60-81
ABSTRAK
Product placement sudah tidak dapat dihindari dari perfilman Indonesia karena dibutuhkan untuk membantu
biaya produksi film. Namun, product placement terkadang terlalu berlebihan sehingga dapat mengganggu
cerita. Salah satu film Indonesia yang mengandung product placement yang cukup banyak serta memaksa,
yaitu Ayat-Ayat Cinta 2. Film ini menyisipkan berbagai iklan produk dan/atau merek dalam beberapa adegan
yang dapat mengaburkan makna produk dan film. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
praktik product placement yang terdapat dalam film Ayat-Ayat Cinta 2 dilakukan. Metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika Roland
Barthes di mana pada tataran pertama dan kedua dibandingkan dengan peraturan dan etika product placement
dalam periklanan. Analisis ini dapat mengidentifikasi makna denotatif, makna konotatif, dan mitos pada
setiap adegan yang menampilkan product placement, maka dapat dilihat apakah praktik yang dilakukan
sesuai atau tidak dengan etika beriklan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa makna denotatif menjadi
pengabur ketika makna dan konteks tidak saling berkaitan. Sedangkan makna konotatif menjadi pengabur
ketika makna adegan yang disisipi iklan sponsor mengalami perubahan makna. Mitos menjadi pengabur
ketika positioning produk yang ditampilkan tidak sesuai dengan fakta produk yang sebenarnya.
ABSTRACT
Product placement is an usual thing in Indonesia film industry. Advertisement in film is neded to support
production. But, nowadays product placement is a bit overrated that can make a bias for some plots. There
is an Indonesia film that contains much product placements, that’s Ayat-Ayat Cinta 2. This film contains
some of product and /or brand advertisements in several scenes so that it can obscure the meaning of the
product and film.This research was an attempt to find out how the practice of product placement contained in
Ayat-Ayat Cinta 2. The research method used by researchers is a qualitative research method using Roland
Barthes’s semiotic analysis in which at the first and second levels compare with the regulations and ethics
of product placement in advertising. Roland Barthes’s semiotic analysis can help in reducing the distorted
meaning of the product placement activity to see which scenes are appropriate and not according to the
ethics of advertising. By looking at denotative meanings, connotative meanings, and myths in each scene
that displays product placement, it can be seen whether the practices carried out are appropriate or not
with the ethics of advertising. The result in this study shows that denotative meaning becomes blurred when
meaning and context are not interrelated, while connotative meaning becomes blurred when the meaning of
the scene inserted by the sponsor ad changes meaning. Mythical meaning becomes blurred when the product
positioning displayed is not in accordance with the actual product facts.
PENDAHULUAN
persaingan yang timbul karena fragmentasi
Iklan adalah salah satu jenis promosi media dan khalayak yang semakin tinggi.
yang paling sering dijumpai dan digunakan Distraksi ini semakin melebar karena
oleh perusahaan dalam memasarkan merek ketidakpastian dari pola konsumsi media yang
maupun produknya (Hidayat, 2015). Namun, semakin oportunis. Penonton dapat dengan
di tengah kemajuan teknologi dan informasi mudah mengganti channel ketika iklan sedang
pada saat ini memaksa perusahaan untuk lebih ditayangkan di televisi dan memilih untuk
cermat dalam memilih media beriklan. Salah menonton program atau acara televisi lain yang
satu media konvensional, seperti media cetak sedang tayang (Hidayat, 2015; Nuraryo, 2019).
semakin ditinggalkan oleh masyarakat sehingga Perubahan ini membuat perusahaan
perusahaan memilih untuk menggunakan mencari alternatif lain untuk mempromosikan
media elektronik maupun media online dalam merek dan/atau produknya kepada khalayak
melakukan iklan. dalam jumlah besar dan tepat sasaran. Caranya
Salah satu media elektronik yang dijadikan adalah dengan melakukan penempatan produk
tempat beriklan adalah televisi. Dalam hal atau product placement. Istilah ini juga bisa
ini, televisi memiliki suatu kelebihan jika disebut penyisipan produk. Penempatan atau
dibandingkan dengan media cetak karena penyisipan produknya pun bisa jadi berbeda-
memilki kemampuan audio-visual dan beda, tetapi tujuan utamanya tetap untuk meraih
menjangkau penonton dalam jumlah besar dan brand recall dan meningkatkan brand image
waktu yang bersamaan (Mirandha, 2017) . Iklan (Bressoud & Lehu, 2008)
pada televisi terletak di antara sela-sela tayangan Meskipun product placement di Indonesia
sebuah acara. Menurut data dari Lowe pada awalnya diterapkan dalam film, tetapi dalam
tahun 2005, perusahaan komunikasi Indonesia, perkembangannya, untuk mendapatkan ruang
53% pemirsa atau penonton mengganti saluran iklan kembali, praktik ini sudah dilakukan oleh
televisi saat iklan. Hal ini menunjukkan bahwa para perusahaan melalui televisi sejak sepuluh
lebih dari 50% penonton di Indonesia melakukan tahun terakhir. Produk biasanya disisipkan dalam
zapping dan zipping, yaitu suatu keadaan di sebuah acara variety show, seperti Indonesian
mana penonton melakukan penggantian saluran Idol, Mamma Mia, The Voice Indonesia, dan
televisi (Mellawatie, Maryani, & Aristi, 2017). lain sebagainya. Acara ini menyisipkan produk
Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya dan/atau merek sponsor pada saat tayangan
sedang berlangsung. Produk dan/atau merek Film ini menampilkan beberapa produk, seperti
itu ditampilkan dalam bentuk banner atau iklan Honda Stream, telepon genggam Samsung, dan
berjalan maupun menjadi properti dalam acara minuman Berry Juice (Marketing.co.id, 2012).
Bukan itu saja, dalam tiga tahun terakhir juga Adapun beberapa film Indonesia yang juga
ditemukan bahwa praktik ini telah memasuki melakukan penempatan produk, yaitu film
siaran sinetron di Indonesia. Penempatan Critical Eleven yang menempatkan jasa LINE-
produk ini sebagian besar menyisipkan iklan pay pada adegan membayar makan di sebuah
provider yang biasanya ditampilkan di papan restoran, kehadiran produk Gery Chocolatos,
billboard atau baligho yang muncul di tengah Wardah, dan e-TOL dengan time-frame yang
adegan dalam sinetron. Hal ini menunjukkan tidak sesuai pada film Habibie & Ainun, serta
bahwa praktik ini berhasil menjadi jalan Indomie pada film 5 CM.
keluar dari zipping dan zapping yang menjadi Penelitian sebelumnya yang juga
permasalahan promosi produk dan/atau merek membahas tentang product placement dalam
suatu perusahaan (Kumalawati, Leonid, & film, yaitu ”Representasi Product Placement
sudah mulai dilakukan pada dekade 80-an. film dan ketidaksesuain time-frame produk
Pada saat itu, praktik product placement di dapat memberikan pengaruh yang berbeda
Indonesia dilakukan dengan cara menyisipkan bagi posiioning produk (Primalia, 2006).
produk sponsor di dalam film. Film menjadi Analisisnya menunjukkan bahwa product
salah satu media utama product placement placement mengakibatkan adanya keterbatasan
karena memiliki sasaran audiens yang sudah produk dalam memberikan gambaran untuk
Indonesia pertama yang menerapkan product itu, product placement juga memengaruhi
placement adalah film CHIPS pada tahun 1982 penilaian penonton terhadap ’realita’
dan disusul dengan Catatan Si Boy pada tahun yang ditampilkan dan membuat penonton
perfilman nasional di akhir dekade 90-an, yang direpresentasikan dalam film Habibie dan
dalam film Tusuk Jelangkung pada tahun 2002. Kehadiran produk atau merek dalam
sebuah film sebenarnya berfungsi sebagai berperilaku tidak umum atau melakukan sesuatu
penguat realisme dalam film. Produk yang yang tidak akan mereka lakukan jika tidak
dulunya tampil tanpa label merek sekarang telah ditunjukkan oleh iklan. Pada perilaku ekstrem,
digantikan dengan label yang otentik. Dengan hal ini menunjukkan bahwa iklan mampu
begitu, penonton akan merasa dekat dengan menggerakkan orang melawan keinginan bebas
film yang sedang ditonton karena produk yang mereka sendiri (Shimp, 2014).
dilihat dapat ditemukan dalam kehidupan Product placement merupakan suatu stealth
sehari-hari. Selain itu, bagi pembuatan film advertising karena secara esensial penonton
yang membutuhkan biaya produksi yang cukup tidak menyadari adanya unsur promosi dalam
besar, sokongan dana dari penempatan suatu film yang disaksikan, bahkan dianggap sebagai
produk dapat meringankan biaya produksi. bagian dari adegan film (Tandiono & Rumambi,
Namun, batasan antara hiburan dan promosi 2013). Dalam hal ini, produsen mengharapkan
menjadi kabur sejak praktik ini berkembang seolah secara tidak sengaja penonton dapat
dari metode yang awalnya hanya sekadar mengidentifikasi keberadaan produk dengan
dari cerita (Hackley & Nappolini, 2008). Hal dalam scene, positioning produk dapat
etis atau tidaknya praktik product placement. praktiknya, metode ini berusaha mencapai
Masalah yang muncul di sini adalah tujuannya tanpa membiarkan orang mengetahui
pengaruh adanya sisipan produk terhadap teks bahwa mereka sedang menjadi target. Ini yang
film serta kenyataan bahwa konsumen tidak menjadi permasalahan etis karena metode
sadar jika mereka telah dibombardir oleh ini didesain untuk ”menipu‟ orang agar
Oleh karena itu, kekuatan akan pengaruh film Dijelaskan bahwa penempatan produk
dan iklan menimbulkan suatu kritik bahwa merupakan salah satu yang dilakukan oleh
hal ini dapat menyebabkan orang-orang rumah produksi film untuk meringankan biaya
dengan aktor film dan membeli produk atau jasa ke dalam film akan menjadi hal yang saling
yang tidak mereka butuhkan. Iklan juga dinilai menguntungkan bagi kedua belah pihak. Pihak
sebagai tindakan manipulatif yang mempunyai produksi film mendapat bantuan dana, sedangkan
kekuatan untuk memengaruhi orang untuk sponsor dapat menampilkan produknya kepada
Sponsor dapat disebut sebagai pengiklan. dikaitkan dengan perilaku etis dalam beriklan,
Sponsor atau pengiklan inilah yang bertindak berarti segala sesuatunya harus patuh dengan
sebagai pemodal (Sasono, 2011). Pemilik norma masyarakat. Hal ini bukan bertujuan
modal dalam ekonomi memiliki kuasa untuk untuk membuat batasan etis yang harus disetujui
mengatur. Sama halnya dengan kapitalisme, oleh setiap orang, tetapi untuk membuat
kekuatan hanya dimiliki oleh segelintir orang batasan yang sesuai dengan harapan sosial.
yang memiliki modal kuat. Dalam sistem Maka dari itu, jika dikaitkan dengan batas
ekonomi, kapitalisme menempatkan kebebasan etis beriklan, norma masyarakat juga harus
perusahaan pengiklan dan rumah produksi di Indonesia, terdapat suatu peraturan yang
film secara diam-diam menetapkan paham atau terdapat dalam kitab Etika Pariwara Indonesia
ideologi kapitalisme untuk mencapai tujuannya. (Dewan Periklanan Indonesia, 2007, 2014).
Kedua pihak sama-sama mencari jalan keluar Dalam EPI Amandemen 2014 butir 39 tertulis
melanggar beberapa nilai dan etika dalam placement harus menyatu dengan cerita. Selain
Perilaku etis merupakan suatu tindakan tersisip oleh penaja harus disajikan sedemikian
yang sesuai dengan etika atau nilai-nilai yang rupa sehingga tidak mengganggu kenyamanan
disepakati secara umum. Sesuatu yang dianggap penonton.” Dengan demikian, tersirat bahwa
etis berarti suatu tindakan yang patuh terhadap dalam mengiklankan produk dalam film harus
etika. Etika sendiri merupakan sesuatu yang melihat dari segi kepantasannya. Hal tersebut
berkaitan dengan komponen kehidupan moral dapat dilihat dari keterkaitan produk dengan jalan
manusia. Etika dapat merefleksikan gagasan cerita, ketersediaan produk, serta fakta produk.
masyarakat mengenai suatu hal yang benar dan Meskipun telah diatur dalam EPI, pengiklan
salah, serta perbedaan antara baik dan buruk. dan rumah produksi film selalu mencari celah
Etika juga memasukkan evaluasi dan aplikasi di mana mereka dapat menjalankan praktik
nilai moral yang telah diterima oleh masyarakat product placement agar terlihat etis.
sebagai norma (Day, 2006). Pada akhir 2017 lalu, ada sebuah film
yang menarik perhatian publik. Film ini adalah penempatan produk dilakukan dalam film Ayat-
Ayat-Ayat Cinta 2. Ayat-Ayat Cinta bagian Ayat Cinta 2. Pendekatan yang akan digunakan
pertama tayang di bioskop pada tahun 2008 lalu adalah analisis semiotika Roland Barthes yang
sukses mencapai 3,5 juta penonton. Film ini dapat menganalisis makna dari tanda-tanda.
diadaptasi dari novel Habiburrahman El Shirazy Fokus perhatian Barthes, menurut Fiske lebih
dan diproduksi oleh MD Pictures. Karena tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua
kesuksesannya, Ayat-Ayat Cinta memiliki tahap (two order of signification) (Alex Sobur,
2 yang mulai tayang pada 21 Desember 2017 (signified) di dalam sebuah tanda terhadap
menembus satu juta penonton dalam lima hari realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai
penayangan.3 Selain menyuguhkan drama denotasi, yaitu makna yang paling nyata
antara pemainnya, ternyata terdapat praktik dari tanda. Sedangkan untuk menunjukkan
product placement dalam film ini. Setidaknya signifikasi tahap kedua, Barthes menggunakan
ada delapan merek yang disisipkan di film ini, konotasi yang menggambarkan interaksi yang
antara lain Wardah, Toyota, Milky, Simpati, terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan
Singapore Airlines, Samsung, MOX, dan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari
Sayangnya, penempatan produk pada tahap kedua yang berhubungan dengan isi,
film Ayat-Ayat Cinta 2 ini terkesan memaksa, tanda bekerja melalui mitos, yaitu bagaimana
tidak sesuai dengan logika setting film serta kebudayaan menjelaskan atau memahami
positioning produk. Contohnya, pengambilan beberapa aspek tentang realitas atau gejala
munculnya baligho provider Simpati di luar Oleh karena itu, pemeriksaan ini akan ditelaah
konteks film, serta adegan swafoto menggunakan dengan melakukan analisis komprehensif
Samsung smartphone secara tiba-tiba. Hal terhadap hal-hal yang berpengaruh terhadap
ini menunjukkan adanya suatu pemaksaan penafsiran teks untuk melihat makna denotatif,
dalam memasukkan suatu kepentingan dari makna konotatif, dan mitos dalam praktik
pihak tertentu. Melalui penelitian ini, peneliti penempatan produk dalam film Ayat-Ayat Cinta
akan mengidentifikasi bagaimana praktik 2 ini. Penelitian ini bukan untuk menjelaskan
ideologi yang ingin ditanamkan suatu Penelitian ini menganalisis media film
product placement melalui makna denotasi, sebagai teks. Dalam analisis media sebagai
konotasi, dan mitos. Dengan melihat makna teks, seorang peneliti memiliki kebebasan dan
denotasi, konotasi, dan mitos serta kaitannya otonomi penuh untuk menafsirkan atas sebuah
terhadap adegan tertentu, penelitian ini ingin teks. Yang jadi masalah bukan benar tidaknya
menunjukkan adanya suatu “pemaksaan‟ yang tafsiran yang diberikan, tetapi argumentasi
dilakukan oleh pengiklan dan rumah produksi yang dijadikan landasan dalam memberikan
film karena adanya beberapa kepentingan yang penafsiran serta kedekatanya dengan fenomena
harus mereka penuhi. Dengan begitu, kita dapat yang terjadi dan berkaitan dengan teks tersebut
mendistorsi makna suatu objek sehingga dapat Metode penelitian yang digunakan oleh
mengaburkan batas etis dalam iklan. peneliti adalah metode penelitian kualitatif
Tujuan penelitian ini adalah untuk dengan pendekatan analisis semiotika Roland
dalam film Ayat-Ayat Cinta 2 sebagai bentuk dengan cara melihat reduksi dan distorsi makna
kaburnya batas etis dalam iklan, dengan tiga produk dalam praktik product placement
pertanyaan penelitian yang mencari tahu makna sehingga dapat memberikan gambaran
denotatif, makna konotatif, dan mitos pada mengenai etis atau tidaknya praktik ini dalam
Cinta 2 dan kaitannya dengan etika beriklan. Dalam pemikiran Ferdinand Saussure,
Metode yang digunakan dalam penelitian membagi konteks komunikasi manusia antara
ini berupa metode kualitatif. Adapun yang signifier (penanda) dan signified (petanda).
dimaksud dengan metode penelitian kualitatif Signifier adalah bunyi yang bermakna atau
menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan coretan yang bermakna (aspek material), yaitu
“metodologi kualitatif” sebagai prosedur apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau
penelitian yang menghasilkan data deskriptif dibaca. Signified adalah gambaran mental, yaitu
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa
sistematis dalam menganalisis makna dari sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca
tanda-tanda yang merupakan kelanjutan dan mudah sekali membaca makna konotatif
perkembangan dari pemikiran Saussure. Fokus sebagai makna denotatif. Oleh karena itu,
perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan salah satu tujuan analisis semiotik adalah
tentang signifikasi dua tahap (two order of untuk menyediakan metode analisis dan
tahap pertama merupakan hubungan antara Pada signifikasi tahap kedua yang
signifier dan signified di dalam sebuah tanda berhubungan dengan isi, tanda bekerja
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana
sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari kebudayaan menjelaskan atau memahami
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan beberapa aspek tentang realitas atau gejala
Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap alam. Mitos merupakan produk kelas sosial
kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang yang sudah mempunyai suatu dominasi.
terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan Mitos primitif, misalnya, mengenai hidup
atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya.
kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna Sedangkan mitos masa kini, misalnya mengenai
yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. femininitas, masklulinitas, ilmu pengetahuan,
Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif dan kesuksesan (Alex Sobur, 2006).
Etika praktik product placement dalam film Ayat-Ayat Cinta 2
(Kismiyati El Karimah, Putri Intan Ewie Syafitri, Uud Wahyudin)
68 Jurnal Manajemen Komunikasi, Volume 4, No. 1, Oktober 2019, hlm. 60-81
penempatan produk yang terkandung dalam penempatan produk. Mitos sangat penting
setiap adegan yang menampilkan penempatan karena mitos merupakan pesan atau tuturan
produk. Produk tersebut disisipkan secara yang tidak dapat dibuktikan, tetapi yang
halus atau retoris, ataukah secara eksplisit dan diyakini kebenarannya. Begitu pula tentang
etis atau tidaknya suatu penempatan produk film jika makna dan konteks di mana produk itu
dalam film ini. Misal, positioning produk dimunculkan tidak saling berkaitan Meskipun
tidak sesuai dengan realitanya, seperti bedak ia tidak melanggar ketetapan hukum secara
Wardah yang digunakan oleh Hulya, seorang langsung, tetapi ia melanggar tata cara dalam
warga negara Jerman yang menggunakan bedak melakukan persuasi kepada penonton. Hal
Wardah ketika ia berada di London. Tentu saja ini dikarenakan pemaknaan denotatif dapat
hal ini menimbulkan miskonsepsi mengenai dilakukan secara langsung dan penonton sadar
produk Wardah itu sendiri sehingga bisa saja bahwa dirinya adalah objek dari iklan yang
penonton mengidentifikasi produk Wardah sedang menerpanya lewat film. Beberapa
hanya sebatas ‟digunakan” oleh wanita muslim penempatan produk yang secara denotatif
yang muda dan cantik‟ dan ‟orang Jerman mengaburkan batas etis beriklan dapat dilihat
juga menggunaka produk Wardah” yang pada dari gambar 5.
kenyataannya Wardah hanya didistribusikan di Meskipun gambar 5 bertujuan untuk
Indonesia dan Malaysia. menampilkan kegiatan akses informasi melalui
Oleh karena itu, peneliti mengupas jejaring online, tetapi kita dapat melihat secara
pada adegan apa saja yang memiliki makna langsung merek yang terdapat pada media
terselubung dari penempatan produk dengan elektronik, yang dalam hal ini adalah sebuah
membedakannya menjadi tiga makna, yaitu tablet bermerek Samsung. Penonton dapat
denotatif, konotatif, dan mitos. Namun pada langsung mengidentifikasi produk tersebut
akhirnya, makna yang berubah dari hanya sebagai suatu otentik yang terdapat dalam iklan.
sebagai penguat realisme cerita dalam film Ketika penonton menyadari kehadiran produk,
menjadi wujud ngiklan akan dibahas pada pada saat itu juga terjadi pengalihan fokus dari
bagian makna mitos. Penulis akan membuktikan isi cerita kepada produk sisipan.
bagaimana mitos ini tersembunyi di balik
Wardah dalam film Ayat-Ayat Cinta 2 (lihat Sumber: Film Ayat-Ayat Cinta 2
penempatan suatu iklan dalam film tergantung ketentuan pada bagian-bagian isi, ragam,
dari penonton yang ditargetkan oleh produsen pemeran, dan wahana iklan, juga berlaku bagi
film. Tidak semua penempatan produk periklanan penempatan produk”. Hal ini berarti
dianggap buruk. Penempatan produk secara praktik ini juga harus mematuhi pedoman etika
denotatif dinilai baik, jika produsen film yang telah diatur oleh EPI. Pedoman etika (code
mempertimbangkan kemampuan penonton ethics) periklanan ini terdiri dari dua tatanan
dalam menerima tanda tanpa mengabaikan pokok, yaitu tata krama (code of conducts)
etika, estetika, dan logika penempatannya atau tatanan etika profesi dan tata cara (code of
dalam film. practices) atau tatanan etika usaha.
Suatu iklan yang baik adalah iklan yang Dalam praktiknya, etis atau tidaknya suatu
menampilkan dua faktor penting, yaitu etis penempatan produk bukan hanya berdasarkan
dan estetis. Suatu iklan dikatakan etis ketika hukum atau peraturan tertulis, tetapi berdasarkan
ia menampilkan kejujuran, kepantasan, dan nilai moral yang berkembang di masyarakat.
tidak bertentangan dengan norma-norma yang Etika dalam konteks ini adalah masalah benar
berlaku. Sedangkan iklan dapat dikatakan atau salah, atau tindakan moral yang berkenaan
mengandung nilai estetis ketika iklan memilki dengan setiap aspek komunikasi pemasaran.
nilai seni tinggi untuk mengundang daya tarik Etika dan moralitas akan digunakan secara
calon konsumen. bergantian dan dianggap sinonim dengan
Iklan tersisip atau penempatan produk yang perkataan, seperti kejujuran, kehormatan,
telah diuraikan oleh peneliti memperlihatkan kebaikan, dan integritas dalam komunikasi
bahwa ada beberapa yang kurang pantas. Pantas pemasaran (Shimp, 2000)
dalam hal ini diartikan sebagai ketidaksesuaian Peraturan penempatan produk juga terdapat
antara kenyataan dan apa yang digambarkan dalam ketentuan iklan tersisip pada butir 2.29.1
dalam film. Sebenarnya yang menjadi masalah menyebutkan bahwa, “Boleh dilakukan selama
dalam penempatan produk pada film ini terletak tidak disembunyikan atau disamarkan sehingga
pada ketidaksesuaian setting dan fakta produk. khalayak dimungkinkan untuk secara jelas
Berdasarkan Etika Pariwara Indonesia mengidentifikasinya sebagai iklan”. Butir ini
(Dewan Periklanan Indonesia, 2014) mengenai berkaitan dengan makna denotatif pada suatu
ketentuan penempatan produk butir 4.14 adegan dalam film. Namun, pernyataan ini
menyebutkan bahwa, “ Pemaduan produk memunculkan sebuah dilema ketika dikaitkan
(product placement/integration) segala dengan nilai estetika.
Selain etika, etis atau tidaknya penempatan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh
produk juga dapat dilihat dari segi estetikanya. karena itu, setiap pemaknaan tanda bukan
Estetika mempersoalkan dan menyelidiki berasal dari tanda itu sendiri, melainkan
hakikat, dasar, dan ukuran pengalaman bagaimana emosi, budaya, dan nilai yang sudah
produk sisipan harus melihat dari segi Akar dari kritik tentang etis atau tidaknya
dalam film terlalu terlihat “ngiklan” atau terlihat iklan di dalamnya cenderung menggambarkan
menyatu dengan baik dengan jalan cerita. kelompok tertentu dengan cara yang sempit
Film merupakan suatu karya seni yang dan mudah ditebak. Untuk mengetahui sejauh
dituangkan dalam bentuk audio- visual yang mana suatu penempatan iklan dapat mereduksi
memiliki sebuah alur cerita sehingga dapat isi film, maka dapat dilakukan dengan cara
menarik perhatian penonton. Bukan hanya melihat iklan tersebut secara konotatif.
berdasarkan alur cerita sebuah film dapat Makna konotatif penempatan produk
dikatakan bagus, tetapi dibantu dengan aktor, dikatakan menjadi pengabur dalam film jika
lokasi, teknik pengambilan gambar, dan makna adegan yang disisipi produk sponsor
proses editing yang mumpuni. Jika di dalam mengalami perubahan atau pembelokan
sebuah film dimasukkan hal-hal yang tidak makna dari konteks cerita yang sesungguhnya.
berkaitan, apalagi cukup menonjol yang dapat Hal ni juga dapat terjadi ketika iklan salah
mengganggu penonton ketika sedang menikmati merepresentasian sebuah produk dan konsumen
jalan cerita, maka nilai estetis telah diabaikan atau penonton mempercayainya sebagai
dengan kapan produk itu muncul, dalam adegan diperbolehkan, asalkan mengikuti aturan-aturan
seperti apa, dan bagaimana penempatannya. yang tercantum dalam Etika Pariwara Indonesia
Dengan demikian, kita nantinya akan (EPI), terutama pada butir 4.14 tentang
mengetahui alasan dan maksud tertentu penempatan produk yang berbunyi: “Pemaduan
Konotasi, walaupun merupakan sifat asli pemeran, dan wahan iklan, juga berlaku bagi
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar periklanan penempatan produk,” yang berarti
beriklan.
Sumber: Film Ayat-Ayat Cinta 2 cerita, ponsel pintar ini seolah secara samar
dan Fahri menjadi iklan Samsung. Kehadiran ditampilkan dalam film tidak sesuai dengan
ponsel terlalu tiba-tiba dan intens untuk satu informasi dan fakta produk yang sebenarnya
adegan, yaitu berswafoto berulang kali dengan dan dipercaya sebagai sebuah realitas.
menampilkan merek Samsung dari bagian Mitos pada penempatan produk digunakan
belakang dan depan, hingga cara memegang untuk memperkuat atau membentuk citra
ponsel yang memperlihatkan merek Samsung produk yang hidup di tengah masyarakat
Penempatan produk pada gambar 9 dan demikian, akan muncul suatu kepercayaan para
10 tidak mengikuti tata krama dan tata cara penonton terhadap merek atau produk.
secara gamblang dan berulang. Hal ini tidak etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
sesuai dengan EPI pada butir 4.14 bahwa cara rasional dan dapat digunakan dalam praktik
penempatan produk tidak boleh membuat rancu (Bertens, 2011, 20). Dengan demikian, penulis
sebuah jalan cerita dalam film. mengaitkan perspektif ini dengan bagaimana
Mitos bukanlah suatu kebohongan, tetapi praktik penempatan produk dipandang sebagai
naturalisasi dan pendangkalan terhadap objek, suatu pelanggaran nilai etis dalam beriklan.
konsep, dan sejarah. Pikiran Barthes dalam Produk Wardah adalah kosmetik yang
masyarakat moderen, mitos adalah suatu identik dengan wanita muslim. Dan pada film
kebenaran yang dipercaya, tetapi kebenarannya ini digambarkan bahwa salah satu tokohnya,
belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya. Hulya, seorang muslim juga menggunakan
Iklan merupakan suatu kebohongan yang produk ini. Namun, terdapat beberapa
dilegalkan. Ia dilegalkan karena diatur dalam minkonsepsi makna terkait fakta produk.
peraturan dan ketetapan yang sudah disahkan Pertama, terkait ketersediaan produk. Faktanya,
“A Great Way To Fly” dan sebagai maskapai di dalam film agar penonton atau audiens sadar
dengan pelayanan terbaik di dunia pada April bahwa penempatan tersebut hanyalah sebuah
2018, serta korelasinya dengan keluarga Fahri iklan, bukan sesuatu yang dapat diasosiasikan
menekankan bahwa ia adalah maskapai terbaik Relatif mudah untuk mendefinisikan etika,
pilihan orang-orang golongan menengah ke tetapi sulit untuk mengidentifikasi apa yang etis
Berdasarkan produk dan/atau merek yang salah satunya dalah beriklan (Shimp, 2000:92-
telah diuraikan oleh penulis, yang ditakutkan 93). Dalam komunikasi pemasaran tentu
di sini adalah ketika mitos itu berkembang saja mengutamakan segmenting, targeting,
menjadi realitas yang diyakini oleh penonton. dan positioning. Salah satu unsur yang
Pada kenyataannya, tidak semu penonton, yang menjadi perdebatan adalah ketika maksud
dalam hal ini adalah konsumen, mempunyai dari penempatan produk dalam film semata-
secara sama. Meskipun kenyataannya memang menargetkan audiens sesuai dengan pasarnya.
sulit untuk membuat suatu iklan yang dapat Praktisi pemasaran yang berpengalaman
dimengerti secara umum dan sama, apalagi iklan telah menerima adanya pembenaran strategis
di dalam flm, tetapi produsen film dan pengiklan mengenai target marketing. Namun, ada
harusnya menempatkan produk sesuai dengan kemungkinan bahwa beberapa kasus dari
fakta dan realitanya, bukan memaksakan suatu targetting yang dikhawatirkan tidak memenuhi
produk dan/atau merek masuk ke dalam adegan kebutuhan dan keinginan konsumen, melainkan
yang nantinya akan membuat persepsi baru hanya merupakan eksploitasi terhadap
terhadap produk dan/atau merek tersebut. kelemahan konsumen sehingga target marketer
dapat menang sedangkan masyarakat kalah. Di penyisipan produk, setidaknya ada tambahan
sinilah tersisa masalah etika yang tidak dapat unsur audio agar ada redundansi yang
dipecahkan hanya dengan sebuah klaim bahwa dirasakan. Selain itu, pemaknaan juga dapat
targetting adalah pemasaran yang sangat bagus. dilihat dari segmentasi pasar tersebut. Dengan
Berdasarkan penjelasan mengenai makna begitu, kita dapat mengetahui nilai apa saja
denotatif, konotatif, dan mitos beserta kaitannya yang sudah ada di dalam dirinya dan bagaimana
bahwa product placement adalah suatu hal yang kehadiran produk, film, dan dirinya.
wajar, bahkan dibutuhkan dalam membantu Iklan dianggap para praktisinya amat
produksi secara finansial dan penguat realisme bertanggung jawab terhadap segala kejadian,
dalam film. Tetapi, ketika penanda dan petanda baik di dalam hidup dan dikritik oleh lawan
menunjukkan tanda yang berbeda dengan mereka sebagai penyebab sebagian besar hal
konteks cerita, maka di sana terdapat pergeseran yang buruk. Berikut adalah alasan yang jelas
makna. Pergeseran makna inilah yang menjadi mengapa iklan begitu mendapat kritikan tajam:
pengabur etika iklan dalam film sehingga ia ”Sebagai suara teknologi, (periklanan)
bisa dikatakan sebagai praktik yang tidak etis. diasosiasikan dengan berbagai ketidakpuasan di
Dalam pemaknaan ini, bukan hanya penanda tingkat industri. Sebagai suara dari kebudayaan
dan petanda yang bekerja, tetapi pemikiran massal, ia mengundang kritikan para intelektual.
dari penontonlah yang menilai sejauh mana Dan sebagai penjelmaan yang paling terlihat
makna yang dipahaminya. Apakah pada tataran dari kapitalisme, ia telah menyediakan tidak
pertama saja, denotatif, batas etis itu sudah kurang dari sebuah kekuatan bagi kritik sosial.”
terasa dilanggar, atau bahkan ia harus masuk ke Praktik ini memang tidak jauh dari
tataran kedua, mitos, untuk menguak berbagai kapitalisme yang masih saja melandasi
maksud yang ingin disampaikan dalam praktik bagaimana industri perfilman dan periklanan
penempatan produk ini, seperti membangun berjalan. Demi keuntungan yang mereka
dan mengembangkan mitos produk yang sudah dapatkan, para praktisi ini berusaha untuk
Jika dilihat dari sejarah dan kebudayaan mencari berbagai celah agar terkesan tidak
masa lalu, budaya visual masyarakat Indonesia melanggar kode etik periklanan. Hal inilah yang
belum terlalu bagus karena tradisi lisan disayangkan dari praktik product placement.
di Indonesia masih kuat. Jadi, setiap ada Meskipun peneliti memaparkan beberapa
contoh product placement dan menjelaskan Kemunculan produk secara denotatif ternyata
mengapa mereka dikatakan tidak etis, tetapi bukan hanya sekadar membuat penonton
perlu diingat bahwa tidak semua praktik product sadar akan kehadiran produk, tetapi juga akan
placement sepenuhnya dapat dikatakan tidak menimbulkan makna yang berbeda. Makna
etis. Realisme yang dibangun dari produk yang yang terbentuk tergantung dari penerimaan
nyata mampu memperkuat narasi dari film dan penonton dengan nilai-nilai serta latar belakang
menjadi nilai tambah bagi adegan dalam film. yang mendasari pemaknaan para penonton.
Product placement dengan asosiasi yang tepat Ketika makna dan konteks tidak berkaitan,
terhadap konteks tertentu, periode waktu, atau maka hal tersebut berarti batas etis beriklan
setting wilayah juga akan menambah otentitas dalam film menjadi kabur.
dari film. Product placement dianggap tidak Sedangkan makna konotatif berkaitan
etis apabila ada penonjolan yang berlebihan, langsung dengan kapan produk itu muncul,
penempatan pada plot hingga produk memegang dalam adegan seperti apa, dan bagaimana
peran penting yang tidak sesuai, atau pemaksaan ia ditempatkan. Peran pembaca sangat
atau narasi film dan justru terlihat sebagai konotatif.. Konotasi, walaupun merupakan sifat
adegan tidak relevan yang mengganggu. asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
Dari hasil dan pembahasan dan penelitian sendiri, melainkan bagaimana emosi, budaya,
yang telah diuraikan oleh peneliti, ada beberapa dan nilai yang sudah tumbuh bersama pembaca.
hal yang dapat disimpulkan bahwa makna Praktik product placement dalam film
denotatif merupakan makna yang paling nyata Ayat-Ayat Cinta 2 akan membuat kabur batas
dalam tanda. Pada praktik product placement, etis beriklan dalam film ketika makna adegan
makna denotatif merupakan makna yang paling yang disisipi oleh produk sponsor mengalami
eksplisit sehingga penonton dapat menyadari perubahan atau pembelokan makna dari konteks
kehadiran sisipan produk secara sadar dan cerita yang sesungguhnya. Atau dapat dikatakan
objektif. Walaupun sebagian besar penempatan pemaknaan terhadap sebuah adegan tidak lagi
produk dalam film ini termasuk implicit product pada konteksnya, tapi pada praktik product
placement, di mana produk atau logo hanya placement- nya. Bukan hanya itu, pengaburan
ditampilkan tanpa pemunculan fungsi produk. makna juga dapat terjadi ketika iklan salah
terbentuk ketika terjadi pemaknaan oleh produk yang sesuai dengan konteks cerita serta
penonton. Mitos terjadi ketika makna konotatif integrasi yang tepat antara produk dan cerita
produk, mitos digunakan untuk memperkuat makna terhadap isi film. Selain itu, apabila
atau membentuk citra produk yang hidup di terdapat produk sponsor dalam film, sebaiknya
dalam film. Dengan demikian, akan muncul kepada penonton sebelum film dimulai. Hal
suatu kepercayaan para penonton terhadap ini terkait peraturan dalam Etika Pariwara
merek atau produk. Dalam product placement, Indonesia (EPI) tentang media bioskop pada
mitos akan menjadi pengabur batas etis butir 4.4.8 yang berbunyi “penayangan pesan
beriklan dalam film ketika informasi dan penaja secara tersisip dalam film utama hanya
positioning produk yang ditampilkan dalam film dapat dilakukan jika informasi tentang adanya
tidak sesuai dengan informasi dan fakta produk penajaan itu sudah disampaikan sejak awal
lakukan penyesuaian antara fakta produk dan Alex Sobur. (2006a). Analisis teks media.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
keterkaitannya dengan adegan film.
Alex Sobur. (2006b). Semiotika komunikasi.
Penerimaan dan pemahaman dari Bandung: Remaja Rosdakarya.
penempatan suatu iklan dalam film tergantung Bressoud, E., & Lehu, J. (2008). Product
placement in movies: questioning the
dari penonton yang ditargetkan oleh produsen
effectiveness according to the spectator’s
film. Tidak semua penempatan produk viewing conditions. in F. C. Pereira, J.
dianggap buruk. Penempatan produk secara Veríssimo, & P. Neijens (Eds.), New Trends
in Advertising Research. Lisboa: Lisabo.
denotatif dinilai baik, jika produsen film
Bungin, M. B. (2011). Penelitian kualitatif.
mempertimbangkan kemampuan penonton Jakarta: Kencana Prenada.
dalam menerima tanda tanpa mengabaikan Day, L. A. (2006). Ethics in media
communication: cases and controversies.
etika, estetika, dan logika penempatannya