Anda di halaman 1dari 16

REVITALISASI PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PENANGANAN KONFLIK

SOSIAL: STUDI DI MANGGARAI NUSA TENGGARA TIMUR

REVITALIZATION OF THE ROLE OF INDIGENOUS AGENCIES IN HANDLING


SOCIAL CONFLICTS: STUDY IN MANGGARAI EAST NUSA TENGGARA

Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo


Program Studi Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universtitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, Nusa Tenggara Timur
E-mail: wendidasor@gmail.com

Diterima: 30 September 2019; Direvisi: 17 Juli 2020: Disetujui: 10 Agustus 2020

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran lembaga adat dalam menangani konflik
sosial. Dengan mengetahui peran lembaga adat dalam menangani konflik sosial sekiranya menjadi
pertimbangan bagi negara untuk merevitalisasi perannya dalam masyarakat. Lembaga adat adalah lembaga
kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang
didalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum
dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur,
mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu
pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku. Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang
dilaksanakan di Manggarai Nusa Tenggara Timur yang diwakili oleh 10 lembaga adat yang tersebar di
setiap wilayah. Para tokoh adat dijadikan informan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara dan studi dokumenter. Sedangkan teknik analisis data merujuk model analisis data yang
digunakan oleh B. Mathew Miles dan A. Michael Huberman terdiri dari tiga aktivitas yaitu; reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Pada penelitian ini Lembaga adat dalam sejarah
sebelum terbentuknya lembaga pemerintahan modern telah menjalankan perannya sebagai pengadil terhadap
berbagai persoalan hidup terutama konflik yang terjadi dalam msyarakat hukum adat. Ada beberapa alur
penyelesaian konflik dalam masyarakat Manggarai yaitu tua kilo, tua mangkok, tua panga, tua teno dan tua
golo. Dalam proses penyelesaian konflik para tetua adat tersebut terlebih dahulu mendapat laporan, baru
kemudian mendengarkan keterangan saksi serta terakhir adalah keputusan/sanksi. Oleh karena itu upaya
merevitalisasi peran lembaga adat di Manggarai menjadi hal yang perlu dilakukan dalam upaya menangani
berbagai persoalan terutama konflik sosial yang terjadi. Revitalisasi peran lembaga adat adalah upaya untuk
menghidupkan kembali peran lembaga adat yang terperdaya atau terbelenggu oleh lembaga pemerintah
modern saat ini.
Kata Kunci: revitalisasi, lembaga adat, konflik, tua adat, hukum adat.

Abstract
The purpose of this study is to find out how the role of traditional institutions in dealing with social conflicts.
Knowing the role of adat institutions in dealing with social conflicts should be considered by the state to
revitalize its role in society. Customary institution is a social institution that is intentionally formed or
that has naturally grown and developed in the history of the community or in a particular customary law
community with jurisdiction and rights to assets in the customary law, as well as the right and authority
to regulate, administer and solve various life problems relating to and referring to applicable customs
and customary law. This research is a type of qualitative research conducted in Manggarai, East Nusa
Tenggara, represented by 10 traditional institutions spread across each region. The traditional leaders were
used as research informants. Data collection techniques used were interviews and documentary studies.
While the data analysis technique refers to the data analysis model used by B. Mathew Miles and A. Michael
Huberman consists of three activities namely; data reduction, data presentation, and drawing conclusions/

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
213
verification. In this study, customary institutions in history before the formation of modern government
institutions have performed their roles as judges on various life problems, especially conflicts that occur in
customary law communities. There are several ways of resolving conflicts in Manggarai society, namely old
kilos, old bowls, old panga, old teno and old Golo. In the process of resolving the conflicts the traditional
elders first get a report, then listen to the witness’ statement and finally the decision / sanction. Therefore,
efforts to revitalize the role of traditional institutions in Manggarai become something that needs to be done
in an effort to deal with various problems, especially social conflicts that occur. Revitalization of the role of
traditional institutions is an effort to revive the role of traditional institutions that are deceived or shackled
by modern government institutions today.

Keywords: Revitalization, custom institution, conflict, old custom, customary law

PENDAHULUAN Gambar 1. Konflik Sosial dalam Masyarakat


Dalam kehidupan sosial manusia, selalu Manggarai
tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai
konflik. Beragam konflik yang terjadi mulai
dari dalam diri individu, antara individu,
individu dengan kelompok hingga konflik
antara kelompok. Beragam konflik yang terjadi
pula disebabkan oleh banyak faktor mulai dari
masalah ekonomi, sosial, agama, ras, budaya
dan sebagainya.

Realitas konflik sosial juga terjadi dalam


kehidupan masyarakat Kabupaten Manggarai.
Aneka konflik sosial yang sering terjadi di
lingkungan masyarakat Manggarai antara lain
Sumber: BPS Kab Manggarai, 2019.
masalah batas lahan, perebutan harta warisan,
konflik dalam kehidupan rumah tangga, menjalankan roda perekonomian yang sebagian
konflik dalam pergaulan antara sesama warga besar masyarakatnya adalah petani yang
masyarakat dan sebagainya. bergantung pada lahan garapan.

Dari berbagai macam konflik yang terjadi Arah penyelesaian konflik yang terjadi
masalah lahan menduduki posisi teratas sebagai di Kabupaten Manggarai pada umumnya
sumber konflik dalam masyarakat (89%). selalu berujung pada penyelesaian di ranah
Kemudian dikuti oleh konflik dalam rumah hukum atau lembaga pengadilan. Penyelesaian
tangga (76%), harta warisan (54%) dan juga konflik melalui lembaga pengadilan dinilai dan
akibat pergaulan yang keliru dalam masyarakat membutuhkan waktu yang lama. Disamping
(33%). Berikut ini adalah statistik sumber itu penyelesaian oleh lembaga pengadilan
konflik dalam masyarakat Manggarai menghasilkan ada pihak yang menang dan
kalah. Konsekuensinya pihak yang kalah
Konflik yang yang terjadi dalam masyarakat meninggalkan rasa dendam yang suatu saat
Manggarai berdampak pada ketidakharmonisan akan muncul kembali sehingga konflik sosial
dalam hidup bermasyarakat. Sengketa lahan pun tidak berkesudahan.
misalnya selalu berujung pada kasus pembunuhan
dan permusuhan yang berkepanjangan. Penyelesaian pada ranah hukum
Akibatnya pula masyarakat terganggu dalam dinilai berdampak pada permusuhan yang

214 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
berkepanjangan antara pihak yang saling masih tetap eksis sampai saat ini meskipun juga
bertikai. Oleh karena itu harus ada suatu proses seringkali mengalami pasang surut. Bachtiar
penyelesaian konflik diluar ranah hukum (2017) yang meneliti tentang peranan lembaga
sebagai alternatif. Salah satunya adalah peran adat Melayu Riau dalam penyelesaian konflik
lembaga adat. tanah ulayat menemukan bahwa lembaga adat
sangat berperan aktif dalam menyelesaikan
Lembaga adat merupakan kearifan lokal
konflik, dengan ikut mendampingi masyarakat
yang dinilai mampu menyelesaikan berbagai
dan bahkan lembaga adat terjun langsung ke
konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat.
lokasi konflik. Aris dkk (2014) meneliti tentang
Lembaga adat juga mampu membangun sikap
peranan lembaga adat dalam penyelesaian
rekonsiliasi diantara pihak yang sedang bertikai
konflik lahan hutan adat di Desa Engkode
dengan cara dan metode yang dipakainya.
Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau
Penyelesaian konflik melalui lembaga adat
menemukan bahwa lembaga adat dengan nilai-
dilihat lebih efektif. Hal tersebut oleh karena
nilai budaya yang dimiliki berperan positif
suatu lembaga adat tumbuh dan berkembang
dalam menyelesaikan konflik lahan.
berdasarkan nilai yang hidup dimasyarakat serta
sudah diakui dan dianut secara turun temurun. Dari beberapa penelitian tersebut
Mekanisme penyelesaian konflik sosial dalam menunjukan bahwa eksistensi lembaga adat
lembaga adat selalu mengedepankan kerukunan masih sangat diperlukan dalam menyelesaikan
sosial dan keharmonisan. Dalam kehidupan konflik yang terjadi di tanah air. Namun
masyarakat adat (pedesaan), menciptakan dan penyelesaian melalui lembaga adat memiliki
menjaga kerukunan sosial sangat dihargai, beberapa kelemahan utama, yaitu kesewenang-
dan umumnya masyarakat mengutamakan wenangan dan kurangnya pengawasan.
pemulihan hubungan sosial ketika terjadi Untuk itu, agar menjamin kepastian hukum,
masalah. Proses penyelesaian konflik dalam maka diperlukan pengaturan sebagai bentuk
lembaga adat memiliki karakter yang fleksibel. pengakuan masyarakat melalui peraturan
Struktur dan norma yang berlaku bersifat longgar perundang-undangan terutama terkait dengan
dan selalu menyesuaikan dengan perubahan hal-hal yang berkaitan dalam bidang kehidupan
social yang terjadi. Penyelesaian sengketa yang netral seperti bidang administrasi,
dalam lembaga adat menggunakan otoritas dan pendidikan dan sebagainya (Samsul, 2014:
legitimasi masyarakat local (adat). Masyarakat 135).
di lingkungan pedesaan lebih memilih
Di Kabupaten Manggarai berdasarkan
peradilan adat, utamanya karena otoritas para
penelitian yang dilakukan oleh Dekki dkk
pemangku putusan ada di lingkungan pedesaan
pada tahun 2015 ditemukan bahwa lembaga
untuk memecahkan masalah dan melaksanakan
adat terpasung oleh sistem pemerintahan di
putusan (Samsul, 2014).
era modern yang mengabaikan peran lembaga
Penyelesaian konflik dalam lembaga adat. Sementara di pihak lain banyak hal dalam
adat sudah sering terjadi dihampir wilayah kehidupan masyarakat masih merujuk pada
di Indonesia. Kasim & Nurdin (2016) yang sistem dan hukum adat baik persoalan individu
meneliti tentang resolusi konflik berbasis maupun komunal. Sebagai contoh adalah
kearifan lokal di Aceh menemukan bahwa masalah tanah yang mana penyelesaiannya
pendekatan kearifan local, menyelesaikan hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat.
berbagai masalah sosial dalam masyarakat Aceh

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
215
Oleh karena itu upaya merevitalisasi peran yang lebih rendah (Tua kilo) sampai pada
lembaga adat di Manggarai menjadi hal yang lembaga adat tertinggi (Tua Golo) serta prinsip
perlu dilakukan dalam upaya menangani dan sanksi terhadap pihak yang berkonflik.
berbagai persoalan terutama konflik sosial yang Pemahaman dan pengetahuan akan fungsi dan
terjadi. Lembaga adat dalam sejarah sebelum peran lembaga adat ini sekaligus mendorong
terbentuknya lembaga pemerintahan modern pemerintah untuk kembali memberdayakan
telah menjalankan perannya sebagai pengadil fungsi dan peran lembaga adat dalam mengatasi
terhadap berbagai persoalan hidup terutama berbagai persoalan kehidupan berangsa dan
konflik yang terjadi dalam masyarakat hukum bernegara khususnya konflik sosial yang terjadi
adat. Karena itu peneliti merasa terdorong dalam kehidupan masyarakat.
untuk menggali kembali peran lembaga adat
Penelitian ini penting untuk dilakukan
tersebut terutama bagaimana lembaga adat
terutama untuk mengetahui peran lembaga
mengatasi konflik sosial yang terjadi dalam
adat dalam menangani konflik sosial. Dengan
wilayah hukum adat.
mengetahui peran lembaga adat dalam
Revitalisasi merupakan suatu proses menangani konflik sosial sekiranya menjadi
perbuatan untuk menghidupkan kembali pertimbangan bagi negara untuk tetap
suatu hal yang sebelumnya terberdaya atau memperhatikan perannya dalam masyrakat.
dengan kata lain revitalisasi sebagai upaya Pemerintah sangat perlu untuk memberdayakan
untuk menjadikan sesuatu vital. Revitalisasi lembaga adat sebagai pemeran utama dan
peran lembaga adat adalah upaya untuk pertama dalam mengatasi berbagai konflik
menghidupkan kembali peran lembaga adat yang terjadi dalam masyarakat.
yang terperdaya atau terbelenggu oleh lembaga
pemerintah modern saat ini. Konflik Sosial
Secara etimologis, Istilah konflik berasal
Study atau penelitian tentang peran
dari kata bahasa latin yaitu con dan fligere.
lembaga adat dalam mengatasi konflik sosial
Con berarti bersama, sedangkan fligere berarti
di Manggarai sudah banyak dilakukan para
tabrakan atau benturan. Dengan demikian
peneliti, akan tetapi dengan fokus penelitian
konflik diartikan sebagai benturan atau tabrakan
yang berbeda, antara lain: fokus pada akar
antara sesama yang terkait dengan kepentingan,
penyebab konflik (Jehamat & Si, 2018) yang
pendapat, hak dan sebagainya.
mengkaji “Dinamika Konflik Sosial Berakar
Tanah Komunal”, peran kepemimpinan Tu,a Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Golo (Bustam, 2009) dan Fokus pada upaya konflik berarti percecokan, pertikaian,
pemerintah yang mengkaji tentang “Inisiasi perselisihan, benturan, pertentangan atau clash
Pemerintah Daerah dalam mengatur Alternatif antara sesama manusia. Sementara itu dalam
penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Adat” international enchyclopaediaof the social sciense
(Wicaksono, 2018). (Coser, t.t, 232-236) menguraikan konflik secara
antropologis. Dijelaskan bahwa konflik timbul
Dari keseluruhan penelitian tersebut yang
akibat adanya persaingan antara dua pihak
berkaitan dengan peran lembaga adat dalam
atau lebih, baik perorangan, keluarga, kerabat,
mengatasi konflik belum ada yang sampai pada
komunitas, satu lapisan kelas sosial pendukung
mengulas secara detail proses penyelesaian
ideologi tertentu, organisasi partai politik, satu
konflik dalam lembaga adat mulai dari tingkat
agama, satu suku bangsa dan sebagainya.

216 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
Coser (Alrasyid, 2005) menegaskan bahwa Berbagai macam konflik tersebut di
konflik adalah usaha memperebutkan status, atas mengisyaratkan bahwa kehidupan
kekuasaan dan sumber-sumber ekonomi bermasyarakat selalu melahirkan potensi
yang sifatnya terbatas, dengan mana pihak- konflik. Hal tersebut mempertegas apa yang
pihak yang berkonflik tidak hanya bertekat dikatakan oleh Alrasyid, (2005) bahwa
untuk memperoleh barang yang dimaksud bangsa Indonesia dengan struktur sosial yang
tetapi juga berniat menghancurkan lawannya. sedemikian kompleksnya, sangat rasional
Dalam hal ini konflik sesungguhnya membawa sekali bila selalu berhadapan dengan berbagai
dampak pada perpecahan, permusuhan dan permasahan diantaranya konflik antar etnik,
bahkan kehancuran. Untuk memenangkan dan adanya kesenjangan sosial serta sulit sekali
mendapatkan suatu keinginan maka sesorang adanya integrasi secara permanen. Hambatan
mau tidak mau berusaha menghancurkan dan kesulitan yang ada semakin tampak jelas,
pihak lain. Upaya penghancuran tersebut tentu jika diferensiasi (perbedaan sosial) berdasarkan
mendapat perlawanan yang sengit dari pihak parameter suku bangsa bersamaan pula dengan
lain. Dan sebagai akibatnya timbullah konflik parameter lain seperti agama, kelas, ekonomi,
yang membawa pada kehancuran. dan bahasa. Akibatnya sentimen-sentimen
yang bersumber dari parameter sosial yang
Ada berbagai macam konflik yang terjadi
satu cenderung berkembang saling menunjang
dalam kehidupan masyarakat. Secara umum
dengan sentimen-sentimen yang bersumber
konflik dalam masyarakat dibedakan atas: 1)
dari diferensiasi social berdasarkan parameter
konflik dalam diri individu; 2) konflik antar
yang lain.
individu; 3) konflik antarindividu dan kelompok;
4) konflik antara kelompok dalam organisasi Dalam perspektif teori konflik bahwa
yang sama; 5) konflik antara organisasi dengan adanya konflik merupakan suatu fenomena
organisasi lain; 6) konflik antara individu dalam sosial yang lumrah dan normal dalam
organisasi yang berbeda. kehidupan masyarakat. Bahkan penting untuk
mencapai suatu perubahan dalam masysrakat.
Di Indonesia berbagai macam konflik yang
Perubahan sering kali muncul ketika
pernah terjadi diantaranya (Alrasyid, 2005):
masyarakat memaksakan kehendak bahwa
a) konflik antara ras misalnya penjarahan
sesuatu harus terjadi walau lewat pertentangan
pertokoan, pembunuhan dan pemerkosaan
ketimbang sebagai kesepakatan dan kehendak
terhadap kaum non pribumi; b) konflik sosial
tulus kelompok yang memiliki kekuasaan. Oleh
antara agama; c) konflik sosial antar suku; d)
karena itu konflik sosial menjadi urgen untuk
konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah
memacu timbulnya dinamika sosial (Saefudin,
daerah; e) konflik sosial antara golongan dan
2005).
kelompok politik.
Terlepas dari apa yang dijelaskan diatas,
Sedangkan dalam masyarakat manggarai
suatu realitas yang pasti bahwa konflik selalu
beragam konflik yang terjadi yaitu: a) konflik
membawa malapetaka karena menciptakan
perebutan hak ulayat; b) konflik di dalam
perpecahan dan kehancuran. Pakar konflik
keluarga; c) konflik antar individu; d) konflik
Yan Bing Zhang (Fajar, 2016) menjelaskan
antara kelompok; e) konflik antara individu dan
bahwa konflik ternyata memiliki eskalasi
kelompok.
yang makin kuat, jika konflik tersebut tidak
diselesaikan dan dikelola dengan baik. Lebih

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
217
lanjut zhang mengemukakan beberapa faktor bagian tersebut berupa eksploitasi, dominasi,
yang memicu munculnya konflik yaitu persaingan dan akhirnya konflik.
bentuk-bentuk penilaian antara generasi,
Beragam cara dalam mengatasi konflik
kerenggangan hubungan, ilegitimasi, kritisisasi
mulai dari upaya yang disebut preventif maupun
dan hubungan yang kurang baik. Sementara itu
represif. Ada tiga macam bentuk pengendalian
Linch (Fajar, 2016) menegaskan bahwa konflik
konflik sosial dalam kehidupan masyarakat
pada dasarnya muncul karena adanya bentuk
secara umum yaitu:
ketimpangan sosial akibat munculnya segresi
antarwarga dan penyebab utamanya beragam 1. Konsiliasi
mulai dari masalah finansial hingga masalah Konsiliasi di definisikan sebagai sebuah
rasial. usaha untuk mempertemukan pihak yang
Dahrendorf (Jhonson, 1990) berselisih dalam mencapai persetujuan dan/
mengklasifikasi faktor penyebab konflik atau menyelesaikan perselisihan tersebut.
yang mencakup kondisi ekonomi, politik Dalam konsiliasi diperlukan seseorang
dan sosial. Tekanan ekonomi dalam keluarga atau lembaga sebagai penengah akan tetapi
atau masyarakat mendorong seseorang untuk sifatnya tidak memihak. Konsiliator dapat
melakukan segala macam cara termasuk memberikan masukan atau pendapat,
menggunakan kekerasan, merampok/mencuri, akan tetapi ia tidak memiliki hak untuk
tipu muslihat dan sebaginya. Tekanan ekonomi mengambil keputusan akhir.
pula seringkali menjadi penyebab konflik 2. Mediasi
dalam kehidupan rumah tangga. Konflik politik
Mediasi merupakan proses penyelesaian
artinya terjadinya peristiwa konflik dalam
konflik dengan mengikutsertakan pihak
ruang lingkup kepentingan politik mulai dari
ketiga sebagai penengah. Pihak ketiga
sistem pemerintahan, perebutan kekuasaan
yang adalah sebagai penengah benar-benar
dan sebagainya. Sedangkan konflik sosial
harus berada dalam posisi netral dan tidak
diakibatkan oleh ketimpangan-ketimpangan
memihak kepada salah satu pihak. Ia harus
sosial, perbedaan kebudayaan, pola pergaulan,
bersikap sama dan adil untuk menumbuhkan
ketimpangan hubungan, diskriminasi rasial
trust atau kepercayaan dari pihak yang
dan sebagainya.
sedang bertikai.
Konflik yang terjadi dalam masyarakat 3. Arbitrasi
juga disebabkan oleh apa yang disebut
Kata arbitrasi berasal dari istilah bahasa
struktur sosial. Peter M. Blau (Mulyadi,
latin yang artinya melalui pengadilan,
2002) menyatakan bahwa struktur sosial
dengan seorang hakim (arbiter) sebagai
merupakan penyebaran secara kuantitatif
pengambil keputusan. Dengan demikian
warga masyarakat dalam berbagai status sosial,
arbitrasi merupakan suatu proses
yang dapat mempengaruhi hubungan antara
penyelesaian konflik atau sengketa melalui
mereka termasuk didalamnya konflik sosial.
lembaga pengadilan. Berbeda dengan
Karakteristik utama dari struktur adalah adanya
mediasi dan konsiliasi, keputusan seorang
berbagai tingkatan perbedaan dan keberagaman
arbiter adalah keputusan yang mengikat
antara bagian serta proses konsolidasi yang
dan oleh karena itu kedua belah pihak yang
timbul dalam kehidupan bersama, sehingga
bertikai wajib mematuhi dan mentaatinya.
dapat mempengaruhi derajat hubungan antara

218 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
Lembaga Adat serta memiliki hak dan wewenang seturut
Konsep lembaga adat merupakan bentukan hukum adat yang berlaku.
dari dua buah kata yaitu lembaga dan adat.
Lembaga adat sebagai sebuah organisasi
Lembaga diartikan sebagai sebuah badan atau
memiliki peran yang strategis dalam berbagai
organisasi yang tujuannya adalah melakukan
aspek kehidupan untuk menunjang kehidupan
suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan
bersama masyarakat. Secara umum ada
suatu usaha, atau juga sebagai badan pelayanan
beberapa peran lembaga adat yaitu (https://
dalam masyarakat. Sedangkan adat adalah cara,
slideshare.net):
aturan, atau kebiasaan serta wujud gagasan
kebudayaan yang terdiri atas norma, nilai- 1. Lembaga adat berperan dalam merencanakan,
nilai budaya, hukum serta aturan yang satu mengarahkan, serta mensinergikan program
dengan yang lainnya membentuk menjadi suatu pembangunan sehingga sesuai dengan tata
sistem. Dengan demikian lembaga adat adalah nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan
organisasi atau badan yang memiliki cara, nilai, yang berkembang dalam masyarakat guna
terwujudnya, keselarasan, keserasian,
aturan, serta hukum yang berkaitan satu sama
keseimbangan, keadilan dan kesejahteraan
lain dan membentuk sebagai sistem.
masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam 2. Lembaga adat berperan dalam menyelesaikan
Negeri Nomor 5 Tahun 2007, lembaga adat masalah sosial kemasyarakatan dalam
adalah lembaga kemasyarakatan baik yang wilayah hukum adat
sengaja dibentuk maupun yang secara alamiah 3. Lembaga adat berperan sebagai penengah
tumbuh dan berkembang didalam sejarah atau hakim dalam mendamaikan sengketa
munculnya masyarakat. Lembaga adat dalam yang terjadi di masyarakat
suatu masyarakat hukum adat memiliki 4. Lembaga adat berperan dalam membina
wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam
di wilayah hukum adat tersebut. Lembaga adat rangka melestarikan, memperkaya, dan
juga berhak dan berwenang untuk mengatur mengembangkan kebudayaann nasional
dan mengurus serta menyelesaikan berbagai pada umumnya dan kebudayaan lokal (adat)
permasalahan kehidupan dengan mengacu pada khususnya.
pada hukum adat dan adatistiadat yang berlaku. Penelitian yang dilakukan oleh Dekki
Sedangkan menurut ilmu budaya, lembaga adat dkk pada tahun 2015 ditemukan bahwa peran
didefinisikan sebagai bentuk organisasi yang lembaga adat saat ini terpasung oleh sistem
tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, pemerintahan di era modern yang mengabaikan
peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah peran lembaga adat. Sementara di pihak lain
serta mengingkat individu, mempunyai otoritas banyak hal dalam kehidupan masyarakat
yang formal dan sanksi berdasarkan hukum masih merujuk pada sistem dan hukum adat
adat yang berlaku. baik persoalan individu maupun komunal.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas Sebagai contoh adalah masalah tanah yang
dapat disimpulkan bahwa lembaga adat mana penyelesaiannya hanya bisa diselesaikan
merupakan badan atau organisasi yang dibentuk melalui hukum adat.
oleh masyarakat hukum adat tertentu, dengan Oleh karena itu upaya merevitalisasi
memiliki sistem, nilai, norma, aturan, hukum peran lembaga adat menjadi hal yang perlu

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
219
dilakukan dalam upaya menangani berbagai kejasama dengan subyek yang diteliti, dengan
persoalan terutama konflik sosial yang tetap mengambil sikap kritis sebagai sebagai
terjadi. Lembaga adat dalam sejarah sebelum seorang peneliti.
terbentuknya lembaga pemerintahan modern
Sumber data yang lain adalah dokumen
telah menjalankan perannya sebagai pengadil
tertulis seperti; notulen rapat, laporan-laporan,
terhadap berbagai persoalan hidup terutama
arsip surat-surat, rekaman gambar, yang
konflik yang terjadi dalam masyarakat hukum
berkaitan dengan rancangan penelitian.
adat.
Lokasi penelitian ini di Kabupaten
Revitalisasi merupakan suatu proses
Manggarai dengan lokus pada lembaga-
perbuatan untuk menghidupkan kembali
lembaga adat yang tersebar di setiap wilayah
suatu hal yang sebelumnya terberdaya atau
kecamatan. Lembaga-lembaga adat yang
dengan kata lain revitalisasi sebagai upaya
dipilih sebagai sampel dengan menggunakan
untuk menjadikan sesuatu vital. Revitalisasi
metode purpose sample yaitu berdasarkan
peran lembaga adat adalah upaya untuk
pertimbangan khusus peneliti yang dilihat dari
menghidupkan kembali peran lembaga adat
rekam jejak dalam menangani berbagai macam
yang terperdaya atau terbelenggu oleh lembaga
konflik sosial dalam masyarakat.
pemerintah modern saat ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
METODE adalah wawancara dan studi dokumenter.
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif, Wawancara yang dilakukan untuk memperoleh
karena itu lebih menekankan serta mengkaji dan data yang berkaitan dengan peran lembaga
mendeskripsikan peran lembaga adat di wilayah adat serta proses penyelesaian konflik dalam
Manggarai dalam mengatasi konflik sosial. masyarakat. Analisis data merujuk pada model
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif analisis data yang digunakan oleh B. Mathew
ini adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya Miles dan A. Michael Huberman terdiri dari tiga
adalah data tambahan. Kata-kata dan tindakan aktivitas yaitu; reduksi data, penyajian data,
secara individu ataupun secara bersama (dalam dan penarikan kesimpulan/ verifikasi (Miles
suatu organisasi misalnya) yang diamati dan dan Huberman, 1994). Pengujian keabsahan
diwawancarai merupakan sumber data utama. data dilakukan dengan metode triangulasi.
Data-data tersebut disimpan melalui catatan Pernyataan dari satu informan akan diteruskan
tertulis maupun melalui rekaman, pengambilan dengan informan lain secara terus-menerus
foto dan sebagainya. Pencatatan terhadap isi sampai terjadinya kejenuhan informasi.
data dari sumber utama melalui wawancara
atau pengamatan partisipatif dilakukan untuk HASIL PENELITIAN DAN
memperoleh informasi yang diperlukan. PEMBAHASAN

Sumber data dalam penelitian ini adalah Konflik Sosial dalam Masyarakat
informan kunci yang berjumlah 50 orang terdiri Manggarai
dari para tokoh adat yang mewakili 10 lembaga Konflik dan kekerasan adalah dua hal yang
adat dan juga masyarakat adat. Pentingnya berbeda. Akan tetapi konflik berujung pada
peranan informan ini maka calon peneliti kekerasan apabila konsepsi dan aksi tidak
akan menjaga kepercayaan, keakraban serta sejalan atau bila tujuan terhambat. Konflik yang
melahirkan kekerasan sekurang-kurangnya

220 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
ditemukan dalam empat tipe, yakni (Dagur, Dalam kehidupan bermasysrakat orang
2008): Manggarai tentu tidak terlepas dari beragam tipe
konflik sebagaimana yang sudah disebutkan.
1) Konflik dalam Diam (Terkekang)
Menurut penuturan ABG (Wawancara, 2019)
Konflik ini terjadi kalau setiap orang bahwa konflik yang sering terjadi dalam
atau para pihak masih mampu menahan diri, masyarakat adat di Kabupaten Manggarai
tetapi pelampiasan kebencian terjadi dalam adalah konflik laten. Misalnya pada waktu
bentuk tidak saling menegur (tegur sapa) oang tuanya masih hidup dia tidak menggungat
bila kebetulan bertemu atau berpapasan, masalah lahan akan tetapi ketika orang tuanya
saling menjaga jarak dalam pergaulan. Tipe meningggal baru menggugat. Ini disebabkan
konflik dalam diam ini berpeluang menjadi karena ketidaksesuaian yang makin menjadi,
konflik terbuka bila ada pemicu atau faktor interdepensi yang makin tinggi atau perilaku
pemicu lainnya. pengehambat. Dengan demikian bahwa banyak
2) Konflik terbuka persoalan yang diangkat karena tidak jujur.
Konflik ini terjadi ketika para pihak atau Selain itu, konflik secara terbuka sering
setiap orang tidak mampu lagi menahan juga terjadi. Konflik yang sering terjadi adalah
diri dan melakukan tindakan anarkis secara konflik kepemilikan lahan pertanian. Aneka
terang-terangan dan liar. Konflik ini tentu konflik terbuka yang terjadi antara lain konflik
saja berakar dalam endapan masalah dan antar individu, konflik antara kampung dan
bercorak sangat nyata, yang penangannya juga konflik antara kampung dan pemerintah.
harus menyelesaikan akar penyebab
masalah dan berbagai efeknya. Demikian pula konflik dalam diam akibat
persaingan dalam masyarakat (bisnis atau
3) Konflik Laten
usaha, jabatan, prestasi). Serta konflik kejutan
Konflik laten adalah konflik yang misalnya perselisihan karena kesalahpahaman
terpendam sekian lama, tetapi sewaktu- atau ketersinggungan dan tindakan-tindakan
waktu muncul pada situasi tertentu, antara asusila (loma). Ada lima loma dalam
lain bila pihak yang memunculkan konflik kebudayaan Manggarai yang seringkali
itu telah secara cermat memperhitungkan membawa pada pertikaian yaitu loma lelo,
kelemahan lawan sehingga secara strategis loma pande, loma tombo, loma wintuk dan
memenangkan konflik. loma nggut agu ngga,ut.
4) Konflik kejutan
Peran Lembaga adat dan Alur/Jenjang
Adalah konflik yang timbul secara Penyelesaian Konflik di Manggarai
tiba-tiba, seketika hanya terjadi karena
Keberadaan peradilan adat di Indonesia
kesalahpahaman. Sering konflik kejutan ini
dihapus melalui beberapa peraturan perundang-
dapat membias secara luas dan membius
undangan, yaitu undang-undang Nomor 23
keluarga untuk terlibat, sehingga menjadi
Tahun 1947 tentang Penghapusan Pengadilan-
konflik antara keluarga atau sara yang
raja (Zelfbestuursrechtspraak) di Jawa dan
cenderung anarkis, hanya karena bela
Sumatera, Perpu No.1 tahun 1950 juncto
keluarga, kampung, kelompok atau suku,
UU No.8 tahun 1950 tentang Penghapusan
agama dan ras.
Pengadilan Raja (Swapraja), UU Darurat
Nomor 1 tahun 1951 Tentang Tindakan-

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
221
Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Berikut ini adalah gambar alur/jenjang
Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara penyelesaian konflik dalam lembaga adat di
Pengadilan-Pengadilan Sipil dan UU No. 5 Kabupaten Manggarai:
Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang
menghapus segala bentuk hukum adat di
Indonesia. Penghapusan terhadap peradilan adat
didasarkan pada pertimbangan kepentingan
umum, unifikasi, dan nasionalisme. Disamping
itu dipengaruhi oleh mitos hukum negara yang
bercirikan terintegrasi dan sistematis (Samsul,
2014).

Sebelum penghapusan peradilan adat ini


prinsip penyelesaian konflik sosial yang terjadi
dalam Masyarakat adat Kabupaten Manggarai
adalah melalui lembaga adat. ABG menuturkan
(Wawancara, 2019) ”eme manga mbolot toto Gambar 1: Alur/Jenjang Penyelesaian Konflik
mbolot one tua golo, agu eme manga sala caca di Lembaga Adat Masyarakat Kabupaten
sala one tua panga” adalah salah satu semboyan Manggarai
yang diwariskan secara turun temurun agar
Dari gambar di atas dapat dijelaskan
segala macam persoalan diselesaikan melalui
beberapa alur/jenjang penyelesaian konflik
lembaga adat.
beserta peran lembaga adat di Kabupaten
Walaupun demikian sampai dengan saat Manggarai yaitu:
ini di Kabupaten Manggarai tetap ditemukan
1) Tu’a Kilo
proses penyelesaian sengketa atau konflik
melalui lembaga adat. Memang hal tersebut Tu’a Kilo merupakan seseorang yang
sudah diatur dalam Pasal18B ayat (2) UUD mengepalai suatu keluarga. Tu’a Kilo
1945 menyatakan bahwaNegara mengakui dan biasanya disandang oleh bapak atau ayah.
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat Dalam struktur hukum adat, Tu’a Kilo
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya adalah kunci utama penyelesaian segala
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan macam persoalan dalam masyarakat.
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Menurut penuturan yang disampaikan oleh
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur SB (Wawancara, 2019) bahwa tidaklah
dalam undang-undang. elok masalah yang dihadapi dalam keluarga
atau antar keluarga diketahui oleh khalayak
Akan tetapi belum adanya peraturan umum. Oleh karena itu sebelum persoalan
pelaksana di daerah yang berlaku secara umum diselesaikan pada jenjang adat yang lebih
dan menjadi acuan menyebabkan mati surinya tinggi terlebih dahulu diselesaikan dalam
eksistensi lembaga adat. Bahkan keberadaanya kilo yang dipimpin oleh Tu’a Kilo.
saat ini termarginalkan oleh negara.Tua-tua
2) Tu’a Mangkok/ Tu’a Ame
adat menjadi orang asing di negara sendiri.
Tu’a Mangkok/Tu’a Ame merupakan
keturunan sesudah lapisan panga yang

222 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
dipercayakan mengurus diri. Ame terdiri batas lahan. Sebagaimana penuturan oleh
dari atas beberapa kilo atau keluarga yang BU (Wawancara, 2019) “me manga harat
tinggal atau hidup bersama dalam satu rumah bancik tugasnya Tu’a Teno. Namun dalam
tangga. Satu Ame disebut juga kilo hang neki ketidakmampuan Tu’a Teno dalam mengatasi
artinya satu keluarga besar, yang tinggal atau konflik lahan, Tu’a Teno dapat melimpahkan
hidup bersama dalam satu rumah tangga, proses penyelesaiannya bersama dengan
yang terdiri atas orang tua, anak-anak yang Tu’a Golo. BU (Wawancara, 2019)
belum menikah, anak-anak yang sudah mengatakan “One cekeng manga mbolot,
menikah, nenek dan seluruh keluarga besar, kempeng tu’a golo, eme toe haeng le tu’a
sehingga dalam satu rumah tangga terdapat teno manga cica le tu’a golo” (Disaat ada
puluhan hingga ratusan anggota keluarga konflik lahan, diselesaikan oleh Tua Teno,
yang hidup bersama (Iswandono, 2016). akan tetapi apabila Tua Teno tidak mampu
Yang mengepalai atau sebagai pemimpin menyelesaikannya, maka dilimpahkan
kilo hang neki ini disebut sebagai Tu’a Ame/ kepada atau meminta bantuan kepada Tua
Tua Mangkok. Konflik dalam masyarakat Golo). Dalam arti sebelum perselisihan
adat yang tidak bisa diselesaikan oleh Tu’a tersebut sampai kepada Tu’a Golo, Tu’a
Kilo ditangani atau diteruskan kepada Tu’a Teno terlebih dahulu menyelesaikannya
Mangko/Tu,a Ame. dan ketika Tu’a Teno tidak mampu lagi
mengatasinya barulah dilimpahkan kepada
3) Tu’a Panga
Tu’a Golo.
Panga diartikan sebagai bagian atau
cabang. Panga atau subklan dalam suatu 5) Tua Golo
masyarakat adat adalah sekelompok orang Tu’a Golo adalah jabatan tertinggi
dari satu garis keturunan ayah (ca empo). dalam struktur hukum adat di Kabupaten
Panga dikepalai oleh Tu’a Panga atau Manggarai. Tu,a Golo merupakan Tu’a
kepala panga. Tu’a Panga dalam struktur yang menguasai golo/beo (kampung) yaitu
hukum adat memiliki hak atau berkewajiban pa’ang’n olon, ngaung’n musi (seluruh
menyelesaikan konflik yang tidak dapat daerah gendang atau kampung). Tugas
atasi oleh Tu’a Mangkok. Tu,a Golo adalah memimpin seluruh rakyat
gendang dan mengontrol serta menertibkan
4) Tu’a Teno.
pelaksanaan adat istiadat sebagai pedoman
Tu’a Teno merupakan perpanjangan hidup seluruh warga gendang atau beo. Ia
tangan Tu’a Gendang yang bertugas untuk juga berwenang memberi sanksi bagi yang
menentukan pembagian tanah yang menjadi melanggar tata tertib aturan gendang. Tua
hak milik gendang. Selain itu juga Tua Golo sebelum terbentuknya pemerintahan
Teno bertugas mengamankan pelaksanaan seperti sekarang ini juga adalah perpanjangan
pembagian tanah dan melaksanakan ritus tangan pemerintahan. Segala urusan dan
pembagian. Sedangkan yang menentukan masalah yang terkait urusan pemerintahan
kepemilikan tanah adalah Tu’a Golo/ adalah menjadi tanggung jawab Tua Golo.
Gendang. Jumlah Tu’a Teno bisa lebih dari
satu dengan menyesuaikan jumlah lingko Otoritas atau kewenangan Tua Golo
atau lahan yang hendak dibagikan. Tu’a golo diakui dalam sebuah kampung (beo) atau
berkewenangan mengatasi konflik masalah (golo). Kedudukan dan jabatan Tua Golo
tanah misalnya kepemilikan lahan dan ditentukan berdasarkan pada posisi senioritas

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
223
usia pemimpin tertua yaitu jalur kekerabatan 1) Laporan Pihak Korban
dari pihak pria anak sulung generasi pertama Laporan pihak Korban dalam
yang terlebih dahulu (pertama) membentuk penyelesaian konflik sosial masyarakat adat
pemukiman sebuah beo (kampung)/golo. Kabupaten Manggarai dilakukan secara
Dari struktur klan tersebut kemudian lahir lisan, tidak tertulis. Penyelesaikan konflik
sebuah tatanan kekuasaan atau otoritas sosial selalu diawali dengan adanya laporan lisan
berdasarkan garis keturunan leluhur yang biasa dari korban. Sebagaimana penuturan oleh
disebut Asekae. Kesemuanya itu dipimpin oleh BU (Wawancara, 2019), misalnya “Tara
seorang Tu’a Wau atau Tu’a Golo. Lambat laun manga tombo dami kamping ema do. Aee
klan-klan kemudian berkembang menjadi besar ema, Nggitus-ngitus nggo ema, bahwa tae
dan akhirnya terpecah-pecah menjadi panga dise aku ngo ako saung daeng dise nitu,
yang dipimpin oleh tu’a panga. Di dalam maut agu mangkong ema. Sehingga daku
panga ini ada satu keluarga inti atau keluarga anak ema, co tara mangkong takok”, (Saya
batih yang disebut kilo dan dipimpin oleh tu’a menghadap bapak sebagai Tua Golo, karena
kilo (Merdesa Institute, 2018). ada yang menuduh saya mencuri sayur di
Dalam perannya mengatasi berbagai lahan milik mereka). Tua Golo kemudian
konflik sosial, Tua Golo sebagai jalan terakhir langsung menanggapi laporan tersebut.
yang dicapai ketika lembaga-lembaga adat Misalnya: “Nggo anak reweng dite hitu.
di bawahnya tidak mampu menyelesaikan Ho ce laku tiban. Aku kali anak ga ngo
persoalan tersebut. Keputusan tua golo dalam benta laku ase kae hitu” (Terimakasih
mengadili setiap perkara memiliki legitimasi atas laporannya dan laporannya diterima.
secara adat dan karena itu tidak terbantahkan. Selanjutnya saya memanggil pihak yang
Masyarakat adat yang berkonflik memiliki terlapor).
kewajiban untuk mentaati ketentuan-ketentuan 2) Mendengarkan Keterangan Pihak Terlapor
yang telah ditetapkan oleh Tua Golo. dan Saksi
Setelah mendapat laporan lisan dari pihak
Proses Penyelesaian Konflik Sosial
korban, Tua Golo kemudian memanggil
Lembaga adat di Kabupaten Manggarai pihak terlapor yang juga dilakukan secara
hadir sebagai lembaga yang mengayomi dan lisan, untuk meminta keterangan terkait hal
melindungi segenap masyarakat adatnya. yang dilaporkan. Pada kesempatan itu juga
Penyelesaian konflik melalui lembaga adat di Tua Golo mengundang para pemangku adat
Kabupaten Manggarai dilakukan dengan penuh mulai dari Tua Kilo, Tua Mangkok, Tua
rasa kekeluargaan dengan mengedepankan asas Panga, Tua Teno, serta pihak pelapor dan
muswawarah dan mufakat. Proses penyelesaian kedua keluarga besar yang diwakili.
konflik disetiap jenjang lembaga baik di tingkat
Tua Kilo sampai pada Tua Golo melibatkan Setelah semua pihak berkumpul,
berbagai pihak, baik pihak yang terkait dengan selanjutnya Tua Golo menyampaikan
konflik maupun kehadiran para tetua adat. maksud undangannya kepada para tetua,
Berikut ini adalah acara penyelesaian konflik Misalnya: “ho tite ngasang kae tua teno
dalam lembaga adat di Kabupaten Manggarai: lawang ite ase kae do ata lonto kaeng
golo, reweng daku tua golo latang ase kae
do, ai one weki daku ase kae lonto, cama
lonto one kaeng golo, manga ata timpok toe

224 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
nggelek landing maut agu mangkong, itu asal toe tuung”. Apabila pihak terlapor
tara manga benta taung tite ema do” (Saya tidak mengakui atas apa yang dituduhkan
mengundang semua karena ada laporan dari oleh pelapor, maka Tua Golo mendalami
salah satu warga yang menuduh dirinya lebih lanjut atas masalah tersebut melalui
telah melakukan suatu tindakan melanggar keterangan saksi-saksi. Bukti-bukti yang
aturan adat). disampaikan oleh para saksi akan menjadi
kunci bagi Tua Golo untuk memutuskan
Kemudian selanjutnya Tua golo
perselisihan yang terjadi.
menyatakan kesediaan pihak terlapor dan
pelapor untuk menyelesaiakan persoalan 3) Keputusan
yang dihadapinya, misalnya “ho meu anak Setelah meminta klarifikasi dari pihak
woko caing keta bo ga kamping ami ema, terlapor dan mendapati kebenaran dari apa
landing maut agu mangkong, eng ko toe eme yang dituduhkan, Tua Golo yang disetujui
tombo ami ema tong”? Setelah menyatakan oleh tetua yang lain mengambil keputusan
kesediaannya, Tua Golo kemudian mengasa untuk hambor atau acara perdamaian
atau meminta pendapat tetua yang lain terhadap kedua pihak yang berselisih.
untuk bersedia menjadi pemimpin sidang, Acara hambor itu sendiri dilakukan pada
misalnya: “ende ema ase kae, ai one ca kesempatan yang lain seturut kelengkapan
tombo ho bo ga, maut agu mangkong lite, alat atau materi hambor berupa tuak, ayam,
one maut agu mangkong wetik weki tanda babi, bahkan kerbau yang disediakan sendiri
ngasang, ho tite ema ase kae boto ba ngger baik oleh pihak terlapor dan/atau pelapor,
peang mai para, jadi ya aq senget meut atau hanya oleh terlapor sendiri.
rein”. Para tetua adat yang lain menimpali
kemudian bahwa sebagai yang tertua Hukuman atau Sanksi
atau yang mengepalai sebuah golo, maka Hukuman merupakan ganjaran kepada
menjadi tugas dan tanggung jawab Tua seseorang yang melakukan pelanggaran
Golo untuk menyelesaikan perselisihan atas hukum atau peraturan yang berlaku.
yang terjadi termasuk menjadi pemimpin Pelanggaran terhadap hukum adat akan
sidang. Misalnya: “nggo ema toe nganceng mendapat sanksi adat sesuai dengan ketentuan
lami ngasang ase hitu, hitu muing tugas yang berlaku. Dalam konteks hukum adat di
dite sebagai kae lami, agu sebagai ata tua, wilayah Kabupaten Manggarai sesungguhnya
apa kaut ata toing agu titong dite ikut lami” tidak dikenal istilah sanksi atau hukum bagi
(Sebagai orang tua atau yang dituakan pihak yang sedang berkonflik. Walaupun ada
maka itu menjadi tugas Tua Golo, apa pun istilah dalam budaya Manggarai terkait sanksi
keputusannya kami akan mendukung dan bagi yang berkonflik yaitu “denda” (Sanksi).
menghormatinya). Akan tetapi makna yang sesungguhnya dari
Tua Golo kemudian melanjutkan sidang kata “denda” tersebut bukanlah sanksi dalam
sebagai pemimpin dan meminta klarifikasi hubungannya dengan ganjaran atas perbuatan
atau keterangan dari pihak terlapor atas apa yang telah dilakukan.Mengapa demikian?
yang dituduhkan. Misalnya: “Ho ite anak Dalam penyelesaian konflik sosial secara
ase kae tung ko toe maut agu mangkong adat di Kabupaten Manggarai tidak ada pihak
latang ase ho. Jujur lite toem con kle lami yang disalahkan atau pun dibenarkan. Artinya
ema tra bae koe le ase ho. Ata penting toe kedua belah pihak sama-sama benar dan juga

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
225
sama-sama salah (win-win posision). Kedua Namun ada hal yang sifatnya hukuman
belah pihak yang berkonflik sama-sama atau sanksi dalam budaya Manggarai, yang
menanggung ganti rugi atau denda. Misalnya tidak dapat ditoleransi yaitu berkaitan dengan
kalau dalam hubungan kawin mawin, hambor tindakan asusila yang dilakukan secara
(damai), teti elan anak rona wali le anak wina individual dan merugikan pihak lain. Hal itu
(Babi disiapkan oleh keluarga perempuan dan sering disebut loma. Ada lima jenis loma yaitu
akan dibayar oleh keluarga pria). loma lelo, loma pande, loma tombo,loma olo
jodo ho toe.
Demikian juga dalam kasus-kasus yang lain
misalnya memfitnah, ai toem manga ata susung Loma Lelo yaitu tindakan yang dengan
agu jera. Woko de hau manuk ce botol tuak. Dite sengaja melihat bagian tubuh tertentu dari
ase kae ce botol tuak ce tumpi rongko. Masalah perempuan pada saat mandi.Loma pande
batas, misalnya “ ai harat bancik de weta kesa yaitu tindakan pelanggaran dengan memegang
toe denda, ho tuak botol te tombo sala, manuk bagian sensisitif dari tubuh perempuan.Loma
kapu wae’k aguawal am manga ketas nggut tombo yaitu kata-kata kasar berupa makian
agu nggaut”. Selain itu ada amplop berisi uang yang ditujukan kepada perempuan.
sebagai ganti rugi. Dan bahkan perkelahian
Terhadap tindakan-tindakan seperti ini tua
yang sampai menelan korban jiwa, masih bisa
golo tidak segan-segan memberikan hukuman
diselesaikan secara adat (wunis peheng).
atau sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran
Walaupun demikian tetap ada perbedaan yang telah dilakukan dan tanpa melibatkan
terkait besarnya materi “denda” yang di pihak korban. Artinya pelaku menanggung
tanggung oeh kedua belah pihak yang semua materi denda sesuai dengan yang di
berkonflik. Pihak yang dianggap bersalah tentu putuskan secara adat.
memiliki nilai yang besar dibandingkan dengan
pihak korban Dan besarnya tergantung tingkat KESIMPULAN
kesalahan yang dilakukan. Sebelum terbentuknya negara dalam
mengatur ketertiban kehidupan bermasyarakat,
Alasan yang mendasar mengapa penyelesaian
sudah ada pranata adat yang memiliki nilai-
konflik dalam hukum adat di Manggarai melalui
nilai serta peraturan-peraturan yang mengatur
prinsip win-win solusion adalah supaya pihak
kehidupan masyarakat adatnya. Dalam
bertikai tidak merasa disalahkan dan oleh karena
masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur
itu tidak akan menyimpan perasaan dendam.
berdasarkan hasil penelitian sudah ada lembaga
Dengan tidak adanya rasa dendam maka
adat yang memiliki peran dalam menyelesaikan
hubungan yang dibangun dalam kehidupan
berbagai macam persoalan dalam masyarakat
bersama tetap harmonis dan selalu menjaga
termasuk konflik diantara masyarakat sendiri.
kerukunan dan persatuan.
Proses penyelesaian aneka konflik tersebut
Ada beberapa materi denda yang biasa berjenjang mulai dari Tua Kilo, Tua Mangko,
disiapkan dalam acara “hambor” yaitu tuak Tua Panga, Tua Teno hingga Tua Golo.
(Arak), rongko (Rokok), manuk (Ayam), ela Uniknya penyelesaian konflik dalam lembaga
(Babi) dan Kaba (Kerbau). Jumlahnya materi adat tersebut melalui prinsip win-win solusion.
denda juga tergantung dari tingkat kesalahan Artinya supaya pihak bertikai tidak merasa
yang dilakukan. disalahkan dan oleh karena itu tidak akan
menyimpan perasaan dendam. Dengan tidak

226 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020
adanya rasa dendam maka hubungan yang pula kepada Ristekdikti yang telah mendanai
dibangun dalam kehidupan bersama tetap penelitian ini.Permohonan maaf juga patut
harmonis dan selalu menjaga kerukunan dan disampaikan atas segala kekurangan peneliti
persatuan. selama penelitian berlangsung.

Oleh karena itu sudah seharusnya DAFTAR PUSTAKA


pemerintah memaksimalkan peran lembaga
adat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Aris, dkk. (2014). Perananan Lembaga Adat
melalui keterlibatan para tetua adat baik sebagai
dalam Penyelesaian Konflik Lahan
pengambil maupun pelaksana kebijakan.
pada Hutan Adat di Desa Engkode
Intervensi negara sangat dibutuhkan terutama
Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau.
melalui peraturan perundang-undangan agar
Dalam Jurnal Hutan Lestari.Vol 2, No
lembaga adat juga memiliki legitimasi yuridis
2, Hal.341
yang tidak terbantahkan soal keberadaannya.
Melalui peraturan yang melindungi keberadaan Alrasyid, M, H. (2005). “Manajemen Bencana
lembaga adat seiogianya nilai-nilai budaya Sosial dan Akar Konflik”. Dalam Jurnal
yang turun-turun diwariskan tetap terpatri Madani. Edisi II, hal. 1-10
dalam kehidupan bermasyarakat yang pada
sasarannya pula membentuk masyarakat Bachtiar, M. (2017). “Perananan Lembaga
negara yang bermoral dan bermartabat serta Adat Melayu Riau dalam Penyelesaian
menjamin terciptanya, perdamaian, keamanan Konflik Tanah Ulayat di Provinsi Riau”.
dan ketertiban. Dalam Jurnal Hukum Respublica. Vol.
16, No. 2
SARAN
Bustam, F. (2009). Peran Tua Golo sebagai
Dengan melihat adanya peran lembaga Pemimpin Tertinggi dalam Struktur
adat dalam menangani konflik sosial, Sosial Kelompok Etnik Manggarai
maka ada beberapa saran yang seiogianya ditinjau dari Perspektif Linguistik
diperhatikan antara lain: Pertama, pemerintah Kebudayaan. Dalam Jurnal Linguistika.
memberdayakan lembaga adat dalam Vol 16, No. 30.Maret 2009.
menangani konflik sosial di masyarakat.
Kedua, perlu menetapkan undang-undang atau Coser, t.t. “Conflict: Social Aspect:”.
peraturan yang turut memayungi peran dan Dalam David L. Silla International
fungsi lembaga adat dalam masyarakat. Encyclopaedia of The Social Sciences.
Vol 3.Hal. 232-236
UCAPAN TERIMAKASIH
Fajar, D, P. (2016). Teori-Teori Komunikasi
Dalam menyelesaikan penelitian ini,
Konflik. Jakarta: UB Press. https://
penulis tentunya tidak terlepas dari bantuan
slideshare.net: di Akses, 6 Agustus
berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima
2018.
kasih disampaikan kepada Bapak Anton Bagul,
Bapak Sil Baeng, Bapak AB dan para tua Iswandono, E. (2016). Integrasi Kearifan Lokal
gendang/golo yang tidak dapat disebutkan satu Masyarakat Suku Manggarai dalam
per satu atas informasi yang diberikan selama Konservasi Tumbuhan dan Ekosistem
berlangsungnya penelitian ini. Terima kasih Pegunungan Ruteng Nusa Tenggara

Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam Penanganan Konflik Sosial: Studi di Manggarai
Nusa Tenggara Timur, Yohanes Wendelinus Dasor dan Stanislaus Hermaditoyo
227
Timur. Sekolah Pascasarjana Institute Negara Hukum. Vol 5, No. 2 November
Pertanian Bogor. 2014.

Jehamat, L., Keha, S, P. (2018). “Dinamika Wicaksono, D, A.,Yurista, A, P. (2018). Inisiasi


Konflik Sosial Berakar Tanah Komunal Pemerintah Daerah dalam mengatur
di Kabupaten Manggarai Flores”. Alternatif penyelesaian Sengketa Tanah
Dalam Jurnal Sosio Konsepsia.Vol. 8, Berbasis Adat di Kabupaten Manggarai.
No. 1 September- Desember 2018. Dalam Jurnal De Jure.Vol. 18, No. 2,
Juni 2018.
Jhonson, D, P. (1990). Teori Sosiologi Klasik
dan Modern.Jakarta: Gramedia

Kasim, F, M & Abidin, N. (2016). “Resolusi


Konflik Berbasis Kearifan Lokal di
Aceh: Studi tentang Eksistensi dan Peran
Lembaga Adat dalam Membangun
Perdamaian di Kota Lhokseumawe”.
Dalam Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol. 3,
No. 1 Januari 2016.

Miles, M.B. dan A.M. Huberman. (1992).


“Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber tentang Metode-Metode
Baru”(Penerjemah Tjetjep Rohendi
Rohidi). Jakarta: UI-PRESS

Moleong, L, J. (2007). Metodologi Penelitian


Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Mulyadi. (2002). Konflik Sosial di Tinjau


dari Segi Struktur dan Fungsi.Jurnal
Humaniora: Journal of Culture,
Literatur, and Linguistics. Vol. 14, No. 3

Nawawi. (2003). Metode Penelitian Naturalistik


Kualitatif. Bandung: Tarsito

Saefudin, H.A. (2005). “Teori Konflik dan


Perubahan Sosial: Sebuah Analisis
Krisis”. Dalam Jurnal Mediator.Vol 6,
No. 1, hal. 75-82.

Samsul, I. (2014). “Penguatan Lembaga


Adat sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa”. Dalam Jurnal

228 SOSIO KONSEPSIA Vol. 9, No. 03, Mei – Agustus, Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai