Anda di halaman 1dari 13

MODUL

PEMBELAJARAN SYAJA’AH
(Berani Membela Kebenaran dalam Kehidupan)

DISUSUN OLEH:
Riska Suci Diramadani
Shifa Archiyana
Arfan Maulana
Fadel Fawaz
Fijratullah

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SMA NEGERI 4 BANDA ACEH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga modul ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi modul agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam modul ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Keterkaitan Makna Syaja’ah (Berani membela kebenaran) dengan Upaya Mewujudkan

Kejujuran dalam Kehidupan sehari-hari

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 8
B. Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak menjadi penakut dan
pengecut. Karena rasa takut dan pengecut akan membawa kegagalan dan kekalahan. Keberanian adalah tuntutan
keimanan. Iman pada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani menghadapiberagam
tantangan dalam hidup ini. Tantangan utama yang kita hadapi adalah memperjuangkan kebenaran, meskipun harus
menghadapi berbagai rintangan. Rasulullah saw.
Islam tidak menyukai orang yang lemah/penakut. Orang yang lemah/penakut biasanya tidak berani untuk
mempertahankan hidup sehingga gampang putus asa.Ketakutan itu diantaranya karena takut dikucilkan dari
lingkungannya. Takut karena berlainan sikap dengan banyak orang atau takut untuk membela sebuah kebenaran
dan keadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Syaja’ah?
2. Bagaimana DALIL SYAJA’AH?
3. Apa Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah?
4. Bagaimana Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan?
5. Apa Keutamaan syaja’ah?
6. Apa Hikmah Syaja’ah?
7. Apa Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan tentang Pengertian Syaja’ah
2. Untuk menjelaskan tentang DALIL SYAJA’AH
3. Untuk menjelaskan tentang Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
4. Untuk menjelaskan tentang Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
5. Untuk menjelaskan tentang Keutamaan syaja’ah
6. Untuk menjelaskan tentang Hikmah Syaja’ah
7. Untuk menjelaskan tentang Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syaja’ah
SYAJA’AH ( ‫ )ﺷﺠﺎﻋﺔ‬menurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan menurut
istilah ialahketeguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara jantan dan
terpuji. Jadi,Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.
Tokoh Abu Zahra berpendapat bahwa Syaja'ah (berani) berkata akan kebenaran dan berani bertindak
membelanya adalah salah satu ciri dan inti akhlaq islami itu. Ciri yang dimiliki para Nabi, Abdullah bin Abdul
Aziz Al-Amri, Hasan Al Basri ketika menghadapi Al Hajjaj, Ibnu Taimiyyah dan sebagainya. Ciri yang muncul
atas penuhnya tsiqobillah (kepercayaan kepada Allah), dalam hati seorang Muslim, keyakinan akan kebenaran
Allah.
Hati yang telah terwarnai oleh celupan Allah (sibghatullah) dan memiliki tsiqoh tak akan ragu, apalagi
bersangka buruk terhadap Allah. Dalam satu detik di tengah kegagalan usaha, tak pernah ia melemparkan
kesalahan diri pada Allah, meragukan keadilan Allah dsb. Dia percaya dengan sepenuh percaya akan Allah dengan
segala asmaNya. Dia percaya tindakannya selalu dalam pengawasan Allah dan mendapat perlindungan
dariNya. Dia percaya Allah akanmembelanya baik di dunia maupun kelak di pengadilan akhirat, hari dimana
semua pembela pun turut diadili, saat dimana tak ada lagi pembela selain Allah.
Rasa percaya itulah yang melahirkan keberanian, tsiqoh yang kuat membuahkan syaja'ah yang
benar--berani bukan untuk pujian, kelompok atau sesuatu yang lain, tetapi berani karena itu, tindakan itu untuk
Allah, untuk membela agama Allah semata, dan tidak untuk yang lainnya.Dalam titik tsiqoh ini, dalam hati
seorang Muslim, kebenaran Al Qur'an dan sunah tak memerlukan lagi legalitas ilmiah dari para orientalis. Tidak
lagi keyakinan baru tumbuh setelah orang-orang kafir juga mengakuinya. Tsiqoh kepada Allah dan RasulNya
memutus ketergantungan pada selain Allah. Kebenaran Allah adalah benar,meski ia dibenarkan atau tidak oleh
para hamba taghut.
Al Haq adalah haq, meski seluruh musuh Allah berkonspirasi untuk menolaknya. Kebenaran Allah adalah
cahaya yang menerangi hati dan akal yang fitri. Dia tidak memerlukan pembenaran, karena dia benar adanya. Dia
akan terang dan menjulang meski mulut-mulut pendustamengingkarinya. Maha Benar Allah dengan segala
firmanNya.

B. DALIL SYAJA’AH

QS Al Imran : 139
Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
C. Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fii sabililah)
Banyak sekali kisah tauladan pada para sahabat generasi pertama umat Islam dapat diambil, mereka tidak
takut akanmati, tidak cinta dunia, lebih mencintai kehidupan akhirat. Sehingga ketika perintah jihad datang,
disambut dengan semangat tinggi.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu,
maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di
waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka
Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-Anfal [8]: 15-16).

2. Berani menegakkan kebenaran


Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang pahit bila dilihat dari sisi dampak yang
bakal muncul. Namun bila dilihat dari sisi manfaat dan izzah keimanan ia menjadi sebuah keharusan. Sebagaimana
sabda Nabi saw melalui Hadits Riwayat Ibnu Hibban. ‘Qulil haq walau kaana muuran ’ (katakan yang benar
meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil
lisan. Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala risiko bila kita senantiasa berterus terang dalam
kebenaran.
"Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan penguasa yang zhalim”. (Hadits Riwayat
Abu Daud Dan Tirmidzi)

3. Memiliki Daya Tahan Yang Besar


Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan
penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
Banyak suri tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam. Di masa-masa awal
penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali bentuk cobaan yang dirasakan kaum
muslimin. Kekuatan yang belum seberapa saat itu, masih dalam rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi
berbagai bentuk perlawanan, permusuhan, makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu bahkan
pembunuhan. Secara umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu.
Sahabat Bilal menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar dalam menghadapi siksaan
pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah,
ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan perjuangan
dengan darahnya yang mulia.

4. Kemampuan Menjaga Rahasia


Merupakan kemampuan berani bertanggung jawab dan amanah, karena menyimpan rahasia bukanlah hal
yang mudah. Menjaga rahasia adalah perkara yang sangat penting, apakah untuk menjaga kehormatan seseorang
atau bahkan sampai untuk menjaga keberlangsungan dakwah.
Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat pun hanya segelintir orang
yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk menyimpan rahasia. Adalah Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang
sahabat Nabi yang dikenal dengan sebutan shahibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik. Hingga tidak
diketahui yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya menjaga rahasia. Dia berani menghadapi konsekuensinya
sekalipun terasa amat berat. Akan tetapi yang membuat gentar dirinya adalah bila tertangkap musuh. Sebagaimana
yang pernah ia ungkapkan pada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, saya tidak takut bila harus mati, akan tetapi yang
aku takutkan adalah bila aku tertangkap.”

5. Mengendalikan Nafsu
Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat dihilangkan tapi dapat
dikendalikan.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. 12: 53).
Diantara bentuk nafsu adalah amarah. Allah menyebutkan dalam Alqur’an bahwasanya salah satu ciri
orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain .
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. 3:133-134).
“Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang
sanggup menguasai dirinya di waktu marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya malah emosi, justru beliau
menghentikan tebasan pedang yang siap untuk menebas musuh tersebut, karena Ali takut kepada Allah sekiranya
sikapnya justru dilandasi oleh amarah terhadap sikap musuh bukan karena mengharapkan keridaan Allah.

6. Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-betul merasakan sendiri
sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru mengelakkannya apalagi menuduhkan kesalahan diri
sendiri pada orang lain. Dan apabila berkaitan dengan pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk meminta
maaf, dan bersedia bertanggung jawab.
Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui perjalanan hidup Nabi
Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan, namun rahmat pengampunan Allah sungguh besar,
senantiasa terbuka sebelum ajal menjemput.
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun Al Rasyid. Alkisah pada
suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji, sebagaimana lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh
tempat yang akan dilaluinya tertutup untuk untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara bukit Marwah
dan Shofa seorang diri, sambil disaksikan, ribuan jamaah haji, berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke
tempat sa'i. Sesampainya di Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau,
"Haruuuun...!", tanpa menyebut embel-embel kekhalifahan. Mendengar jeritan tadi, seluruh jamaah termasuk
Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara. Melihat wajah yang memanggil, menjawablah beliau,
"Labbaika ya 'amm".
"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana ?". "Tidak ada yang dapat
menghitungnya kecuali Allah", jawab Khalifah. "Ketahuilah, setiap orang dari mereka akan dimintai
pertanggung-jawabannya nanti di hadapan Allah, dan kamu akan diminta pertanggung-jawabanmu oleh Allah atas
dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu, apakah pantas engkau perlakukan ummat seperti ini ?".
Mendengar ucapan Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri tersebut, menangislah Khalifah seraya mengakui kesalahan
yang beliau lakukan. [5] Sikap Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri juga mencerminkan point nomor 2, berterus
terang dalam kebenaran, meskipun harus disampaikan pada seseorang yang berposisi khalifah sekalipun.

7. Bersikap Obyektif Pada Diri Sendiri


Mengukur diri, memahami bahwa diri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan untuk diperbaiki
semaksimal mungkin dan kelebihan untuk dioptimalkan sebaik mungkin.Jangan terlalu berlebihan memandang diri
yang mungkin bisa berakhir pada keangkuhan dan kesombongan. Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah yang
sangat mashur, bahkan ada sebutan bahwasanya beliau adalah khulafaur rasyidin yang ke-5, memberikan contoh
saat berpidato dihadapan rakyatnya: “Aku bukanlah orang yang paling baik dari kalian. Aku hanyalah manusia
seperti kalian akan tetapi aku mendapatkan amanah yang amat besar melebihi kalian. Karena itu bantulah diriku
dalam menunaikan amanah ini.”

D. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan


Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1. Rasa takut kepada Allah Swt
2. Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3. Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4. Tidak menomor satukan kekuatan materi.
5. Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang
yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang
yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam
al-khauf (tidak takut sama sekali)”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya
rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung
jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.
Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap
profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara
bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tanggungjawabnya secara
maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.
Keberanian terbagi kepada terpuji (al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian yang terpuji
adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan
sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat
penggunaannya.

E. Keutamaan syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu dapat diperkecil atau
dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan
mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan sebagai berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai
dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting Menghormati tetapi tidak
silau kepada orang lain.
1. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan deipegangnya dengan
mantap
2. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak mudah dibelokkan dari
tujuan yang diyakini
3. Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
4. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas marah
5. Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar

F. Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:


Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian waktu menghadapi
musuh dalam peperangan (al-Jihad fi Sabilillah). Allah berfirman :
(244) ٌ‫وَﻗَﺎﺗِﻠُﻮاْ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﯿﻞِ ﷲﱠِ وَاﻋْﻠَﻤُﻮاْ أَنﱠ ﷲﱠَ ﺳَﻤِﯿﻊٌ ﻋَﻠِﯿﻢ‬
artinya : “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui
“ ( Qs. Al- baqarah: 244)

2. Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran
a. Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang DzalimDari Abu Sa’id Al Khudri,
NabiMuhhammad saw bersabda :
ٍ‫أَﻓْﻀَﻞُ اﻟْﺠِﮭَﺎدِ ﻛَﻠِﻤَﺔُ ﻋَﺪْلٍ ﻋِﻨْﺪَ ﺳُﻠْﻄَﺎنٍ ﺟَﺎﺋِﺮ‬
Artinya “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa
yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
b. Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa melampiaskannya dan firman
Allah swt:
‫وَأَﻣﱠﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎفَ ﻣَﻘَﺎمَ رَﺑﱢﮫِ وَﻧَﮭَﻰ اﻟﻨﱠﻔْﺲَ ﻋَﻦِ اﻟْﮭَﻮَى‬
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)

Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:


1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah(keberanian) tersebut di atas, makasyaja’ahdapat dituangkan dalam
beberapa bentuk, yakni:
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya
dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan
merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah
merupakan bentuk keberanian yang bertanggungjawab.

Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:


1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa. Dari dua macam syaja’ah (keberanian)
tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja
bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan
merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah
merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.
d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau
mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang
yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi
kesalahan dan bertanggung jawab.
e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over con
dence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan
serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni
menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun.
Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap
obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu ber–mujahadah li
nafsi, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan
tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.

G. Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain
merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan
bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa,
memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan
keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh,
takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah,
maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.

H. Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah


Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran.Slogan tersebut pantas dilekatkan pada diri
sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.
Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak bergeming sedikit pun ketika
disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan kata-katanya yang masyhur, “Walaupun matahari
diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku ini”.
Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi saw., Ali bin Abu Thalib
r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui
musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli
Ali hingga babak belur.
Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan sikap dan
keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang sembunyi-sembunyi, Umar malah
berteriak lantang, “Umar mau hijrah, barang siapa yang ingin anak istrinya menjadi yatim dan janda, hadanglah
Umar”.
Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin
Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuhsuburkan perjuangan dengan darahnya yang
mulia.
Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin Zaid yang syahid
karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup. Mereka berani bertaruh nyawa demi
mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan syahidnya mereka berdua.
Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar (Bilal) dan disetrika
punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal lapisan dan strata sosial.
Ada pula anak bangsawan seperti Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang diusir dan tidak
diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam.
Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi
Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. danFatimah, putri Rasulullah
saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan laki-laki dalam mempertahankan kebenaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
SYAJA’AH ( ‫ )ﺷﺠﺎﻋﺔ‬menurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan menurut
istilah ialahketeguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara jantan dan
terpuji. Jadi,Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang
yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang
yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam
al-khauf (tidak takut sama sekali)”

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam modul ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul modul ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya modul ini dan dan penulisan modul di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga modul ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://kabarwictwicky.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-as-syajaah-dalam-islam.html
http://ildenabineri.blogspot.co.id/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-asy.html
https://www.muslimterkini.com/pendidikan/amp/pr-902049637/8syajaah-dan-kejujuran-pdf-downlo
ad-gratis-disini
https://m.liputan6.com/hot/read/4642550/pengertian-syajaah-dalam-islam-ketahui-jenis-dan-manfaa
t-penerapannya

Anda mungkin juga menyukai