Anda di halaman 1dari 11

ASY SYAJA'AH FIY AD DA'WAH

BERANI DI JALAN DAKWAH


Kehidupan dunia ini diiringi kesulitan demi kesulitan (Q.S. Al Balad: 4).
Sehingga kesulitan sesuatu yang tak bisa dielakkan. Ia adalah realita
perjalanan dunia ini. Kesulitan menjadi sebuah resiko dalam hidup. Tak
seorang pun yang lepas dari kenyataan itu. Namun yang acap kali terjadi
adalah takut terhadap resiko yang bakal muncul. Lantaran kekerdilan
jiwa untuk menghadapinya. Lalu timbullah ketakutan-ketakutan. Rasa
ketakutan ini cuma menggiring seseorang menjadi pengecut. Dan
akhirnya lari dari kenyataan.
Sifat pengecut dipandang sebagai sifat tercela yang tidak boleh dimiliki
orang-orang yang beriman. Karena pengecut artinya ia tidak mau
menanggung dan menghadapi resiko yang memang sudah menjadi
konsekwensinya. Perilaku ini merupakan perilaku orang-orang yang
setengah hati dalam keimanan, hanya ingin serba enak tanpa harus
bersusah payah menghadapi masalah rumit. Sifat pengecut akan menjadi
penghalang untuk maju dan pemberat langkah kesuksesan.
Saat ini, dunia dipenuhi dengan orang-orang yang memiliki sifat
pengecut. Sebuah hadits Nabi SAW. memprediksikan di suatu masa umat
Islam akan menjadi bulan-bulanan dan santapan empuk musuh-musuh
Islam karena sudah mengidap penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut
mati. Memang, penyakit wahn-lah yang menyebabkan umat Islam banyak
yang menjadi pengecut sehingga tidak lagi disegani oleh musuhmusuhnya yakni kaum kafir, musyrikin dan munafikin.
Islam memandang hina orang yang pengecut. Baik pengecut untuk
mempertahankan hidup sehingga gampang putus asa. Pengecut lantaran
takut dikucilkan dari komunitasnya. Pengecut karena berlainan dengan
sikap banyak orang. Atau pengecut untuk membela sebuah nilai.
Kemudian menjerumuskan pelakunya pada sikap yang plin-plan tanpa
prinsip. Rasulullah SAW. bersabda: 'Janganlah kamu menjadi orang yang
tidak punyai sikap. Bila orang melakukan kebaikan maka aku pun
melakukannya. Namun bila orang melakukan keburukan maka aku pun
ikut melakukannya juga. Akan tetapi jadilah orang yang punya sikap dan
keberanian. Jika orang melakukan kebaikan maka aku melakukannya.
Namun jika orang melakukan keburukan maka aku tinggalkan sikap
buruk mereka'. (HR. Tirmidzi)
Allah SWT. selalu menggelorakan orang-orang yang beriman agar jangan
takut, jangan pengecut. Karena rasa takut akan membawa kegagalan dan
kekalahan. Akan tetapi keberanian menjadi seruan yang terus berulangulang dikumandangkan. Karena keberanian adalah tuntutan keimanan.
Iman pada Allah SWT. mengajarkan menjadi orang-orang yang berani
menghadapi beragam resiko dalam hidup ini terlebih lagi, resiko dalam
memperjuangkan dakwah ini.
Syaja'ah atau keberanian merupakan jalan untuk mewujudkan sebuah
kemenangan dan sebagai izzah keimanan. Tak pernah boleh ada, kata
gentar bagi kader dakwah saat mengemban tugas bila ingin meraih
1

kegemilangan. Dari sisi inilah kaum yang beriman berada jauh di atas
kebanyakan orang. Karena izzah keimanan menuntun mereka untuk tidak
takut dan gentar sedikit pun.
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih
hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika
kamu orang-orang yang beriman". (Q.S. Ali Imran: 139)
Dahulu yang membuat gentar musuh-musuh Islam adalah keberanian
pejuang-pejuang Islam yang menghambur ke medan perang dengan suka
cita karena pilihannya sama-sama baik yakni hidup mulia dengan meraih
kemenangan atau mati syahid di jalan Allah. Bahkan mereka jauh
mencintai kemuliaan sebagai syahid sebagaimana kecintaan kaum kafir
terhadap dunia. Dengan sikap ini kaum muslimin banyak memperoleh
anugerah kemenangan dakwah di berbagai tempat.
Orang-orang kafir amat takut terhadap orang-orang yang beriman yang
memiliki prinsip ini. Sehingga mereka berupaya agar sifat berani tidak
bersemayam dalam diri orang-orang mukmin. Lalu mereka takut-takuti
kaum muslimin dengan situasi dan kondisi masa depan yang suram,
ancaman, teror, intimidasi atau tekanan-tekanan lainnya agar umat ini
tidak lagi berani memperjuangkan nilai dan norma yang diyakininya.
Akhirnya timbullah sikap takut yang luar biasa hingga melemahkan
semangat juangnya.
Oleh karena itu jangan tertipu oleh upaya orang-orang kafir untuk
menghilangkan sifat syaja'ah. Sebab syaja'ah merupakan harga diri
orang-orang beriman. Lantaran sifat itu sebulan sebelum kedatangan
kaum muslimin orang-orang di Babylonia telah lari tunggang langgang
mendengar umat Islam akan tiba di negeri mereka. Sampai-sampai Khalid
bin Walid RA. menenangkan masyarakat Romawi agar tidak perlu teramat
takut pada kaum muslimin karena kedatangan umat Islam hanya untuk
menyerukan Islam dan mengajak mereka menghamba pada Allah SWT.
semata.
Asy syaja'ah (keberanian) menjadi salah satu ciri yang dimiliki orang yang
istiqamah di jalan Allah, selain ciri-ciri berupa al-ithminan (ketenangan)
dan at-tafaul (optimisme). Dengan demikian orang yang istiqamahlah
akan senantiasa berani, tenang dan optimis karena yakin berada di jalan
yang benar dan yakin pula akan dekatnya pertolongan Allah. Namun
memang tak mudah untuk menjadi orang yang istiqamah atau teguh
pendirian memegang nilai-nilai kebenaran dan senantiasa berada di jalan
Allah. Bahkan Rasulullah SAW. mengatakan bahwa turunnya surat Hud
membuat beliau beruban karena di dalamnya ada ayat (QS. Huud: 112)
yang memerintahkan untuk beristiqamah,
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah
kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan."
Rasulullah SAW. memahami benar makna istiqamah yang sesungguhnya
sampai ketika Abu Sufyan bertanya hal terpenting apa dalam Islam yang
membuatnya tak perlu bertanya lagi, beliau menjawab, Berimanlah
kepada Allah dan kemudian beristiqamahlah (terhadap yang kau imani
tersebut). (HR. Bukhari). Di kesempatan lain, Rasulullah SAW. juga
2

mengatakan tantangan buat orang yang istiqamah memegang Islam di


akhir zaman, begitu berat laksana menggenggam bara api.
Keberanian untuk tetap istiqamah walau nyawa taruhannya nampak pada
diri orang-orang beriman di dalam surat Al-Buruuj: 4 - 8 yang dimasukkan
ke dalam parit dan dibakar oleh as-habul ukhdud hanya karena mereka
menyatakan keimanannya kepada Allah SWT. Begitu pula Asiah, istri
Firaun dan Masyitah, pelayan Firaun, kedua-duanya harus menebus
keimanan mereka kepada Allah dengan nyawa mereka. Asiah di tiang
penyiksaannya dan Masyitah di kuali panas mendidih beserta seluruh
keluarganya karena mereka berdua tak sudi mentuhankan Firaun.
Demikian sulitnya untuk mempertahankan keistiqamahan di jalan Allah,
dan demikian sulit pula untuk mewujudkan asy syaja'ah sebagai salah
satu aspeknya.
Muthallibatu Ad Da'wah (Tuntutan Dakwah)
Dalam mengusung amanah dakwah, slogan 'Jangan pernah takut, Maju
pantang mundur, Berani karena benar, rela mati demi kebenaran' tidak
boleh luntur melainkan harus tetap terpatri dalam sanubari kader
dakwah. Melekatnya doktrin itu, membuat kader dakwah tidak akan lari
ke belakang demi kemenangan dakwah ini. Karena asy syaja'ah
(keberanian) mengemban amanah umat merupakan tuntutan dakwah.
Manakala Allah SWT. berbicara tentang penyelamatan dakwah, maka
aspek asy syaja'ah ini yang selalu disebut-sebut oleh-Nya. Sebagaimana
dalam Q.S. At Taubah: 40, 'Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad)
maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang
kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah
seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia
berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya
Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada
(Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana'.
Di samping itu sikap syaja'ah para kader menjadi sebab dakwah
berkesimbungan di muka bumi ini. Dengannya dakwah ini berjalan terus
sekalipun harus melewati bukit terjal ataupun tembok besar. Beresiko
berat ataupun ringan. Dengan keberanian para pejuang dakwah, ajaran
Islam ini merambah ke berbagai pelosok dunia bahkan sampai pada diri
kita saat ini. Padahal bila dilihat tantangan dan rintangan yang dihadapi
sangat berat. Tantangan alam, geografis, budaya, maupun rintangan dari
musuh-musuh dakwah. Tanpa keberanian mereka, perjalanan dakwah ini
akan tertatih-tatih lantaran ketakutan yang melemahkan gerak dakwah
ini.
Da'aimu Asy Syaja'ah (Pilar Keberanian)
Karena sikap asy syaja'ah merupakan tuntutan dakwah maka para kader
mesti selalu memompa dan menopang keberaniannya agar kata takut dan
pengecut tidak lagi melekat dalam dirinya. Takut dan pengecut tidak
boleh ada dalam memperjuangkan dakwah. Adapun pilar-pilar yang
menghantarkan diri seorang kader memiliki sifat asy syaja'ah adalah halhal berikut ini:
3

1. Al Iman bil Ghaib (Iman Dengan Yang Ghaib)


Penopang yang amat kokoh untuk menguatkan sikap asy syaja'ah
dalam diri kader dakwah adalah memperkuat keyakinannya akan halhal yang ghaib. Seperti yakin akan pertolongan Allah SWT. Yakin akan
malaikat-malaikat-Nya yang senantiasa membantu orang yang
memperjuangkan agama Allah SWT. Begitu pula yakin akan kehidupan
akhirat yang ditentukan oleh amaliyah kita di dunia ini, khususnya
amal-amal dakwah.
Keyakinan pada hal yang ghaib memunculkan sikap berani, tak takut
terhadap apa yang terjadi. Karena semua yang bakal terjadi telah
menjadi ketentuan dalam kehidupan seseorang. Ia merupakan takdir
yang telah ditetapkan. Sebagaimana pengalaman nyata yang menarik
dari seorang kader dakwah yang diancam atas perjuangannya selama
ini. Tatkala di atas kepalanya ditodongkan pistol. Lalu sang algojo
mengatakan, 'Mana Tuhanmu, Apakah ia bisa menyelamatkan kamu
kalau pelatuk pistol ini kugerakkan. Dan hancurlah batok kepalamu
berkeping-keping. Jawab sang aktivis, Bila Tuhanku tidak mengizinkan
pistol itu meledak maka aku tidak akan mati. Atau kalaupun pistol itu
meledak namun Tuhanku tidak menetapkan aku mati maka aku pun
tidak akan mati'. Jawaban ini sebagai jawaban atas keyakinan pada
Yang Ghaib, yakni Allah SWT.
Keyakinan semacam ini adalah buah dari tarbiyah yag telah
menanamkan rasa takut hanya pada Allah SWT. dan senantiasa
bergantung pada-Nya. Sehingga kader memiliki cantolan yang teramat
kuat. Lantaran pegangan dirinya kepada yang Maha Kuat ia tidak
pernah mundur menghadapi cobaan dan rintangan dakwah.
Demikianlah hasil dari proses tarbiyah yang panjang, membina aktivis
untuk senantiasa yakin dengan sebenar-benarnya pada kekuatan yang
Ghaib.
Rasulullah SAW. telah mengingatkan Abu Bakar RA. akan keyakinan
pada Rabbul Izzati. Di saat orang-orang kafir sudah berada di gua Tsur
ingin membunuhnya. Abu Bakar hingga mencemaskan, Ya Rasulullah,
sekiranya salah satu dari mereka melihat betisnya maka mereka pasti
akan melihat kita. Nabi SAW. menenangkannya dengan menyatakan,
'duhai Abu Bakar, apakah kamu mengira kita di sini Cuma berdua.
Tidak, Abu Bakar, kita di sini bertiga. Janganlah takut dan gentar,
Allah bersama kita.
Karenanya jiwa para kader tidak boleh luput untuk selalu berinteraksi
pada Allah SWT. agar dikuatkan diri dan jiwa dalam memperjuangkan
dakwah. Karena kemenangan para pejuang dakwah bukan ditentukan
oleh kekuatan material melainkan kekuatan dari Yang Maha Perkasa.
2. Al Mujahadah Ala Al Khauf (Menaklukkan Rasa Takut)
Rasa takut sebagai lawan dari asy syaja'ah memang amat manusiawi.
Kenyataan ini merupakan watak alamiyah yang dimiliki setiap insan.
Seperti takut terbakar, tenggelam, terjatuh di mangsa binatang buas
dan lain sebagainya. Namun rasa takut semacam itu harus berada di
bawah khauf syari yakni takut kepada Allah SWT. Sehingga setiap
kader dakwah sepatutnya menaklukkan rasa takut thabi'inya dengan
mengkedepankan rasa takut kepada Rabbbul Izzati. Dengan begitu
4

mereka akan ringan dalam memperjuangkan dakwah, tidak maju


mundur lantaran ketakutan-ketakutan yang ada pada dirinya.
Hal tersebut secara indah dan heroik terlihat gamblang pada kisah
Nabi Musa AS., Ibrahim AS. dan Muhammad SAW. Rasa takut pada
kemungkinan tenggelam ke laut merah teratasi oleh ketenangan,
optimisme dan keberanian Nabi Musa AS. yang senantiasa yakin Allah
bersamanya dan akan menunjukinya jalan. Dan benar saja Allah
memberinya jalan keluar berupa mukjizat berupa terbelahnya laut
merah dengan pukulan tongkatnya sehingga bisa dilalui oleh Nabi
Musa dan pengikutnya. Kemudian laut itu menyatu kembali dan
menenggelamkan Firaun beserta tentaranya.
Kisah yang tak kalah mencengangkannya terlihat pada peristiwa
pembakaran Nabi Ibrahim AS. Rasa takut thabii terhadap api dan
terbakar olehnya teratasi oleh rasa takut syari yakni takut kepada
Allah saja. Dan subhanallah, pertolongan Allah datang dengan
perintah-Nya kepada api agar menjadi dingin dan sejuk serta
menyelamatkan Nabi Ibrahim AS.
Demikian juga apa yang dialami para murid-murid syeikh Umar
Tilmisani yang harus menerima hukuman atas perjuangannya selama
ini. Sang syeikh digugat oleh murid-muridnya yang telah disiksa
musuh-musuh dakwah. Ada yang digantung, ada yang disetrum, ada
yang dibunuh. Para murid meminta syeikh untuk keringanan hukuman
yang mereka derita karena rasa takut yang luar biasa. Syeikh
mengusir rasa takut murid-muridnya dengan menyatakan, 'wahai
murid-muridku. Musuh-musuh Allah itu bisa berbuat apa saja pada
kita. Mereka mampu mencincang kita, mereka juga dapat
menggantung kita, mereka juga bisa membunuh kita. Namun ada hal
yang harus kamu yakini bahwa mereka tidak akan pernah
melakukannya di tempat yang tidak ada Allahnya. Pasti Allah bersama
kalian dalam berbagai keadaan'.
Selayaknya setiap kader dakwah selalu menundukkan rasa takut
insaniyahnya dengan mendominasikan rasa takut syar'inya. Sehingga
yang selalu tertanam dalam dirinya hanya takut pada Allah semata.
Dan tidak pernah gentar akan kekuatan-kekuatan selain Allah SWT.
3. Taurits Al Khairiyah (Mewariskan Hal Yang Terbaik)
Penopang lainnya adalah dengan mempertimbangkan keadaan
generasi berikutnya harus lebih baik dari sebelumnya. Maka warisan
yang ditinggalkan untuk mereka adalah warisan-warisan kemuliaan.
Sehingga mereka mengikuti jejak para pendahulunya yang mempunyai
akhlaq mulia. Bila menginginkan generasi sesudahnya menjadi
pemberani maka wariskan sifat berani pada mereka. Namun bila
mewariskan sifat takut dan pengecut maka jangan harap generasi
berikutnya menjadi orang-orang yang heroik dan patriotik.
Abul 'Ala Al Maududi menegaskan bahwa untuk mewariskan
keturunan dan generasi yang lebih baik maka jangan lakukan sifatsifat rendahan. Karena itu akan menjadi contoh bagi mereka. Ingatlah
kebaikan akan mewariskan kebaikan dan keburukan akan mewarisi
keburukan pula. Oleh karena itu Allah SWT. telah mengingatkan agar
5

memperhatikan nasib generasi berikutnya dengan mewariskan nilainilai kebaikan untuk menjadi dhawabith khairiyah bagi mereka.
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar". (Q.S. An Nisa': 9)
Adalah hal yang patut dipikirkan para kader dakwah untuk selalu
menanamkan tekad dan kemauan agar melahirkan generasi yang
terbaik dengan selalu berpegang pada sikap-sikap keteladanan yang di
antaranya sikap asy syaja'ah.
4. As Shabru Ala Ath Tha'ah (Bersabar Terhadap Ketaatan)
Keberanian akan terus ada pada diri kader bila mereka bersabar.
Sabar terhadap peristiwa yang mereka alami. Karena kesabaran itu
merupakan senjata yang ampuh yang memberikan ketahanan
menghadapi tekanan berat sekalipun. Dengan kesabaran kita pun
dapat membandingkan kejadian yang dirasakan generasi yang lalu
dengan yang sedang kita rasakan . Mereka tentu telah mengalami
cobaan yang lebih berat ketimbang yang kita alami saat ini. Dengan
kesabaran ini kita dapat bertahan dan terus maju melangkah di atas
jalan dakwah dengan gagah berani.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saat menasihati
Khabbab bin Al Arts yang berkeluh kesah atas beratnya penderitaan
yang dialaminya, beliau mengingatkan Khabbab akan perjuangan para
Nabi dan orang-orang shaleh terdahulu yang jauh lebih berat tapi
mereka tetap berani dan tabah. Jadi kita bisa memupuk keberanian
dan kesabaran dengan berkata, Ah... cobaan ini belum seberapa
dibanding yang pernah dialami orang-orang shaleh terdahulu.
Oleh sebab itu bekal kesabaran tidak boleh dalam keadaan defisit.
Kesabaran mesti dalam kondisi yang selalu cukup dan bertambah.
Karena kesabaran yang kuat menjadi tameng dalam menyelamatkan
diri atas cobaan-cobaan berat dakwah ini. Allah SWT. pun
mengingatkan agar senantiasa bersabar dan menguatkan kesabaran.
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung". (Q.S. Ali Imran:
200)
5. Al Ajru min Allah (Berharap Balasan Dari Allah)
Seorang kader juga bisa mengusung dakwah ini dengan berani karena
berharap balasan yang besar dari Allah SWT. Balasan yang dijanjikan
ini
meminimalkan
perasaan
takut
akan
ancaman
dalam
memperjuangkan dakwah. Rasa takut akan segera sirna bila balasan
yang dijanjikan jauh lebih besar dari apa yang diderita saat itu.
Bahkan balasan yang pasti diberikan itu dapat memompa semangat
juang
kader
untuk
terus
berada
di
jalan
dakwah
dan
memperjuangkannya sampai titik darah penghabisan. Maka balasan
Allah SWT. itu seyogianya tervisualisasi dengan baik pada diri kader
dakwah. Seakan-akan semua balasan itu ada di pelupuk mata.
6

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah


Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam
kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa
yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang
kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S. Fushshilat: 30 32)
Bila balasan yang dijanjikan Allah SWT. senantiasa terngiang-ngiang
dalam benak kader maka tidak ada alasan untuk takut dan pengecut.
Rasulullah
SAW.
mengingatkan
Abdullah
bin
Harits
yang
mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Namun ia perlu
mengajukan dua syarat yang memang terjadi pada dirinya. Pertama,
tidak dibebankan infak karena dia orang yang termiskin di keluarga
dan kabilahnya dan tidak pula diwajibkan berperang karena dia
seorang yang penakut. Nabi menjawab, 'wahai Abdullah, bila itu kamu
syaratkan lalu dengan apa kamu akan masuk syurga?'. Maka Abdullah
menandaskan, 'kalau begitu, ya Rasulullah aku akan berinfak dan akan
berjuangan di jalan Allah SWT'. Begitulah akhirnya Abdullah bin
Harits berada di barisan terdepan di jalan dakwah tanpa rasa takut
dan lemah.
Syajaah atau pemberani tentu saja berbeda dengan bersikap nekat,
ngawur atau tanpa perhitungan dan pertimbangan. Asy syaja'ah adalah
keberanian yang didasari pertimbangan matang dan penuh perhitungan
karena ingin meraih ridha Allah. Dan untuk meraih ridha Allah, tentu saja
diperlukan ketekunan kecermatan dan kerapian kerja (itqan). Bukan
keberanian yang tanpa perhitungan yang melahirkan kenekatan, namun
juga bukan terlalu perhitungan dan pertimbangan yang melahirkan
ketakutan.
Perwujudan sikap asy syaja'ah dalam kehidupan ini amatlah banyak
terlebih dalam memperjuangkan dakwah. Implementasinya bisa
bermacam-macam. Di antaranya:
a. Quwwatul Ihtimal (Memiliki Daya Tahan Yang Besar)
Seseorang dapat dikatakan memiliki sifat berani jika ia memiliki daya
tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
Begitu banyak orang yang tidak memiliki daya tahan tinggi terhadap
segala tantangan dan kesulitan sehingga mudah surut, menyerah atau
berputus-asa. Padahal dalam kehidupan yang semakin berat dan sulit
dewasa ini begitu banyak tantangan dan marabahaya yang harus
disikapi dan dihadapi dengan berani, karena bersikap pengecut dan
melarikan diri dari persoalan hidup yang berat tidak akan pernah
menyelesaikan masalah. Apalagi dalam perjuangan dakwah untuk
mencapai kemenangannya.
Daya tahan yang besar terhadap tekanan memberikan kemampuan
menanggung beban-beban berat sendirian tanpa menyertakan yang
lainnya. Malah ia ingin saudara-saudaranya tidak boleh mengalami
7

kesulitan lantaran dirinya. Bila perlu ia yang menanggung penderitaan


saudaranya yang lain. Begitulah kekuatan daya tahan kader dakwah
yang patriotik.
Khubaib bin 'Ady pernah ditawari Abu Sufyan ketika akan dieksekusi
mati. 'Wahai Hubaib bagaimana kalau dirimu digantikan oleh
Muhammad yang akan menduduki kursi pesakitan itu. Khubaib
menjawab, Demi Allah yang diriku dalam genggaman-Nya. Aku tidak
akan rela bila Muhammad menggantikan diriku begini. Kalau sekiranya
aku tahu bahwa Muhammad sekarang ini tertusuk duri maka aku tidak
bisa tenang dan aku beserta keluargaku akan menggantikannya
menderita karena tertusuk duri. Inilah daya tahan yang kuat, berani
menanggung beban resiko sendirian dan tidak ingin melibatkan
kesulitan dirinya pada saudaranya.
b. As Sharahah fi Al Haq (Berterus Terang pada Kebenaran)
Keterus terangan dalam kebenaran sebagai indikasi keberanian.
Sekalipun hal itu akan mengundang ekses padanya. Terkadang ada
yang tidak bisa menerimanya. Ada juga yang memusuhinya. Ada pula
yang mengancamnya. Bahkan ada pula yang tidak siap mendengarnya
lalu membunuhnya.
Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang
pahit bila dilihat dari sisi dampak yang bakal muncul. Namun bila
dilihat dari sisi manfaat dan izzah keimanan ia menjadi sebuah
keharusan. Sebagaimana sabda Nabi SAW. 'Qulil haq walau kaana
muuran' (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan berkata benar di
hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil
lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala resiko bila
kita senantiasa berterus terang dalam kebenaran.
Tidak sedikit orang tergelincir dalam bersikap lalu ia berdusta atau
diam karena khawatir akan resiko-resikonya. Sikap ini dipilih untuk
mencari jalan selamat. Atau memang ia seorang pengecut dan penakut.
Padahal sangat mungkin penguasa itu mendapatkan hidayah bila
seseorang menyampaikan kebenaran tanpa rasa takut kepadanya. Ada
seorang penguasa zhalim menginsafi dirinya. Sang penguasa menangis
atas nasihat yang diucapkan seorang ulama yang berani memaparkan
kebenaran padanya.
Sikap berani menyampaikan kebenaran yang mengandung resiko berat
menjadi harga diri seorang kader dalam memperjuangkan dakwah.
Para musuh tidak akan menganggap miring pada orang-orang yang
mempunyai sikap ini. Malah mungkin sangat dipandang. Paling tidak
sang penguasa akan gentar menghadapinya.
Syeikh Umar Tilmisani sewaktu mendengar pidato Jamal Abdul Nasher.
Sesudahnya ia berkata lantang. 'Kalau saja yang berpidato tadi bukan
anda maka akan aku adukan pada anda kasus ini. Akan tetapi karena
anda yang mengucapkannya maka akan aku adukan pada Tuhanku dan
Tuhanmu'. Mendengar teguran sang syeikh, Jamal Abdul Nasher
tertunduk diam tanpa mengucapkan sepatah kata bantahan.
c. Kitmanu As Sirri (Kemampuan Menjaga Rahasia)

Kemampuan menyimpan rahasia merupakan bentuk keberanian yang


bertanggung jawab. Orang yang berani adalah orang yang bekerja
dengan baik, cermat dan penuh perhitungan terutama dalam persiapan
jihad menghadapi musuh-musuh Islam termasuk di dalamnya mampu
menyimpan rahasia dengan serapat-rapatnya. Sebab kerahasiaan
adalah tanggungan yang harus disimpan dengan baik meski beresiko
tinggi. Ia bukanlah sesuatu yang diumbar-umbar kepada orang yang
tidak berhak. Apalagi terhadap kerahasiaan dakwah. Karena
terbongkarnya sebuah kerahasiaan akan berakibat fatal. Sangat
banyak operasional dakwah berantakan karena tersiarnya rahasia
dakwah.
Menyimpan rahasia bukanlah hal yang gampang. Ia merupakan
pekerjaan berat yang tidak sembarang orang mampu melakukannya.
Hanya orang-orang yang berani dan terampil menyimpan rahasia
sajalah yang dapat melakukannya. Karenanya sahabat Rasulullah SAW.
yang memiliki kemampuan ini tidaklah banyak. Mereka adalah sahabat
pilihan Nabi SAW. untuk bisa menjaganya. Ada pepatah yang
menyatakan bahwa selamatnya manusia tergantung dalam menjaga
lidahnya. Tentu juga termasuk di dalamnya adalah menjaga
kerahasiaan. Ini sangat ditentukan oleh keberanian menanggung beban
akibat dari rahasia yang dipikulnya.
Huzaifah ibnul Yaman RA. seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan
sebutan Shohibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik.
Hingga tidak diketahui yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya
menjaga rahasia. Dia berani menghadapi konsekwensinya sekalipun
terasa amat berat. Akan tetapi yang membuat gentar dirinya adalah
bila tertangkap musuh. Sebagaimana yang pernah ia ungkapkan pada
Rasulullah SAW. 'Ya Rasulullah, saya tidak takut bila harus mati akan
tetapi yang aku takutkan adalah bila aku tertangkap.
d. Al 'Itirafu bil Khatha'i (Mengakui Kesalahan)
Salah satu orang yang memiliki sifat pengecut adalah tidak mau
mengakui kesalahan, mencari kambing hitam dan bersikap lempar
batu, sembunyi tangan. Sebaliknya orang yang memiliki sifat syajaah
adalah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia
mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
Memang mengakui kesalahan tidaklah mudah. Kadang ada rasa malu,
perasaan takut dikucilkan, perasaan cemas akan pandangan sinis
orang lain karena kesalahannya. Padahal mengakui kesalahan diri
sendiri sangat menguntungkan. Sebab ia lantas bisa melihat kesalahan
dirinya. Ia pun tidak menyalahkan orang lain. Ia juga akan cepat
memperbaiki dirinya. Dan berani mengakui kesalahannya akan
membuka pintu keinsafan selebar-lebarnya.
Allah SWT. memberikan contoh pelajaran dari sikap Nabi Adam AS.
ketika melakukan kesalahan, ia tidak limpahkan kesalahan itu pada
setan yang menggodanya. Akan tetapi ia lebih memberatkan dirinya
sehingga terbukalah pintu ampunan untuknya. "Keduanya berkata: "Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi". (Q.S. Al 'Araf: 23).
9

e. Al Inshafu min Ad Dzati (Bersikap Obyektif Pada Diri Sendiri)


Ada orang yang cenderung bersikap over estimasi terhadap dirinya,
menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki
kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap under
estimasi terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak
mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua
sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang
berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki
sisi baik dan buruk.
Obyektif dalam memandang diri sendiri akan membuka kesempatan
pada orang lain untuk ikut berperan serta. Malah ia akan sangat
berhajat pada keberadaan orang lain. Karena ia tahu benar bahwa ia
tidak bisa berbuat apa-apa tanpa partisipasi yang lainnya. Di samping
itu ia pun tidak akan meremehkan kemampuan dirinya. Sehingga ia
bisa berbuat lebih banyak secara optimal dari potensi miliknya.
Umar bin Abdul Aziz saat diangkat menjadi khalifah, ia berpidato di
hadapan khalayak rakyatnya. 'Aku bukanlah orang yang paling baik
dari kalian. Aku hanyalah manusia seperti kalian akan tetapi aku
mendapatkan amanah yang amat besar melebihi kalian. Karena itu
bantulah diriku dalam menunaikan amanah ini'. begitulah layaknya
orang yang berani memandang kemampuan dirinya secara obyektif.
f. Milku An Nafsi 'inda
Marah)

Al Ghadhabi (Menahan Nafsu di saat

Seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu bermujahadah li nafsi,


melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan
diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan
peluang untuk melampiaskan amarahnya. Orang yang bisa lakukan itu
dipandang sebagai orang kuat karena kemampuannya menahan
amarah.
Amarah dapat menggelincirkan manusia pada sikap serampangan. Ia
akan kehilangan kontrol diri. Bisa jadi ia lupa diri akan sikapnya yang
keliru. Malah ia tak akan pernah menemukan solusi jitu akan
masalahnya. Oleh karena itu Islam memerintahkan untuk bisa
mengendalikan diri dari amarah. Sampai-sampai Rasulullah SAW.
mengajarkan untuk tidak amarah berulang-ulang. Bila masih muncul
perasaan itu maka rubahlah posisi dirinya. Bila juga masih berkobarkobar maka pergilah dan ambillah wudhu. Karena rasa marah dari
setan. Setan diciptakan dari api. Dan api bisa mati disiram dengan air.
Keberanian adalah kelaziman dalam dakwah dan menjadi sikap yang
melekat dalam diri sang kader. Ia adalah identitas pengemban amanah
umat untuk bisa menunaikan tugas berat yang diusungnya. Ingat-ingatlah
senandung para senior dakwah yang menggumankan: 'Di dalan hatiku
selalu terdengar suara Nabi yang memerintahkan, 'Berjihadlah,
berjuanglah dan lelahkanlah dirimu'. Dan berseru, 'Menanglah,
kalahkanlah musuh dan berlatihlah jadilah kamu selamanya orang
merdeka yang pantang menyerah. Hai pemberani lakukanlah karena kita
punya hari esok dan harapan'.
Wallahu alam bishshawwab.
10

11

Anda mungkin juga menyukai