Anda di halaman 1dari 5

Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di

hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya


perkawinan.[1]
 
Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131
KHI. Pasal 129 KHI berbunyi:
 
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar
diadakan sidang untuk keperluan itu.”
 
Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau
diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama.
 
Sedangkan, mengenai cerai karena talak yang diucapkan suami di luar
Pengadilan Agama, menurut Nasrullah Nasution, S.H. dalam artikel Akibat
Hukum Talak di Luar Pengadilan hanya sah menurut hukum agama saja,
tetapi tidak sah menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak
dilakukan di Pengadilan Agama. Menurut Nasrullah, akibat dari talak yang
dilakukan di luar pengadilan adalah ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut
belum putus secara hukum.
 
Talak Satu dan Talak Dua
Soal talak satu dan talak dua, sebagaimana pernah dijelaskan dalam
artikel Talak Tiga Karena Emosi, Lalu Ingin Rujuk Lagi, berpedoman pada
pendapat Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal.
100), dikatakan bahwa Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229 mengatur hal
talak, yaitu talak hanya sampai dua kali yang diperkenankan untuk rujuk kembali
atau kawin kembali antara kedua bekas suami istri itu. Jadi apabila suami
menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan istri yang ditalaknya itu masih bisa
rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara tertentu.
 
Arti rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami istri antara seorang
suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya dengan istri yang telah
ditalak-nya itu dengan cara yang sederhana. Caranya ialah dengan
mengucapkan saja “saya kembali kepadamu” oleh si suami di hadapan dua
orang saksi laki-laki yang adil. Sedangkan arti kawin kembali ialah kedua bekas
suami istri memenuhi ketentuan sama seperti perkawinan biasa, yaitu ada akad
nikah, saksi, dan lain-lainnya untuk menjadikan mereka menjadi suami istri
kembali. Sungguhpun demikian, dalam masyarakat kita di Indonesia orang selalu
menyebut kawin kembali itu dengan sebutan rujuk juga (Ibid, hal. 101).
 
Mengenai talak satu atau talak dua ini disebut juga talak raj’i atau talak ruj’i, yaitu
talak yang masih boleh dirujuk (Ibid, hal. 103) yang pengaturannya terdapat
dalam Pasal 118 KHI yang berbunyi:
 
“Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk
selama istri dalam masa iddah.”
 
Jadi, akibat dari talak kesatu dan kedua ini adalah suami istri dapat rujuk atau
kawin kembali.
 
Soal talak raj’i, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 132-133) pada hakekatnya
talak ini dijatuhkan satu kali oleh suami dan suami dapat rujuk kembali dengan
istri yang ditalaknya tadi. Dalam syariat Islam, talak raj’i terdiri dari beberapa
bentuk, antara lain: talak satu, talak dua dengan menggunakan pembayaran
tersebut (iwadl). Akan tetapi dapat juga terjadi talak raj’i yang berupa talak satu,
talak dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum digauli.
 
Masa Iddah
Adapun yang dimaksud dengan masa iddah (waktu tunggu) adalah waktu yang
berlaku bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari bekas suaminya.[2]
 
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:[3]
a.    Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla al dukhul,
waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
b.    Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang
masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90
(sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan
puluh) hari.
c.    Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut
dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
d.    Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
 
Talak Tiga
Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang suami telah
menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal
lagi baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki
lain.
 
Selengkapnya bunyi Surat Al-Baqarah ayat 230:
 
“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka
tiadalah halal perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah
kawin dengan lelaki yang lain. Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu,
tiada berdosa keduanya kalau keduanya rujuk kembali, jika keduanya
menduga akan menegakkan batas-batas Allah. Demikian itulah batas-
batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan mengetahuinya.”
 
Maksudnya ialah kalau sudah talak tiga, perlu muhallil untuk membolehkan
kawin kembali antara pasangan suami isteri pertama. Arti muhallil ialah orang
yang menghalalkan. Maksudnya ialah si istri harus kawin dahulu dengan seorang
laki-laki lain dan telah melakukan persetubuhan dengan suaminya itu sebagai
suatu hal yang merupakan inti perkawinan. Laki-laki lain itulah yang disebut
muhallil. Kalau pasangan suami istri ini bercerai pula, maka barulah pasangan
suami istri semula dapat kawin kembali (Ibid. hal. 101-102).
 
Talak tiga ini disebut juga dengan talak ba’in kubraa yang pengaturannya dapat
kita temui dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:
 
“Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak
jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali
apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang
lain dan kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa
iddahnya.”
 
Soal talak tiga ini, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 128-129) perempuan
yang telah dijatuhi talak tiga ini harus sudah menikah dengan laki-laki lain
kemudian bercerai. Dalam keadaan demikian, perempuan tadi tidak dilarang
dinikahi lagi oleh laki-laki bekas suami pertama; hukum perkawinan tersebut
tetap halal.
 
Lebih lanjut Sudarsono menjelaskan bahwa apabila terjadi seorang diupah oleh
bekas suaminya pertama agar menikah dengan bekas istrinya, kemudian
mentalaknya dan oleh karena sesudah ditalak oleh laki-laki yang diberi upah itu,
bekas suami pertama (yang mengupah) mengawini perempuan itu lagi. Keadaan
seperti ini tidak dibenarkan di dalam syari’at Islam.
 
Waktu Penjatuhan Talak, Haruskah Berurutan?
Apabila seorang istri dijatuhkan talak satu atau talak dua oleh suaminya, maka
suami istri tersebut diperintahkan tetap tinggal satu rumah. Demikianlah ajaran
islam, karena dengan demikian suami diharapkan bisa menimbang kembali
dengan melihat istrinya yang tetap di rumah dan mengurus rumahnya. Demikian
juga istri diharapkan mau ber-islah karena melihat suami tetap memberi nafkah
dan tempat tinggal. Demikian berdasarkan informasi dari dalam artikel Baru
Talak Satu Dan Dua, Jangan Segera Berpisah, Ia Masih Istrimu! yang kami
akses dari laman muslimafiyah.com, situs berinfokan agama Islam dan
kesehatan yang diasuh dokter Raehanul Bahraen.
 
Lalu timbul pertanyaan, apakah talak satu, dua, dan tiga ini harus dijatuhkan
berurutan atau akumulatif?
 
Sebagai contoh yang kami dapatkan dari laman tausyiah275.wordpress.com -
blog berisikan kumpulan tausiyah atau nasehat keagamaan- dalam
tulisan Penjelasan Mengenai Talak 1, 2, dan 3, misalkan suami (A) dan istri (B)
menikah. Lalu A mentalak B. Ini disebut talak 1. Setelah 4 bulan, mereka rujuk.
Lalu karena satu dan lain hal, A kembali mentalak B. Nah, ini disebut talak 2.
Meski telah talak 2, A masih boleh rujuk dengan B. Namun jika A kembali
mentalak B, yg otomatis menjadikan talak 3 telah jatuh, maka A tidak boleh rujuk
lagi dengan B, kecuali B menikah dahulu dengan X, berhubungan intim, lalu si X
mentalaknya (minimal talak 1), serta sudah habis masa iddahnya.
 
Kemudian pertanyaan lain, bolehkah sekali talak langsung talak 3? Masih
bersumber dari laman yang sama, pernyataan talak yang langsung talak 3 ini
masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.
 
Namun, jika merujuk pada ayat “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” pada Al
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229, banyak ulama yang berpendapat bahwa talak
3 hanya bisa dilakukan setelah 2 kali talak dan 2 kali rujuk.
 
Meski demikian, ada yg berpendapat boleh dilakukan talak langsung talak 3
dengan merujuk pada hadits:

“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah
‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata,
“Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak
tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu
masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku
berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun
mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.” (HR
Muslim no 1472)
 
Merujuk pada hadits di atas, boleh saja seorang suami langsung menjatuhkan
talak 3 sekaligus. Namun, seperti yang Umar katakan, bahwa perbuatan
langsung talak 3 sebenarnya hal yang tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan
aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yakni jatuhnya 2 kali talak dan 2 kali
rujuk.
 
Jika seorang suami telah mentalak 3 istrinya, lalu di kemudian hari menyesal dan
ingin rujuk, maka seperti penjelasan di atas, TIDAK DIPERBOLEHKAN
RUJUK kecuali si istri telah menikah dengan orang lain, disetubuhi suami
barunya, dan diceraikan (ditalak).
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
Instruksi Presiden Nomor.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam.
 
Referensi:
1.    Sayuti Thalib. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. UI-Press: Jakarta.
2.    Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional. PT Rineka Cipta:
Jakarta.
3.    http://muslimafiyah.com/baru-talak-satu-dan-dua-jangan-segera-
berpisah-ia-masih-istrimu.html, diakses pada 21 Agustus 2015 pukul 15.29
WIB
4.    https://tausyiah275.wordpress.com/2013/04/24/penjelasan-

Anda mungkin juga menyukai