PEMBELAJARAN SYAJA’AH
(Berani Membela Kebenaran dalam Kehidupan)
DISUSUN OLEH:
Riska Suci Diramadani
Shifa Archiyana
Arfan Maulana
Fadel Fawaz
Fijratullah
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga modul ini dapat
tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi modul agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam modul ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Banda Aceh
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak menjadi penakut dan
pengecut. Karena rasa takut dan pengecut akan membawa kegagalan dan kekalahan. Keberanian adalah tuntutan
keimanan. Iman pada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani menghadapiberagam
tantangan dalam hidup ini. Tantangan utama yang kita hadapi adalah memperjuangkan kebenaran, meskipun harus
menghadapi berbagai rintangan. Rasulullah saw.
Islam tidak menyukai orang yang lemah/penakut. Orang yang lemah/penakut biasanya tidak berani untuk
mempertahankan hidup sehingga gampang putus asa.Ketakutan itu diantaranya karena takut dikucilkan dari
lingkungannya. Takut karena berlainan sikap dengan banyak orang atau takut untuk membela sebuah kebenaran
dan keadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Syaja’ah?
2. Bagaimana DALIL SYAJA’AH?
3. Apa Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah?
4. Bagaimana Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan?
5. Apa Keutamaan syaja’ah?
6. Apa Hikmah Syaja’ah?
7. Apa Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan tentang Pengertian Syaja’ah
2. Untuk menjelaskan tentang DALIL SYAJA’AH
3. Untuk menjelaskan tentang Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
4. Untuk menjelaskan tentang Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
5. Untuk menjelaskan tentang Keutamaan syaja’ah
6. Untuk menjelaskan tentang Hikmah Syaja’ah
7. Untuk menjelaskan tentang Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syaja’ah
SYAJA’AH ( )ﺷﺠﺎﻋﺔmenurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan menurut
istilah ialahketeguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara jantan dan
terpuji. Jadi,Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.
Tokoh Abu Zahra berpendapat bahwa Syaja'ah (berani) berkata akan kebenaran dan berani bertindak
membelanya adalah salah satu ciri dan inti akhlaq islami itu. Ciri yang dimiliki para Nabi, Abdullah bin Abdul
Aziz Al-Amri, Hasan Al Basri ketika menghadapi Al Hajjaj, Ibnu Taimiyyah dan sebagainya. Ciri yang muncul
atas penuhnya tsiqobillah (kepercayaan kepada Allah), dalam hati seorang Muslim, keyakinan akan kebenaran
Allah.
Hati yang telah terwarnai oleh celupan Allah (sibghatullah) dan memiliki tsiqoh tak akan ragu, apalagi
bersangka buruk terhadap Allah. Dalam satu detik di tengah kegagalan usaha, tak pernah ia melemparkan
kesalahan diri pada Allah, meragukan keadilan Allah dsb. Dia percaya dengan sepenuh percaya akan Allah dengan
segala asmaNya. Dia percaya tindakannya selalu dalam pengawasan Allah dan mendapat perlindungan
dariNya. Dia percaya Allah akanmembelanya baik di dunia maupun kelak di pengadilan akhirat, hari dimana
semua pembela pun turut diadili, saat dimana tak ada lagi pembela selain Allah.
Rasa percaya itulah yang melahirkan keberanian, tsiqoh yang kuat membuahkan syaja'ah yang
benar--berani bukan untuk pujian, kelompok atau sesuatu yang lain, tetapi berani karena itu, tindakan itu untuk
Allah, untuk membela agama Allah semata, dan tidak untuk yang lainnya.Dalam titik tsiqoh ini, dalam hati
seorang Muslim, kebenaran Al Qur'an dan sunah tak memerlukan lagi legalitas ilmiah dari para orientalis. Tidak
lagi keyakinan baru tumbuh setelah orang-orang kafir juga mengakuinya. Tsiqoh kepada Allah dan RasulNya
memutus ketergantungan pada selain Allah. Kebenaran Allah adalah benar,meski ia dibenarkan atau tidak oleh
para hamba taghut.
Al Haq adalah haq, meski seluruh musuh Allah berkonspirasi untuk menolaknya. Kebenaran Allah adalah
cahaya yang menerangi hati dan akal yang fitri. Dia tidak memerlukan pembenaran, karena dia benar adanya. Dia
akan terang dan menjulang meski mulut-mulut pendustamengingkarinya. Maha Benar Allah dengan segala
firmanNya.
B. DALIL SYAJA’AH
QS Al Imran : 139
Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
C. Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fii sabililah)
Banyak sekali kisah tauladan pada para sahabat generasi pertama umat Islam dapat diambil, mereka tidak
takut akanmati, tidak cinta dunia, lebih mencintai kehidupan akhirat. Sehingga ketika perintah jihad datang,
disambut dengan semangat tinggi.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang menyerangmu,
maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di
waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka
Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-Anfal [8]: 15-16).
5. Mengendalikan Nafsu
Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat dihilangkan tapi dapat
dikendalikan.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. 12: 53).
Diantara bentuk nafsu adalah amarah. Allah menyebutkan dalam Alqur’an bahwasanya salah satu ciri
orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain .
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. 3:133-134).
“Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu ialah orang yang
sanggup menguasai dirinya di waktu marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya malah emosi, justru beliau
menghentikan tebasan pedang yang siap untuk menebas musuh tersebut, karena Ali takut kepada Allah sekiranya
sikapnya justru dilandasi oleh amarah terhadap sikap musuh bukan karena mengharapkan keridaan Allah.
6. Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-betul merasakan sendiri
sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru mengelakkannya apalagi menuduhkan kesalahan diri
sendiri pada orang lain. Dan apabila berkaitan dengan pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk meminta
maaf, dan bersedia bertanggung jawab.
Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui perjalanan hidup Nabi
Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan, namun rahmat pengampunan Allah sungguh besar,
senantiasa terbuka sebelum ajal menjemput.
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun Al Rasyid. Alkisah pada
suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji, sebagaimana lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh
tempat yang akan dilaluinya tertutup untuk untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara bukit Marwah
dan Shofa seorang diri, sambil disaksikan, ribuan jamaah haji, berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke
tempat sa'i. Sesampainya di Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau,
"Haruuuun...!", tanpa menyebut embel-embel kekhalifahan. Mendengar jeritan tadi, seluruh jamaah termasuk
Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara. Melihat wajah yang memanggil, menjawablah beliau,
"Labbaika ya 'amm".
"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana ?". "Tidak ada yang dapat
menghitungnya kecuali Allah", jawab Khalifah. "Ketahuilah, setiap orang dari mereka akan dimintai
pertanggung-jawabannya nanti di hadapan Allah, dan kamu akan diminta pertanggung-jawabanmu oleh Allah atas
dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu, apakah pantas engkau perlakukan ummat seperti ini ?".
Mendengar ucapan Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri tersebut, menangislah Khalifah seraya mengakui kesalahan
yang beliau lakukan. [5] Sikap Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri juga mencerminkan point nomor 2, berterus
terang dalam kebenaran, meskipun harus disampaikan pada seseorang yang berposisi khalifah sekalipun.
E. Keutamaan syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu dapat diperkecil atau
dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan
mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan sebagai berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai
dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting Menghormati tetapi tidak
silau kepada orang lain.
1. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan deipegangnya dengan
mantap
2. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak mudah dibelokkan dari
tujuan yang diyakini
3. Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
4. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas marah
5. Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar
2. Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran
a. Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang DzalimDari Abu Sa’id Al Khudri,
NabiMuhhammad saw bersabda :
ٍأَﻓْﻀَﻞُ اﻟْﺠِﮭَﺎدِ ﻛَﻠِﻤَﺔُ ﻋَﺪْلٍ ﻋِﻨْﺪَ ﺳُﻠْﻄَﺎنٍ ﺟَﺎﺋِﺮ
Artinya “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa
yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
b. Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa melampiaskannya dan firman
Allah swt:
وَأَﻣﱠﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎفَ ﻣَﻘَﺎمَ رَﺑﱢﮫِ وَﻧَﮭَﻰ اﻟﻨﱠﻔْﺲَ ﻋَﻦِ اﻟْﮭَﻮَى
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)
G. Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain
merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan
bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa,
memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan
keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh,
takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah,
maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
A. Kesimpulan
SYAJA’AH ( )ﺷﺠﺎﻋﺔmenurut makna Etimologi berarti “benar” atau “gagah”. Sedangkan menurut
istilah ialahketeguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara jantan dan
terpuji. Jadi,Syaja’ah yaitu keberanian yang berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh petimbangan.
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang
yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang
yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam
al-khauf (tidak takut sama sekali)”
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam modul ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul modul ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya modul ini dan dan penulisan modul di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga modul ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://kabarwictwicky.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-as-syajaah-dalam-islam.html
http://ildenabineri.blogspot.co.id/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-asy.html
https://www.muslimterkini.com/pendidikan/amp/pr-902049637/8syajaah-dan-kejujuran-pdf-downlo
ad-gratis-disini
https://m.liputan6.com/hot/read/4642550/pengertian-syajaah-dalam-islam-ketahui-jenis-dan-manfaa
t-penerapannya