Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AKHLAK PRIBADI
Tugas Mata Kuliah akhlak

Dosen pengampu:

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5:

1). Febrya natasya


2). Winadi
3). Ahmad daviq alfan
4). Riya susyatul fahmi

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah akhlak dengan judul: “Akhlak Pribadi”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan maupun kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Mataram, 6 oktober 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang…………………………………………..1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………….1
1.3 Tujuan…………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………..………....…….... 3

2.1 syaja’ah …………………….....……...……..…… 3


2.2 tawadhu ……………………………...3
2.3 takabur atau sombong………………..…………..………6
2.4 malu…………………………………………..….. 9
2.5 sabar……………………….………………..…..…….. 11
2.6 pemaaf………………………………………...….…….. 11
BAB III PENUTUP……………………………………………………...……. 14

3.1 Kesimpulan………………………………..……….. 14
3.2 Saran…………………………………………………..……… 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…………..…….. 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang telah kita ketahui dalam agama islam mempunyai rukun
islam yang salah satu didalamnya ialah puasa, yang mana puasa merupakan rukun
islam yang ke empat. Ibadah puasa terdapat hamper seluruh agama. Oleh karena
itu ibadah puasa ini telah dikenal di kalangan orang-orang agama budaya dulu
kala. Hal tesebut tercermin dalam firman Allah SWT

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan syaja’ah ?

2. Apa yang dimaksud dengan tawadhu ?

3. Apa yang dimaksud dengan takabur atau sombong ?

4. Apa yang dimaksud dengan malu ?

5. Apa yang dimaksud dengan sabar ?

6. apa yang dimaksud dengan pemaaf ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu syaja’ah

2. Untuk mengetahui apa itu tawadhu

3. Untuk mengetahui apa itu takabur atau sombong

4. Untuk mengetahui apa itu malu

5. Untuk mengetahui apa itu sabar


6. Untuk mengetahui apa itu pemaaf
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Syaja’ah

1. pengertian syaja’ah

Berani, gagah secara etimologinya

Menurut istilah: keteguhan hati, kekuatan pendirian untuk membela dan


mempertahankan kebenaran secara jantan dan terpuji.Keberanian yang
berlandaskan kebenaran, dilakukan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan
untuk mengharapkan keridhaan Allah.

Asy Syaja’ah adalah salah satu ciri yang dimiliki orang yang istiqamah di
jalan Allah, selain ciri-ciri berupa al-ithmi’nan (ketenangan) dan at-tafaul
(optimisme).Lawan dari sifat syaja’ah adalah jubun (pengecut atau penakut).
Pemberani adalah orang yang berani membela kebenaran dengan resiko apa pun
dan takut untuk berbuat yang tidak benar. Sebaliknya, penakut adalah orang yang
takut membela kebenaran.

DALIL SYAJA’AH

QS
Al Imran : 139
Artinya : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika
kamu orang-orang yang beriman.
2. bentuk-bentuk keberanian

Keberanian tidak hanya di tunjukkan dalam peperangan,tapi juga dalam


berbagai aspek kehidupan.Berikut ini beberapa bentuk keberanian yang
disebutkan oleh al-qura’an:

a. keberanian menghadapi musuh dalam peperangan (jihad fi sabilillah)


b. keberanian menyatakan kebenaran (kalimah al-haq) sekalipun pada
penguasa yang zalim
c. keberanian untuk mengendalikan diri tatkala di saat marah

3. sumber keberanian

Apa yang menyebabkan sesorang memiliki keberanian,sehingga tidak gentar


menghadapi apapun sekalipun nyawa tantangannya

Menurut Ra’id Abdul Hadi,dalam bukunya Mamarat al-haq,paling kurang ada


tujuh faktor yang menyebabkan seseorang memiliki keberanian:

a. Rasa takut kepada allah SWT


b. Lebih mencintai akhirat daripada dunia
c. Tidak takut mati
d. Tidak ragu-ragu
e. Tidak menomorsatukann kekuatan materi
f. Tawakal dan yakin akan pertolongn allah
g. Hasil pendidikan

2.2 TAWADHU’

Kata tawadhu’ berasal dari bahasa arab (tawadhaa’a yatawadha’u


tawadhu’an) artinya rendah hati lawan dari sombong atau takabur. (Ahmad
Warson Munawwir,1997:1564) orang yang rendah hati tidak memandang diri
nya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya
secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah
diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam praktiknya orang
yang rendah hati cendrung merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapi
sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri. Sikap tawadhu' terhadap
sesama manusia adalah sifat mulia yang Iahir dari kesadaran dan
kemahakuasaan Allah SWT atas segala hamba_ Nya. Manusia adalah makhluk
Iernah yang tidak mengerarti apa-apa di hadapan Allah SWT. Manusia
membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat dari Allah. Tanpa rahmat, karunia
dan nikmat dari Allah SWT, manusia tidak akan bisa bertahan hidup bahkan
tidak akan pernah ada di atas permukaan bumi ini. Orang yang tawadhu'
menyadari bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau
tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan
dan lain-lain sebagainya, semuanya itu adalah karunia dari Allah SWT.

2. keutamaan tawadhu’
Sikap tawadhu' tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah,
malah akan dihormati dan dihargai. Masyarakat akan senang dan tidak ragu
bergaul dengannya. Bahkan lebih dari itü derajatnya di hadapan Allah SWT
semakin tinggi. Rasulullah SAW bersabda:
"Tawadhu', tidak ada yang bertambah bagi seseorang hamba kecuali ketinggian
(derajat). Oleh şebab itü tawadhu'lah kamu niscaya Allah akan meninggikan
(derajat) mu...” (HR. Dailami: 53)
Di samping mengangkat drajatnya, Allah memasukkan orang-orang
yang tawadhu' ke dalam kelompok hamba-hamba yang mendapatkan kasih
sayang dari Allah Yang Maha Penyayang. Firman Nya:
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itü (ia/ah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati...”
(QS. Al-Furqan [251: 63) Bentuk-bentuk Tawadhu'
3. Bentuk-Bentuk Tawadhu’
Sikap tawadhu' dalam pergaulan bermasyarakat dapat terlihat
antara lain dalam bentuk-bentuk berikut ini:
a. Tidak menonjolkan diri dari orang-orang Yang level atau statusnya sama,
kecuali apabila sikap tersebut menimbulkan kerugian bagi agama atau
umał Islam .
b. Berdiri dari tempat duduknya dałam suatu majlis untuk menyambut
kedatangan orang yang lebih mulia dan lebih berilmu daripada dirinya,
dan mengantarkannya ke pintu keluar jika yang bersangkutan
meninggalkan mejlis.
c. Bergaul dengan orang awam dengan ramah dan tidak memandang dirinya
lebih darł mereka.
d. Mau mengunjungi orang lain sekalipun lebîh rendah status sosialnya.
e. Mau duduk-duduk bersama dengan fakir miskin, orang-orang cacat tubuh,
dan kaum dhu'afa lainnya, serta bersedia mengabulkan undangan mereka.
f. Tidak makan minum dengan berlebihan dan ridak memakai pakaian yang
menunjukkan kemegahan dan kesombongan. (Raid Abd A-L Hadi, I I I B:
197-198)

2.3 TAKABUR ATAU SOMBONG


Lawan dari tawadhu’ adalah takabur atau sombong, yaitu sikap
menganggap diri lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu
orang sombong akan menolak kebenaran kalau kebenaran itu datang dari
pihak yang status nya dia anggap lebih rendah dari dirinyaa. Rasulullah saw
bersabda:
“ takabur itu adalah menolak kebenaran dan melecehkan orang lain.” (HR.
MUSLIM: 169)
Karena orang yang sombong selalu menganggap dirinya benar, maka dia
tidak mau menerima keritikan dan saran dari orang lain. Dia akan menutup
mata terhadap kelemahan dirinya. Dia akan menutup telinganya kecuali untuk
mendengarkan pujian-pujian terhadap dirinya. Oleh sebab itu sudah
merupakan sunnatullah kalau kemudian Allah memalingkan orang yang
sombong dari tanda-tanda kekuasaan Allah. (Afif al-Fatah Thabarah, 1981:
227) Allah SWT berfirman: “ Aku akan memalingkan orang-orang yang
menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan Yang benar dari tanda-
tanda kekuasaan-Ku. Jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), mereka tidak beriman
kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk,
mereka tidak mau menempuhnya, tetapijika melihatjalan kesesatan,Yang
demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat kami dan mereka
selalu lalai daripadanya.” (QS. AL-A’raf [7]: 146).
Karena dia jauh dari kebenaran, maka di akhirat nanti orang-orang yang
sombong tidak akan masuk surga. Rasulullah saw bersabda:
“ tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebiji zarah sifat
sombong.” ( HR. MUSLIM: 169).

Sifat sombong adalah sifat warisan İblis yang menolak perintah Allah untuk
sujud kepada Adam AS. İblis mengklaim dirinya lebih mulia dari Adam, karena
Adam diciptakan dari tanah sedangkan dia diciptakan dari api, padahal-menurut
İblis api lebih mulia dari tanah (baca QS. Al-Baqarah [21: 34; Al-Hijr [15]: 28-
35). Karena kesombongannya itü kemudian İblis dikutuk oleh Allah, dan karena
kesombongannya itü pula dia tidak berniat untuk meminta ampun kepada Allah
SWİ Oleh şebab itü para Ulama mengatakan sifat sombong adalah induk dosa-
dosa.
Sebenarnya apa yang dibanggakan oleh orangorang yang sombong itu? Harta,
ilmu, pangkatl keturunan? Bukankah semuanya itü hanya titipan dari Allah SWT?
Lagi pula sekalipun dia memiliki harta yang banyak, kedudukan yang tinggi, tapi
bukankah masih ada orang lain yang memiliki harta yang lebih banyak
daripadanya, dan menduduki jabatan yang lebih tinggi Iagi darinya. Dalam hal ini
perlu direnungkan oleh orang-orang yang sombong ucapan seorang filsuf kepada
seorang majikan yang sombong:
“ Bila tuan sombong kepadaku dengan kudamu yang gagah dan indah, maka
yang gagah dan indah itu adalah kudamu. Bila tuan sombong dengan pakaian dan
perhiasan yang bagus itu adalah pakaian dan perhiasanmu. Dan bila tuan sombong
dengan jasa dan kemuliaan bapak-bapakmu, maka yang mulia dan berjasa itu
adalah mereka, bukan kamu". (Ahmad Muhammad Al-Hufi, 1995: 391)

Bentuk-Bentuk Takabur
Kesombongan dapat terlihat dari sikap dan kata-kata dengan alasan yang
berbeda-beda. Para wanita misalnya, menyombongkan kecantikannya, orang-
orang kaya menyombongkan harta kekayaannya, para pemimpin
menyombongkan pengikutnya yang banyak, bahkan para penjahatpun
menyombongkan kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukannya.
Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk-bentuk kesombongan dalam
pergaulan bermasyarakat:
1. Kalau mendatangi suatu majlis, dia ingin dan senag kalau para hadirin
berdiri menyambutnya, padahal rasulullah saw menyatakan:
“ barang siapa menyenangi orang-orang berdiri menghormatinya maka
bersiap-siaplah dia menempati tempat duduknya di neraka”.
(HR.MUSLIM: 2755)”
2. Kalau berjalan dia, dia ingin ada orang yang berjalan di belakangnya,
untuk menunjukkan bahwa dia lebih hebat dan lebih mulia dari yang
lainnya.
3. Tidak mau mengunjungi orang yang statusnya dianggap lebih rendah
statusnya itu duduk berdampingan dengannya atau berjaln disisinya
4. Merasa malu dan hina mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan kalau
berbelanja tidak mau membawa sendiri barang belanjaannya karena
akan merendahkan derajatnya.
Demikianlah. Seyogyanya seorang muslim selalu berusaha menjadinorang
yang tawadhu’ dan menjauhi segala bentuk kesombongan atau takbur dalam
seluruh aspek kehidupannya.

2.3 MALU
Kata malu dalam bahasa Arab disebut (alhaya') adalah sifat atau perasaan
yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik.
(Ahmad Warson Munawwir, 1997: 316) orang yang memiliki rasa malu,
apabila melakukan sesuatu yang tidak patut, rendah atau tidak baik dia akan
terlihat gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya rasa
malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun.
Diceritakan oleh seorang sahabat yang bernama Abu Sa'd al-Khudry bahwa
Rasulullah SAW jika melihat sessuatu yang tidak disukainya warna muka Nabi
Muhammad SAW akan berubah
“ Adalah Rasulullah SAW lebih pemalu dari gadis pingitan. Bila melihat
sesuatu yang tidak disukainya, kami dapat mengetahuinya dari wajah beliau.”
(HR. Bukhari: 3562)

Sifat malu adalah akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran Islam.
Rasulullah SAW
"Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlak, dan akh/ak Islam itu
adalah sifat malu.” (HR, Malik)
Rasa malu adalah sumber utama kebaikan dan unsur kemuliaan dalam setiap
pekerjaan. Rasulullah SAW bersabda:
"Kekejian itu sela/u membuat sesuatu mendadi jelek, sebaliknya malu itu
selalu membuat segala sesuatu menjadi bagus.” (HR. Tirmidzi: 1974)

Bahkan menurut Raulullah SAW, andai kata sifat malu itu berbentuk manusia,
dia akan tampil sebagai bentuk yang saleh.

”Apabila sifat malu itu diumpamakan menjadî seseorang, maka ia akan


menjadi seorang yang sa/eh. Dan andaikan sifat keji itu diumpamakan
seseorang, maka dia akan menjadi orang yang jahat.” (HR, Thabrani: 4718)

Sifat malu dapat dibagi kepada tiga jenis. Pertama, malu kepada Allah SWT;
kedua, malu kepada diri sendiri; dan yang ketiga, malu kepada orang lain,
Seseorang akan malu kepada Allah apabila dia tidak mengerjakan perintah-Nya,
tidak menjauhi larangan nya, serta tidak mengikuti petunjuk-Nya. Orang yang
malu terhadap Allah, dengan sendirinya malu terhadap dirinya sendiri, Ia malu
mengerjakan perbuatan salah sekalipun tidak ada orang lain yang melihat atau
mendengarnya. penolakan datang dari dalam dirinya sendiri. Ia akan
mengendalikan hawa nafsunya dari keinginankeinginan yang tidak bailk. Setiap
keinginan untuk mengerjakan perbuatan yang rendah muncul, ia tertegun,
tertahan, dan akhirnya membatalkan keinginan tersebut. Setelah malu pada
dírínya sendiri, dia akan malu melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
( Anwar Masya’ari, 1990: 90)

Ketiga rasa malu di atas harus ditumbuhkan dan dipelihara terus menerus oleh
seorang Muslim. Lebih-lebih lagi malu terhadap Allah SWT, karena malu
kepada Allah inilah yang menjadi sumber dari dua jenis malu lainnya. Dan
malu kepada Allah adalah malu yang bersumber dari iman, dari keyakinan
bahwa Allah SWT selalu melihat, mendengar dan mengawasi apa saja yang dia
lakukan.

Malu dan iman

Malu adalah salah satu refleksi iman, bahkan malu dan iman akan selalu hadir
bersama-sama. Apabila salah satu hilang yang lain juga ikut hilang. semakin kuat
iman seseorang, semakin tebAllah rasa malunya, demikian pula sebaliknya.
Perhatikan beberapa hadits berikut ini:

“ iman itu mempunyai tujuh puluh cabang yang pssling utama adalah
(perkataan) tiada tuhan melainkan allah, dan yang paling rendah ialah
menyingkirkan duri dari tengah jalan. Dan malu adalah salah satu bagian dari
iman.” (HR. Bukhari: 9).

Anda mungkin juga menyukai