Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala ISSN: 1412-1026

Volume 22, Number 4, Desember 2022 E-ISSN: 25500112


Pages: 354-357 DOI: 10.24815/jks.v22i4.28672

Furunkulosis pada pasien denga diabetes melitus tipe 2


1
Wahyu Lestari, 2Ardhiya Lathyfa, 3Silvia Nora Fatimah, 4Syawelleony Rania Zhusto

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin, Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin/
Fakultas KedokteranUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh
Email: wahyu_lestari2000@unsyiah.ac.id

Abstrak. Furunkulosis adalah peradangan pada folikel rambut atau kelenjar sebaseous di bawah kulit.
Furunkulosis ini merupakan salah satu infeksi yang mempengaruhi kulit di berbagai area yang dapat berlangsung
beberapa tahun. Dilaporkan sebuah kasus pasien laki-laki berusia 65 tahun dengan keluhan bisul pada lengan kiri
atas, kepala, dan ketiak. Pada kasus ini disertai dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus Tipe 2. Status
dermatologis di regio capitis, axilla sinistra, dan brach2 sinistra terdapat nodul eritem dengan skuama dan krusta
kekuningan, berbentuk lonjong, jumlah multiple, distribusi regional. Dari hasil pewarnaan gram didapatkan positif
cocci/GPC derajat 2+ dan hasil polimorfonuklear/PMN derajat 3+. Pasien diberikan terapi coamoxyclav 625 mg
3x1 hari dan pirotop 10 gram krim dioleskan pagi dan malam. Pasien furunkulosis dengan penyakit penye Diabetes
Mellitus Tipe 2 memerlukan terapi antibiotik yang adekuat dan mengontrol kadar gula darah.

Kata Kunci: Furunkulosis, Diabetes Mellitus Tipe 2

Abstract. Furunculosis is inflammation of the hair follicles or sebaceous glands under the skin. Furunculosis is
an infection that affects the skin in various areas that can last for several years. Reported a case of a male patient
aged 65 years with complaints of ulcers on the left upper arm, head, and armpit. In this case accompanied by
comorbidities Diabetes Mellitus Type 2. Dermatological status in the region of capitis, axilla sinistra, and left
brach2 there are erythematous nodules with yellowish scales and crusts, oval in shape, multiple in number, regional
distribution. From the results of gram staining, the results were positive for cocci/GPC grade 2+ and
polymorphonuclear/PMN grade 3+ results. The patient was given therapy with coamoxyclav 625 mg 3x1 day and
pyrotopes 10 grams of cream applied morning and night. Furunculosis patients with Type 2 Diabetes Mellitus
require adequate antibiotic therapy and control blood sugar levels.

Keywords : Furunculosis, Dibetes Mellitus type 2

Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu


gangguan endokrin yang paling umum.
Furunkulosis adalah peradangan pada folikel rambut Meningkatnya prevalensi DM di seluruh dunia,
atau kelenjar sebaseous di bawah kulit. Furunkulosis kemungkinan oleh karena perubahan gaya hidup,
ini merupakan salah satu infeksi yang mempengaruhi kebiasaan makan dan banyak faktor lainnya.
kulit di berbagai area yang dapat berlangsung Manifestasi kulit pada DM dapat bervariasi
beberapa tahun. pada awalnya muncul berupa area tergantung dari durasi penyakit dan kontrol
merah khusus untuk tempat infeksi primer, kemudian glikemiknya. Hampir semua pasien DM akhirnya
muncul benjolan kecil di permukaan kulit, dan mengalami perubahan kulit karena efek jangka
setelah 4 sampai 7 hari, benjolan ini mulai berubah panjang dari hiperglikemia pada mikrosirkulasi dan
menjadi putih, seperti nanah terbentuk di dalamnya kolagen kulit. Secara global, prevalensi kelainan
di bawah permukaan luar kulit. Peradangan ini sering kulit pada diabetes mellitus dapat bervariasi dari
terjadi di tempat- tempat di mana pertumbuhan 51,1% hingga 97%. Mayoritas pasien Diabetes
rambut banyak atau di mana keringat meningkat. Mellitus (DM) tipe 2 memiliki temuan kutaneus
Furunkulosis sering muncul di leher, wajah, di bawah terkait dengan kondisinya. Sebagian kondisi kulit
ketiak, paha, dan bokong. Terdapat berbagai macam yang muncul terkait dengan DM tipe 2 disebabkan
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi oleh perubahan metabolik yaitu hiperglikemia dan
2–4
kutaneus superfisial dan dapat memperparah keadaan hiperlipidemia.
infeksi kulit tersebut sehingga bila tidak ditangani
1
dengan baik dapat mengancam jiwa. Bakteri S. Aureus merupakan penyebab paling
umum dari infeksi purulen superfisial kulit atau
Kelainan kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor disebut juga pyoderma. Abses bakteri piogenik
salah satunya adalah diabetes mellitus tipe 2. dapat terbentuk di jaringan yang lebih dalam, seperti
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 22 (4): 354-357, Desember 2022

otot di bawahnya, dan bakteri dapat menyebar untuk 5. Untuk infeksi berat atau di daerah berbahaya,
membentuk abses di lokasi distal dan mempengaruhi antibiotik dengan dosis maksimal diberikan
hampir semua sistem organ internal. Struktur secara parenteral (vancomycin 1-2 gram
keseluruhan abses S. aureus konsisten, terlepas dari intravena perhari selama 7 hari)
5
lokasi anatominya.
Kasus
Gambar 1. Patogenesis Sthapylococcus
Aureus Telah dilaporkan pasien laki-laki dengan inisial
tuan. J berusia 65 tahun di poliklinik Kesehatan
kulit dan kelamin RSUDZA dengan keluhan bisul
lengan kiri atas, ketiak, dan kepala sejak 2 hari yang
lalu. Awalnya 1 minggu yang lalu bisul muncul
dikepala, 3 hari kemudian bisul menyebar pada
ketiak kiri, lalu 2 hari setelahnya bisul muncul lagi
di lengan kiri atas disertai dengan nyeri di daerah
bisul bila ditekan atau tergesek dengan pakaian
yang semakin memberat. 2 hari yang lalu pasien
mengeluhkan demam lalu membaik
setelahmengkonsumsi paracetamol. Pasien
memiliki penyakit diabetes melitus tipe 2 yang
Abses piogenik dimulai sebagai respon inflamasi terkontrol dan mengkonsumsi obat secara teratur.
akut lokal terhadap infeksi bakteri. Selain berfungsi Pada status dermatologis regio capitis, axilla
sebagai penghalang fisik untuk melindungi diri sinistra, brach2 sinistra terdapat nodul eritema
terhadap mikroba, keratinosit memiliki reseptor dengan skuama dan krusta kekuningan berbentuk
pengenalan pola yang mendeteksi mikroba yang lonjong, jumlah multipel, distribusi regional.
menyerang dan sampai pada akhirnya akan Dari hasil pewarnaan gram didapatkan gram positif
memberi sinyal respons proinflamasi. Sel inang ini cocci/GPC derajat 2+ (sedikit) yang menandakan
juga menghasilkan peptida antimikroba yang bahwa terdapat 2-10 bakteri pada lapang pandang
memiliki aktivitas langsung terhadap S.aureus. Saat besar/dengan pembesaran 100x, sedangkan hasil
abses terbentuk, ia memperoleh beberapa dari Polimorfonuklear/PMN derajat 3+ (sedang)
karakteristik. Bagian tengah abses berisi eksudat yang menandakan bahwa 1-50 bakteri ditemukan
inflamasi akut yang terdiri dari banyak PMN yang pada lapang pandang besar. Pasien diberikan terapi
viabel dan nekrotik, debris jaringan, fibrin, dan Coamoxyclav 625 mg 3x1 hari dan diberikan
bakteri hidup. Pematangan abses disertai dengan pirotop 10 gr krim dioleskan pagi dan malam.
proliferasi fibroblastik dan perbaikan jaringan pada
tepi abses serta pembentukan kapsul fibrosa di Pembahasan
perifer. Pembentukan abses adalah mekanisme
yang digunakan oleh inang untuk menahan dan Furunkulosis merupakan peradangan pada folikel
rambut yang menyebabkan pembentukan abses
menghilangkan patogen.5 Jika furunkel yang dengan akumulasi pus dan jaringan nekrotik. Hasil
disertai dengan demam atau selulitis maka studi mikroba menunjukkan bahwa penyebab dari
sebaiknya terapi disertai dengan antibiotik furunkulosis dapat berupa bakteri dan jamur. Bakteri
sistemik. Pilihan antibiotik untuk furunkulosis akut S. aureus adalah penyebab utama munculnya bisul
6
adalah : karena merupakan flora normal kulit, khususnya di
bagian luar permukaan kulit. Adanya trauma dan
1. Penicillinase resisten penicillin atau sefalosporin sayatan dapat menjadi titik masuknya patogen ke
generasi pertama secara oral dosis 1-2 gram per dalam tubuh manusia melalui folikel rambut. 6,7
hari sesuai dengan tingkat keparahan kasus. Furunkulosis adalah
2. Jika dicurigai atau terbukti penyebabnya furunkel yang berjumlah lebih dari satu. Furunkel
adalah strain yang resisten terhadap methicilin ialah nodul inflamasi mendalam yang berkembang
dan vancomicin diobati dengan trimetropim di sekitar folikel rambut, biasanya berawal dari
sulfamethoksazol dosis ganda 2x1 hari, folikulitis sebelumnya yang posisinya lebih
klindamisin 300- 450 mg 3x1 hari atau superfisial. Furunkel muncul terutama di daerah
doksisiklin atau minosiklin 100 mg 2x1 hari. yang mengalami gesekan, oklusi, dan keringat,
4
3. Pasien dengan infeksi S. aureus yang tidak seperti leher, wajah, aksila, dan bokong.
responsi dengan pengobatan tersebut harus
dicurigai strain resiten antibiotik. Seiring bertambahnya usia PH kulit seseorang
4. Mupirocin krim diaplikasikan setiap hari akan mengalami perubahan. Pada usia 20-50
selama 5 hari. tahun PH kulit terjaga tetap stabil, sedangkan pada
usia 50 hingga 60 tahun terjadi peningkatan secara

355
Wahyu Lestari et al.- Furunkulosis pada pasien

signifikan tetapi PH akan mengalami penurunan meninggalkan krusta. Rasa sakit di sekitar lesi
hingga nilai normal atau bahkan lebih rendah pada kemudian mereda, dan kemerahan serta edema
usia lebih dari 60 tahun. Pada saat itu juga terjadi berkurang selama beberapa hari hingga beberapa
penurunan sekresi estrogen yang berpengaruh minggu. Furunkel dapat terjadi sebagai lesi soliter
terhadap produksi sebum. Sehingga menyebabkan atau sebagai lesi multiple. Selain itu terdapat
kondisi kulit menjadi kering. Kondisi kulit yang beberapa faktor host yang berkaitan dengan
kering rentan mengalami mikrotrauma yang furunkulosis seperti: obesitas, pengobatan dengan
memudahkan bakteri patogen masuk kedalam kulit. glukokortikoid, dan defisiensi immunoglobulin.
7

Glukokortikoid merupakan salah satu obat


Gambar 2. Furunkel pada regio capitis golongan kortikosteroid, golongan kortikosteroid
ini dapat menurunkan jumlah limfosit secara cepat
terutama bila diberikan dalam dosis besar. Studi
terbaru menunjukkan bahwa kortikosteroid
menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas
seluler termasuk di dalamnya yaitu sel
Langerhans, dan ekspresi gen yang menyandi
berbagai sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α dan
TNF-α. Proses terjadinya furunkulosis sering kali
lebih luas pada pasien dengan diabetes.8 Secara
global, prevalensi kelainan kulit pada diabetes
mellitus dapat bervariasi dari 51,1% hingga 97%.
Gambar 3. Furunkel pada regio axilla sinistra Beberapa faktor berkontribusi terhadap timbulnya
manifestasi kulit pada diabetes mellitus, yang
meliputi kelainan metabolisme karbohidrat,
perubahan jalur metabolisme, kelainan vaskular
seperti mikroangiopati, aterosklerosis, degenerasi
neuron, dan gangguan mekanisme
4
host. Manifestasi dermatologis pada diabetes
mellitus dapat bervariasi dari ringan hingga
mengancam jiwa. Manifestasi dermatologis
diabetes mellitus secara luas dapat dikategorikan
menjadi empat kelompok; lesi kulit sangat terkait
dengan diabetes, lesi kulit penyebab infeksi, lesi
sekunder akibat komplikasi diabetes dan lesi yang
berhubungan dengan pengobatan diabetes.
Hiperglikemi pada pasien DM menyebabkan skin
Gambar 4. Furunkel pada regio brachii sinistra barrier terganggu (diferensiasi keratinosit dan
perubahan morfologi kulit ). Gangguan pada skin
barrier dan vaskularisasi yang buruk pada penderita
DM menyebabkan peningkatan risiko infeksi
bakteri. Infeksi yang paling umum ditemukan
ialah infeksi stafilokokus, apabila terjadi pada
pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan
lebih berbahaya. Infeksi bakteri kulit yang sering
terlihat pada diabetes mellitus adalah: folikulitis,
furunkulosis, karbunkel, ektim, selulitis, dan
erysipelas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Roby boss dan Sunil Kumar menunjukkan
bahwa sebanyak 30,8 % kasus mengalami
furunkulosis dari keseluruhan kasus infeksi bakteri
4,9
yang diteliti.
Furunkel awalnya muncul sebagai nodul
folikulosentrik merah yang keras, pada kulit yang Pada pasien ini di berikan terapi topikal berupa
ditumbuhi rambut yang kemudian membesar, lalu pirotop 10 gram yang berisi mupirocin, digunakan
terasa nyeri dan berfluktuasi setelah beberapa hari 2 kali sehari yaitu pagi dan malam hari. Mupirocin
(akibat dari pembentukan abses). Bila ruptur terjadi, merupakan lini pertama untuk terapi pioderma
pus yang merupakan material nekrotik akan keluar salah satunya furunkel dan efektif untuk bakteri
dan biasanya akan Staphylococcus aureus atau Streptococcus
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 22 (4): 354-357, Desember 2022

pyogenes. Pada pasien juga diberikan antibiotik 2018;36(2):109-115. Kang S, Amagai M,


oral berupa coamoxylav 625 mg 3x1 hari.8 Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ,
Coamoxyclav merupakan kombinasi dari McMichael AJ, et al. Fitzpatrick’s
amoksisilin dan asam klavulanat dengan rasio Dermatology. Vol 1. 9th ed. McGraw-Hill;
2019.
untuk kombinasi yaitu 4:1. 10 Pada pasien ini juga 8. Polk C, Sampson MM, Roshdy D, Davidson
memiliki predisposisi diabetes mellitus 2. LE. Skin and Soft Tissue Infections in Patients
Pengobatan antibiotik harus dilanjutkan setidaknya with Diabetes Mellitus. Infection Disease
selama 7 sampai 14 hari dan secara umum, terapi Clinical North Ammerican. 2021;35(1):183-
antimikroba harus dilanjutkan sampai semua bukti 197.
peradangan telah hilang. Pilihan antibiotik 9. Huttner A, Bielicki J, Clements MN, et al. Oral
mungkin harus diubah ketika hasil sensitivitas amoxicillin and amoxicillin–clavulanic acid:
kultur tersedia. Lesi yang kering harus ditutup properties, indications and usage. Clinical
dengan perban kering untuk mencegah Microbiology and Infection. 2020;26(7):871-
8
autoinokulasi dan rajin mencuci tangan. 879.

Kesimpulan

Furunkulosis adalah peradangan pada folikel


rambut atau kelenjar sebaseous di bawah kulit yang
bisa mengenai semua kelompok umur tanpa
kecuali. Furunkulosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa pewarnaan gram. Pada pasien ini
di berikan terapi topikal berupa mupirocin, dan
antibiotik oral berupa coamoxylav 625 mg 3x1 hari
untuk tingkat kesembuhan yang lebih baik.

Daftar Pustaka

1. Samir Shehab Ahmed Al-Shuaib W, Yassin Ali


Al-Timimi J, Qanat Mahmood Atya A. A Study
on Isolation of Different Types of Bacteria
from Furunculosis Infection in Adults.
Volome 26. 2022.
2. Chidambara Murthy S,
Shashibhushan J, Vathsala S. Cutaneous
manifestations in diabetes mellitus: A study
among 500 patients in a tertiary care center in
South India. IP Indian Journal of Clinical and
Experimental Dermatology. 2019;5(2):141-
145.
3. Syahrizal S. Manifestasi Kulit Pada Diabetes
Melitus. Jurnal Health Sains. Published online
2021.
4. Sarkar P, Pain S, Sarkar RN, Ghosal R, Mandal
SK, Banerjee R. Rheumatological
manifestations in diabetes mellitus. Journal
Indian Medical Association.
2020;106(9):593-594.
5. Kobayashi SD, Malachowa N, Deleo FR.
Pathogenesis of Staphylococcus aureus
abscesses. American Journaof Pathology.
2015;185(6):1518-1527.
6. Nurul H, Damayanti, dkk. Infeksi Bakteri
Kulit. Surabaya:Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Universitas Airlangga;2019.
7. Tončić RJ, Kezić S, Hadžavdić SL, Marinović
B. Skin barrier and dry skin in the mature
patient. Clinical Dermatology.

357

Anda mungkin juga menyukai