Anda di halaman 1dari 4

HAK ASUH ANAK SETELAH BERCERAI BERALIH KE AYAH

Apabila mengacu pada Pasal 45 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang


Perkawinan (“UU Perkawinan”), maka pada prinsipnya kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Artinya,
Walaupun orang tuanya telah bercerai, maka anak-anak mereka tetap memiliki
hak untuk mendapatkan pemeliharaan serta pendidikan yang baik dari kedua
orang tuanya. Oleh karena itu, biasanya apabila hakim memutus suatu
perceraian, maka hakim dalam pertimbangannya memberikan kewajiban
kepada orang tua untuk selalu bersama-sama memberikan pemeliharaan,
pendidikan serta kehidupan yang layak kepada anaknya.

Undang-undang Perkawinan tidak menjelaskan secara eksplisit terkait dengan


siapa pihak yang berhak mendapatkan hak asuh anak setelah orang tua
bercerai. Selain itu, UU Perkawinan juga tidak menjelaskan ukuran (syarat) apa
yang dipakai sehingga seorang orang tua dapat mendapatkan hak asuh anak.

Satu satunya aturan yang dijadikan dasar setiap orang tua yang bercerai untuk
mendapatkan hak asuh anak adalah “Kompilasi Hukum Islam (KHI)” yang di
dalam Pasal 105 berbunyi :
Dalam hal terjadinya perceraian :
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya;
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaanya;
3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Dari uraian Pasal 105 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak yang
belum mencapai 12 (dua belas) tahun, maka akan menjadi hak asuh ibu-nya.
Sedangkan apabila telah mencapai diatas 12 (dua belas) tahun, maka akan
tersebut akan diberikan kesempatan memilih apakah ikut dengan ibu atau
ayahnya.

Walaupun anak yang dibawah 12 (dua belas) tahun tersebut hak asuh-nya
berada ditangan ibu-nya. Akan tetapi dalam pertimbangan hukum majelis
hakim biasanya seorang ayah tetap diberikan kesempatan untuk tetap
bertemu dengan anaknya tersebut. Selain itu, ayah juga diberikan kewajiban
untuk memberikan nafkah kepada anaknya setiap bulannya berdasarkan
putusan hakim.

Apakah ayah masih bisa mendapatkan hak asuh anak terhadap anak dibawah
12 (dua belas) tahun ?

Dalam praktek hukum, terdapat banyak kasus dimana seorang ayah


mendapatkan hak asuh anak. Artinya, hakim dapat mengesampingkan Pasal
105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut. Namun, putusan-putusan tersebut
sangat jarang terjadi, sebab memerlukan alasan-alasan yang rasional dan
objektif sehingga hakim menerimanya.

Alasan-alasan yang mungkin dapat mengesampingkan Pasal 150 KHI, sehingga


hakim memberikan hak asuh anak kepada ayah adalah sebagai berikut :
1. Ibu dari anak tersebut dalam keadaan tidak normal (gila / tidak waras),
2. Ibu dari anak tersebut sering mabuk-mabukan dan keluar malam,
3. Ibu dari anak tersebut positif memakai narkoba,
4. Ibu dari anak tersebut mengidap penyakit yang membahayakan apabila
anak, serta
5. Ibu dari anak tersebut meninggalkan anak dengan jangka waktu yang
lama.

Alasan-alasan diatas, wajib dibuktikan secara objekif di pengadilan. Sebagai


contoh, apabila seorang ibu dalam keadaan tidak normal (gila/tidak waras)
maka harus dibuktikan dengan diagnosa dokter, atau apabila ibu tersebut
positif narkoba, maka harus dibuktikan dengan pembuktian tertulis juga dari
dokter. Apabila bukti yang dihadirkan lemah, maka dapat dipastikan hak asuh
anak tetap berada di ibu-nya.

Adapun alasan lain seperti ibu dari anak tersebut terbukti melakukan
perselingkuhan adalah kecil kemungkinan dapat dijadikan alasan bahwa hak
asuh anak tersebut akan beralih kepada ayahnya.

Macam-macam Pembagian Hak Asuh dalam Perceraian


1. Hak Asuh Anak di Bawah 5 Tahun Akibat Perceraian
Jika terjadi perselisihan antara ibu dan ayah terkait dengan hak asuh
anak, dalam hal ini utamanya adalah anak yang berusia di bawah 5 tahun.
Pada dasarnya pembagian dan pemberian hak asuh yang diberikan oleh
pengadilan akan mempertimbangkan untuk siapa dari kedua orang tua
tersebut yang lebih layak dalam mendapatkan hak asuh anak yang sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Namun jika merujuk pada Pasal 105 KHI, menjelaskan mengenai hak asuh
anak dalam perceraian dengan usia anak dibawah 12 tahun diberikan
kepada sang ibu. Meskipun begitu ayah tetap menanggung seluruh biaya
pemeliharaan anak tersebut.
Namun begitu, ibu juga masih bisa kehilangan hak asuhnya. Berikut
beberapa sebab ibu kehilangan hak asuh anak:
a. Seorang ibu berperilaku buruk.
b. Seorang ibu yang masuk ke dalam penjara.
c. Seorang ibu tidak bisa menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya.
Sebab-sebab tersebut juga bisa menjadi sebab-sebab hak asuh anak dari
ibu beralih ke ayah.
2. Hak Asuh Anak Perempuan
Bagaimana dengan hak asuh anak perempuan dalam perceraian? Dasar
hukum yang digunakan dalam penentuan hak asuh anak perempuan
masih sama halnya dengan hak asuh anak di bawah 5 tahun. Di mana jika
anak perempuan tersebut masih berusia di bawah 12 tahun, maka sang
ibu lah yang berhak mendapatkan hak asuh tersebut.
Namun jika anak perempuan tersebut telah berusia lebih dari 12 tahun,
maka anak tersebut berhak untuk menentukan orang tua yang pantas
dalam mengasuh dirinya.

3. Hak Asuh Anak Jika Istri Minta Cerai


Macam-macam hak asuh anak dalam perceraian lainnya adalah hak asuh
anak jika istri menggugat cerai. Lantas bagaimana dengan hak asuh anak
jika istri minta cerai? Berhakkah ibu yang mendapatkan hak asuh anak?
Jawaban singkatnya, masih berpaku dengan peraturan yang sama. Di
mana, jika hak asuh anak di bawah 12 tahun tetap akan jatuh ke dalam
hak sang ibu dengan tetap menjadi tanggung jawab ayah perihal
biayanya.
Namun jika istri meminta cerai karena kesibukannya, hal ini bisa
menyebabkan perubahan hak asuh yang bisa saja jatuh menjadi hak
seorang ayah. Di mana terdapat kekhawatiran penelantaran anak
tersebut akibat kesibukan sang ibu.

4. Hak Asuh Anak Jika Istri Terbukti Selingkuh


Hak asuh anak dalam perceraian yang disebabkan jika istri terbukti
selingkuh akan menyebabkan hilangnya hak ibu dalam mengasuh anak
tersebut. Pasalnya jika berselingkuh dan terbukti di pengadilan, si ibu
dinilai gagal menjadi seorang ibu seperti yang tertuang dalam Pasal 34
ayat (2) UU Perkawinan.
SUMBER : Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Anda mungkin juga menyukai