Anda di halaman 1dari 2

SALIMUL AQIDAH

Muhammad Ja’far
Syaikh Ali An Nadawi pernah mengatakan, jika iman bekerja sebagaimana
mestinya akan mendatangkan kejayaan, kemenangan, kesuksesan yang sejati (lahir
dan batin). Sebaliknya, ketika iman mengalami disfungsi, identik dengan menyediakan
diri untuk dijajah (qabiliyyah littaghallub). Dijajah oleh rayuan syubhat (kerusakan
pikiran), syahwat (kerusakan hati) dan ghoflah (lalai dari misi kehidupan).
Tidak sebagaimana harta yang mudah diwariskan, mewarisi keimanan
memerlukan perjuangan yang tidak ringan. Seorang Nabi (manusia pilihan Allah
Subhanahu Wata’ala) tidak otomatis melahirkan keturunan yang memiliki kualitas
keimanan seperti orang tuanya. Tidakkah putra dan istri dua hamba pilihan Allah
Subhanahu Wata’ala yang shalih (Nabi Nuh, Nabi Luth), berani secara transparan
menentang perjuangannya!
“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang
kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing),
Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan
dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang
masuk (jahannam).” (QS: At Tahrim (66) : 10).
Merenungkan arahan Allah Subhanahu Wata’ala di atas, semoga kita memilih
sekolah kita dengan harap-harap cemas. Karena takut terhadap masa depan anak
kita. Berbekal rasa takut, kita siapkan mereka agar tidak menjadi generasi yang lemah
dalam keyakinan, lemah dalam ibadah, lemah dalam akhlak, lemah dalam bidang
ekonomi, lemah dalam karakter keagamaan.
Kita pantau mereka kalau-kalau ada bagian dari fase kehidupan mereka saat ini
yang menjadi penyebab datanganya kerumitan dan kehinaan di masa mendatang.
Berbekal rasa takut, kita berusaha dengan sungguh-sungguh agar mereka memiliki
bekal yang cukup untuk mengarungi samudera kehidupan ini dengan kepala tegak
dan iman yang kokoh, serta bermartabat dengan penuh kemuliaan.
Betapa mahalnya membangun keimanan pada diri anak kita. Bukankah dengan
aqidah yang kokoh menjadikan anak tegar, teguh dan gigih dalam memegang prinsip
yang diyakini. Prinsip itulah yang menjadi landasan yang kuat dalam berpikir dan
bertindak. Dengan bekal keyakinan yang terhunjam di dalam jiwa, ia akan tenang,
survive dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin hari tidak bertambah
ringan. Bagaikan karang di tengah samudera yang luas tidak bertepi. Kehidupan yang
mengalami pasang surut, fluktuatif (naik-turun), timbul dan tenggelam, dan dekadensi
moral yang menggurita , tidak mudah dan tidak sederhana ini, mustahil dapat
dihadapi oleh seorang anak yang memiliki iman biasa-biasa saja.
Iman itulah yang memberi dorongan internal, motivasi intrinstik (indifa’ dzati),
energi pemiliknya yang tidak ada habis-habisnya laksana sumur zam-zam, untuk
menyemai kebaikan di taman kehidupan. Dan selalu mencegah kemungkaran dengan
segala konsekwensinya, dengan cara bijak hingga ajal menjemput. Tanpa pura-pura
dan tanpa pamrih. Tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih.

Catatan Pribadi :

Untuk bisa wushul kepada Allah maka kita harus mendalami ilmu tentang aqidah yang benar. Agar
kita tiidak terombang-ambing oleh keyakinan-keyakinan yang bertentangan dengan firman-Nya

Anda mungkin juga menyukai