Anda di halaman 1dari 5

Ulasan Lengkap

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali
dipublikasikan pada 21 Agustus 2015.
Arti Talak Secara Umum
Talak adalah salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan perkawinan karena sebab-sebab
tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga
dalam Islam. Demikian yang dijelaskan Sudarsono dalam buku Hukum Perkawinan
Nasional (hal. 128).
Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.[1]
Merujuk pada definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa talak yang diakui secara hukum
negara adalah talak yang diucapkan oleh suami di hadapan Pengadilan Agama.
Untuk dapat mengucapkan talak, suami dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai alasan agar diadakan sidang untuk
keperluan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 129 KHI:

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000
Lihat Semua Kelas 
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal
istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Lantas, bagaimana jika suami mengucapkan talak di luar Pengadilan Agama? Nasrulloh
Nasution dalam artikel Akibat Hukum Talak di Luar Pengadilan menerangkan, talak yang
diucapkan di luar pengadilan hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah
menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak dilakukan di Pengadilan
Agama. Konsekuensinya, ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut belum putus secara
hukum.
Talak Satu dan Talak Dua
Talak satu dan talak dua adalah talak yang masih dapat dirujuk atau kawin kembali.
Ketentuan mengenai talak satu dan dua diatur dalam Al Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat
229:
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan bak
atau melepaskan dengan baik…
Sayuti Thalib dalam buku Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 103-104) menerangkan,
dilihat dari bentuk cara terjadinya dan akibat hukumnya, talak satu dan dua dibedakan
menjadi:

1. Talak raj’i atau talak ruj’I adalah talak yang masih boleh dirujuk. Sedangkan


menurut Pasal 118 KHI, talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, di mana suami
berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.

Yang termasuk talak raj’i yaitu:

a. Talak satu atau talak dua tidak pakai ‘iwadh (sejumlah uang pengganti yang
merupakan syarat jatuhnya talak) dan keduanya telah bersetubuh (ba’da al
dukhul);
b. Perceraian dalam bentuk talak yang dijatuhkan oleh hakim agama berdasarkan
proses ila’, yaitu sumpah si suami tidak akan mencampuri istrinya;
c. Perceraian dalam bentuk talak yang dijatuhkan oleh hakim agama berdasarkan
persamaan pendapat dua hakam karena adanya syiqaq (keretakan yang sangat
hebat antara suami dan istri), tidak pakai ‘iwadh.

2. Talak ba’in shugra adalah talak yang tidak dapat dirujuk lagi, tetapi keduanya dapat
kawin lagi sesudah masa iddah habis. Senada dengan hal tersebut, Pasal 119
KHI mendefinsikan talak ba`in shughra sebagai talak yang tidak boleh dirujuk tapi
boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

Perlu diperhatikan, terdapat sedikit perbedaan bentuk talak yang termasuk ke dalam
talak ba’in shugra menurut Sayuti Thalib dan KHI, sebagai berikut:
  Pasal 119 Sayuti Thalib
Kompilasi Hukum
Islam (“KHI”)
Bentuk talak ba’in shugra Talak yang terjadi qabla al Talak satu atau talak dua
dukhul (sebelum pakai ‘iwadh;
bersetubuh);
Talak dengan tebusan atau Talak satu atau talak dua
khuluk tidak pakai ‘iwadh, tetapi
talak dijatuhkan sebelum
Talak yang dijatuhkan oleh
bersetubuh.
Pengadilan Agama
 
Jadi, apabila suami menjatuhkan talak satu atau talak dua sebagaimana dimaksud di atas,
maka ia dan istri yang ditalaknya itu masih bisa rujuk atau kawin kembali.
Menurut Sayuti, yang dimaksud dengan rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami-
istri antara suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya dengan istri yang telah
ditalak-nya itu dengan cara yang sederhana, yakni suami mengucapkan “saya kembali
kepadamu” di hadapan 2 orang saksi laki-laki yang adil (hal. 101).
Sedangkan yang dimaksud dengan kawin kembali ialah kedua mantan suami-istri menikah
kembali sesuai dengan prosedur dan syarat perkawinan menurut hukum Islam, yaitu ada
akad nikah, saksi, dan lain-lainnya untuk menjadikan mereka menjadi suami-istri kembali.
Dalam praktiknya, masyarakat Indonesia kerap menyebut kawin kembali itu dengan sebutan
rujuk (hal. 101).
Masa Iddah
Sebelum membahas tentang talak tiga, perlu Anda ketahui terlebih dahulu mengenai masa
iddah yang sudah disinggung dalam penjelasan sebelumnya. Masa iddah adalah waktu yang
berlaku bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari bekas suaminya. Masa iddah
dikenal pula dengan sebutan waktu tunggu.[2]
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:[3]
Penyebab putusnya perkawinan Masa iddah
Suami meninggal, walaupun qabla al dukhul 130 hari
Perceraian, dalam kondisi perempuan sedang haid 3 kali suci, minimal 90
hari
Perceraian, dalam kondisi perempuan sedang tidak haid 90 hari
Perceraian atau suami meninggal, dalam kondisi perempuan Sampai melahirkan
sedang hamil
Talak Tiga
Talak tiga adalah salah satu bentuk dari talak ba’in besar, yakni talak yang tidak boleh rujuk
lagi. Konsekuensi dari talak tiga ini yakni keduanya tidak boleh rujuk dan kawin lagi sebelum
mantan istri kawin dengan orang lain, demikian menurut pendapat Sayuti dalam buku yang
sama (hal. 104).
Ketentuan mengenai talak tiga diatur dalam Al Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 230, yang
menyatakan:
Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika
suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami
pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang
diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.
Terkait ayat tersebut, Sayuti menerangkan, dalam hal suami menjatuhkan talak tiga, maka
agar keduanya dapat menikah kembali, perlu adanya muhallil atau orang yang menghalalkan.
Maksudnya, si istri harus kawin dahulu dengan seorang laki-laki lain, yang disebut muhallil,
dan melakukan persetubuhan dengannya. Kalau keduanya kemudian bercerai, maka barulah
mantan pasangan suami-istri yang berpisah akibat talak tiga tersebut dapat kawin kembali
(hal. 101-102).
Pengaturan mengenai talak tiga atau talak ba’in kubra ini juga dapat kita temui dalam Pasal
120 KHI:
Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak
dapat dirujuk dan  tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu
dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi
perceraian  ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya.
Namun demikian, dalam praktik, ada pihak yang berupaya mencari celah hukum dengan
membayar seorang laki-laki untuk menjadi muhallil dan menikah dengan mantan istrinya
yang telah ditalak tiga untuk beberapa waktu tertentu, kemudian mentalaknya sehingga
nantinya mantan suami-istri yang bercerai akibat talak tiga dapat kawin kembali.
Terkait fenomena ini, Sudarsono menjelaskan bahwa hal tersebut tidak dibenarkan dalam
syariat Islam (hal. 128-129). Sayuti juga berpendapat demikian, bahwasannya perbuatan
muhallil upahan ini yang telah sejak semula direncanakan hanya untuk kawin sebentar saja,
kemudian bercerai adalah perbuatan yang terlarang dalam hukum Islam (hal.102).
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata
untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung
dengan Konsultan Mitra Justika.
Hukumonline Bagi-Bagi THR! Buat ucapan Selamat Lebaran dengan menggunakan dua
istilah hukum di kolom comment  instagram Hukumonline selama periode 20 - 25 April
2022. Ada total hadiah Rp1,5jt untuk para pemenang dengan ucapan yg paling menarik dan
kreatif. Yuk segera ikutan di sini!
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Referensi:

1. Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia. (UI-Press: Jakarta), 1986.


2. Hukum Perkawinan Nasional. (PT Rineka Cipta: Jakarta), 2005.

[1] Pasal 117 KHI


[2] Pasal 153 ayat (1) KHI
[3] Pasal 153 ayat (2) KHI

Anda mungkin juga menyukai