tentang
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
1. Annisa Sukmawati
2. Hasna Kharuinisa
3. Jibril Hanfiah
4. Iqbal Raditiya
5. Reza Alraafi
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang karena atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Tak lupa pula
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Guru Mata Pelajaran yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis, terutama terkait penulisan
makalah ini.
Adapun makalah ini penulis rangkum dari sumber yang dapat dipercaya yang
penyajiannya penulis sajikan dalam lembar Daftar Pustaka. Penulis menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan
kita dalam bidang Ilmu Agama Islam sebagaimana yang kita semua harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Strategi perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan eropa sebelum dan sesudah
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 8
B. Saran ....................................................................................................................... 9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak menjadi penakut
dan pengecut. Iman pada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Syaja’ah?
5. Apa Keutamaan syaja’ah?
C. Tujuan
7. Untuk menjelaskan tentang Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat
Syaja’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syaja’ah
Sedangkan menurut istilah ialah keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan
mempertahankan kebenaran secara jantan dan terpuji. Jadi, Syaja’ah yaitu keberanian yang
Tokoh Abu Zahra berpendapat bahwa Syaja'ah (berani) berkata akan kebenaran dan
berani bertindak membelanya adalah salah satu ciri dan inti akhlaq islami itu. Ciri yang
dimiliki para Nabi, Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri, Hasan Al Basri ketika menghadapi Al
Hajjaj, Ibnu Taimiyyah dan sebagainya. Ciri yang muncul atas penuhnya tsiqobillah
(kepercayaan kepada Allah), dalam hati seorang Muslim, keyakinan akan kebenaran Allah.
Hati yang telah terwarnai oleh celupan Allah (sibghatullah) dan memiliki tsiqoh tak
akan ragu, apalagi bersangka buruk terhadap Allah. Dalam satu detik di tengah kegagalan
usaha, tak pernah ia melemparkan kesalahan diri pada Allah, meragukan keadilan Allah dsb.
Dia percaya dengan sepenuh percaya akan Allah dengan segala asmaNya. Dia percaya
tindakannya selalu dalam pengawasan Allah dan mendapat perlindungan dariNya. Dia
percaya Allah akan membelanya baik di dunia maupun kelak di pengadilan akhirat, hari
dimana semua pembela pun turut diadili, saat dimana tak ada lagi pembela selain Allah.
Rasa percaya itulah yang melahirkan keberanian, tsiqoh yang kuat membuahkan
syaja'ah yang benar--berani bukan untuk pujian, kelompok atau sesuatu yang lain, tetapi
berani karena itu, tindakan itu untuk Allah, untuk membela agama Allah semata, dan tidak
untuk yang lainnya.Dalam titik tsiqoh ini, dalam hati seorang Muslim, kebenaran Al Qur'an
dan sunah tak memerlukan lagi legalitas ilmiah dari para orientalis. Tidak lagi keyakinan baru
tumbuh setelah orang-orang kafir juga mengakuinya. Tsiqoh kepada Allah dan RasulNya
Al Haq adalah haq, meski seluruh musuh Allah berkonspirasi untuk menolaknya.
Kebenaran Allah adalah cahaya yang menerangi hati dan akal yang fitri. Dia tidak
memerlukan pembenaran, karena dia benar adanya. Dia akan terang dan menjulang meski
B. DALIL SYAJA’AH
QS Al Imran : 139
Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.
1. Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fii sabililah)
Banyak sekali kisah tauladan pada para sahabat generasi pertama umat Islam dapat
diambil, mereka tidak takut akan mati, tidak cinta dunia, lebih mencintai kehidupan akhirat.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang
sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barang siapa
yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang
atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam.
Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang pahit bila dilihat
dari sisi dampak yang bakal muncul. Namun bila dilihat dari sisi manfaat dan izzah keimanan
ia menjadi sebuah keharusan. Sebagaimana sabda Nabi saw melalui Hadits Riwayat Ibnu
Hibban. ‘Qulil haq walau kaana muuran ’ (katakan yang benar meskipun itu pahit) dan
berkata benar di hadapan penguasa yang zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil lisan.
Jelas saja dibutuhkan keberanian menanggung segala risiko bila kita senantiasa berterus
"Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan penguasa yang
Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
Banyak suri tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam. Di
masa-masa awal penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali bentuk cobaan
yang dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang belum seberapa saat itu, masih dalam rintisan
awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk perlawanan, permusuhan, makar. Boikot
ekonomi, siksaan terhadap individu bahkan pembunuhan. Secara umum kaum muslimin
Sahabat Bilal menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar dalam
menghadapi siksaan pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian mempertahankan aqidah
hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah
pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia.
rahasia bukanlah hal yang mudah. Menjaga rahasia adalah perkara yang sangat penting,
apakah untuk menjaga kehormatan seseorang atau bahkan sampai untuk menjaga
keberlangsungan dakwah.
Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat pun
hanya segelintir orang yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk menyimpan
rahasia. Adalah Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan
sebutan shahibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik. Hingga tidak diketahui
yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya menjaga rahasia. Dia berani menghadapi
konsekuensinya sekalipun terasa amat berat. Akan tetapi yang membuat gentar dirinya adalah
bila tertangkap musuh. Sebagaimana yang pernah ia ungkapkan pada Rasulullah saw. “Ya
Rasulullah, saya tidak takut bila harus mati, akan tetapi yang aku takutkan adalah bila aku
tertangkap.”
5. Mengendalikan Nafsu
Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. 12: 53).
bahwasanya salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan memaafkan
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu
orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang
“Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu
ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di waktu marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya malah
emosi, justru beliau menghentikan tebasan pedang yang siap untuk menebas musuh tersebut,
karena Ali takut kepada Allah sekiranya sikapnya justru dilandasi oleh amarah terhadap sikap
6. Mengakui Kesalahan
merasakan sendiri sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru mengelakkannya
apalagi menuduhkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. Dan apabila berkaitan dengan
pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk meminta maaf, dan bersedia bertanggung
jawab.
Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui perjalanan
hidup Nabi Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan, namun rahmat
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun Al
Rasyid. Alkisah pada suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji, sebagaimana
lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh tempat yang akan dilaluinya tertutup untuk
untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara bukit Marwah dan Shofa seorang diri,
sambil disaksikan, ribuan jamaah haji, berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke
tempat sa'i. Sesampainya di Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah
seluruh jamaah termasuk Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara. Melihat wajah
"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana ?".
"Tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah", jawab Khalifah. "Ketahuilah, setiap
orang dari mereka akan dimintai pertanggung-jawabannya nanti di hadapan Allah, dan kamu
akan diminta pertanggung-jawabanmu oleh Allah atas dirimu dan seluruh rakyatmu. Lihatlah
kepada dirimu, apakah pantas engkau perlakukan ummat seperti ini ?". Mendengar ucapan
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri tersebut, menangislah Khalifah seraya mengakui
kesalahan yang beliau lakukan. [5] Sikap Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri juga
mencerminkan point nomor 2, berterus terang dalam kebenaran, meskipun harus disampaikan
Mengukur diri, memahami bahwa diri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan
untuk diperbaiki semaksimal mungkin dan kelebihan untuk dioptimalkan sebaik mungkin.
Jangan terlalu berlebihan memandang diri yang mungkin bisa berakhir pada keangkuhan dan
kesombongan. Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah yang sangat mashur, bahkan ada
sebutan bahwasanya beliau adalah khulafaur rasyidin yang ke-5, memberikan contoh saat
berpidato dihadapan rakyatnya: “Aku bukanlah orang yang paling baik dari kalian. Aku
hanyalah manusia seperti kalian akan tetapi aku mendapatkan amanah yang amat besar
melebihi kalian. Karena itu bantulah diriku dalam menunaikan amanah ini.”
D. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah
sama sekali)”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu
bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang
berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan
maslahat.
medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan
Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan
yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah
E. Keutamaan syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu
dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah
memiliki ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.
berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan
besar yang sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan
1. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan
2. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak
4. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas
marah
1. Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian
artinya : “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
menegakkan kebenaran
Artinya “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik)
di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu
Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
س َع ِن ْالهَ َوى
َ َوَأ َّما َم ْن خَ افَ َمقَا َم َربِّ ِه َونَهَى النَّ ْف
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang
zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan.
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang
zalim.
d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut
yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap
bertanggung jawab.
e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap
dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap
mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap
tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan
bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap
muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan
tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi
apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan
dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain,
unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat
memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan
pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-
Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak
bergeming sedikit pun ketika disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan
kata-katanya yang masyhur, “Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di
Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi
saw., Ali bin Abu Thalib r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan
Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja
ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli Ali hingga babak belur.
Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan
sikap dan keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang
sembunyi-sembunyi, Umar malah berteriak lantang, “Umar mau hijrah, barang siapa yang
Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuhsuburkan
Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin
Zaid yang syahid karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup.
Mereka berani bertaruh nyawa demi mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan
Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar
(Bilal) dan disetrika punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal
Ada pula anak bangsawan seperti Mush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash
yang diusir dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam.
Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul
Muthalib, bibi Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. dan
Fatimah, putri Rasulullah saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sedangkan menurut istilah ialah keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan
mempertahankan kebenaran secara jantan dan terpuji. Jadi, Syaja’ah yaitu keberanian yang
mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah
sama sekali)”
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
http://kabarwictwicky.blogspot.co.id/2015/09/pengertian-as-syajaah-dalam-islam.html
http://ildenabineri.blogspot.co.id/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-asy.html