim, namanya Amir. Ayahnya telah meninggal dunia sejak
usianya masih kecil lagi. Tinggallah Amir dengan ibunya, bernama Sakinah. Untuk menyara
kehidupan mereka sekeluarga, ibunya mengambil upah menebas kebun dan menjual kuih. Namun,
Amir tidak pernah mengeluh malah dia turut membantu ibunya dengan mengambil upah
menghantar surat khabar sebelum ke sekolah.

Sungguh baik dan ringan tulang Amir tu, ya, kawan-kawan?

Suatu pagi, seperti biasa Amir mengayuh basikalnya laju-laju. Berpeluh-peluh hingga basah bajunya.
Amir bimbang jika terlewat tiba ke sekolah dan bertembung dengan Cikgu Hafiz, Guru Disiplinnya di
sekolah. Ah, mendengar namanya sahaja sudah cukup untuk membuatkan murid-murid sekolahnya
kecut perut. Apatah lagi apabila bersemuka dengannya. Ish, seramnya

Ingatlah kawan-kawan, datang lewat ke sekolah bukanlah sikap yang baik.

Berbalik kepada kisah Amir, ketika sampai di sekolah, jam di tangan Amir menunjukkan pukul 8.00
pagi. Dengan langkah yang tergesa-gesa, Amir pun menuju ke kelasnya. Tiba-tiba, Amirrr! Nama
Amir dipanggil. Panggilan itu mematikan langkahnya. Degup jantungnya bertambah kencang. Tidak
sanggup dia melihat wajah Cikgu Hafiz yang sangat serius ketika itu.

Dengan suara yang lantang, Amir ditanya sebab kelewatannya. Namun, Amir hanya membisu.
Memberi alasan ketika itu, bukanlah sesuatu yang bijak. Pernah sekali dia memberi alasan, tetapi
Cikgu Hafiz enggan menerima alasannya. Malah, dia dituduh cuba menegakkan benang yang basah.

Kasihan Amir, ya kawan-kawan?

Kawan-kawan sekalian, tahu tak, apa yang berlaku seterusnya?
Ya, kawan-kawan, Amir dibawa ke bilik Guru Disiplin. Dia telah diberi surat amaran untuk
disampaikan kepada ibunya. Amir menerima dengan sedih. Berat mata memandang, berat lagi bahu
memikul, kawan-kawan. Amir kecewa kerana dituduh pelajar yang pemalas, padahal dia bukanlah
seperti apa yang disangkakan.

Setelah sesi persekolahan tamat hari itu, Amir pun terus pulang ke rumah. Perutnya berasa lapar.
Namun, apabila mengenangkan kejadian pagi tadi, dia tidak berselera menjamah nasi yang sedia
terhidang itu. Lantas, segera menyalin pakaian dan segera ke kebun Pak Hamid, tempat ibunya
bekerja. Amir ingin menceritakan peristiwa yang berlaku di sekolahnya tadi. Namun, sebaik
terpandang wajah penat ibunya, dia tidak sampai hati meneruskan niatnya itu. Malah, dia turut
membantu ibunya menyelesaikan kerja. Bagi Amir, ibu adalah segala-gala baginya. Ingat ya kawan-
kawan, syurga itu di bawah kaki ibu.

Kawan-kawan yang dikasihi,
Pada malamnya, Amir nekad untuk memberitahu ibunya untuk berhenti sekolah dan menyerahkan
surat yang diberi oleh Cikgu Hafiz tadi. Amir tidak sampai hati melihat ibunya sayu selepas membaca
surat itu. Bagi ibunya, dengan kudrat yang ada, dia masih mampu menyara Amir ke sekolah.
Impiannya hanyalah mahu melihat anak tunggalnya itu berjaya dalam pelajaran.

Kalau kawan-kawan nak tahu, keesokan harinya Amir terlambat lagi. Kali ini, Cikgu Hafiz sudah
bersedia menunggunya di hadapan pintu pagar sekolah.

Alamak, Cikgu Hafiz.! Apa yang harus aku buat, bisik Amir. Seperti biasa, Cikgu Hafiz enggan
menerima alasannya. Amir didenda berdiri di luar kelasnya. Amir terpaksa akur walaupun dia terasa
sangat malu.

Tengah hari itu, semasa pulang dari sekolah, terasa seolah-olah ada seseorang yang mengejek-ejek
dan mentertawakannya. Sebaik sahaja sampai di rumah, Amir terus menangis. Ibunya terkejut lalu
segera mendapatkan Amir.

Amir.Amir, kenapa nak? Bersabar.., pujuk ibunya.

Kawan-kawan yang dihormati,
Sebagai murid tahun 6, Amir dapat berfikir dengan baik. Dia telah mengambil keputusan untuk
berhenti kerja. Dia berazam, selepas ini dia akan datang awal ke sekolah dan belajar dengan
bersungguh-sungguh.

Justeru, keesokan harinya, pagi-pagi lagi Amir telah sampai ke kedai Muthu, tempatnya mengambil
suratkhabar. Dia menyatakan hasratnya untuk berhenti kerja. Kemudian, dia terus mengayuh
basikalnya laju-laju. Dia tidak mahu terlewat lagi tiba ke sekolah. Dia tidak mahu lagi dimarahi guru
disiplinnya.

Kawan-kawan tahu, kerana terburu-buru, Amir tidak menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia terus sahaja
melintas sewaktu tiba di persimpangan jalan. Malang tidak berbau, sebuah kereta telah
melanggarnya. Dooom

Amir tercampak ke pinggir jalan lalu pengsan. Orang yang melanggarnya itu terus membawanya ke
klinik yang berdekatan. Mujurlah Amir tidak apa-apa. Dia Cuma mengalami luka-luka kecil sahaja.
Itulah kawan-kawan, kita mestilah berhati-hati ketika di jalan raya.

Tidak lama kemudian, Amir pun tersedar. Dia terkejut melihat Cikgu Hafiz berada di sisinya. Dengan
wajah ikhlas, Cikgu Hafiz meminta maaf atas kecuaiannyalah Amir tercedera. Namun, Amir
menerangkan, dia sebenarnya yang bersalah, bukan Cikgu Hafiz, kerana tidak berhati-hati.

Begitulah, kawan-kawan. Niat membantu keluarga adalah sifat yang mulia. Namun kita mestilah
pandai menguruskan masa agar pelajaran tidak terabai. Dalam masa sama, pentingkan keselamatan
diri semasa di jalan raya. Dan, sekiranya kawan-kawan berbuat salah, jangan malu-malu meminta
maaf kerana orang yang mengakui kesalahannya akan dipandang mulia.

Sekian, terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai