SRIWAHYUNI
Pendidikan Sosiologi
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Makassar
e-mail: sriwahyuni.sosiologi15@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang konflik pada masyrakat nelayan di Desa Palalakkang
Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, mengapa
terjadi konflik pada masyarakat nelayan di desa palalakkang, kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar? bagaimana bentuk-bentuk konflik pada masyarakat nelayan di desa Palalakkang kecamatan
Galesong Kabupaten Takalar ? dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh nelayan untuk
meminimalisir konflik? .Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang bersifat deskriptif
kualitatif. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan cara wawancara,
wawancara ini merupakan pengumpulan data tanya jawab dengan sumber informasi masyarakat
nelayan di Desa Palalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Observasi, observasi ini
digunakan untuk melihat, mengamati, dan mencatat data yang berkaitan dengan obyek penelitian.
Dokumentasi, dokumentasi ini merupakan cara pengumpulan data yang diawali dengan menghimpun,
memilih-milih, kemudian menerangkan dan menafsirkan dengan tujuan dapat memperkuat data. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya konflik pada masyarakat nelayan di Desa
Palalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar adalah konflik sistem bagi hasil disebabkan
karena seorang punggawa menyalahi kesepakatan yang telah ditentukan dan penafsiran dan perbedaan
pendapat tentang sistem bagi hasil serta kesalah pahaman dan perlunya bendungan emosi dan saling
mengharagai. Bentuk-bentuk konflik pada masyarakat nelayan yaitu konflik antara punggawa dan
sawi dalam sistem bagi hasil, konflik dapat berwujud konflik laten, dan manifest. Adapun upaya-
upaya yang dilakukan masyarakat nelayan dalam meminimalisir konflik yakni dengan cara mengalah
dari salahsatu pihak, Berdasarkan informasi yang didapatkan bawa adanya kesadaran diri oleh seorang
sawi dan punggawa, disaat terjadinya perselisihan antara sawi dan punggawa sehingga diantaranya
memilih untuk mengalah demi kebaikan bersama. Adapula dengan cara kompromi, pendekatan ini
lebih menekankan pada kesediaan masing-masing pihak untuk menurunkan tuntutannya dan
mengambil jalan tengah dari kepentingan kedua belah pihak. Selanjutnya dengan cara bantuan pihak
ketiga,seseorang itu yang dianggap bijak dan bisa dipercaya.
ABSTRACT
dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) kebutuhan hidup sehari-hari. Pemanfaatan
dimana salah satu pihak berusaha laut yang dilakukan oleh masyarakat pesisir
menyingkirkan pihak lain dengan sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat
menghancurkan atau membuatnya tidak secara turun-temurun dari nenek moyang.
berdaya. Sebagai masyarakat yang berada
Konflik sosial muncul (exist) ketika pada tataran pesisir, maka yang penting dan
dua orang atau kelompok atau lebih perlu diperhatikan adalah pemanfaatan laut
menunjukkan bahwa mereka memiliki yang memiliki berbagai macam ekosistem
kepercayaan yang berbeda. Konflik adalah yang terdapat didalamnya. Masyarakat
suatu proses yang dimulai tatkala suatu nelayan adalah sekelompok masyarakat
pihak merasa ada pihak lain yang yang memanfaatkan lautan sebagai
memberikan pengaruh negatif kepadanya pendapatan ekonomi . Pendapatan tersebut
atau tatkala suatu pihak merasa dimaksudkan sebagai penunjang utama bagi
kepentingannya itu memberikan pengaruh kehidupan masyarakat nelayan dalam
negatif kepada pihak lain. Konflik juga memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
diartikan sebagai benturan yang terjadi Pemanfaatan laut yang dilakukan oleh
antara dua pihak atau lebih, yang masyarakat pesisir sudah menjadi kebiasaan
disebabkan adanya perbedaan nilai, status, dari masyarakat secara turun-temurun dari
kekuasaan, dan kelangkaan sumber daya. nenek moyang.
Konflik merupakan fenomena yang Galesong adalah salah satu daerah
terjadi sejak dulu yang terjadi pada setiap yang budayanya juga berorentasi laut.
masyarakat manapun, termasuk dalam hal Dengan jumlah kepala keluarga (KK)
ini adalah masyarakat nelayan, kualitas khusus di Desa Palalakkang 1542 KK, Dari
sumberdaya manusia yang rendah jumlah KK terbagi atas enam dusun yaitu
merupakan ciri umum nelayan-nelayan, dusun Palalakkang, Massamaturu,
utamanya nelayan tradisonal di berbagai Minasanta,Kampung beru, Macciniayo dan
wilayah perairan indonesia termasuk dalam Lambutoa. Jika dilihat dari jumlah
hal ini adalah nelayan yang berada di desa penduduk dari setiap dusun, maka jumlah
palalakkang kecamatan galesong kabupaten jiwa baik perempuan maupun laki-laki
Takalar. Menurut kusnadi (2003) bahwa ; adalah 6197 jiwa (Sumberdata:Masyarakat
secara umum salah satu penyebab desa Palalakang,hasil sensus sosial Tahun
munculnya konflik masyarakat nelayan 3013) . Di desa ini pekerjaan pokok yang
berawal dari keleluasaan mengekploitasi paling dominan adalah nelayan sebanyak
sumberdaya perikanan merupakan 508 orang (Sumberdata: Hasil sensus sosial
konsekuensi kepemilikan yang bersifat Tahun 2013)
open acses, dengan demikian maka tidak Topografi pesisir pantai yang cukup
jarang menimbulkan suatu konflik dan panjang ini. Dari topografi galesong ini
terlebih lagi terjadi suatu ketimpangan pula lah berkembang budaya dan
dalam akses antara kelompok nelayan kecil penghidupan masyarakat yang dekat dengan
dan kelompok nelayan besar. Sebagai laut, karena itu potensi laut dan pesisir
masyarakat yang berada pada tataran adalah hal yang dominan di kecamatan ini.
pesisir, maka yang penting dan perlu Sebagian masyarakatnya hidup di wilayah
diperhatikan adalah pemanfaatan laut yang pesisir dan menggantungkan hidup dari
memiliki berbagai macam ekosistem yang laut, walaupun tidak semua masyarakat
terdapat didalamnya. Masyarakat nelayan berdomisili di wilayah pantai. Masyarakat
adalah sekelompok masyarakat yang sehari-hari dekat dengan kehidupan laut dan
memanfaatkan lautan sebagai pendapatan pesisir adalah hal yang wajar.
ekonomi. Pendapatan tersebut dimaksudkan Dalam masyarakat nelayan sering
sebagai penunjang utama bagi kehidupan terjadi persaingan yakni persaingan dalam
masyarakat nelayan dalam memenuhi penangkapan ikan di tengah laut seperti
5
masyarakat nelayan dalam memenuhi dan sawi terjadi karena perbedaan pendapat
kebutuhan hidup sehari-hari. yang diakibatkan perbedaan pedapat bagi
Pemanfaatan laut yang dilakukan oleh hasil dimana ketentuan yang telah
masyarakat pesisir sudah menjadi ditentukan antara puggawa dan sawi
kebiasaan dari masyarakat secara turun- sebelum berangkat melakukan tangkap ikan
temurun dari nenek moyang yakni masing-masing satu bagian yang
Adapun yang menjadi lokasi mana kemudian setelah penangkapan ikan
penelitiannya berada di Kabupaten dan pada saat pembagian hasil kesepakatan
Takalar, dengan jumlah penduduk ± tersebut dirubah oleh punggawa dengan
252.275 jiwa, dan dalam penulisan ini alasan tertentu, sehingga sawi merasa tidak
titik pusat yang menjadi lokasi penelitian dihargai karena punggawa telah
berada di wilayah Desa Palalakang mengingkari kesepekatan. Dari berbagai
Kecamatan Galesong. penuturan yang disampaikan oleh beberapa
B. Deskripsi Hasil Penelitian responden diatas telah mengambarkan
1. Deskriptif Karakteristik bahwa, ternyata adanya perselisihan atau
Informan pertentangan (konflik), dalam sistem bagi
Informan yang di wawancarai hasil disebabkan karena perbedaan
dalam penelitian ini berjumlah 11 orang, pendapat antara nelayan seorang sawi dan
yaitu 6 orang nelayan sawi dan 5 orang punggawa, serta perlakuan punggawa yang
punggawa, seluruh informan adalah sepertinya menggambarkan bagaimana
berjenis kelamin laki-laki dengan rata-rata selalu ingin memegang peranan yang
usia 25-52 tahun. Informan ini telah sewenang- wenang akibat ketidakjelasan
disesuaikan dengan kebutuhan yang antara penyampaian mengenai tentang
diperlukan dalam penelitian. asumsi dalam membagi hasil seperti dalam
2. Penyebab Terjadinya Konflik penafsiran kalimat “ masing-masing
Masyarakat Nelayan mendapatkan satu bagian”, sehingga
Adapun yang menjadi penyebab memicu protes terhadap punggawa,
terjadinya konflik masyarakat nelayan di Aksi protes yang dilakukan oleh nelayan
desa Palalakkang Kecamatan Galesong sawi terhadap punggawa sering terjadi dan
Kabupaten Takalar yakni Konflik Sistem terkadang sudah menghasilakan
Bagi Hasil. penyelesaian sehingga hal tersebut menjadi
Seperti yang telah dijelaskan bahwa mata rantai konflik yang tidak berujung.
adapaun dalam bagi hasil bahwa sistem Meski nelayan sawi yang sering dirugikan
bagi hasil yang diterapkan dalam nelayan oleh punggawa namun mereka tetap bekerja
yakni membagi setiap hasil yang sebagaimana mestinya disebabkan oleh
didapatkan setiap selesai melakukan tuntutan kebutuhan pribadi, maupun
penangkapan ikan, dimana sistem bagi hasil keluarga.
yang dipergunakan yakni dimulai dari alat- 3. Bentuk-Bentuk Konflik Masyarakat
alat seperti mesin, kapal / perahu, anak Nelayan
buah kapal dan bos atau sering disebut Konflik dalam masyarakat nelayan,
dengan punggawa (bos kapal) , masing- khususnya Masyarakat nelayan di desa
masing mendapatkan satu bagian dari tiap Palalakkang yang sering terjadi adalah
pembagian hasil, hal tersebut dimaksudkan konflik kelas hal ini dapat ditemukan dalam
untuk menjalankan prinsip dari sistem bagi bentuk konflik antara kelas punggawa dan
hasil yang adil demi keuntungan bersama, kelas sawi dimana terkadang para buruh
namun hal tersebut tidak selalu sesuai sawi merasakan ketidak adilan dalam
dengan ketatapan tersebut, sehingga pembagian hasil karena punggawa
memicu konflik dalam sistem bagi hasil. mengambil dua bagian dari hasil pembagian
Penyebab konflik yang terjadi pada sistem hasil tersebut dengan alasan tertentu yang
bagi hasil yakni konflik antara punggawa tidak sesuai keinginana para sawi, dan
10
konflik yang terjadi yakni menganai konflik yang dilakukan setelah melakukan
orientasi atau sering disamakan dengan penangkapan ikan.
konflik horizontal karena terjadi bukan Bagi hasil merupakan usaha yang
berdasarkan kelas melainkan terjadi pada mulia apabila dalam pelaksanaannya selalu
kelas yang sama. megutamakan prisip keadilan, kejujuran,
Bentuk dari konflik yang tergambar dan tidak saling merugikan satu sama lain.
secara umum dalam Masyarakat nelayan Dimana pembagian hasil secara umumnya
pada wilayah desa Palalakkang di adalah masing-masing mendapatkan satu
golongkan pada konflik tertutup (latent) dan bagian dari tiap pendapatan dalam tiap
terbuka (manifest) Konflik laten terjadi setiap aktifitas, seperti pula yang dilakukan
pada satu kondisi yang memiliki potensi para nelayan di desa Palalakkang sendiri
untuk menghasilkan konflik, tetapi belum bahwa tiap pembagian hasil itu seperti hasil
disadari oleh pihak‐pihak yang terlibat. dari pendapatan menangkap ikan tersebut
Konflik laten dapat muncul ketika suatu sebelum melakukan bagi hasil dari
kelompok memutuskan untuk mengejar pendapatan itu dikeluarkan terlebih dahulu
suatu tujuan tertentu, tanpa menyadari modal perongkosan, dari hasil potongan
tujuan ini bertentangan dengan tujuan modal perongkosan tersebut baru dibagikan
kelompok yang lainnya. Konflik laten dapat pada tiap-tiap sawi (anak buah) dan
juga terjadi saat kebutuhan masyarakat punggawa (bos) serta alat-alat produksi,
diabaikan, tetapi mereka belum menyadari seperti mesin, perahu, dan perangkap ikan.
atau belum meminta perhatian tentang Di desa Palalakkang sendiri sistem
masalah kebutuhan ini. Dari proses konflik bagi hasil yang diterapakan bagi para
laten (latent conflict) melalui nelayan yaitu sistem bagi hasil terkadang
perkembangannya, konflik tersebut masuk dilakukan pembagian hasil tangkapan
pada tahap proses konflik manifest berupa ikan, adapula dengan pembagian
(manifest Conflict), yaiutu konflik yang setelah selesainya pemasaran hasil
dimanifestasikan, Konflik manifest tangkapan, adapula melakukan bagi
dikatakan sebagai konflik yang tampak hasilnya bukan melalui pembagian ikan
karena konflik ini merupkan perkembangan secara langsung melainkan pembagian hasil
dari konflik laten yang menjadi gejala. Pada setelah selesainya pemasaran dari hasil
tahap ini perilaku tertentu sebagai indikator tangkapan tersebut.
konflik sudah mulai ditunjukkan, seperti Sistem bagi hasil bagi nelayan desa
adanya sabotaseagresi terbuka, konfrontasi, Palalakkang sendiri yakni pembagian hasil
rendahnya kinerja, dan sebagainya. Masalah dilakukan setelah selesainya per aktifitas
sosial manifest merupakan produk dari kebanyakan menentukan bahwa masing-
ketimpangan-ketimpangnan sosial yang masing mendapatkan satu bagian yakni
terjadi di masyarakat atau kelompok. dimulai dari alat produksi, satu bagian
Ketimpangan terjadi akibat dari ketidak untuk kapal, satu bagian untuk mesin, dan
sesuaian antara nilai dan norma yang ada, satu bagian punggawa serta masing-masing
sehingga anggota masyarakat atau sawi medapatkan satu bagian ,sehingga
kelompok melakukan penyimpangan sangat tergambar keadilan untuk
perilaku (deviant behavior). Masyarakat kepentingan bersama didalamnya.
atau kelompok tertentu umumnya tidak Namun dalam pembagian hasil tidak
menyukai perilaku tersebut dan berusaha selamanya sesuai prinsip keadilan seperti
untuk mengatasinya, dalam hal ini manifest tersebut diatas, seperti yang terjadi sistem
conflict (konflik manifes) dapat tergambar bagi hasil antara puggawa dan sawi dimana
dari konflik sistem bagi hasil karena ketidak terkadang ada sawi mengamuk geram
seuaian antara kesepakatan-kesepakatan karena adanya punggawa yang mengingkari
yang telah ditentukan dengan pembagian kesepakatan yang telah ditetapkan sebelum
melakukan penangkapan.
11
pemberian penghargaan atau reward untuk konflik, tetapi belum disadari oleh
memotifasi para sawi-sawi (anak buah pihak‐pihak yang terlibat. Konflik laten
kapal). Namun ternyata pemberian bonus dapat muncul ketika suatu kelompok
tersebut menimbulkan rasa iri bagi sawi memutuskan untuk mengejar suatu tujuan
yang tidak mendapatkan walaupun tertentu, tanpa menyadari tujuan ini
terkadang pemberian bonus ada yang bertentangan dengan tujuan kelompok yang
merahasiakannya dari sawi yang lain. lainnya. Konflik laten dapat juga terjadi
Fenomena yang sering terjadi pada saat kebutuhan masyarakat diabaikan, tetapi
msyarakat nelayan di akibatkan olen mereka belum menyadari atau belum
nelayan sawi yang selalu dirugikan oleh meminta perhatian tentang masalah
punggawa. Nelayan sawi sebagian besar kebutuhan ini.
yang bekerja dengan intensistas waktu yang Dari proses konflik laten (latent
lama biasanya pembagian upahnya sama conflict) melalui perkembangannya, konflik
dengan nelayan sawi yang bekerja dengan tersebut masuk pada tahap proses konflik
intensitas waktu yang kurang. Sehingga manifest (manifest Conflict), yaiutu konflik
memicu protes terhadap punggawa (pemilik yang dimanifestasikan, Konflik manifest
kapal). dikatakan sebagai konflik yang tampak
Dari uraian diatas, jelas bahwa bagi karena konflik ini merupkan perkembangan
marx, kelas sosial itu adalah sekelompok dari konflik laten yang menjadi gejala. Pada
orang yang berada pada posisi yang sama tahap ini perilaku tertentu sebagai indikator
dalam hubungannya dengan penguasaan konflik sudah mulai ditunjukkan, seperti
alat produksi, yakni kelas pemilik kapal adanya sabotase, agresi terbuka,
(punggawa) dan kelas bukan pemilik konfrontasi, rendahnya kinerja, dan
(sawi). Maka, dalam masyarakat kapitalis, sebagainya. Masalah sosial manifest
ada dua kelas utama yang di anggap paling merupakan produk dari ketimpangan-
penting yakni kelas kapitalis dan kelas ketimpangnan sosial yang terjadi di
sawi. Kelas adalah mereka yang memiliki masyarakat atau kelompok. Ketimpangan
alat produksi, dan kelas sawi adalah merka terjadi akibat dari ketidak sesuaian antara
adalah mereka yang tidak memiliki alat nilai dan norma yang ada, sehingga anggota
produksi dan karena itu harus menjual masyarakat atau kelompok melakukan
tenaganya untuk memperoleh upah. penyimpangan perilaku (deviant behavior).
Berdasarkan analisis dan iterpretasi Masyarakat atau kelompok tertentu
data terhadap bentuk konflik yang terjadi umumnya tidak menyukai perilaku tersebut
dalam masyarakat nelayan, khususnya dan berusaha untuk mengatasinya, dalam
Masyarakat nelayan di desa Palalakkang hal ini manifest conflict (konflik manifes)
yang sering terjadi adalah konflik kelas hal dapat tergambar dari konflik sistem bagi
ini dapat ditemukan dalam bentuk konflik hasil karena ketidak seuaian antara
antara kelas punggawa dan kelas sawi kesepakatan-kesepakatan yang telah
dimana terkadang para buruh sawi ditentukan dengan pembagian yang
merasakan ketidak adilan dalam pembagian dilakukan setelah melakukan penangkapan
hasil karena punggawa mengambil dua ikan.
bagian dari hasil pembagian hasil tersebut Jadi berdasarakan hasil wawancara
dengan alasan tertentu yang tidak sesuai dari beberapa sumber informan atau
keinginana para sawi, dan bentuk dari responden maka dapat dikatakan bahwa
konflik yang tergambar secara umum dalam konflik yang terjadi pada masyarakat
Masyarakat nelayan pada wilayah desa nelayan di desa Palalakkang kecamatan
Palalakkang di golongkan pada konflik Galesong kabupaten Takalar yakni konflik
tertutup (latent) dan terbuka (manifest) sistem bagi hasil punggawa (bos) dan sawi
Konflik laten terjadi pada satu kondisi yang (anak buah).
memiliki potensi untuk menghasilkan
13
Menyelesaikan konflik yang baik mencakup rentang yang amat luas: mulai
adalah mencari akar permaslahan dari dari ketidak setujuan yang samar‐samar
konflik tersebut sehingga dapat dicari titik sampai pada sesuatu yang menimbulkan
penyelesaiannya. Selanjutnya, hal yang penafsiran yang salah sehingga diharapkan
paling krusial untuk dilakukan adalah ketika terjadinya konflik maka dapat
bagaimana mengelola setiap kemunculan memperjelas sesuatu yang tidak jelas
konflik yang ada dalam kehidupan ataupun sesuatu yang samar- samar karena
masyarakat, demi tercapainya kedamaian adanya perbedaan pengertian dan pendapat.
dan keharmonisan di dalam melakukan
hubungan sosial antara masyarakat yang KESIMPULAN DAN SARAN
satu dengan masyarakat lainnya. Kesimpulan
Adapun upaya-upaya yang Dari hasil analisis penelitian dan
dilakukan masyarakat nelayan dalam pembahasan yang telah diuraikan pada bab
meminimalisir konflik yang terjadi yakni sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
dengan cara mengalah dari salahsatu pihak , berikut:
Berdasarkan informasi yang didapatkan 1. Masalah konflik yang terjadi pada
bawa adanya kesadaran diri oleh seorang msyarakat nelayan di Desa
sawi, disaat terjadinya perselisihan antara Palalakkang Kecamatan Galesong
sawi dan punggawa sehingga sawi memilih Kabupaten Takalar yaitu konflik
untuk mengalah demi kebaikan bersama. dalam sistem bagi hasil anatara
Adapula dengan cara kompromi, punggawa dan sawi, disebakan
pendekatan ini lebih menekankan pada karena kesalah pahaman dan
kesediaan masing-masing pihak untuk perbedaan pendapat dalam pembagian
menurunkan tuntutannya dan mengambil hasil seperti adanya punggawa yang
jalan tengah dari kepentingan kedua belah mengingkari kesepakatan dalam
pihak. Selanjutnya nelayan mempunyai cara sistem bagi hasil yang telah di
untuk meminimalisir konflik yakni dengan sepakati sebelumnya. Adapun yang
cara bantuan pihak ketiga, disaat terjadi termasuk konflik sistem bagi hasil,
konflik antar nelayan sawi dan punggawa seperti adanya pemberian bonus yang
yang tidak bisa diselesaikan dengan baik tidak merata pada masing-masing
terkadang membutuhkan orang ketiga untuk sawi dari punggawanya , dalam
mengatasi konflik yang sedang terjadi, sistem bagi hasil terkadang
seseorang itu yang dianggap bijak dan bisa memberikan bonus kepada sawi
dipercaya. tertentu yang menurut seorang
Menurut Dehendorf (Maryati, Juju punggawa dianggap lebih rajin, dan
2007:55) masyarakat terdiri atas organisasi tekun dalam melaksanakan tugasnya
– organisasi yang di dasarkan pada sebagai seorang sawi. Namun ternyata
kekuasaan dan wewenang adalah dominasi pemberian bonus tersebut
yang diterima dan di akui oleh pihak yang menimbulkan rasa iri bagi sawi yang
di dominasi. Dehendorf menanamkan tidak mendapatkan walaupun
kondisi itu sebagai “imperative coordinate terkadang pemberian bonus ada yang
associations” (asosiasi yang di kordinasikan merahasiakannya dari sawi yang lain.
secara terpaksa). Sesuatu yang didasarkan 2. Bentuk–bentuk konflik sosial
pada wewenang ini pulalah yang Nelayan di desa Palalakkang
menimbulkan konflik dalam bagi hasil kecamatan Galesong kabupaten
antara seorang sawi dan punggawanya Galesong adalah , Bentuk dari konflik
seperti yang terjadi pada nelayan yang ada yang tergambar secara umum dalam
di kelurahan Labuang. Masyarakat nelayan pada wilayah
Dalam pengertian tersebut di atas desa Palalakkang di golongkan pada
menandakan bahwa wujud konflik konflik tertutup (latent) dan terbuka
14
Maryanti Kun, Juju Suryati. 2001 Sosiologi Wirawan, I.B., 2013. Teori-teori Sosial
SMA. Jakarta: PT Gelora Aksara dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana
Pratama Prenadamedia Group.
Muin Razmal (2009), “Konflik Sosial Study
Kasus antara Masyarakat
Rongkong dan Masyarakat
Baebunta di Kabupaten Luwu
Utara”
Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati.
2007. Manusia dan Masyarakat,
Pelajaran Sosiologi untuk SMA
Kelas XI. Jakarta:Ganeca Exact.
Program Pascasarjana UNM, 2012.
Pedoman Penyususnan Tesis dan
Disertasi, Makassar: Program
Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar.
Prof.dr.Sugiyono. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif Kunatitatif
dan R &D. Bandung: Alfabeta.
Ritzer George, Dounglas J Goodman. 2010.
Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana
Soekanto Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Setiadi, M.E. & Kholif. 2011. Pengantar
Sosiologi: Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial Teori
Aplikasi, dan Pemecahannya.
Jakarta: Kencana Prenada dan
Group.
Sufira. 2002. Peran punggawa dan sawi.
http://www.google.com/search?ie=
UTF-8&oe=UTF-
8&sourceid=navclient&gfns=1&q
=dr-andi-adri-arief-kelembagaan-
masyarakat-pesisir. Diakses 2017.
Susilo, Dwi, K. Rachmad. 2008. Dua Puluh
Tokoh Sosiologi Modern.
Jakarta:Rajawal
Usman, Sabian. 2007. Anatomi Konflik dan
Solidaritas Masyarakat Nelayan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wirawan, 2013. Konflik dan Manajemen
Konflik: Teori, Aplikasi, dan
Penelitian.Jakarta: Salemba
Humanika