remeh atau diacuhkan. Hal ini didukung (Mardiharto,2019) yang juga menegaskan mendidik
anak adalah tugas yang mulia yang pernah diamanatkan Tuhan kepada para orangtua, selain dari
pada itu mendidik anak adalah memberi pengaruh dalam pembentukan pribadi anak dan watak
yang akan dibawanya sampai dewasa nanti upaya yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk
mendidik atau membentuk anak ialah salah satunya dengan menanamkan nilai spritualitas yang
baik, hal ini juga berlaku bagi para guru karena orang tua bagi anak-anak murid yang diajar,
untuk dapat menghasilkan anak yang memiliki spritualitas yang baik, maka diperlukan peranan
guru selaku orang tua bagi para murid untuk dapat mengarahkan. Ada banyak kasus terutama
pada remaja yang merupakan masa yang paling penting, masa dimana juga rentan kalau remaja
melewati masa remaja dengan kurangnya nilai-nilai spritualitas, maka guru sebagai orangtua
Salah satu sifat khas dari remaja adalah suka mencoba hal-hal yang baru yang peluangnya
sangat besar juga untuk membuat remaja terjerumus ke hal yang negatif, apabila tidak diarahkan
dengan benar karena prinsip pemikiran belum jelas, remaja belum bisa memutuskan dan
mengambil keputusan yang tepat maka sangat perlu untuk membimbing remaja hal ini sejalan
dengan A. J. Jones dalam buku Singgih D. Gunarsa Psikologi Untuk Membimbing, “Bimbingan
merupakan pemberian bantuan oleh seseorang kepada seseorang dalam menentukan pilihan,
bertambah kemampuan bertanggung jawab atas dirinya”. Dalam hal ini peneliti membahas
mengenai kompetensi kepribadian guru terhadap spiritualitas anak. (Hatta, 2018) memberikan
itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai moral yang luhur terpuji sehingga dalam
sikapnya sehari-hari akan terpancar keindahan apabila dalam sikap pergaulan, pertemanan, dan
juga ketika melaksanakan tugas dalam pembelajaran. Guru akan bertambah berwibawa apabila
pembelajaran disertai nilai-nilai luhur terpuji dan mencerminkan guru yang digugu dan ditiru.
Guru yang mempunyai kompetensi contohnya dalam kepribadian untuk spiritualitas anak
berarti harus memiliki pribadi yang berintegritas yang bertindak sesuai dengan norma-norma
yang ada. Guru harus memiliki sikap yang jujur, berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi
orang-orang, menjadi pribadi yang dewasa, berwibawa, bertanggung jawab, dan percaya diri
agar anak-anak memiliki spritualitas yang baik karena guru sebagai role model dalam
kekristenan, hal ini sejalan dengan Santy Sahartian yang mengatakan apa yang dihidupi oleh
seorang guru, terutama guru Agama Kristen akan disalurkan secara tidak langsung kepada murid
Untuk itu, ketika Tuhan memberikan kesempatan untuk menjadi orangtua atau menjadi
seorang guru, perlu untuk menyadari bahwa ia memiliki peranan menjadi arsitek bagi jiwa orang
lain yang harus merencanakan bagaimana supaya orangtua maupun guru dalam hal ini menjadi
orang-orang yang akan dibentuk. Apabila seorang guru tidak memberi teladan yang baik, tidak
beres sesuai dengan posisinya dan kewajibannya sebagai pendidik, maka dirinya yang tidak baik
itu akan merusak orang lain tidak peduli jika ia memiliki pengetahuan, teori pendidikan yang
sangat baik. Karena itu, anak bukan hanya penerus dalam keluarga, bukan hanya aset bangsa dan
negara tetapi aset gereja juga. Indikator dari kompetensi kepribadian adalah memiliki sifat
berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi
peserta didiknya dan masyarakat, secara obejektif mengevaluasi kinerja sendiri dan mau dan siap
Masa depan gereja berada di tangan anak-anak yang ada saat ini. Itulah mengapa
orangtua sebagai pendidik harus memberikan teladan bagi perkembangan anak-anak terutama
nilai agama yang dipegang oleh orangtua agar setiap anak dapat memahami dan memegang nilai-
nilai sosial, norma agama, dll. Sebab itu pelayanan khusus untuk anak-anak perlu diterapkan.
Pendidikan bukan hanya berbicara mengenai penyaluran pengetahuan, karena jika hanya sekedar
itu, banyak orang yang dapat belajar dengan sendiri untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak
mungkin. Pendidikan juga berbicara mengenai penyaluran spiritualitas yang nanti akan
memengaruhi pembentukan karakter anak yang dalam hal ini sesuai dengan kebenaran firman
Tuhan, jadi perlu menjalankan hal ini. Spirituality berasal dari kata spirit yang berarti roh atau
jiwa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya, dan merupakan
pengalaman atau keinginan mengenal Tuhan yang dilakukan secara pribadi dengan melihat
sesuatu secara lebih dalam dan mencari pemahaman yang sesungguhnya (Imron, 2018, p. 27).
Menurut Stephen R. Covey, spritualitas adalah salah satu dari dimensi pembaharuan diri.
Spiritualitas menjadi salah satu dimensi pembaharuan diri melalui perenungan dengan membaca
Alkitab dan berdoa seseorang akan mendapat kekuatan dalam melakukan segala pekerjaannya.
Spiritualitas adalah hal-hal yang berasal atau bersumber dari Tuhan yang menjadi bagian hidup
dari manusia baik roh atau jiwa, pikiran dan hati nurani. Spiritualitas adalah orientasi hidup atau
keterarahan hidup seorang kepada Allah; mengalami perubahan dan pembaharuan diri (Band.
Rom 12:2).
Jadi, spritualitas ini menunjuk hubungan pribadi dengan Tuhan. Maka perlu guru sebagai
orang tua memberi pembentukan spiritualitas. Jika anak-anak mendapatkan pendidikan spiritual
yang baik sejak awal, anak-anak akan dapat menerapkan nilai-nilai spiritual tersebut dalam
kehidupan sehari-hari di masa depan. Karena itu sangat perlu lebih mengoptimalkan kerohanian
anak-anak, agar anak-anak menjadi beriman, dalam hal ini benar-benar beriman kepada Yesus.
Spiritualitas adalah di mana seseorang memiliki hubungan yang baik dengan pencipta-Nya,
sesama dan ciptaan lain. Dalam kekristenan spritualitas harus berpatokan dengan firman Tuhan
tentang bagaimana ia harus memiliki relasi yang benar dengan Allah, sesama, dan ciptaan lain
hal ini yang perlu dipunyai anak sedari kecil sebagai bekal menuju masa depan hal ini.
Spiritualitas memberikan sebuah dorongan untuk selalu mengontrol pikiran, hati dan
tindakan agar kehidupan yang dijalani terus berelasi harmonis baik kepada Allah dan kepada
sesama (Talan, 2020). Oleh sebab itu, berdasarkan beberapa definisi mengenai spiritualitas,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa spiritualitas merupakan gaya hidup sesorang, yang
didapatkan dari pemahamannya tentang Allah secara mendalam, dan memiliki relasi yang benar
dengan Allah yang merupakan dorongan Roh Kudus di dalam hatinya, di mana ia memiliki
kerinduan untuk menjadi seperti Yesus dan ia memberi dampak bagi orang di sekitarnya.
Sedangkan pengertian dari pembentukan spritualitas ialah tidak terlepas dari pendidikan iman,
dan pendidikan iman sebaiknya dilakukan sejak dini kepada anak. Pendidikan iman yang
diberikan kepada anak sangat menentukan keberadaan dan kehidupannya di masa depan, baik
yang menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun panggilan
Menurut Cully pembentukan spiritualitas melibatkan membaca firman Tuhan, berdoa, merenung,
dan hidup didalamnya. Di mana, menurut Rick Warren memberikan lima karakteristik orang
yang disebut sebagai orang yang dewasa secara spiritual, yaitu: Seseorang yang telah dilahirkan
kembali, seseorang yang memiliki relasi yang mendalam dengan Tuhan, seseorang yang
memahami firman Tuhan, seseorang yang tumbuh secara kognitif, sikap/prilaku, kebiasaan dan
karakter, seseorang yang mencintai Tuhan dan sesamanya. Menurut sebuah penelitian yang
diadakan bilangan research center, 74,7 % dari remaja yang memiliki mentor, pernah
memberitakan Injil, bersaksi untuk menuntun orang lain, menjadi pengikut Kristus. Sedangkan
yang tidak memiliki mentor rohani hanya 52,2 % yang pernah bersaksi memberitakan Injil. 82,9
% yang memiliki mentor rohani, mengatakan bahwa pernah membimbing orang lain bertumbuh
secara rohani. Sedangkan yang tidak memiliki mentor rohani hanya 63,8 % yang sudah
Untuk menghasilkan generasi muda yang memiliki spiritualitas yang baik, maka Gereja
Kemah Injil Indonesia Imanuel Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur membuka pelayanan
anak di gereja. Adapun pelayanan anak yang terdapat di gereja tersebut salah satunya ialah Pusat
Pengembangan Anak (PPA), sebuah fasilitas yang didirikan dalam kemitraan dengan
adalah sebuah organisasi yang berdiri untuk melindungi anak dan membebaskan anak dari
kemiskinan rohani, ekonomi, sosial dan jasmani. Di Indonesia compassion dimulai pada tahun
1968 dan pada tahun 2004. Pusat Pengembangan Anak (PPA) hadir untuk membantu anak-anak
dan bertujuan memberikan solusi dan dukungan program melalui pendidikan informal yang
Pusat Pengembangan Anak sebagai agen Tuhan dalam pembinaan dan pemuridan anak-
anak PPA, khususnya remaja, PPA harus turut melatih, membimbing dan membawa anak-anak
kepada ketaatan kepada Yesus Kristus. Pusat Pengembangan Anak ini bertujuan untuk
mengangkat anak-anak keluar dari kemiskinan dalam nama Yesus melalui program
Injil dan membuat keputusan untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat . Setelah anak-anak
mengenal Kristus, anak-anak harus terus bertumbuh di dalam Kristus dengan mengenal Alkitab
dan melalui proses yang Tuhan tetapkan melalui Roh Kudus dalam mempraktikkan disiplin
rohani. Pelayanan anak yaitu Pusat Pengembangan Anak di Gereja Kemah Injil Indonesia di
Muara Asa Kutai Barat Kalimantan Timur belum maksimal. Terdapat anak yang masih sangat
kurang akan spiritualitas. Ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Pusat
Terbukti melalui keterlibatan penulis secara langsung di lapangan dalam hal mengajar
anak-anak usia 12-17 tahun yang berani melawan orangtua, guru, dan mengeluarkan kata-kata
kasar sehingga sopan santun minim sekali. Selain itu masih banyak dari anak-anak bahkan
remaja memiliki pengetahuan Alkitab yang minim. Masih ada yang belum berani untuk berdoa
dan memimpin ibadah, ada yang jarang ke gereja, tidak tahu bagaimana membuka Alkitab, tidak
tahu isi Alkitab, berkata kasar/memaki, melawan guru dan orangtua, PPA seharusnya menjadi
tempat di mana remaja dapat mengembangkan karakter yang baik dan karakter yang
mencerminkan kasih Kristus. Hasil akhir perkembangan spiritual dari Pusat Pengembangan
Anak adalah menunjukkan komitmen pada ketuhanan Kristus, tahu dan memahami Alkitab,
mengakui Yesus sebagai Juruselamat, mempraktikkan disiplin rohani yaitu doa, pemahaman
Alkitab, ibadah dan pelayanan. Tentunya sebagai organisasi yang bekerja sama dengan gereja,
hal ini menjadi masalah besar bagi Compassion Internasional, khususnya Pusat Pengembangan
Anak.
Keadaan kepribadian mentor di Pusat Pengembangan Anak ada yang masih kurang yang
penulis dapati disana ialah dalam hal disiplin ada beberapa mentor yang terlambat datang untuk
mengajar, atau tiba-tiba memberitahu bahwa berhalangan dalam mengajar karena ada urusan
padahal urusannya sudah terencana sejak awal, ada juga yang tidak siap dalam membawa firman
Tuhan sehingga meminta rekan yang lain untuk menggantikan, juga ada beberapa mentor yang
kurang menghargai sesama rekan kerja, ada juga yang melanggar peraturan PPA mengenai tidak
boleh mewarnai rambut. Namun ada juga mentor yang telah memberikan teladan yang baik
dengan datang tepat waktu ke PPA, mempersiapkan bahan ajar dengan baik sebagai bentuk
pertanggung jawabannya, bersikap dewasa ketika ada yang tidak sesuai di PPA, dan memberikan
nasihat.
Mentor adalah wadah dalam membentuk spiritualitas anak remaja. Oleh karena itu
mentor harus menjadi teladan yang baik dan positif. Mentor punya pengaruh besar bagi anak
remaja ketika kembali kepada keluarga. Maka dari itu sangat diharapkan melalui kompetensi
kepribadian guru yang ada pada mentor Pusat Pengembangan Anak 0538 di Muara Asa, menjadi
dampak yang sangat besar bagi remaja di dalam spiritualitas anak yang baik dan mengerti bahwa
hal itu merupakan kehendak Tuhan bagi setiap orang percaya. Berdasarkan latar belakang
masalah dia atas, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompetensi
kepribadian guru terhadap pemebentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat
Metode
Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam karya ilmiah ini adalah penelitian
lapangan yang sifatnya kuantitatif yaitu penelitian yang disajikan dalam bentuk bab berikutnya.
kepribadian guru (mentor) terhadap pembentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat
Pengembangan Anak Muara Asa, Kutai Barat. Dalam penulisan skripsi, penulis mengambil
populasi dari anak usia 12-17 tahun dengan total 30 orang anak Pusat Pengembangan Anak
karena 30 anak ini adalah yang aktif dalam mengikuti kegiatan di Pusat Pengembangan Anak.
Yang menjadi sampel dalam penulisan skripsi ini adalah anak usia 12-17 tahun sebanyak 30 anak
Pusat Pengembangan Anak. Angket ditujukan untuk mentor anak usia 12-17 tahun di Pusat
Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat. Angket yang digunakan dalam penelitian ini
karena jumlah responden yang ada dalam penelitian ini cukup besar jumlahnya. Angket adalah
daftar pertanyaan yang diajukan kepada orang-orang tertentu untuk menjaring jawaban (Wijaya,
2017).
Melalui angket yang dibagikan dapat memeroleh data mengenai bagaimana pengaruh
kompetensi kepribadian guru terhadap pembentukan spiritualitas anak usia 12-17 tahun di Pusat
Pengembangan Anak Muara Asa Kutai Barat. Angket yang akan penulis berikan sebanyak 30
untuk anak usia 15-17 tahun. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan bertanya
langsung pada anak di Pusat Pengembangan Anak usia 12-17 tahun melalui via WhatsApp.
Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan adalah pertanyaan terbuka dengan tujuan
memperoleh data yang jelas mengenai sejauh mana pengaruh kompetensi kepribadian mentor
(guru) terhadap minat belajar anak usia 12-17 tahun di Pusat Pengembangan Anak Muara Asa.
n
%= x 100
N
Di mana:
n = Jumlah responden yang memberikan jawaban
N = Jumlah responden yang diberikan angket
% = Persentase
Kedua, rating skala yang digunakan untuk mengukur suatu organisasi pelayanan, kepemimpinan,
Ketiga, korelasi sederhana adalah “sebuah cara dalam menganalisa data, dengan cara
menghubungkan indikator dari kedua variable dan hasilnya dalam bentuk bilangan. Jadi, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan korelasi sederhana dalam menganalisis.
Tabel 12. Rating Skala Kompetensi Kepribadian Guru dan Pembentukan Spiritualitas Anak
Indikator Skor Persentase Indikator Skor Persentase
Kompetensi Kriterium Rating Pembentuka Kriterium Rating
Kepribadia Skala n Spritualitas Skala
n Guru Anak
Memiliki 1016 84,7% Berkarakter 1051 87,5%
Sikap Kristus
Dewasa
Menjadi 1041 86,75% Hidup 1022 85,17%
Teladan berdampak
bagi orang
lain
Bertindak 1053 87,75% Melayani 1034 86,17%
Sesuai
Norma
Disiplin 1045 87,3% Bersaksi 1057 88,3%
tentang
kebaikan
Tuhan
Kompetensi 4.155 86,25% Pembentukan 4164 86,78%
Kepribadia Spritualitas
n Anak
Guru
memperoleh skor kriterium 4.155 dengan persentase 86,5%. Berdasarkan perolehan data tersebut
variabel kompetensi kepribadian guru (mentor) berada pada interval setuju dan sangat setuju.
berdasarkan perolehan data, dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian guru memiliki
pengaruh terhadap pembentukan spiritualitas anak di Pusat Pengembangan Anak Imanuel Muara
Asa Kutai Barat Kalimantan Timur. Berdasarkan tabel variabel Y memiliki empat indikator
dengan jumlah 32 pernyataan, memperoleh skor kriterium 4164 dengan persentase 86,5%.
Berdasarkan perolehan data tersebut, variabel pembentukan spiritualitas anak berada pada
interval setuju dan sangat setuju hampir mendekati sangat setuju. berdasarkan perolehan data
dapat disimpulkan bahwa pembentukan spiritualitas anak memiliki pengaruh yang baik setelah
N 30 30
Jika nilai signifikansi < 0,05, artinya variabel X berpengaruh terhadap variabel Y
Jika nilai signifikansi > 0,05, artinya variabel X tidak berpengaruh terhadap variabel Y
Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien korelasi 0,562 dengan P-value 0,001 untuk
menentukan apakah koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak, perlu dibandingkan dengan
r tabel. Jika r hitung menentukan apakah koefisien korelasi tersebut signifikan atau tidak perlu
dibandingkan dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari pada r tabel koefisien korelasi
dinyatakan signifikan. Dengan jumlah data sebanyak 30 responden, didapatkan r tabel ά = 0,05
sebesar 0,361. Hal itu menunjukkan r hitung lebih besar dari r tabel (0,562 > 0,361). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,562 adalah signifikan. Berdasarkan hasil
koefisien korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kompetensi kepribadian
Berdasarkan tabel output correlation di atas, nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari
variabel kompetensi kepribadian guru 0,562. Dari tabel interpretasi koefisien korelasi, nilai
berada pada interval 0,400-0,599 sedang atau cukup, yang berarti bahwa tingkat hubungan
kompetensi kepribadian guru terhadap pembentukan spiritualitas anak termasuk pada tingkat
Berdasarkan tanda bintang SPSS, diketahui bahwa nilai pearson correlation yang
anak mempunya tanda bintang dua, ini berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel
yang dihubungkan atau memiliki korelasi yang sedang atau cukup antara kedua variabel tersebut.
Kepustakaan
Ali, Mohammad. Psikologi Sosial dan Remaja. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.
Asrori, Mohammad, dan Mohammad Ali. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.
Darmawan, I Putu Ayub. Menjadi Guru Yang Terampil. Bandung: Kalam Hidup, 2014.
Daun, Paulus. Bertumbuh dalam Kristus. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Edison, Thomas. Pendidikan Nilai-Nilai Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2018.
Furqon, M. Hidayatullah. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pressindo, 2010.
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1991.
Hartono, Handreas. “Membentuk Karakter Kristen Pada Anak Keluarga Kristen.” Jurnal
Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen 2, no. 1 (Oktober 2014): 62-69. Diakses 12 Mei
2018. http://www.sttpb.ac.id/ejournal/index.php/kurios/
article/download/22/23.
Haystead, Wes. Mengajar Anak Tentang Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Homrighausen, E.G. dan I.H. Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1985.
Hulu, Etty Destinawati. “Dimensi Spiritualitas dalam Kompetensi Kepribadian Guru Pendidikan
Agama Kristen.” Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan
13, no. 1 (2020): 1-16. Diakses 6 Maret 2023. https://jurnal.sttsundermann.ac.id/.
Lahaye, Beverly. Memahami Tamperamen Anak Anda. Bandung: Kalam Hidup, 2002.
Mallangi, Natalia & Ivan Th. J. Weismann. “Pengaruh Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Kristen terhadap Perkembangan Spiritual Anak Kelas 4 & 5 SD
Kristen Kalam Kudus Makassar.” Jurnal Jaffray 2, no. 1 (Juni 2021): 1-50. Diakses 12
Januari 2023. https://ojs.sttjaffray.ac.id/jitpk.
Norman, Wright dan Gary Oliver. Mengoptimalkan Pertumbuhan Karakter Anak Sesuai
Dengan Keunikan Pribadinya. Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2003.
Nurishan, Juntika, Nubiar Agustin. Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:
Refika Aditama, 2011.
Siahaan, Christa. “Peran Orangtua Sebagai Pendidik dan Pembentuk Karakter Spiritualitas
Remaja.” Jurnal Pendidikan Agama 3, no. 2 (28 Oktober 2019): 93-102. Diakses 10
Januari 2023. https://doi.org/10.33541/shanan.v3i2.1581.
Sugiyono. Metode Penelitian (Kuantitatif Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta, 2016.
Suyanto, & Asep Jihad. Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Esensi Erlangga, 2013.
Syarbini, Amirulloh. Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Jakarta: Gramedia, 2014.
Tacoy, Selvester M. 6 Kunci Sukses Melayani Kaum Muda. Bandung: Kalam Hidup, 2009.
Tafonao, Talizaro. “Kepribadian Guru Kristen Dalam Perspektif 1 Timotius 4:11-16.” Jurnal
Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 3, no. 1 (Januari 2019): 67-93. Diakses 3
Maret 2023. https://docplayer.info/131102820-Kepribadian-guru-kristen-dalam-
perspektif-1-timotius-4-11-16.html.
Tafonao, Talizaro. “PERAN GURU AGAMA KRISTEN DALAM MEMBANGUN
KARAKTER SISWA DI ERA DIGITAL.” Jurnal Bijak 2, no. 1 (November 2018): 60-
81. Diakses 3 Maret 2023. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/.
Tu’u, Tulus. Pemimpin Kristen yang Berhasil. Bandung: Kalam Hidup, 2010.
Wadi, Elsyana, dan Elisabet Selfina. "Peran Orang Tua Sebagai Keluarga Cyber Smart
Dalam Mengajarkan Pendidikan Kristen Pada Remaja GKII Ebenhaezer Sentani
Jayapura Papua." Jurnal Jaffray 14, no. 1 (14 Maret 2016): 63-88. Diakses 13 Februari
2023. http://dx.doi.org/10.25278/jj71.v14i1.190