Anda di halaman 1dari 2

MATERI HUKUM PERCERAIAN

Bahwa adapun alasan Perceraian dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan KHI:
1. Salah satu berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa
alasan yang sah atas hal lain diluar kemampuan;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih setelah perkawinan;
4. Melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
5. Cacat badan/penyakit sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban;
6. Terjadi perselisihan/pertengkaran secara terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun;
7. Suami melanggar taklik-talak;
8. Murtad.

Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil
Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2022 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan
hurup C. Rumasan Hukum Kamar Agama angka 1 hurup b. : Dalam upaya mempertahankan suatu
perkawinan dan memenuhi prinsip mempersukar perceraian maka : poin 1. Perkara perceraian dengan
alasan suami/istri tidak melaksanakan kewajiban nafkah lahir dan/atau batin, hanya dapat dikabulkan
jika terbukti suami/istri tidak melaksanakan kewajibannya setelah minimal 12 bulan.
Bahwa selanjutnya berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 2023 tentang Pemberlakuan
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2023 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas
bagi Pengadilan C. Rumasan Hukum Kamar Agama angka 1 Hukum Perkawinan “Menyempurnakan
rumusan hukum Kamar Agama angka 1 hurup b poin 2 dalam SEMA Nomor 1 tahun 2022, yaitu Perkara
perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika
terbukti suami/istri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama
minimal 6 bulan sehingga berbunyi sebagai berikut :
Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika
terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6
bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT”

Hak Mengasuh Anak


Berdasarkan pasal 105 KHI menyatakan bahwa anak yang belum berusia 12 tahun adalah ahak ibunya,
namun ketika usia anak sudah mencapai 12 tahun, anak tersebut dapat memilih untuk tinggal bersama
dengan ibunya atau ayahnya, namun jika anak belum berusia 12 tahun hak asuh anak jatuh kepada ibunya
namun dapat diberikan kepada ayahnya meskipun belum berusia 12 tahun dengan berbagai alasan dan
faktor
Beberapa alasan seorang ibu kehilangan hak asuh anak adalah sebagai berikut :
1. Berprilaku buruk, tidak cakap dan sibuk bekerja;
2. Seorang ibu yang masuk dalam penjara;
3. Tidak bisa menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya berdasarkan Pasal 156 KHI

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 120 K/Sip/1973 menyebutkan Perwalian anak akan jatuh ke
ibu, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut telah meninggal (cerai mati), ibu memiliki perilaku yang
buruk, ibu masuk ke dalam penjara dan ibu tidak mampu menjamin keselamatan jasmani serta rohani
anak
Berdasarkan Ketentuan pasal 156 (a) dan (c) KHImenyatakan :
“a. Anak yang belum mumayyid berhak mendapat hadhonah dari ibunya kecuali bila ibunya
telah meninggal dunia
c. Apabila pemegang hadhonah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani
anak, meskipun biaya nafkah dan hadhonah terpenuhi/tercukupi, maka atas permintaan
kerabatnya yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhonah kepada
kerabat lain yang mempunyai hak hadhodah pula”
Syarat-syarat Hadhonah :
1. Berakal;
2. Merdeka;
3. Islam;
4. Menjaga Kehormatan;
5. Amanah (dapat dipercaya)
6. Tinggal ditempat yang dipilih;
7. Belum menikah dengan laki-laki lain
* jika tidak terpenuhi salah satunya syarat tersebut gugurlah hak ibu untuk memelihara anaknya

Anda mungkin juga menyukai