Anda di halaman 1dari 16

Kompetensi Kepribadian Guru Terhadap Pembentukan

Spiritualitas Anak Di Pusat Pengembangan Anak Muara Asa Kutai


Barat Kalimantan Timur.
Irene Mentari Padang, Ivan Th.J. Weismann, Tri Supartini, Sarce Rien Hana
Sekolah Tinggi Filsafat Theologia Jaffray Makassar
Email: irenepadang104@gmail.com
Abstract
The main problem in this paper is how the teacher's personality competence influences the
spirituality of children aged 12-17 years at the Muara Asa Child Development Center. West
Kutai East Kalimantan.” The purpose of this study was to determine the extent to which teacher
personality competence influences the spirituality of children aged 12-17 years at the Muara Asa
West Kutai Child Development Center, East Kalimantan. This Teacher Personality Competence
is very important because it influences the child's spirituality. The method used in this research is
quantitative by using a questionnaire. Data collection techniques in this writing were through
questionnaires, interviews, literature review, and a study population of 30 children who were
directly studied by the children. Through the results of this study, the authors draw the
conclusion that personality competence influences the spirituality of children at the Muara Asa
Children's Development Center, East Kalimantan.
Keywords: Children, Teacher Personality Competence, Formation of Child Spirituality.
Abstrak
Pokok masalah dalam penulisan ini yaitu bagaimana pengaruh kompetensi kepribadian guru
terhadap spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat Pengembangan Anak Muara Asa Kutai
Barat Kalimantan Timur.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
kompetensi kepribadian guru terhadap spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat
Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur. Kompetensi Kepribadian Guru
ini sangat penting karena memberi pengaruh terhadap spiritualitas anak. Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan angket. Teknik
Pengumpulan data dalam penulisan ini melalui angket, wawancara, kajian pustaka, dan populasi
penelitian sebanyak 30 anak yang diteliti langsung oleh anak. Lewat hasil penelitian ini, penulis
menarik kesimpulan bahwa kompetensi kepribadian berpengaruh terhadap spiritualitas anak di
Pusat Pengembangan Anak Muara Asa Kalimantan Timur.
Kata-kata Kunci : Anak, Kompetensi Kepribadian Guru, Pembentukan Spiritualitas Anak.
Pendahuluan
Mendidik anak merupakan suatu tanggung jawab setiap orangtua dan tidak boleh dianggap

remeh atau diacuhkan. Hal ini didukung (Mardiharto,2019) yang juga menegaskan mendidik

anak adalah tugas yang mulia yang pernah diamanatkan Tuhan kepada para orangtua, selain dari

pada itu mendidik anak adalah memberi pengaruh dalam pembentukan pribadi anak dan watak

yang akan dibawanya sampai dewasa nanti upaya yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk

mendidik atau membentuk anak ialah salah satunya dengan menanamkan nilai spritualitas yang

baik, hal ini juga berlaku bagi para guru karena orang tua bagi anak-anak murid yang diajar,

untuk dapat menghasilkan anak yang memiliki spritualitas yang baik, maka diperlukan peranan

guru selaku orang tua bagi para murid untuk dapat mengarahkan. Ada banyak kasus terutama

pada remaja yang merupakan masa yang paling penting, masa dimana juga rentan kalau remaja

melewati masa remaja dengan kurangnya nilai-nilai spritualitas, maka guru sebagai orangtua

harus memimpin dan dengan baik yang berada di tengah-tengah remaja.

Salah satu sifat khas dari remaja adalah suka mencoba hal-hal yang baru yang peluangnya

sangat besar juga untuk membuat remaja terjerumus ke hal yang negatif, apabila tidak diarahkan

dengan benar karena prinsip pemikiran belum jelas, remaja belum bisa memutuskan dan

mengambil keputusan yang tepat maka sangat perlu untuk membimbing remaja hal ini sejalan

dengan A. J. Jones dalam buku Singgih D. Gunarsa Psikologi Untuk Membimbing, “Bimbingan

merupakan pemberian bantuan oleh seseorang kepada seseorang dalam menentukan pilihan,

penyesuaian dan pemecahan permasalahan. Bimbingan bertujuan membantu si penerima agar

bertambah kemampuan bertanggung jawab atas dirinya”. Dalam hal ini peneliti membahas

mengenai kompetensi kepribadian guru terhadap spiritualitas anak. (Hatta, 2018) memberikan

definisi kompetensi kepribadian sebagai berikut:


“Kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru

itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai moral yang luhur terpuji sehingga dalam

sikapnya sehari-hari akan terpancar keindahan apabila dalam sikap pergaulan, pertemanan, dan

juga ketika melaksanakan tugas dalam pembelajaran. Guru akan bertambah berwibawa apabila

pembelajaran disertai nilai-nilai luhur terpuji dan mencerminkan guru yang digugu dan ditiru.

Guru yang mempunyai kompetensi contohnya dalam kepribadian untuk spiritualitas anak

berarti harus memiliki pribadi yang berintegritas yang bertindak sesuai dengan norma-norma

yang ada. Guru harus memiliki sikap yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi

orang-orang, menjadi pribadi yang dewasa, berwibawa, bertanggung jawab, dan percaya diri

agar anak-anak memiliki spritualitas yang baik karena guru sebagai role model dalam

kekristenan, hal ini sejalan dengan Santy Sahartian yang mengatakan apa yang dihidupi oleh

seorang guru, terutama guru Agama Kristen akan disalurkan secara tidak langsung kepada murid

atau anak didik yang dididik (Sahartian, 2018).

Untuk itu, ketika Tuhan memberikan kesempatan untuk menjadi orangtua atau menjadi

seorang guru, perlu untuk menyadari bahwa ia memiliki peranan menjadi arsitek bagi jiwa orang

lain yang harus merencanakan bagaimana supaya orangtua maupun guru dalam hal ini menjadi

orang-orang yang akan dibentuk. Apabila seorang guru tidak memberi teladan yang baik, tidak

beres sesuai dengan posisinya dan kewajibannya sebagai pendidik, maka dirinya yang tidak baik

itu akan merusak orang lain tidak peduli jika ia memiliki pengetahuan, teori pendidikan yang

sangat baik. Karena itu, anak bukan hanya penerus dalam keluarga, bukan hanya aset bangsa dan

negara tetapi aset gereja juga. Indikator dari kompetensi kepribadian adalah memiliki sifat

berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi
peserta didiknya dan masyarakat, secara obejektif mengevaluasi kinerja sendiri dan mau dan siap

mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan (Napitupulu, 2017).

Masa depan gereja berada di tangan anak-anak yang ada saat ini. Itulah mengapa

orangtua sebagai pendidik harus memberikan teladan bagi perkembangan anak-anak terutama

nilai agama yang dipegang oleh orangtua agar setiap anak dapat memahami dan memegang nilai-

nilai sosial, norma agama, dll. Sebab itu pelayanan khusus untuk anak-anak perlu diterapkan.

Pendidikan bukan hanya berbicara mengenai penyaluran pengetahuan, karena jika hanya sekedar

itu, banyak orang yang dapat belajar dengan sendiri untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak

mungkin. Pendidikan juga berbicara mengenai penyaluran spiritualitas yang nanti akan

memengaruhi pembentukan karakter anak yang dalam hal ini sesuai dengan kebenaran firman

Tuhan, jadi perlu menjalankan hal ini. Spirituality berasal dari kata spirit yang berarti roh atau

jiwa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya, dan merupakan

pengalaman atau keinginan mengenal Tuhan yang dilakukan secara pribadi dengan melihat

sesuatu secara lebih dalam dan mencari pemahaman yang sesungguhnya (Imron, 2018, p. 27).

Menurut Stephen R. Covey, spritualitas adalah salah satu dari dimensi pembaharuan diri.

Spiritualitas menjadi salah satu dimensi pembaharuan diri melalui perenungan dengan membaca

Alkitab dan berdoa seseorang akan mendapat kekuatan dalam melakukan segala pekerjaannya.

Spiritualitas adalah hal-hal yang berasal atau bersumber dari Tuhan yang menjadi bagian hidup

dari manusia baik roh atau jiwa, pikiran dan hati nurani. Spiritualitas adalah orientasi hidup atau

keterarahan hidup seorang kepada Allah; mengalami perubahan dan pembaharuan diri (Band.

Rom 12:2).

Jadi, spritualitas ini menunjuk hubungan pribadi dengan Tuhan. Maka perlu guru sebagai

orang tua memberi pembentukan spiritualitas. Jika anak-anak mendapatkan pendidikan spiritual
yang baik sejak awal, anak-anak akan dapat menerapkan nilai-nilai spiritual tersebut dalam

kehidupan sehari-hari di masa depan. Karena itu sangat perlu lebih mengoptimalkan kerohanian

anak-anak, agar anak-anak menjadi beriman, dalam hal ini benar-benar beriman kepada Yesus.

Spiritualitas adalah di mana seseorang memiliki hubungan yang baik dengan pencipta-Nya,

sesama dan ciptaan lain. Dalam kekristenan spritualitas harus berpatokan dengan firman Tuhan

tentang bagaimana ia harus memiliki relasi yang benar dengan Allah, sesama, dan ciptaan lain

hal ini yang perlu dipunyai anak sedari kecil sebagai bekal menuju masa depan hal ini.

Spiritualitas memberikan sebuah dorongan untuk selalu mengontrol pikiran, hati dan

tindakan agar kehidupan yang dijalani terus berelasi harmonis baik kepada Allah dan kepada

sesama (Talan, 2020). Oleh sebab itu, berdasarkan beberapa definisi mengenai spiritualitas,

maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa spiritualitas merupakan gaya hidup sesorang, yang

didapatkan dari pemahamannya tentang Allah secara mendalam, dan memiliki relasi yang benar

dengan Allah yang merupakan dorongan Roh Kudus di dalam hatinya, di mana ia memiliki

kerinduan untuk menjadi seperti Yesus dan ia memberi dampak bagi orang di sekitarnya.

Sedangkan pengertian dari pembentukan spritualitas ialah tidak terlepas dari pendidikan iman,

dan pendidikan iman sebaiknya dilakukan sejak dini kepada anak. Pendidikan iman yang

diberikan kepada anak sangat menentukan keberadaan dan kehidupannya di masa depan, baik

yang menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun panggilan

hidupnya (Prasetya, 2008, p. 17).

Menurut Cully pembentukan spiritualitas melibatkan membaca firman Tuhan, berdoa, merenung,

dan hidup didalamnya. Di mana, menurut Rick Warren memberikan lima karakteristik orang

yang disebut sebagai orang yang dewasa secara spiritual, yaitu: Seseorang yang telah dilahirkan

kembali, seseorang yang memiliki relasi yang mendalam dengan Tuhan, seseorang yang
memahami firman Tuhan, seseorang yang tumbuh secara kognitif, sikap/prilaku, kebiasaan dan

karakter, seseorang yang mencintai Tuhan dan sesamanya. Menurut sebuah penelitian yang

diadakan bilangan research center, 74,7 % dari remaja yang memiliki mentor, pernah

memberitakan Injil, bersaksi untuk menuntun orang lain, menjadi pengikut Kristus. Sedangkan

yang tidak memiliki mentor rohani hanya 52,2 % yang pernah bersaksi memberitakan Injil. 82,9

% yang memiliki mentor rohani, mengatakan bahwa pernah membimbing orang lain bertumbuh

secara rohani. Sedangkan yang tidak memiliki mentor rohani hanya 63,8 % yang sudah

membimbing orang lain bertumbuh secara rohani (Budijanto, 2020).

Untuk menghasilkan generasi muda yang memiliki spiritualitas yang baik, maka Gereja

Kemah Injil Indonesia Imanuel Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur membuka pelayanan

anak di gereja. Adapun pelayanan anak yang terdapat di gereja tersebut salah satunya ialah Pusat

Pengembangan Anak (PPA), sebuah fasilitas yang didirikan dalam kemitraan dengan

Compassion International untuk membantu mengatasi kemiskinan. Compassion Internasional

adalah sebuah organisasi yang berdiri untuk melindungi anak dan membebaskan anak dari

kemiskinan rohani, ekonomi, sosial dan jasmani. Di Indonesia compassion dimulai pada tahun

1968 dan pada tahun 2004. Pusat Pengembangan Anak (PPA) hadir untuk membantu anak-anak

dan bertujuan memberikan solusi dan dukungan program melalui pendidikan informal yang

berlandaskan nilai-nilai Kristiani.

Pusat Pengembangan Anak sebagai agen Tuhan dalam pembinaan dan pemuridan anak-

anak PPA, khususnya remaja, PPA harus turut melatih, membimbing dan membawa anak-anak

kepada ketaatan kepada Yesus Kristus. Pusat Pengembangan Anak ini bertujuan untuk

mengangkat anak-anak keluar dari kemiskinan dalam nama Yesus melalui program

pengembangan untuk anak-anak yang direkrut, contohnya adalah pengembangan spiritual.


Tujuan dari PPA adalah dimana anak-anak juga harus mendapatkan pemahaman pribadi tentang

Injil dan membuat keputusan untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat . Setelah anak-anak

mengenal Kristus, anak-anak harus terus bertumbuh di dalam Kristus dengan mengenal Alkitab

dan melalui proses yang Tuhan tetapkan melalui Roh Kudus dalam mempraktikkan disiplin

rohani. Pelayanan anak yaitu Pusat Pengembangan Anak di Gereja Kemah Injil Indonesia di

Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur belum maksimal. Terdapat anak yang masih sangat

kurang akan spiritualitas. Ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Pusat

Pengembangan Anak 0538 Muara Asa Kutai Barat.

Terbukti melalui keterlibatan penulis secara langsung di lapangan dalam hal mengajar

anak-anak usia 12-17 tahun yang berani melawan orangtua, guru, dan mengeluarkan kata-kata

kasar sehingga sopan santun minim sekali. Selain itu masih banyak dari anak-anak bahkan

remaja memiliki pengetahuan Alkitab yang minim. Masih ada yang belum berani untuk berdoa

dan memimpin ibadah, ada yang jarang ke gereja, tidak tahu bagaimana membuka Alkitab, tidak

tahu isi Alkitab, berkata kasar/memaki, melawan guru dan orangtua, PPA seharusnya menjadi

tempat di mana remaja dapat mengembangkan karakter yang baik dan karakter yang

mencerminkan kasih Kristus. Hasil akhir perkembangan spiritual dari Pusat Pengembangan

Anak adalah menunjukkan komitmen pada ketuhanan Kristus, tahu dan memahami Alkitab,

mengakui Yesus sebagai Juruselamat, mempraktikkan disiplin rohani yaitu doa, pemahaman

Alkitab, ibadah dan pelayanan. Tentunya sebagai organisasi yang bekerja sama dengan gereja,

hal ini menjadi masalah besar bagi Compassion Internasional, khususnya Pusat Pengembangan

Anak.

Keadaan kepribadian mentor di Pusat Pengembangan Anak ada yang masih kurang yang

penulis dapati disana ialah dalam hal disiplin ada beberapa mentor yang terlambat datang untuk
mengajar, atau tiba-tiba memberitahu bahwa berhalangan dalam mengajar karena ada urusan

padahal urusannya sudah terencana sejak awal, ada juga yang tidak siap dalam membawa firman

Tuhan sehingga meminta rekan yang lain untuk menggantikan, juga ada beberapa mentor yang

kurang menghargai sesama rekan kerja, ada juga yang melanggar peraturan PPA mengenai tidak

boleh mewarnai rambut. Namun ada juga mentor yang telah memberikan teladan yang baik

dengan datang tepat waktu ke PPA, mempersiapkan bahan ajar dengan baik sebagai bentuk

pertanggung jawabannya, bersikap dewasa ketika ada yang tidak sesuai di PPA, dan memberikan

nasihat.

Mentor adalah wadah dalam membentuk spiritualitas anak remaja. Oleh karena itu

mentor harus menjadi teladan yang baik dan positif. Mentor punya pengaruh besar bagi anak

remaja ketika kembali kepada keluarga. Maka dari itu sangat diharapkan melalui kompetensi

kepribadian guru yang ada pada mentor Pusat Pengembangan Anak 0538 di Muara Asa, menjadi

dampak yang sangat besar bagi remaja di dalam spiritualitas anak yang baik dan mengerti bahwa

hal itu merupakan kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya. Berdasarkan latar belakang

masalah dia atas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompetensi

kepribadian guru terhadap pemebentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat

Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam karya ilmiah ini adalah penelitian

lapangan yang sifatnya kuantitatif yaitu penelitian yang disajikan dalam bentuk bab berikutnya.

Sedangkan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh kompetensi

kepribadian guru (mentor) terhadap pembentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat

Pengembangan Anak Muara Asa, Kutai Barat. Dalam penulisan skripsi, penulis mengambil
populasi dari anak usia 12-17 tahun dengan total 30 orang anak Pusat Pengembangan Anak

karena 30 anak ini adalah yang aktif dalam mengikuti kegiatan di Pusat Pengembangan Anak.

Yang menjadi sampel dalam penulisan skripsi ini adalah anak usia 12-17 tahun sebanyak 30 anak

Pusat Pengembangan Anak. Angket ditujukan untuk mentor anak usia 12-17 tahun di Pusat

Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat. Angket yang digunakan dalam penelitian ini

karena jumlah responden yang ada dalam penelitian ini cukup besar jumlahnya. Angket adalah

daftar pertanyaan yang diajukan kepada orang-orang tertentu untuk menjaring jawaban (Wijaya,

2017).

Melalui angket yang dibagikan dapat memeroleh data mengenai bagaimana pengaruh

kompetensi kepribadian guru terhadap pembentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat

Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat. Angket yang akan penulis berikan sebanyak 30

untuk anak usia 15-17 tahun. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan bertanya

langsung pada anak di Pusat Pengembangan Anak usia 12-17 tahun melalui via WhatsApp.

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan adalah pertanyaan terbuka dengan tujuan

memperoleh data yang jelas mengenai sejauh mana pengaruh kompetensi kepribadian mentor

(guru) terhadap minat belajar anak usia 12-17 tahun di Pusat Pengembangan Anak Muara Asa.

n
%= x 100
N
Di mana:
n = Jumlah responden yang memberikan jawaban
N = Jumlah responden yang diberikan angket
% = Persentase

Kedua, rating skala yang digunakan untuk mengukur suatu organisasi pelayanan, kepemimpinan,

motivasi dan lain sebagainya.


Jumlah Skor data
Rumus rating skala: x 100
Jumlah skor kriteriumtertinggi

Rumus Jumlah kriterium tertinggi

= Skor Tertinggi x Jumlah Soal x Jumlah Responden

Ketiga, korelasi sederhana adalah “sebuah cara dalam menganalisa data, dengan cara
menghubungkan indikator dari kedua variable dan hasilnya dalam bentuk bilangan. Jadi, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan korelasi sederhana dalam menganalisis.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 12. Rating Skala Kompetensi Kepribadian Guru dan Pembentukan Spiritualitas Anak
Indikator Skor Persentase Indikator Skor Persentase
Kompetensi Kriterium Rating Pembentuka Kriterium Rating
Kepribadia Skala n Spritualitas Skala
n Guru Anak
Memiliki 1016 84,7% Berkarakter 1051 87,5%
Sikap Kristus
Dewasa
Menjadi 1041 86,75% Hidup 1022 85,17%
Teladan berdampak
bagi orang
lain
Bertindak 1053 87,75% Melayani 1034 86,17%
Sesuai
Norma
Disiplin 1045 87,3% Bersaksi 1057 88,3%
tentang
kebaikan
Tuhan
Kompetensi 4.155 86,25% Pembentukan 4164 86,78%
Kepribadia Spritualitas
n Anak
Guru

Berdasarkan tabel variabel X memiliki empat indikator dengan jumlah 32 pernyataan,

memperoleh skor kriterium 4.155 dengan persentase 86,5%. Berdasarkan perolehan data tersebut

variabel kompetensi kepribadian guru (mentor) berada pada interval setuju dan sangat setuju.
berdasarkan perolehan data, dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian guru memiliki

pengaruh terhadap pembentukan spiritualitas anak di Pusat Pengembangan Anak Imanuel Muara

Asa Kutai Barat Kalimantan Timur. Berdasarkan tabel variabel Y memiliki empat indikator

dengan jumlah 32 pernyataan, memperoleh skor kriterium 4164 dengan persentase 86,5%.

Berdasarkan perolehan data tersebut, variabel pembentukan spiritualitas anak berada pada

interval setuju dan sangat setuju hampir mendekati sangat setuju. berdasarkan perolehan data

dapat disimpulkan bahwa pembentukan spiritualitas anak memiliki pengaruh yang baik setelah

menerima kompetensi kepribadian guru (mentor).

Tabel 30. Korelasi Variabel X dan Y


Correlations
Kompetensi Pembentukan
Kepribadian Guru Spiritualitas Anak

Kompetensi Pearson Correlation 1 .562**


Kepribadian
Guru (X) Sig. (2-tailed) .001

N 30 30

Pembentuka Pearson Correlation .562** 1


n
Spiritualitas Sig. (2-tailed) .001
Anak (Y)
N 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Membandingkan nilai signifikan dengan nilai probabilitas 0,05

 Jika nilai signifikansi < 0,05, artinya variabel X berpengaruh terhadap variabel Y

 Jika nilai signifikansi > 0,05, artinya variabel X tidak berpengaruh terhadap variabel Y

Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien korelasi 0,562 dengan P-value 0,001 untuk

menentukan apakah koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, perlu dibandingkan dengan

r tabel. Jika r hitung menentukan apakah koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak perlu
dibandingkan dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari pada r tabel koefisien korelasi

dinyatakan signifikan. Dengan jumlah data sebanyak 30 responden, didapatkan r tabel ά = 0,05

sebesar 0,361. Hal itu menunjukkan r hitung lebih besar dari r tabel (0,562 > 0,361). Jadi, dapat

disimpulkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,562 adalah signifikan. Berdasarkan hasil

koefisien korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kompetensi kepribadian

guru terhadap pembentukan spiritulitas anak sedang atau cukup.

Berdasarkan tabel output correlation di atas, nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari

variabel kompetensi kepribadian guru 0,562. Dari tabel interpretasi koefisien korelasi, nilai

berada pada interval 0,400-0,599 sedang atau cukup, yang berarti bahwa tingkat hubungan

kompetensi kepribadian guru terhadap pembentukan spiritualitas anak termasuk pada tingkat

kekuatan hubungan yang sedang atau cukup.

Berdasarkan tanda bintang SPSS, diketahui bahwa nilai pearson correlation yang

dihubungkan antara variabel kompetensi kepribadian dan variabel pembentukan spiritualitas

anak mempunya tanda bintang dua, ini berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel

yang dihubungkan atau memiliki korelasi yang sedang atau cukup antara kedua variabel tersebut.

Kepustakaan

Ali, Mohammad. Psikologi Sosial dan Remaja. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.

Arifianto, Y. A. “Pentingnya Pendidikan Kristen dalam Membangun Kerohanian


Keluarga di Masa Pandemi Covid-19.” REGULA FIDEI: Jurnal Pendidikan Agama
Kristen 5, no. 2 (2016): 94-106. Diakses 12 Februari 2023.
https://doi.org/10.46307/rfidei.v5i2.

Asrori, Mohammad, dan Mohammad Ali. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.

Atmodiwirjo, Ediasri T. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: BPK, 1983.

Brake, Andrew. Spiritual Formation: Menjadi Serupa dengan Kristus. Bandung:


Kalam Hidup, 2014.
Boyd, Charles F. Menyikapi Perilaku Anak sesuai dengan Karakternya. Bandung: Kalam Hidup,
2006.
Budiardjo, Tri. Pelayanan Anak yang Holistik. Yogyakarta: ANDI, 2011.
Bulanda, Agata. “Pendidikan Kristiani Membangun Nilai Spiritualitas Remaja Kristen.” Jurnal
Pendidikan Agama Kristen 3, no. 2 (Agustus 2022): 115-128. Diakses 11 Januari 2023.
http://sttikat.ac.id/e-journal/index.php/sikip.

Danim, Sudarman. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana, 2012.

Darmawan, I Putu Ayub. Menjadi Guru Yang Terampil. Bandung: Kalam Hidup, 2014.

Daun, Paulus. Bertumbuh dalam Kristus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Edison, Thomas. Pendidikan Nilai-Nilai Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2018.
Furqon, M. Hidayatullah. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pressindo, 2010.

Graham, Billy. Beritakan Injil. Yogyakarta: ANDI, 1988.

Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1991.

Hartono, Handreas. “Membentuk Karakter Kristen Pada Anak Keluarga Kristen.” Jurnal
Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen 2, no. 1 (Oktober 2014): 62-69. Diakses 12 Mei
2018. http://www.sttpb.ac.id/ejournal/index.php/kurios/
article/download/22/23.

Hasanah, Aan. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Haystead, Wes. Mengajar Anak Tentang Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Homrighausen, E.G. dan I.H. Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1985.

Hutapea, Rinto Hasiholan. “Meneropong Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan Agama


Kristen Sebagai Model Perilaku Peserta Didik.” Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
1, no. 2 (2019): 1-70. Diakses 6 Maret 2023. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/.

Hutabarat, Hendry N. Mentoring dan Pemuridan. Bandung: Kalam Hidup, 2011.

Hulu, Etty Destinawati. “Dimensi Spiritualitas dalam Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan
Agama Kristen.” Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan
13, no. 1 (2020): 1-16. Diakses 6 Maret 2023. https://jurnal.sttsundermann.ac.id/.
Lahaye, Beverly. Memahami Tamperamen Anak Anda. Bandung: Kalam Hidup, 2002.

Lase, Famahato. “Kompetensi Kepribadian Guru Professional.” Jurnal PPKn &


Hukum 11, no. 1 (1 Maret 2016): 1-28. Diakses 6 Maret 2023.
https://jta.ejournal.unri.ac.id.

MacArthur, John F. Kiat Sukses Mendidik Anak di dalam Tuhan. Jakarta:


Imanuel Publishing House, 2001.

Mallangi, Natalia & Ivan Th. J. Weismann. “Pengaruh Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Kristen terhadap Perkembangan Spiritual Anak Kelas 4 & 5 SD
Kristen Kalam Kudus Makassar.” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (Juni 2021): 1-50. Diakses 12
Januari 2023. https://ojs.sttjaffray.ac.id/jitpk.

Mappanganro. Pemilikan Kompetensi Guru. Makassar: Alauddin Press, 2010.

Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2007.

Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Naim, Ngainum. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Norman, Wright dan Gary Oliver. Mengoptimalkan Pertumbuhan Karakter Anak Sesuai
Dengan Keunikan Pribadinya. Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2003.

Nuraini. “Manajemen Peningkatan Kompetensi Tenaga Pendidik Pada Madrasah Tsanawiyah


Negeri Olak Kemang.” Jurnal Ilmiah Dikdaya 9, no. 1 (22 April 2019): 60-92. Diakses 2
Maret 2023. https://doi.org/10.33087/dikdaya.v9i1.124.

Nurishan, Juntika, Nubiar Agustin. Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:
Refika Aditama, 2011.

Nyanyu, Soraya. “Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Kompetensi Dosen Dalam


Mengajar Pada Program Studi Pai Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin Raden
Fatah Palembang.” Jurnal Pendidkan Agama Islam 4, no. 1 (5 Juli 2018): 184-204.
Diakses 25 Februari 2023. https://doi.org/10.19109/Tadrib.v4i1.1957.

Musfah, Jejen. Peningkatan Kompetensi Guru. Jakarta: Kencana, 2011

Richards, Lawrence O. Pelayanan Kepada Anak-anak. Bandung: Kalam Hidup, 2007.


Sahartian, Santy. “Pemahaman Guru Pendidikan Agama Kristen Tentang II Timotius 3:10
Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual Anak Didik.” Jurnal Teologi Sistematika dan
Praktika 1, no. 2 (December 2018): 100-148. Diakses 11 Januari 2023. http://www.stt-
tawangmangu.ac.id.
Setiawani, Mary, dan Stephen Tong. Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya: Momentum,
2005.
Setiawani, Mary Go. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Kalam Hidup, 2004.

Siahaan, Christa. “Peran Orangtua Sebagai Pendidik dan Pembentuk Karakter Spiritualitas
Remaja.” Jurnal Pendidikan Agama 3, no. 2 (28 Oktober 2019): 93-102. Diakses 10
Januari 2023. https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1581.

Sidjabat, B.S. Mengajar Secara Profesional. Bandung: Kalam Hidup, 1993.


Sidjabat, B.S. Membesarkan Anak dengan Kreatif. Yogyakarta: ANDI, 2012.
Sidjabat, Binsen S. Membangun Pribadi Unggul (suatu pendekatan teologis terhadap pendidikan
karakter). Yogyakarta: ANDI, 2021.
Sidjabat, B. S. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Kalam Hidup, 2009.
Silaen, Claudia Florentina. “KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU KRISTEN UNTUK
MENJADI TELADAN BAGI SISWA SELAMA PEMBELAJARAN DALAM
JARINGAN [CHRISTIAN TEACHER’S PERSONALITY COMPETENCIES AS ROLE
MODELS FOR STUDENTS DURING ONLINE LEARNING].” Journal of Holistic
Mathematics Education 6, no. 2 (Dec 2022): 204-221. Diakses 4 Maret 2023.
https://dx.doi.org/10.19166/johme.v6i2.4829.

Siswanto, Igrea. Anak Anda Pasti Berubah. Yogyakarta: ANDI, 2012.

Srinalia. “Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Kinerja Guru Dan Korelasinya


Terhadap Pembinaan Siswa: Studi kasus di SMAN 1 Darul Imarah Aceh Besar.”
Jurnal Ilmiah Didaktika 15, no. 2 (2015): 194-207. Diakses 4 Maret 2023.
https://doi.org/10.19109/Tadrib.v4i1.1957.

Sugiyono. Metode Penelitian (Kuantitatif Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta, 2016.

Suyanto, & Asep Jihad. Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Esensi Erlangga, 2013.

Syarbini, Amirulloh. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: Gramedia, 2014.

Tacoy, Selvester M. 6 Kunci Sukses Melayani Kaum Muda. Bandung: Kalam Hidup, 2009.

Tafonao, Talizaro. “Kepribadian Guru Kristen Dalam Perspektif 1 Timotius 4:11-16.” Jurnal
Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 3, no. 1 (Januari 2019): 67-93. Diakses 3
Maret 2023. https://docplayer.info/131102820-Kepribadian-guru-kristen-dalam-
perspektif-1-timotius-4-11-16.html.
Tafonao, Talizaro. “PERAN GURU AGAMA KRISTEN DALAM MEMBANGUN
KARAKTER SISWA DI ERA DIGITAL.” Jurnal Bijak 2, no. 1 (November 2018): 60-
81. Diakses 3 Maret 2023. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/.

Tu’u, Tulus. Pemimpin Kristen yang Berhasil. Bandung: Kalam Hidup, 2010.

Usman, U. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Wijaya, Hengki. Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Makassar:


Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2018.

Wadi, Elsyana, dan Elisabet Selfina. "Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart
Dalam Mengajarkan Pendidikan Kristen Pada Remaja GKII Ebenhaezer Sentani
Jayapura Papua." Jurnal Jaffray 14, no. 1 (14 Maret 2016): 63-88. Diakses 13 Februari
2023. http://dx.doi.org/10.25278/jj71.v14i1.190

Widiyanto, Mikha Agus. “Pengaruh Kepemimpinan Melayani dalam Penerapan


Pelayanan Gereja terhadap Peningkatan Spiritualitas Umat.” Jurnal Ilmiah Religiosity
Entity Humanity 4, no. 1 (Juni, 2022): 76-130. Diakses 12 Januari 2023.
https://doi.org/10.37364/jireh.v4i1.83.

Widiyanto, Mikha Agus. Statistika untuk Penelitian Bidang Teologi, Pendidikan


Agama Kristen & Pelayanan Gereja: Lengkap dengan Konsep dan Aplikasi SPSS.
Bandung: Kalam Hidup, 2014.

Anda mungkin juga menyukai