Anda di halaman 1dari 20

KESEHATAN MENTAL

“Kesehatan Mental Dalam Digital Age”

Dosen Pengampu:
Rohmah Rifani, S.Psi., M.Si., Psikolog
Kartika Cahyaningrum, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh:
Kelompok 7 Kelas C
Auladya Cindyamarsha Pakan (230701500011)
Azzahro' Ummu AlMujtaba F.A (230701501013)
Annisa Aya Sofia (230701501022)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023/2024

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah guna memenuhi tugas kelompok untuk
mata kuliah Kesehatan Mental yang berjudul “ Kesehatan Mental Dalam Digital Age ”
dengan tepat waktu.
Kesehatan mental telah menjadi isu yang semakin menonjol di era digital ini.
Perubahan cepat dalam teknologi informasi dan komunikasi telah berdampak signifikan
terhadap kesejahteraan mental individu. Dari tekanan untuk selalu terhubung online hingga
paparan konten yang dapat memicu stres dan kecemasan, tantangan baru muncul dalam
menjaga kesehatan mental di era digital.
Semoga tulisan ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi pembaca dalam
menghadapi tantangan kesehatan mental di era digital saat ini. Mari bersama-sama menjaga
keseimbangan antara konektivitas digital dan kesehatan mental yang baik bagi diri kita
sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 19 Februari 2024

Penulis

II
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................................... I

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ II

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................3

A. Problematik Penggunaan Internet dan Online Video Game ...........................................3

1. Apa itu game online ? ................................................................................................. 3

2. Apa dampak bermain game online dalam jangka waktu yang lama ? ........................ 4

3. Apa itu kecanduan game online ? ............................................................................... 5

B. Cyberchondria .................................................................................................................6

1. Pengertian Cyberchondria ...........................................................................................6

2. Faktor-Faktor Penyebab Cyberchondria di Kalangan Pengguna internet ...................7

3. Dampak Cyberchondria Terhadap Kesehatan Mental ................................................ 8

C. Cyberbullying ..............................................................................................................8

D. Pencegahan dan penanggulangan untuk mengatasi permasalahan di era digital ...... 12

1. Bagaimana cara mencegah kecanduan internet di era digital ? ................................ 12

2. penanggulangan permasalahan-permasalahan di era digital ..................................... 14

BAB III KESIMPULAN .........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................16

III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi,
belajar, bekerja, dan bahkan merawat kesehatan. Dalam era kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang pesat, masyarakat semakin terhubung secara digital
melalui berbagai platform seperti media sosial, permainan daring, dan aplikasi
kesehatan. Namun, dampak dari revolusi digital ini terhadap kesehatan mental masih
menjadi topik perdebatan yang kompleks.
Di satu sisi, teknologi digital memberikan akses yang lebih luas terhadap
informasi kesehatan mental, memungkinkan individu untuk mendapatkan
pengetahuan dan dukungan yang mereka butuhkan. Aplikasi dan platform daring juga
telah mengubah cara layanan kesehatan mental disampaikan, memungkinkan terapi
jarak jauh dan konsultasi online yang mudah diakses.
Namun, di sisi lain, penggunaan berlebihan atau tidak sehat dari teknologi
digital telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental seperti
kecemasan, depresi, dan isolasi sosial. Fenomena cyberbullying, ketidakseimbangan
antara kehidupan online dan offline, serta eksposur terhadap konten yang merugikan
juga menjadi perhatian utama dalam konteks kesehatan mental.
Dalam menghadapi kompleksitas ini, penting untuk memahami peran
teknologi digital dalam memengaruhi kesehatan mental serta merancang strategi yang
tepat untuk mengoptimalkan manfaatnya sambil mengurangi risikonya. Penelitian dan
intervensi yang didasarkan pada bukti menjadi kunci dalam mengembangkan
pendekatan yang holistik dan terintegrasi terhadap kesehatan mental dalam era digital.
Dengan makalah ini, kami akan mengeksplorasi lebih lanjut dampak teknologi
digital terhadap kesehatan mental, diantaranya meliputi problematik penggunaan
internet dan online video game, cyberchondria, dan cyberbullying di era digital ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan internet dan video game online yang berlebihan dapat
mempengaruhi kesehatan mental individu di era digital?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan munculnya cyberchondria di
kalangan pengguna internet, dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan
mental?
3. Bagaimana fenomena cyberbullying berkembang di era digital, dan bagaimana
dampaknya terhadap kesehatan mental korban?
4. Apa saja strategi pencegahan dan penanggulangan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut di era digital ini?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dampak penggunaan internet dan video game online yang
berlebihan terhadap kesehatan mental individu di era digital.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor dan dampak cyberchondria terhadap
kesehatan mental.
3. Untuk mengetahui fenomena cyberbullying berkembang di era digital, serta
dampak terhadap kesehatan mental korban.
4. untuk mengetahui strategi pencegahan dan penanggulangan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan di era digital.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Problematik Penggunaan Internet dan Online Video Game


1. Apa itu game online ?
Game online adalah jenis permainan yang dimainkan melalui internet di mana
individu atau kelompok dapat bermain untuk menghibur diri. Game online ini
menggunakan teknologi elektronik dan visual. Selain itu, game online juga
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk kesenangan, dengan aturan
tertentu yang menentukan pemenang dan pecundang dalam permainan (Rini, 2011).
Internet menawarkan berbagai fitur seperti WWW (World Wide Web), e-mail
(Electronic Mail), FTP (File Transfer Protocol), Newsgroup, mailing list, Gropher,
Chat Group, dan lainnya (Sulistyo, Evanytha, & Vinaya, 2015). Jumlah pengguna
internet di seluruh dunia telah mencapai 3,7 miliar, dengan pertumbuhan tahunan
sebesar 7,6 persen. Sementara itu, pengguna media sosial mencapai 2,2 miliar, dengan
total pengguna mencapai 3,7 miliar. Fokus utama penelitian ini adalah pertumbuhan
pesat pengguna internet sosial, terutama di Indonesia di mana 80 persen dari mereka
adalah remaja berusia 15-19 tahun, menurut Kementerian Komunikasi dan
Informatika Republik Indonesia. Meskipun demikian, remaja tidak hanya
menggunakan internet untuk kebutuhan pendidikan, tetapi juga untuk hiburan, belanja
online, media sosial, dan aktivitas lainnya (Noviandari, 2015).
Menurut APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), survei Data
Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah
pengguna Internet di Indonesia mencapai 132,7 juta pengguna, atau sekitar 51,5% dari
total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 256,2 juta (Donny Fernando, 2016).
Data Statista pada tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia pada tahun 2018 mencapai 95,2 juta, meningkat sebesar 13,3% dari tahun
sebelumnya yang sebanyak 84 juta pengguna pada tahun 2017. Proyeksi pertumbuhan
pengguna internet di Indonesia pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan
peningkatan yang signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,2% per tahun
dalam periode 2018-2023. Pada tahun 2019, jumlah pengguna internet di Indonesia
diproyeksikan tumbuh sebesar 12,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
mencapai angka 107,2 juta pengguna. Pada tahun 2023, jumlah pengguna internet di
Indonesia diproyeksikan mencapai 150 juta pengguna (Widowati, 2019).

3
2. Apa dampak bermain game online dalam jangka waktu yang lama ?
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yee (2006), permainan game online
memiliki dampak yang signifikan yang harus ditanggung oleh para pemainnya,
termasuk dampak terhadap waktu, emosi, dan interaksi sosial. Dampak waktu terkait
dengan kemungkinan terlalu larut dalam bermain dalam jangka waktu yang lama.
Hasil survei yang dilakukan oleh Yee (2006) menunjukkan bahwa sebanyak 60,9%
subjek cenderung menghabiskan waktu hingga 10 jam berturut-turut saat terlibat
dalam permainan game online. Selain itu, dalam satu minggu, rata-rata subjek dapat
menghabiskan waktu hingga 40 jam untuk bermain game online.
Selain itu, menurut Yee (2002), mengenai adiksi game MMORPG
menjelaskan bahwa adiksi game didefinisikan sebagai suatu perilaku tidak sehat dan
merugikan diri sendiri yang berlangsung secara terus-menerus dan sulit diakhiri.
Kebiasaan berkomunikasi secara langsung atau tatap muka mulai tergeser oleh
interaksi yang terjadi di dunia maya. Fenomena ini disebabkan oleh frekuensi tinggi
bermain game online, yang membuat anak-anak lupa akan kehidupan nyata mereka.
Mereka cenderung kurang mampu menyelesaikan masalah atau membuat keputusan
secara bijaksana dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, para pemain game sering
kali terperangkap dalam pola perilaku yang menyebabkan mereka mengabaikan
aktivitas di dunia nyata dan menjadi maniak game.
Ketergantungan pada game online dapat menghasilkan karakteristik yang
berkaitan dengan ketidakmampuan mereka dalam mengendalikan emosi dan perasaan.
Ini dapat memicu perilaku negatif seperti kemarahan, keceriaan berlebihan, rasa malu,
kemalasan, kebohongan, dan sebagainya. Dampaknya berpengaruh terhadap aspek
sosial dalam kehidupan sehari-hari, karena banyaknya waktu yang dihabiskan di
dunia maya mengakibatkan kurangnya interaksi sosial dengan orang lain di dunia
nyata. Hal ini secara langsung mempengaruhi partisipasi sosial yang biasanya
dilakukan oleh remaja lainnya.
Perkembangan game juga berpotensi memberikan pengaruh pada perilaku
pengguna. Game online menyediakan kesenangan dan pengakuan dari sesama pemain
yang mungkin tidak ditemukan dalam kehidupan nyata. Karena itu, game online dapat
menyebabkan kecanduan, dengan para pemain rela duduk berjam-jam untuk bermain

4
tanpa gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi mereka. Meskipun efeknya bisa
berdampak positif atau negatif.
Game memberikan kenyataan dimana para pemainnya memiliki dua dunia
yang berbeda yaitu dunia offline dan dunia online. Dunia offline yaitu ketika orang
berada di lingkungan seperti lingkungan kampung, sekolah, keluarga, pasar, jalan raya
yang nyata, sedangkan dunia online adalah ketika orang berada di depan pesawat
komputer yang tersambung dengan jaringan internet – dimana dengan jaringan
komputer tersebut mereka berinteraksi dengan teman-teman virtual-nya. Kenyataan
yang terjadi didunia internet tersebut membuat semakin kompleknya kajian yang
dihadapi oleh ilmuan sosial, karena ada dua macam konteks kenyataan yaitu
kehidupan sehari-hari dan ruang vitual yang mempunyai efek yang nyata dalam
kehidupan sehari hari.
Melihat dampak yang merugikan dari kecanduan game online, maka individu-
individu diharapkan mampu mengontrol penggunaan game online, sehingga waktu
yang ada bisa melakukan aktifitas yang bermakna, salah satunya adalah aktifitas
belajar, sosial, dan karir.
3. Apa itu kecanduan game online ?
Kecanduan game online didefinisikan sebagai gangguan kontrol impulsif yang
terjadi karena penggunaan game online yang berlebihan dan tidak normal. Kecanduan
merupakan pola perilaku yang berulang dan merugikan diri sendiri, di mana individu
mengalami kesulitan untuk menghentikan perilaku tersebut (Yee, 2002). Menurut
Griffiths (2005), proses dan keterlibatan dalam perilaku kecanduan termasuk dalam
spektrum yang parah dan merupakan bentuk penyalahgunaan. Kecanduan game
online ditandai oleh tingkat bermain yang berlebihan dan berdampak negatif pada
individu yang bersangkutan (Weinstein, 2010). Hal ini dianggap serupa dengan
kecanduan alkohol (Young, 1998).
Kecanduan video game memunculkan masalah perilaku seperti hilangnya
kontrol, meningkatnya konflik, keasyikan berlebihan terhadap permainan,
penggunaan permainan sebagai cara untuk mengatasi suasana hati, dan gejala
penarikan jika pemain dihentikan (Van Rooij, 2011). Kecanduan komputer atau video
game mengacu pada penggunaan yang berlebihan atau kompulsif terhadap komputer
dan video game yang mengganggu kehidupan sehari-hari (Weinstein, 2010).
Kecanduan game online merupakan salah satu bentuk kecanduan yang dipicu
oleh kemajuan teknologi, khususnya internet, yang dikenal dengan istilah "internet

5
addictive disorder" (Fitri et al., 2018). Oleh karena itu, kecanduan game online adalah
kondisi di mana seseorang atau individu mengalami ketergantungan yang berlebihan
terhadap penggunaan game online secara terus-menerus, yang pada akhirnya dapat
mengakibatkan dampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan fisik individu.
Kecanduan juga dapat diartikan sebagai keterlibatan yang berkelanjutan
dengan suatu zat atau aktivitas, bahkan jika zat atau aktivitas tersebut menghasilkan
konsekuensi negatif. Awalnya, individu mungkin hanya mencari kesenangan dan
kepuasan dari aktivitas tersebut, namun pada akhirnya mereka merasa sulit untuk
tidak melakukannya. Kecanduan game online memiliki gejala ketergantungan yang
mengarah kepada aspek psikologis yang tidak normal. Misalnya, kecanduan tersebut
dapat menimbulkan ketergantungan yang serupa dengan kecanduan judi, pornografi,
dan perilaku kekerasan.

B. Cyberchondria
1. Pengertian Cyberchondria
Pencarian berlebihan tentang kesehatan di internet yang terkait dengan
kekhawatiran atau kecemasan semakin umum di kalangan pengguna internet. Setelah
mendapatkan informasi, seringkali orang cenderung menyimpulkan berdasarkan
informasi umum tanpa berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter. Ini dapat
menyebabkan kecemasan dan membuat keputusan diagnosis sendiri yang mungkin
tidak tepat, yang disebut sebagai cyberchondria (Faris, 2019).
Cyberchondria adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku
berlebihan dalam mencari informasi kesehatan secara online, yang sering kali
berhubungan dengan peningkatan tingkat stres atau kecemasan terkait kesehatan. Ini
adalah gangguan di mana seseorang mencari informasi perawatan kesehatan secara
berlebihan melalui internet, tetapi alih-alih menemukan solusi untuk kekhawatiran
mereka, mereka malah mendiagnosis diri dengan penyakit serius dan merasa semakin
cemas.
Cyberchondria terjadi ketika seseorang memiliki kecenderungan berlebihan
untuk merasa khawatir tentang kondisi kesehatannya, sehingga mereka cenderung
mencari gejala penyakit melalui internet dan kemudian mendiagnosa diri sendiri
berdasarkan gejala yang mereka temukan.
Cyberchondria dapat memiliki efek negatif pada kesehatan mental, termasuk
meningkatkan gejala depresi, menurunkan kualitas hidup, memperburuk gejala

6
kecemasan, dan memperburuk gejala obsesif-kompulsif. Namun, gangguan ini tidak
diakui sebagai diagnosis formal, dan tidak ada gejala atau kriteria diagnostik yang
resmi. Walaupun tidak dianggap sebagai diagnosis resmi, ada beberapa tanda
cyberchondria yang meliputi penggunaan yang berlebihan dalam mencari informasi
kesehatan online, perasaan cemas dan khawatir yang mendominasi daripada merasa
tenang atau terbantu oleh informasi online, serta ketakutan terhadap memiliki
beberapa penyakit daripada hanya satu atau dua. Penanganan cyberchondria bisa
dilakukan dengan menggunakan pendekatan edukatif dan psikoterapi yang kombinatif,
termasuk terapi perilaku kognitif.

2. Faktor-Faktor Penyebab Cyberchondria di Kalangan Pengguna internet


Menurut Starcevic & Berle (2013), beberapa faktor yang dapat memicu
cyberchondria meliputi:

1. Perfeksionisme: Ketersediaan informasi yang beragam di internet dapat memicu


cyberchondria karena sebagian individu mengharapkan informasi kesehatan yang
ditemukan dapat menjelaskan segalanya atau memberikan penjelasan yang sempurna.
Hal ini dapat menyebabkan perilaku berulang dalam mencari informasi kesehatan di
internet untuk memenuhi kebutuhan informasi yang dianggap lengkap dan sempurna.

2. Intoleransi terhadap ketidakpastian: Ketersediaan informasi kesehatan di


internet dapat meningkatkan ketidakpastian yang memicu cyberchondria. Banyak
pengguna internet mengalami ketidakpastian saat mencari informasi kesehatan online
dan berharap bahwa hasil pencarian akan mengurangi ketidakpastian tersebut,
meskipun pada kenyataannya hal tersebut dapat merugikan kesehatan.

3. Ambivalensi tentang kepercayaan: Meskipun berbagai situs web menyediakan


informasi kesehatan di internet, informasi tersebut tidak selalu akurat, dapat
menyesatkan, tidak lengkap, atau terlalu teknis. Hal ini dapat mendorong individu
untuk terus mencari informasi kesehatan online hingga menemukan situs web yang
dianggap dapat dipercaya.

7
3. Dampak Cyberchondria Terhadap Kesehatan Mental
Cyberchondria adalah fenomena kecemasan ekstrem yang timbul akibat
mencari informasi medis di internet dan diagnosis sendiri. Orang yang mengalami
cyberchondria akan merasa cemas berlebihan terhadap kondisi kesehatan mereka dan
dapat mempengaruhi kesehatan mental positif, termasuk kecemasan kesehatan
(Health Anxiety), dan dikenal sebagai prediktor kecemasan terhadap kondisi
kesehatan. Cyberchondria dapat meningkKecemasan yang berlebihan adalah ciri khas
dari cyberchondria, di mana seseorang khawatir atau takut bahwa mereka mungkin
menderita penyakit serius meskipun gejalanya sebenarnya tidak berbahaya.
Beberapa dampak negatif cyberchondria terhadap kesehatan mental seseorang
meliputi:
1. Stress: Mencari terus-menerus informasi kesehatan di internet dan
merasa khawatir tentang kondisi kesehatan dapat menyebabkan stres
kronis, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental
secara keseluruhan.
2. Gangguan kecemasan: Cyberchondria dapat berperan dalam
munculnya gangguan kecemasan, seperti generalized anxiety disorder
(GAD) atau gangguan panik.
3. Depresi: Stres dan kecemasan yang dialami oleh individu dengan
cyberchondria bisa memicu timbulnya depresi atau memperburuk
kondisi depresi yang sudah ada.

C. Cyberbullying

Masa remaja adalah titik penting dalam siklus perkembangannya karena


banyak perubahan yang terjadi dalam diri seseorang sebagai persiapan untuk
memasuki masa dewasa. Remaja adalah kelompok orang yang berusia antara 10 dan
20 tahun, yang tidak lagi disebut sebagai anak kecil tetapi juga belum dianggap
sebagai orang dewasa (KPAI, 2018). Masa remaja adalah suatu masa dimana aspek
psikologik dan sosialnya sedang berkembang mencari jati (Azmi, 2015).

Remaja seringkali terlibat dalam konflik antara diri mereka sendiri dan orang
lain dalam keadaan serba tanggung ini. Konflik-konflik ini dapat berdampak negatif

8
pada perkembangan mereka di masa mendatang, terutama pada pematangan karakter
mereka dan seringkali memicu gangguan mental. Untuk menghindari efek negatif
tersebut, penting untuk mengetahui perubahan yang terjadi dan karakteristik remaja
agar mereka dapat melalui masa ini dengan baik dan menjadi dewasa yang matang
secara fisik dan mental.

Media sosial, yang merupakan jenis media online yang memungkinkan


penggunanya untuk berpartisipasi, bersosialisasi satu sama lain, dan berinteraksi
dalam dunia maya tanpa dibatasi ruang dan waktu, mempermudah kita untuk
berteman dengan orang lain dan mengungkapkan siapa diri kita kepada khalayak
umum di era digital ini. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh media
sosial, mencari dan berbagi segala sesuatu dari mana pun menjadi lebih mudah.
Kemudahan ini sangat membantu jika digunakan dengan benar. Tetapi fenomena
yang terjadi sekarang ini, banyak pengguna sosial media kurang bijak,
seperti penggunaan sosial media sebagai sarana untuk cyberbullying.

Cyberbullying umum terjadi di Instagram, Facebook, dan WhatsApp. Contoh


umum dari cyberbullying termasuk penggunaan panggilan nama yang merendahkan,
menghina individu secara publik, membuat ancaman fisik, dan terlibat dalam
pelecehan online (Hidajat, Adam, Danaparamita, & Suhendrik, 2015).

Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang sering dilakukan secara online


melalui unggahan materi berbahaya, merendahkan, dan mengolok-olok individu
melalui platform media sosial (Malihah & Communication, 2018).

Cyberbullying dapat menyebabkan stres, depresi, kehilangan rasa percaya diri,


masalah kesehatan, penurunan prestasi, dan bahkan bunuh diri. Menurut data KPAI,
pada tahun 2018, kasus cyberbullying di kalangan siswa meningkat karena
penggunaan media sosial yang semakin meningkat di kalangan remaja (KPAI, 2018).

Insiden cyberbullying terjadi akibat postingan dan status yang dibuat oleh para
siswa, terutama mereka yang berada di SMP dan SMA/SMK. Fenomena ini muncul
karena kurangnya panduan dan pemahaman mengenai fungsi media sosial,
keterbatasan pemahaman siswa tentang dampak cyberbullying terhadap kesehatan
mental korban, dan konsekuensi pelanggaran Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) terkait cyberbullying.

9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gangguan kesehatan mental akan
menyebabkan gangguan mental seperti depresi mulai dari ringan hingga parah.
Beberapa korban perundungan tidak melaporkannya dan cenderung menyembunyikan
kasus-kasus tersebut (Idham, Rahayu, & Sumantri, 2019).

Dampak Cyberbullying dapat muncul sebagai kecemasan, depresi, rendahnya


harga diri, dan bahkan pikiran bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
yang menjadi korban Cyberbullying rentan mengalami depresi, kecemasan, dan
kesulitan tidur.

Kesehatan mental yang buruk pada anak-anak dapat mempengaruhi


kemampuan mereka untuk belajar, membuat keputusan, dan membangun hubungan
yang sehat dengan teman sebaya dan anggota keluarga (Ni'mah, 2023).

● Menurut American Psychiatric Association (APA), perundungan adalah perilaku


agresif yang ditandai oleh tiga kondisi:

(a) perilaku negatif yang bertujuan menyebabkan kerusakan atau cedera

(b) perilaku yang diulang dalam jangka waktu tertentu

(c) ketidakseimbangan antara kekuatan yang diberikan dan kekuatan yang diterima.

● Pembullyan dapat dikategorikan menjadi 6 kategori:

1. Kontak fisik langsung: Tindakan seperti memukul, mendorong, menggigit, menarik


rambut, menendang, mengunci seseorang di dalam ruangan, mencubit, menggaruk,
dan merusak atau mencuri barang milik orang lain.

2. Kontak verbal langsung: Mengancam, mempermalukan, meremehkan, mengganggu,


memanggil nama (menggunakan nama), sindiran, merendahkan, mengejek,
mengintimidasi, mengutuk, dan menyebarkan rumor.

3. Perilaku non-verbal langsung: Melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, atau


menunjukkan ekspresi wajah yang merendahkan, mengejek, atau mengancam;
biasanya disertai dengan pelecehan fisik atau verbal.

4. Perilaku non-verbal tidak langsung: Ini adalah tindakan yang membuat seseorang
menjadi diam, misalnya, memanipulasi untuk memutuskan persahabatan, mengirim
surat, dan mengisolasi korban.

10
5. Cyberbullying: Melukai orang lain melalui media elektronik, seperti merekam
intimidasi atau pencemaran nama baik melalui internet atau media sosial.

6. Pelecehan seksual: Beberapa bentuk pelecehan dapat dikategorikan sebagai


perilaku agresi fisik atau verbal (Imani et al., 2021).

● Menurut (Sanusi & Sugandi, 2021) ada beberapa jenis Cyberbullying, yaitu:

1. Flaming adalah upaya untuk menyampaikan pesan negatif yang mengandung


kemarahan secara langsung melalui kata-kata atau ilustrasi lainnya.

2. Harassment adalah pesan gangguan yang terus-menerus dikirim melalui jaringan


sosial.

3. Denigration adalah tindakan menyebarkan negativitas seseorang di internet.

4. Impersonation adalah upaya untuk meniru orang lain dengan mengirim pesan
negatif dan tidak pantas.

5. Outing adalah mencoba menyebarkan rahasia atau foto pribadi orang lain.

6. Trickery adalah tindakan mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan rahasia


pribadi orang lain.

7. Exclusion adalah tindakan kejam yang sengaja dilakukan untuk mengeluarkan


seseorang dari grup online.

8. Cyberstalking adalah mengganggu dan mencemarkan reputasi seseorang dengan


cara yang sangat mengkhawatirkan.

Cyberbullying adalah ancaman atau teror yang dilakukan oleh pelaku dengan
tujuan membuat korban merasa malu atau diintimidasi menggunakan perangkat
teknologi. Serangan cyberbullying terhadap korban bisa berupa pesan atau gambar
yang mengganggu yang kemudian disebar untuk mempermalukan korban saat orang
lain melihatnya. Hal ini bisa mengganggu korban hingga menyebabkan depresi, oleh
karena itu orang tua memainkan peran penting dalam meminimalkan kejadian
cyberbullying terhadap kesehatan mental anak-anak. Selain memberikan pemahaman
tentang dunia digital, orang tua juga harus membuka saluran komunikasi yang sehat
dan terbuka dengan anak-anak mereka. Perhatian yang mendalam terhadap anak-anak
dapat membantu mereka menghindari cyberbullying, karena merasa diperhatikan akan
mencegah mereka merasa sendirian, sehingga meningkatkan rasa percaya diri mereka.
Membangun kepercayaan dan mengajarkan anak-anak untuk tidak takut berbicara

11
tentang pengalaman online mereka adalah langkah penting dalam mencegah dan
mengatasi situasi Cyberbullying.

Secara keseluruhan, peran orang tua bukan hanya tentang pengawasan, tetapi
juga tentang mendidik anak-anak mereka untuk menjadi pengguna yang bertanggung
jawab di lingkungan digital. Dengan melakukan hal ini, mereka dapat menjadi garda
terdepan dalam meminimalkan Cyberbullying dan melindungi kesehatan mental anak-
anak dari dampak negatif yang mungkin terjadi.

D. Pencegahan dan penanggulangan untuk mengatasi permasalahan di era digital


1. Bagaimana cara mencegah kecanduan internet di era digital ?
Kemajuan teknologi informasi tidak dapat dihindari, namun harus
dimanfaatkan dengan bijak agar tidak terpinggirkan dari dinamika sosial masyarakat
global. Salah satu pendekatan yang efektif untuk memanfaatkan teknologi informasi
adalah dengan memberdayakan masyarakat, karena semakin kuat masyarakat,
semakin sedikit dampak negatif yang akan muncul dan merusak kehidupan.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1) Pendidikan mengenai teknologi informasi dan manfaatnya bagi kehidupan sosial
masyarakat.
2) Menghilangkan ketakutan dan rasa minder dalam menghadapi teknologi informasi.
3) Menyadarkan masyarakat tentang kemungkinan dampak negatif yang mungkin
timbul dari penggunaan teknologi informasi.
4) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan selektif masyarakat terhadap
informasi yang diterima, sehingga masyarakat dapat lebih bijak dalam menyikapinya.

Berikut adalah beberapa tips sederhana untuk memanfaatkan teknologi sehingga kita
dapat memperoleh kualitas hubungan yang baik dengan teman-teman kita. Berikut
adalah tip-tipnya:
a. pentingnya memanfaatkan teknologi yang sudah dikuasai untuk memperdalam
hubungan dengan teman atau orang-orang yang sudah dikenal di dunia nyata
adalah untuk menjaga kualitas interaksi sosial yang lebih berarti. Terlalu
banyak menghabiskan waktu untuk mencari teman baru di media sosial sering
kali tidak memberikan kualitas hubungan yang sama seperti yang bisa kita
dapatkan dari interaksi langsung. Oleh karena itu, fokus pada pengembangan

12
hubungan yang sudah ada secara offline dapat memperkuat ikatan sosial yang
lebih dalam dan bermakna.
b. bergabung dalam komunitas positif yang sering mengadakan pertemuan di
dunia nyata memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan
komunikasi secara langsung. Interaksi tatap muka dalam acara seperti kopdar
atau pertemuan lainnya memberikan peluang untuk memperluas jaringan
sosial, mendapatkan inspirasi dari orang lain, serta mendapatkan dukungan
dan bimbingan dalam berbagai aspek kehidupan.
c. pentingnya penegakan hukum di ranah internet melalui pembentukan polisi
internet membantu untuk mengatur penggunaan teknologi informasi agar tetap
dalam batas-batas yang etis dan hukum. Polisi internet bertugas menetapkan
standar operasi dan mengawasi penerapan teknologi informasi, sehingga dapat
mencegah penyalahgunaan serta melindungi masyarakat dari berbagai
ancaman kejahatan di dunia maya.
d. menjaga anak-anak dari penggunaan telepon seluler yang berfitur canggih
pada usia yang belum tepat sangat penting. Penggunaan teknologi yang tidak
terkendali pada usia dini dapat berdampak buruk pada perkembangan fisik dan
mental anak. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat dari orang tua
sangat diperlukan.
e. membaca buku edukatif dan bermuatan agama membantu dalam
pengembangan diri secara holistik. Buku-buku tersebut tidak hanya
memberikan pengetahuan baru, tetapi juga memperdalam pemahaman tentang
berbagai aspek kehidupan, moral, dan spiritual.
f. aplikasi komputer yang bersifat mendidik dapat menjadi alat bantu yang
efektif dalam proses pembelajaran. Aplikasi-aplikasi ini dapat membantu
meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kreativitas penggunanya dalam
berbagai bidang.
g. pengaturan waktu antara penggunaan komputer/internet, bermain game,
belajar, dan istirahat sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan
kesehatan fisik dan mental. Penggunaan teknologi yang berlebihan tanpa
istirahat dapat berdampak negatif pada produktivitas dan kesejahteraan kita.
h. kewaspadaan terhadap tayangan televisi, konten online, dan penggunaan
komputer/internet sangat penting untuk melindungi diri dari dampak negatif
yang mungkin timbul. Memiliki kesadaran akan potensi bahaya dan

13
mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat dapat membantu menjaga
kesehatan dan keamanan kita dalam menggunakan teknologi informasi.

2. penanggulangan permasalahan-permasalahan di era digital

Upaya penyembuhan/penanggulangan adalah fungsi yang terkait erat dengan


membantu anak yang mengalami masalah, termasuk masalah pribadi, sosial, belajar,
dan karir, khususnya pada kecanduan game online, melibatkan upaya memberikan
bantuan yang berkelanjutan sebelum dan sesudah individu mengalami kecanduan
tersebut. Tujuannya adalah agar individu yang mengalami kecanduan game online
dapat pulih dan melepas diri dari ketergantungannya pada permainan tersebut.

Dalam upaya memberikan bantuan yang sistematis kepada individu yang


kecanduan game online, layanan yang tepat dan sesuai untuk menangani masalah ini
adalah layanan Konseling Individual atau yang juga dikenal sebagai layanan
perorangan dengan pendekatan BMB3. Konseling Individual merupakan bagian dari
layanan bimbingan konseling yang diselenggarakan untuk membantu mengatasi
berbagai masalah yang dialami oleh konseli.

Layanan perorangan atau individual sering dianggap sebagai inti dari


pelayanan konseling, yang berarti bahwa konseling perorangan seringkali merupakan
layanan yang sangat penting dan memiliki makna yang mendalam dalam mengatasi
masalah yang dialami oleh konseli. Seorang ahli dalam hal ini harus memahami
bahwa konsep utama ini harus diterapkan secara sinergis dengan berbagai pendekatan
teknik dan prinsip-prinsip konseling. Dalam pelaksanaan layanan konseling individual,
diyakini bahwa ini juga akan memudahkan penyelenggaraan berbagai jenis layanan
lain dalam spektrum keseluruhan layanan konseling. (Prayitno, 2018)

Konseling Perorangan (KP) merupakan layanan konseling yang


diselenggarakan oleh seorang konselor untuk membantu seorang konseli mengatasi
masalah pribadinya. Dalam suasana tatap muka, terjadi interaksi langsung antara
konseli dan konselor untuk membahas berbagai aspek masalah yang dihadapi oleh
konseli. Diskusi ini bersifat mendalam dan mencakup hal-hal penting tentang diri
konseli, bahkan mungkin termasuk rahasia pribadi konseli. Pembahasan tersebut

14
meliputi berbagai sisi masalah yang dihadapi oleh konseli, namun fokus utama dari
konseling individual adalah untuk secara khusus menangani dan mengatasi masalah
yang dihadapi oleh konseli. Prayitno menekankan bahwa layanan konseling
perorangan adalah inti dari pelayanan konseling secara menyeluruh. (Prayitno, 2018)

BMB3 (berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung jawab)


merupakan manifestasi dari prinsip-prinsip yang diharapkan terus bergerak,
berkembang, dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai
efektivitas, kemajuan, dan kesejahteraan manusia sebaik mungkin (Prayitno, 2018).
Berpikir merupakan usaha untuk meningkatkan kecerdasan; merasa untuk mencapai
keselarasan yang teratur; bersikap untuk bertindak dengan penuh kesadaran; bertindak
dengan cepat dan tepat; serta bertanggung jawab agar tindakan tersebut dilakukan
secara benar dan lengkap (Prayitno, 2018).

Dalam konteks layanan konseling Individual dengan pendekatan BMB3,


konselor diharapkan memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana yang
mendukung konseli dalam membuka diri secara terbuka. Dalam suasana ini,
diharapkan konseli dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya
sendiri, lingkungan sekitarnya, serta permasalahan yang sedang dihadapinya,
termasuk kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta kemungkinan upaya untuk
mengatasi masalah tersebut.

Dengan demikian, hasil dari proses konseling ini akan mendorong dan
mendorong konseli untuk segera dan sebaik mungkin mengambil tindakan
penyelesaian terhadap kekurangan, kelemahan, atau masalah yang berkaitan dengan
kecanduan game online. Sebagai pemberi layanan, konselor harus mampu
memberikan dorongan dan kepercayaan kepada konseli sehingga mereka merasa
nyaman untuk menceritakan pengalaman dan tindakan yang telah dilakukan selama
mengalami kecanduan game online. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan
dinamika berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung jawab (BMB3).

15
BAB III
KESIMPULAN
Penggunaan internet dan permainan video daring yang berlebihan dapat merugikan
kesehatan mental individu di era digital, mengakibatkan gangguan tidur, isolasi sosial,
depresi, dan kecemasan. Faktor-faktor seperti akses internet yang mudah, kurangnya
pengawasan orang tua, dan tekanan sosial media juga berperan dalam meningkatkan risiko
penggunaan yang berlebihan.
Cyberchondria, yakni kecenderungan untuk mencari informasi kesehatan secara
berlebihan di internet dan menafsirkannya secara negatif, juga menjadi permasalahan umum
di kalangan pengguna internet. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan ketakutan akan
kondisi kesehatan yang sebenarnya tidak ada.
Fenomena cyberbullying, yang mencakup intimidasi, pelecehan, atau ancaman yang
terjadi secara daring, juga merupakan dampak negatif dari kemajuan teknologi digital.
Korban cyberbullying bisa mengalami stres, depresi, bahkan memiliki pikiran untuk bunuh
diri.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi pencegahan dan penanggulangan
yang efektif. Orang tua perlu lebih aktif dalam mengawasi dan membimbing anak-anak
dalam menggunakan internet. Pendidikan tentang penggunaan internet yang sehat juga perlu
ditingkatkan, baik di sekolah maupun di masyarakat. Selain itu, kesadaran tentang
cyberbullying perlu ditingkatkan, sementara dukungan kepada korban juga sangat penting
agar mereka bisa mengatasi dampak psikologisnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Elia, H. (2009). Kecanduan Berinternet dan Prinsip-prinsip untuk menolong pecandu


internet. Veritas, 285-299.

Pratama, K. R., & Nistanto, R. (2022, April 28). Indonesia jadi negara kedua yang
warganya banyak main game. Diambil kembali dari kompas.com:
https://tekno.kompas.com/read/2022/04/28/15020027/indonesia-jadi-negara-
kedua-yang-warganya-banyak-main-game

Sofyan Abdi, Y. K. (2020). KECANDUAN GAME ONLINE: PENANGANANNYA


DALAM KONSELING . Jurnal Bimbingan dan Konseling, 9-20.

Syahran, R. (2015). KETERGANTUNGAN ONLINE GAME DAN


PENANGANANNYA. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 84-92.

Starcevic, V., Berle, D., & Arnáez, S. (2020). Recent insights into cyberchondria.
Current Psychiatry Reports, 22, 1-8.

Aiken, M., Kirwan, G., Berry, M., & O'Boyle, C. (2012). The age of cyberchondria.

Sunnah, I., Ariesti, N. D., & Yuswantina, R. (2020). PEMBINAAN KESEHATAN


MENTAL DI ERA DIGITAL UNTUK REMAJA STOP BULLYING,
BIJAKLAH DALAM BERSOSIAL MEDIA. Indonesian Journal of
Community Empowerment (Ijce), 2(1).

Agustin, S., Deliana, N., & Bara, J. B. (2024). PERAN ORAANG TUA DALAM
MEMINIMALISIR DAMPAK CYBERBULLYING TERHADAP
KESEHATAN MENTAL ANAK. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 6(1),
19-26.

17

Anda mungkin juga menyukai