Anda di halaman 1dari 20

TUGAS GEOMORFOLOGI

KETEPATAN DALAM MEMAHAMI METODE PEREKAMAN DATA


GUNUNG API UNTUK REKONSTRUKSI BAHAYA VULKANIK

OLEH:
ANGGUN RAHMI DIAH FATMI
NIM: G2S122010

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU GEOGRAFI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
I. PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Geomorfologi adalah studi tentang proses pembentukan permukaan bumi dan


bentang alam serta endapan yang mereka hasilkan Kata itu sendiri
diperkenalkan kedalam bahasa Inggris bahasa pada akhir abad kesembilan belas,
melalui kombinasidari kata Yunani geo (bumi) dan -morphos (bentuk) dan -ologi
(studi). Ahligeomorfologi belajar mengamati dan menafsirkan bentang alam secara
sistematisuntuk memahami bagaimana proses pembentukan permukaan Bumi,
menguraikanm sejarah suatu tempat, dan mengenali (dan berpotensi mengurangi
atau mengelola)dampak lingkungan yang berbahaya bagi masyarakat.
Bentuk lahan atau landform adalah setiap unsur bentang lahan (landscape)
yang dicirikan oleh ekspresi permukaan yang jelas, struktur internal atau kedua –
duanya menjadi pembeda yang mencolok dalam mendiskripsi fisiografi suatu daerah.
Landform juga merupakan batas permukaan antara atmosfer, hidrosfer, biosfer,
pedosfer, dan lakmus dimana kehidupan berada di atas bumi. Bentuk lahan
merupakan kenampakan medan (terrain) yan terbentuk oleh proses alami, memiliki
komposisi tertentu, memiliki julat (range) karakteristik fisikal dan visual tertentu
dimanapun medan tersebut terjadi.
Pembentukan lahan pada proses geomorfologis mempunyai banyak asal yang
berguna untuk mengawali kajian tekstur lahannya. Salah satunya adalah bentuk
lahan vulkanik. Menurut Handayani, dkk (2013) bentuklahan asal vulkanik
berpotensi secara ekonomis seperti batu lava yang diperlukan untuk material
bangunan. Secara ekologis tubuh gunungapi merupakan wilayah yang baik untuk
resapan air, cagar alam, suaka margasatwa dan lahan pertanian. Selain potensi
pemanfaatan, bentuklahan juga memiliki potensi ancaman bencana, salah satu
contohnya adalah bentuklahan asal gunung api (vulkanik). Menurut Fransiska
(2017) bentuklahan asal vulkanik memiliki bahan piroklastik atau abu vulkanik yang
mendominasi material permukaan ditebal sehingga terbentuk proses denudasional
(erosi dan longsor) yang menjadi salah satu ancaman bencana.
Wilayah Indonesia merupakan suatu gugusan kepulauan yang terbentuk akibat
adanya peristiwa interaksi subduksi dari lempeng-lempeng di sekitarnya. Indonesia
secara geologis diapit oleh 3 lempengan tektonik besar, yaitu lempeng Indo
Australia, Eurasia, dan Pasifik (Chlieh et al., 2008). Lempeng-lempeng tersebut terus
bergerak dan suatu saat gerakannya mengalami gesekan dan benturan yang keras
dengan lempengan yang lain. Benturan atau subduksi antara dua lempeng dapat
menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi. Interaksi lempeng tersebut juga
dapat berakibat timbulnya gempa bumi, tsunami, dan meningkatnya kenaikan
magma ke permukaan. Hal inilah yang menyebabkan sebagian wilayah di Indonesia
sering mengalami peristiwa gempa bumi. Gambar 1.1 menjelaskan kondisi tektonik
Indonesia yang diapitoleh 3 lempengan tektonik dunia.

Gambar 1.1 Kondisi Geotektonik Indonesia (Bock et al., 2003)


Kondisi tersebut memberi peluang magma naik ke permukaan, sehingga
terbentuklah rangkaian cincin api di atas Indonesia. 127 gunung api terangkai
membentuk untaian melingkar menjadi jembatan imajiner mempersatukan
gugusan pulau yang membentang dari barat hingga ke timur bumi pertiwi. Dari 68
dari 127 gunung api tersebut aktivitasnya dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjadi isi Album Gunung Api Indonesia. Ke-
68 gunung api tersebut menempati Pulau Sumatra dan Jawa sebanyak 31 gunung,
Bali dan Nusa Tenggara 21 gunung, serta 16 gunung mewakili kepulauan Sulawesi
dan Maluku.

Gambar 1.2 Gunungapi di Indonesia


Kondisi demikian memaksa kita mengembangkan kemampuan khususnya
dalam bidang kegunungapian untuk meningkatkan kapasitas kita sebagai risiko
hidup di sekitar gunungapi. Pada makalah ini kami mencoba membahas rekonstruksi
geologi baik dari proses pembentukan, jenis, struktur, alur informasi dan lain-lain
yang berhubungan dengan gunungapi.
Pada makalah ini, menjelaskan definisi, ciri-ciri, proses terbentuknya bentuk
lahan vulkanik.
I. 2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang ingin kami bahas pada makalah ini adalah
bagaimana proses, bentang alam, struktur, bahaya gunung api, status dan alur
informasigunungapi di Indonesia.
I. 3 Tujuan
Adapun permasalahan yang ingin kami bahas pada makalah ini adalah
mengetahui proses, bentang alam, struktur, bahaya gunung api, status dan alur
informasi gunungapidi Indonesia.
II. PEMBAHASAN

II. 1 Pengertian Gunung Api


Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi Pusat
Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi memberikan pengertian bahwa
gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya
cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material yang
dierupsikan kepermukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung.
Pendapat Lain dikemukakan oleh Schieferdecker (1959), mendefinisikan
gunungapi (volcano) adalah “a place at the surface of the earth where magmatic
material from the depth erupts or has erupted in the past, usually forming a
mountain, more or less conical in shape with a craterin the top” (sebuah tempat di
permukaan bumi dimana bahan magma dari dalam bumi keluar atau sudah keluar
pada masa lampau, biasanya membentuk suatu gunung, kurang lebih berbentuk
kerucut yang mempunyai kawah di bagian puncaknya).
II. 2 Proses Terjadinya Gunung Api
Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan
tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang
mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi. Hal tersebut diketahui dari penemuan
fosil manusia di dalam endapan vulkanik dan sebagian besar penemuan fosil itu
ditemukan di Afrika dan Indonesia berupa tulang belulang manusia yang terkubur
oleh endapan vulkanik.
Sebagai contoh banyak ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan
Herculanum yang terkubur oleh endapan letusan G. Vesuvius pada 79 Masehi. Fosil
yang terawetkan baik pada abu vulkanik berupa tapak kaki manusia
Australopithecus berumur 3,7 juta tahun di daerah Laetoli, Afrika Timur.
Penanggalan fosil dari kerangka manusia tertua, Homo babilis berdasarkan
potassium-argon (K-Ar) didapat umur 1,75 juta tahun di daerah Olduvai. Penemuan
fosil yang diduga sebagai manusia pemula Australopithecus afarensis berumur 3,5
juta tahun di Hadar, Ethiopia, dan penanggalan umur benda purbakala tertua yang
terbuat dari lava berumur 2,5 juta tahun ditemukan di Danau Turkana, Afrika Timur.
Perkembangan benda-benda purba dari yang sederhana kemudian meningkat
menjadi benda-benda yang disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari, seperti
pemotong, kapak tangan dan lainnya, terbuat dari obsidian yang berumur Paleolitik
Atas.
Pengetahuan tentang tektonik lempeng merupakan pemecahan awal dari
teka- teki fenomena alam termasuk deretan pegunungan, benua, gempabumi dan
gunungapi. Planet bumi mepunyai banyak cairan dan air di permukaan. Kedua faktor
tersebut sangat mempengaruhi pembentukan dan komposisi magma serta lokasi dan
kejadian gunungapi.
Panas bagian dalam bumi merupakan panas yang dibentuk selama
pembentukan bumi sekitar 4,5 miliar tahun lalu, bersamaan dengan panas yang
timbul dari unsur radioaktif alami, seperti elemen-elemen isotop K, U dan Th
terhadap waktu. Bumi pada saat terbentuk lebih panas, tetapi kemudian mendingin
secara berangsur sesuai dengan perkembangan sejarahnya. Pendinginan tersebut
terjadi akibat pelepasan panas dan intensitas vulkanisma di permukaan. Perambatan
panas dari dalam bumi ke permukaan berupa konveksi, dimana materialmaterial
yang terpanaskan pada dasar mantel, kedalaman 2.900 km di bawah muka bumi
bergerak menyebar dan menyempit disekitarnya. Pada bagian atas mantel, sekitar
735 km di bawah muka bumi, material - material tersebut mendingin dan menjadi
padat, kemudian tenggelam lagi ke dalam aliran konveksi tersebut. Litosfir termasuk
juga kerak umumnya mempunyai ketebalan 70 120 km dan terpecah menjadi
beberapa fragmen besar yang disebut lempeng tektonik. Lempeng bergerak satu
sama lain dan juga menembus ke arah konveksi mantel. Bagian alas litosfir
melengser di atas zona lemah bagian atas mantel, yang disebut juga astenosfir.
Bagian lemah astenosfir terjadi pada saat atau dekat suhu dimana mulai terjadi
pelelehan, kosekuensinya beberapa bagian astenosfir melebur, walaupun sebagian
besar masih padat. Kerak benua mempunyai tebal lk. 35 km, berdensiti rendah dan
berumur 1 - 2 miliar tahun, sedangkan kerak samudera lebih tipis (lk. 7 km), lebih
padat dan berumur tidak lebih dari 200 juta tahun. Kerak benua posisinya lebih
di atas dari pada kerak samudera karena perbedaan berat jenis, dan keduanya
mengapung di atas astenosfir.
Kerak yang menindih mantel hampir seluruhnya terdiri dari oksida yang
tidak melebur. Proses vulkanik membawa fragmen batuan ke permukaan dari
kedalaman 200 km melalui mantel, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya mineral-
mineral olivine, piroksen dan garnet dalam peridotit pada bagian atas mantel.

Gambar 2.1 Penampang bumi (Modifikasi dari Krafft, 1989; Sigurdsson, 2000)

Pergerakan antar lempeng di kerak ini menimbulkan empat busur gunungapi


berbeda:

a. Pemekaran kerak samudera, lempeng bergerak saling menjauh sehingga


memberikan kesempatan magma bergerak ke permukaan, kemudian
membentuk busur gunungapi tengah samudera.
b. Tumbukan antar kerak, dimana kerak samudera menunjam di bawah kerak
benua. Akibat gesekan antar kerak tersebut terjadi peleburan batuan dan
lelehan batuan ini bergerak ke permukaan melalui rekahan kemudian
membentuk busur gunungapi di tepi benua.
c. Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal, sehingga
menimbulkan rekahan atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut menjadi
jalan ke permukaan lelehan batuan atau magma sehingga membentuk busur
gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang rekahan.
d. Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng memberikan
kesempatan bagi magma menerobos ke dasar samudera, terobosan magma
ini merupakan banjir lavayang membentuk deretan gunungapi perisai.

Gambar 2.2 Penampang diagram proses terbentuknya empat busur gunung api
(Modifikasi dari Krafft, 1989)

Di Indonesia (Jawa dan Sumatera) pembentukan gunungapi terjadi akibat


tumbukan kerak Samudera Hindia dengan kerak Benua Asia. Di Sumatra
penunjaman lebih kuat dan dalam sehingga bagian akresi muncul ke permukaan
membentuk pulau-pulau, seperti Nias, Mentawai, dll (Modifikasi dari Katili, 1974).
Gambar 2.3 pembentukan gunungapi (Modifikasi dari Katili,
1974).

II. 3 Bentang alam, Struktur dan Klasifikasi Letusan Gunungapi di Indonesia


Bentuk dan bentang alam gunungapi, terdiri atas 4 bentuk adalah sebagai
berikut.
a. Bentuk kerucut, dibentuk oleh endapan piroklastik atau lava atau keduanya;
b. Bentuk kubah, dibentuk oleh terobosan lava di kawah, membentuk
sepertikubah;
c. Kerucut sinder, dibentuk oleh perlapisan material sinder atau skoria;
d. Maar, biasanya terbentuk pada lereng atau kaki gunungapi utama akibat
letusan freatik atau freatomagmatik; plateau, dataran tinggi yang dibentuk
oleh pelamparan leleran lava.
e. Bentuk perisai yang dihasilkan dari lava yang bersusun basalt
Gambar2.4 Bentuk gunungapi
Struktur gunungapi, terdiri atas:
a. Struktur kawah adalah bentuk morfologi negatif atau depresi akibat
kegiatansuatu gunungapi bentuknya relatif bundar;
b. Kaldera, bentuk morfologinya seperti kawah tetapi garis tengahnya
lebih dari 2km. Kaldera terdiri atas
- Kaldera letusan, terjadi akibat letusan besar yang melontarkan
sebagianbesar tubuhnya;
- Kaldera runtuhan, terjadi karena runtuhnya sebagian tubuh
gunungapi akibatpengeluaran material yang sangat banyak dari
dapur magma;
- Kaldera resurgent, terjadi akibat runtuhnya sebagian tubuh gunungapi
diikutidengan runtuhnya blok bagian tengah;
- Kaldera erosi, terjadi akibat erosi terus menerus pada dinding
kawahsehingga melebar menjadi kaldera;
c. Rekahan dan graben, retaka-retakan atau patahan pada tubuh gunungapi
yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan
meter. Rekahan parallel yang mengakibatkan amblasnya blok di antara
rekahan disebut graben.

d. Depresi volkanotektonik, pembentukannya ditandai dengan deretan


pegunungan yang berasosiasi dengan pemebentukan gunungapi akibat
ekspansi volume besar magma asam ke permukaan yang berasal dari
kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer
dengan kedalaman ribuan meter.
Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
gunungapi aktif di Indonesia terbagi dalam tiga kelompok
a. Tipe-A: gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sesudah
tahun 1600(79 buah),
b. Tipe-B: gunungapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi erupsi
magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti
kegiatan solfatara (29 buah),
c. Tipe-C: gunungapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah
manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau
berupa lapangan solfatara/ fumarola pada tingkah lemah (21 buah).
II. 4 Bahaya Gunungapi

Adapun bahaya gunung api bagi manusia adalah sebagai berikut.


a. Lahar
Endapan lahar nampak berupa aliran massa yang pekat terdiri atas material
berbagai ukuran dengan berat jenis tinggi. Lahar dapat dibagi dua jenis yaitu lahar
letusan (lahar panas) dan lahar hujan (lahar dingin). Lahar panas (lahar letusan)
adalah lahar yang terbentuk pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Pada
saat terjadi letusan, material yang dilontarkan bercampur dengan air danau maka
terjadilah aliran massa pekat yang cukup panas, sehingga disebut lahar letusan.
Sementara lahar dingin (lahar hujan) adalah lahar yang terbentuk karena material
hasil letusan gunungapi baik lama maupun baru yang berada di lereng sekitar
gunungapi bagian atas terangkut oleh air hujan.

b. Longsor Puing Gunungapi (volcanic debris avalanche)


Runtuhnya bagian tubuh gunungapi karena proses pelapukan maupun dan gaya
gravitasi. Longsoran ini dapat terjadi bersamaan dengan letusan gunungapi. Contoh
dari kejadian longsoran puing gunungapi adalah di G. Papandayan dan G.
Galunggungdan G. St. Helens (AS).

Gambar 2.5 Longsoran vulkanik G.Papandayan .

c. Aliran Lahar
Magma yang keluar ke permukaan bumi, berupa larutan silikat panas.
Kenampakan dari lava tergantung kekentalannya. Kekentalan tersebut dipengaruhi
tingkat keasaman (kandungan Silika/ SiO2), suhu dan kandungan gasnya. Semakin
tinggi tingkat keasamannya, maka semakin kental lava dan semakin lambat
alirannya. Aliran lava dapat merusak segala bentuk infrastruktur dan juga dapat
menimbulkan kebakaran hutan.
d. Aliran Awan Panas
Campuran material yang terdiri dari batu, abu kasar dan halus bercampur gas
panas yang bergerak menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi. Pada proses
transportasinya, material yang berukuran besar dan berat akan mengikuti alur
lembah atau sungai. Sedangkan material yang ringan akan bergerak ke atas dan
bergulung- gulung menuruni lereng
e. Jatuhan Piroklastik
Material hasil letusan vertikal yang terdiri atas lontaran batu (pijar) dan abu
halus sampai kasar hasil dari letusan vertikal. Material yang berukuran besar akan
jatuh di sekitar pusat aktivitas letusan. sedangkan material yang berukuran halus
dapat terbawa oleh angin sehingga sebarannya mencakup daerah yang luas.
f. Abu Vulkanik
Hujan abu vulkanik dapat berasal dari awan panas, maupun dari jatuhan
piroklastik. Dampak abu vulkanik ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan,
merusak tanaman, atap bangunan ambruk dan menyebabkan korosi. Sumber dan
tempat penampungan air yang tercemar abu vulkanik dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan pada pencernaan.
g. Gas
Gas yang dikeluarkan oleh gunungapi adalah SO2, H2S,H2, CO2, CO, HCl, HF
dan He.
Gambar 2.6 Bahaya Gas Akibat Gunungapi

II. 5 Proses Perekaman Data Gunung Api


Di Indonesia Badan yang memiliki otoritas penuh dalam pemantauan
gunungapi adalah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), di
bawah Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2016 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Tugas
Fungsi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi adalah:

a. Tugas:

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempunyai tugas


melaksanakan penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di bidang
vulkanologi dan mitigasi bencana geologi.

b. Fungsi:
1. penyiapan penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta rencana dan program di bidang vulkanologi dan mitigasi
bencana geologi;

2. pelaksanaan penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemetaan tematik,


penetapan status tingkat aktivitas gunungapi, peringatan dini aktivitas
gunungapi dan potensi gerakan tanah, serta pemberian rekomendasi teknis
mitigasi bencana geologi;
3. pembinaan jabatan fungsional pengamat gunungapi;
4. pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian, penyelidikan,
perekayasaan, pemetaan tematik, peringatan dini aktivitas gunungapi dan
potensi gerakan tanah, pemberian rekomendasi teknis mitigasi bencana
geologi, serta penyebaran informasi; dan
5. pelaksanaan administrasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Pengamatan gunungapi dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. visual menggunakan CCTV maupun langsung dari pos pengamatan

Gambar 2.7 Pengamatan Menggunakan Visual (CCTV) – sumber


(https://magma.esdm.go.id/v1/gunung-api/cctv)
2. Seismograf

Gambar 2.8 live Seismogram – sumber https://magma.esdm.go.id/v1/gunung-api/live-


seismogram

II. 6 Level status Gunungapi dan Alur Informasi Pelaporan Kegiatan


Gunungapi

1. Level Status Gunungapi

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi


ada empat status gunungapi di Indonesia yaitu:

a) Aktif Normal (Level I), Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dari


hasil visual, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan
adanya kelainan.
b) Waspada (Level II), Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang
tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan
gejala vulkanik lainnya.

c) Siaga (Level III), Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan


visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling
mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti
letusan.
d) Awas (Level IV), Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi
berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan
diikuti letusan utama.

2. Alur Informasi Pelaporan Kegiatan Gunungapi

Adapun alur informasi Pelaporan Kegiatan Gunung api seperti pada gambar
berikut:

Gambar 2.9 Alur Informasi Pelaporan Kegiatan Gunungapi

Berdasarkan Gambar 2.9 diketahui bahwa alur informasi ketika status


gunungapi normal, Waspada dan Siaga bersumber dari Pos Pengamatan Gunungapi
(PGA) kemudian di teruskan ke Kepala Badan Geologi dan Beberapa pejabat
terkait. Informasi juga diteruskan ke Bupati. Ketika status gunung api berstatus awas
maka informasi akan sampaikan juga ke bandara dan penduduk sekitar gunung api.
III. PENUTUP

III. 1. Kesimpulan

Gunungapi terbentuk karena adanya pergerakan lepeng. Pergerakan lempeng


ini membuat empat busur gunungapi. Bentang alam gunungapi ada empat klasfikasi
yaitu kerucut, kubah, kerucut silinder dan maar. Di Indonesia sendiri terdapat empat
level untuk membedakan status gunung api yaitu normal (level I), waspada (Level
II), siaga (Level III) dan awas (Level IV). Informasi kegiatan gunungapi dilaporkan
mulai dari Pos Pengamatan Gunung Api dengan berbagai skenario dan skenario dan
yang sampai ke masyarakat di sekitar gunungapi hanya pada saat Level I dan Level
IV.

III. 2. Saran

Adapun saran dari makalah ini adalah diperlukan peneliti-peneliti lain dari
aspek geografi yang lebih mendalam untuk menambah khazanah ilmu
kegunungapianyang akan dipelajari oleh peneliti pada aspek yang sama
DAFTAR PUSTAKA

Schieferdecker, A.A.G. (Ed.), (1959). Geological Nomenclature. Royal Geol. And


Minings Soc. Of the Netherlands, J.Noorduijn en Zoon N.V.,Gorinchem,
523h
Chlieh, M., J. P. Avouac, K. Sieh, D. H. Natawidjaja, and J. Galetzka, 2008,
“Heterogeneous coupling of the Sumatran megathrust constrained by
geodetic and paleogeodetic measurements”, J. Geophys. Res., 113,
B05305, doi:10.1029/2007JB004981.
Bemmelen, R.W. van, 1949. The geology of Indonesia. Martinus Nijhoff, The
Hague, Netherland, 1, 732 h
Mulyadi, E., Abdurahman, O., Hilman, P.M., and Priatna, P., 2006. Mengenal
konsep penanganan bencana, bahaya geologi, dan mitigasi bencana
geologi di Indonesia. Warta Geologi, 1, no. 4, h. 16-48.
Priatna. Et al (2020). Album Gunung Api Indonesia, PVMBG Badan
Geologi.
Bandung
PVMBG. ( ). Gunungapi. Kementrian Energi dan Sumber Daya
MineralBadan Geologi Indonesia. Bandung.
PVMBG. ( ). Leftlet Gunungapi. Kementrian Energi dan Sumber
DayaMineral Badan Geologi Indonesia. Bandung

Anda mungkin juga menyukai