Anda di halaman 1dari 29

PERAN KALOSARA SEBAGAI PROBLEM SOLVING

MASYARAKAT TOLAKI DI DESA LALOUMERA

PROPOSAL PENELITIAN

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
pada Jurusan/Program Studi psikologi

Oleh
PUPUT ARMITA
A1R117060

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lika-liku kehidupan manusia ada kalanya mengalami berbagai


permasalahan yang harus dipecahkan. Berniat memecahkan masalah dan
menjadikan sesuatu yang baru adalah tindakan yang berkaitan erat dengan satu
sama lainnya. Satu masalah biasanya tak bisa dipecahkan tanpa berpikir, dan
banyak masalah membutuhkan pemecahan masalah yang terkini bagi individu
serta bagi kelompok-kelompok. Pemecahan masalah menurut Saleh (2008)
mendefinisikannya sebagai Problem solving. Menurut Maulidya (2018)
problem solving didefinisikan sebagai suatu proses penyelesaian permasalahan
atau peristiwa dengan upaya memilih salah satu dari beberapa option yang
mendekati kebenaran dari suatu tujuan tertentu. Yusri (2017) mengatakan
bahwa kemampuan problem solving merupakan suatu keterampilan yang
meliputi kemampuan mencari informasi, menganalisa situasi,
mengidentifikasikan masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan
hasil yang dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan
melakukan suatu tindakan yang tepat.

Penyelesaian masalah melalui adat bukan hal yang tidak biasa dikalangan
suatu wilayah. Perdamaian merupakan hal yang mendapat dukungan dari
masyarakat, mempertahankan perdamaian merupakan usaha terpuji, sehingga
dalam menyelesaikan masalah, terbentuk pemilihan kompromi atau
perdamaian, salah satu wilayah yang masih menerapkan Hukum Adat sebagai
aturan yang ditaati oleh masyarakat adalah hukum Adat suku Tolaki.

Menurut Sensus BPS (2010) suku di Indonesia terdiri sebanyak 1.340.


Suku dan budaya tidak terlepas dari adat istiadat yang berperan sebagai hukum
yang hidup dan tumbuh didalam masyarakat. Sebagaimana suku-suku lainnya
yang ada di Indonesia, salah satunya diwilayah Sulawesi Tenggara terdapat

1
mayoritas suku Tolaki. Suku Tolaki mempunyai adat istiadat sebagai bukti
kekayaan budaya bangsa Indonesia. Suku Tolaki terbagi dua bagian yang
tersebar didua wilayah pemukiman. Sebagian penduduk suku Tolaki yang
berdiam didaratan Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten
Konawe Utara, dan Kota Kendari berdialek konawe. Sedangkan sebagian
penduduk suku Tolaki yang mendiami wilayah Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka Timur berdialek mekongga.

Masyarakat suku Tolaki yang telah menempati sebagian semenanjung


Provinsi Sulawesi Tenggara sejak dahulu, sangatlah menjunjung aturan adat
istiadat yang diwariskan oleh leluhur mereka dan sampai saat ini masih tetap
mempertahankan prosesi adat dalam menyelesaikan suatu masalah dengan
mengikuti aturan-aturan adat yang telah diberdayakan sejak turun temurun.
Menurut Amiruddin, dkk (2017) proses penyelesaian secara adat lebih dikenal
dengan nama peradilan adat. Apa yang dimaksud dengan peradilan adat adalah
acara yang berlaku menurut hukum adat dalam memeriksa,
mempertimbangkan, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara kesalahan
adat. Hukum adat tidak mengenal instansi kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan penjara. Tindakan adat yang diperlukan hanya berupa hukuman denda,
yaitu berupa membayar sejumlah uang sebagai denda adat atau pengganti
kerugian atas perbuatan pelanggaran yang dilakukan individu.

Penggunaan adat kalosara dalam sistem norma hukum dan tata nilai
masyarakat suku Tolaki. Keberadaan kalosara dalam masyarakat suku Tolaki
telah terbukti mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Kalosara dalam masyarakat Tolaki memiliki fungsi yang sakral dan di hormati,
keberlakuannya dipatuhi oleh masyarakat suku Tolaki maupun suku-suku lain
yang menempati daratan Sulawesi Tenggara. Persoalan-persoalan tertentu yang
terjadi ditengah masyarakat, baik yang bersifat individu atau keluarga maupun
kelompok biasanya para tokoh adat bekerja sama dengan pihak kepolisian. Jika
permasalahan tidak dapat diselesaikan secara adat, maka persoalan tersebut
diserahkan kepada pihak yang terkait yaitu pihak kepolisian. Demikian

2
lembaga adat menyelesaikan perdamaian antara pihak keluarga atau kelompok
yang berkonflik secara adat, sementara pihak kepolisian atau pemerintah
menyelesaikan proses hukumnya apabila masalah dari pihak yang berkonflik
tidak terselesaikan secara adat.

Terkhusus di wilayah Konawe, masyarakatnya sangatlah menjunjung


aturan adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur mereka jadi bukan hal yang
biasa lagi apabila banyak yang menggunakan adat sebagai solusi pemecahan
masalah bagi kedua belah pihak yang berkonflik. Hasil observasi awal (pada
tanggal 10 Oktober 2019) saya di desa Laloumera Kecamatan Besulutu
Kabupaten Konawe, ketika ada campur tangan adat dalam permasalahan yang
dialami setiap individu itu akan terselesaikan/damai meskipun masalah tersebut
adalah perihal yang besar, walaupun tanpa campur tangan dari pihak yang
berwenang (polisi). Peristiwa di mana seseorang, yang karena merasa sangat
malu atas pelakuan seseorang lainnya yang tidak sopan terhadapnya di depan
umum, melakukan reaksi keras berupa ancaman penganiayaan terhadap orang
yang memperlakukannya demikian untuk membela harga dirinya. Dalam
situasi yang demikian muncullah pihak ketiga menampilkan kalosara di antara
keduanya yang sedang ancam-mengancam satu sama lain. Tanpa komentar dari
ketiganya, peristiwa ancam-mengancam tersebut berhenti secara otomatis di
mana keduanya akan saling maaf-memaafkan. Dengan tampilnya kalosara itu
dalam suasana demikian maka damailah keduanya. Bila ternyata salah satu dari
keduanya atau kedua-duanya menolak adanya kalosara dalam peristiwa itu,
maka ia telah dipandang terkutuk dan akibatnya mereka harus dikeluarkan dari
warga Orang Tolaki atau menghukum mereka dengan ketentuan adat yang
berlaku.. Dari peristiwa tersebut sangat sesuai dengan aspek problem solving
yang ada empat tahap dalam proses pelaksanaan pemecahan masalah, tahapan-
tahapan tersebut merupakan proses yang harus dilalui dari awal sampai akhir.
Proses tahapannya yaitu; Tahap awal (mengenali masalah), Tahap operasi
(mengambil tindakan untuk pemecahan masalah), dan tahap mencapai tujuan
yang diinginkan (menghilangkan masalah) (Eskin, 2013). Dari hasil

3
wawancara saya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2019 bersama ketua
adat di desa Laloumera Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe beliau
mengatakan pemecahan masalah melalui adat pun tidak bisa terlepas dari kalo
sara. Kalo sara sebagai alat pemersatu serta simbol hukum adat yang mana
dari simbol tersebut di dalamnya mengandung arti yang sangat sakral yang
harus dipatuhi dan tidak dibantah oleh seluruh masyarakat suku Tolaki, karena
apabila tidak dipatuhi oleh setiap individu itu dipercayai akan mendapatkan
ganjaran secara spritual dimasa depan, misalnya seperti meninggal secara
mendadak. Menurut Omastik dkk (2015) ia menjelaskan bahwa kalo sara ada
terkandung nilai/makna yang dipercaya secara filofosi kehidupan yang baik
bagi masyarakat suku Tolaki, yang fungsinya untuk menyelesaikan seluruh
masalah/konflik serta menyelesaikan beragam urusan sehari-hari didalam
kehidupan masyarakat suku Tolaki.

Zaman modern ini, masyarakat sedikit demi sedikit mulai mengikis adat-
istiadat dan budayanya karena masuknya budaya barat di Indonesia yang
sedikit demi sedikit juga mulai menyatu dengan masyarakat Indonesia, padahal
kebudayaan Indonesia itu ialah satu hal yang amat penting dan telah menyatu
dikehidupan masyarakat secara turun temurun dari nenek moyang dan harus
dijaga, dilestarikan sebaik-baiknya. Namun, masih banyak anak muda zaman
sekarang khususnya bagi yang bersuku Tolaki di desa Laloumera Kecamatan
Besulutu Kabupaten Konawe masih tidak mengerti atau bahkan tidak tahu
bagaimana pemecahan masalah melalui adat dari suku mereka sendiri, yang
hanya dimengerti oleh para orangtua dulu. Dari hasil sharing singkat saya
(pada tanggal 18 Oktober 2019) bersama para muda-mudi yang bersuku Tolaki
di desa Laloumera Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe mereka
mengatakan bahwa tidak tahu ataupun tidak mengerti bagaimana cara/proses,
dan tata cara memecahkan masalah yang menggunakan adat Tolaki.
Seharusnya kita sebagai penerus bangsa harus tahu budaya dari suku kita
sendiri agar tidak hilang atau sirna begitu saja, dan juga sebagai pemahaman
serta pengetahuan kita apabila terjadi permasalahan dimasyarakat antar sesama

4
suku Tolaki, karena budaya berperan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirearki, agama, waktu,
perananan, serta berwujud materi yang diperoleh kaum besar dari generasi ke
generasi dari usaha individu dan kelompok.

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil suatu masalah yaitu “Bagaimana


peran kalosara dalam pemecahan masalah adat suku Tolaki?”, untuk menjawab
pertanyaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Peran Kalosara sebagai Problem solving Masyarakat Tolaki”.

B. Pertanyaan Penelitian

Setelah membaca latar belakang yang dipaparkan tersebut dan untuk


menghindari kerancuan, maka peneliti membatasi dan juga merumuskan
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana tata cara dalam prosesi adat suku Tolaki dalam menyelesaikan

masalah?

C. Tujuan Penilitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana proses


pemecahan menggunakan kalosara serta mengidentifikasi bagaimana peran
kalosara dalam pemecahan masalah adat pada masyarakat Tolaki.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran khususnya tentang


bagaimana pemecahan masalah adat suku Tolaki, selain itu diharapkan dapat
memberikan informasi untuk nilai tambah pengetahuan ilmiah.

2. Praktis

a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada masyarakat


tentang bagaimana pemecahan masalah yang sesuai dengan adat suku Tolaki.

5
b. Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan informasi tambahan
bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengkaji masalah yang relevan
dari penelitian ini.

E. Perbedaan dari penelitian sebelumnya

1. Yusri (2017) penelitian yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial


Teman Sebaya dengan Problem Solving Siswa SMP” metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik
analisis data. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan Problem solving siswa kelas VIII di SMP
Negeri 10 Padang, serta melihat apakah ada hubungan dukungan sosial
teman sebaya dengan problem solving pada siswa kelas VIII di SMP
Negeri 10 Padang. Hasil penelitian siswa kelas VIII SMP 10 Padang
memiliki tingkat problem solving yang rendah, serta adanya hubungan
yang positif dan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan
problem solving siswa kelas VIII SMP 10 Padang.
2. Kharisma dan Astuti (2019) penelitian yang berjudul ” Efektivitas Metode
Problem Solving Melalui Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan
Regulasi Diri Siswa” tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui
efektivitas metode problem solving melalui konseling kelompok terhadap
regulasi diri siswa SMA N 1 Jatinom. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan jenis penelitian quasi eksperimen. Hasil penelitian
menunjukan bahwa metode problem solving melalui konseling kelompok
efektif terhadap regulasi diri siswa.
3. Sunnah dan Puspitadewi (2014) penelitian yang berjudul “Konsep Diri dan
Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Wirausahawan” penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan
kemampuan pemecahan masalah pada wirausahawan di Surabaya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri memiliki hubungan yang

6
signifikan dengan kemampuan pemecahan masalah dengan arah hubungan
yang positif.
4. Dimanto dan Hadara (2020) penelitian yang berjudul “Fungsi Kalosara
Pada Masyarakat Tolaki Di Desa Lalonggasu Kecamatan Tinanggea
Kabupaten Konawe Selatan” penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
fungsi Kalosara dalam menyelesaikan konflik sosial pada masyarakat
Tolaki Desa Lalonggasu Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe
Selatan, serta untuk mendeskripsikan fungsi Kalosara dalam
menyelesaikan sengketa lahan pada masyarakat Tolaki Desa Lalonggasu
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Metode yang
digunakan adalah metode kebudayaan yang bersifat deskriptif kualitatif
dengan pendekatan etografi. Hasil penelitian ini menunjukan kalosara
difungsikan sebagai media komunikasi yang bersifat saling keterbukaan.
Kalosara degan berbagai nilai-nilai dan kearifan lokalnya juga merupakan
alat dalam pemberian pemahaman, nasehat-nasehat, pembekalan bagi
kedua bela pihak yang telah bertikai agar tetep tunduk dan taat terhadap
keputusan yang akan diambil menggunakan benda adat kalosara dan
kalosara juga berfungsi sebagai juru damai serta media pemersatu dalam
peneyelesaian sengketa lahan pada masyarakat.
5. Shusena, A. A. Ardelia Putri Ayu (2017) penelitian ini berjudul “Problem
Solving Pada Mahasiswa Yang Aktif Berorganisasi” tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui problem solving pada mahasiswa yang aktif
berorganisasi dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bentuk problem solving pada mahasiswa yang aktif berorganisasi antara
lain memandang masalah sebagai hal yang positif, menganggap masalah
sebagai cara untuk mengevaluasi diri, dan sebagai pengalaman untuk
kehidupan.
6. Sari, Riana Ukky (2019) penelitian ini berjudul “Hubungan antara
Kestabilan Emosi dan Berpikir Kreatif dengan Kemampuan Problem
Solving pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Kebumen Tahun Pelajaran
2018/2019” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

7
kestabilan emosi dan kemampuan berpikir kreatif dengan problem solving
siswa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif korelasional dengan
desain penelitian ex-post facto. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kemampuan
problem solving.
7. Rahmawati, Siti (2017) berjudul “Islam Dan Adat: Tradisi Kalosara
Dalam Penyelesaian Hukum Keluarga Pada Masyarakat Tolaki Di
Konawe Selatan” pelaksanaan adat kalosara memberi gambaran peran
hukum adat dalam menyelesaikan konflik. Peran kalosara dalam proses
resolusi konflik melalui musyawarah dan negoisasi keluarga, untuk
mendamaikan dua pihak yang berkonflik akibat pelanggaran adat. Studi ini
merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan antropologi hukum
pada masyarakat Tolaki.

Perbandingan penelitian sebelumnya :

Dari tujuh jurnal penelitian sebelumnya di atas maka dapat disimpulkan


bahwa terdapat beberepa perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan
oleh peneliti diantaranya yaitu terkait subjek penelitian, lokasi penelitian, dan latar
belakang masalah penelitian. Sementara itu persamaan penelitian sebelumnya
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada variabel penelitian
yang sama.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kalosara

1. Definisi Kalosara

Menurut Tarimana (1993) secara harfiah, Kalo adalah suatu benda yang


berbentuk lingkaran. Sebagai benda lingkaran, Kalo dibuat dari rotan, dan ada
juga yang terbuat dari bahan lainnya, seperti emas, besi, perak, benang, kain
putih, akar, daun pandan, bambu dan sebagainya. Sedangkan menurut Arpin
(2019) kalosara merupakan seperangkat alat atau benda-benda adat simbolik
yang apabila digunakan dapat berfungsi sebagai penegah diantara dua kubuh
yang sedang berselisih dalam pelanggaran kecelakaan lalu lintas, sehingga
masyarakat suku tolaki dengan hadirnya kalosara dapat meningkatkan
kesadaran hukum rakyat untuk patuh terhadap aturan hukum itu dengan
sendirinya.

Menurut Koentjaraningrat (1990) kalosara secara antropologis adalah


unsur kebudayaan yang merupakan suatu unsur pusat dalam kebudayaan
Tolaki, sehingga mendominasi banyak aktivitas atau pranata lain dalam
kehidupan orang Tolaki. Menurut Dimanto dan Hadara (2020) kalosara yang
merupakan landasan dari keselurusahan sistem sosial budaya Suku Tolaki
termasuk kepemimpinan, kaidah-kaidah hidup bermasyarakat, sistem hukum,
norma-norma, dan aturan-aturan lainya.

Harisman dkk (2019) kalosara terdiri dari dua kata yaitu kalo yang berarti
lingkaran dan sara yang berarti adat, yaitu suatu aturan yang berlaku didaerah
etnis Tolaki. Kalosara yang terbuat dari rotan kecil dan dipilin sebanyak tiga
kali, sehingga menyerupai bentuk gelang (bundar), dapat merupakan kalimat
dalam berkomunikasi kepada seseorang atau sekelompok orang, serta sebagai
unsur kebudayaan yang dapat memenuhi dan memuaskan lebih dari satu
kebutuhan orang Tolaki. Menurut Hafid (2012) menyatakan bahwa bagi

9
masyarakat suku Tolaki, kalo adalah satu paduan yang mempunyai pengaruh
dalam kehidupan masyarakat. Kalo pada tingkat nilai budaya merupakan
sistem norma adat yang fungsinya melahirkan buah pikiran yang kemudian
dikonsepkan sebagai hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kalosara


merupakan suatu pedoman yang mempengaruhi kehidupan masyarakat tolaki.

2. Fungsi Kalosara

Menurut Amiruddin dkk (2017) fungsi kalosara dalam masyarakat Tolaki


merupakan sumber dari segala adat-istiadat dapat digolongkan ke dalam 5
cabang, yaitu:

(1) sara wonua, yaitu adat pokok dalam pemerintahan.

(2) sara mbedulu, yaitu adat pokok dalam hubungan kekeluargaan dan

persatuan pada umumnya.

(3) sara mbe’ombu, yaitu adat pokok dalam aktivitas agama dan

kepercayaan.

(4) sara mandarahia, yaitu adat pokok dalam pekerjaan yang berhubungan

dengan keahlian dan keterampilan

(5) sara monda’u, mombopaho, mombakani, melambu, dumahu, meoti-oti,

yaitu adat pokok dalam berladang, berkebun, beternak, berburu, dan

menangkap ikan.

Menurut Tarimana (1993) bahwa kalosara memiliki fungsi yaitu: 1)


Kalosara adalah ide dalam kebudayaan dan sebagai kenyataan dalam
kehidupan Suku Tolaki, 2) sebagai fokus dan pengintegrasian unsur-unsur
kebudayaan Tolaki, 3) sebagai pedoman hidup untuk terciptanya ketertiban

10
sosial dan moral dalam kehidupan masyarakat Tolaki, 4) sebagai pemersatu
dan solusi terhadap pertentagan-pertentagan sosial budaya dalam kehidupan
masyarakat Tolaki. Sedangkan menurut Dimanto dan Hadara (2020)
keberadaan kalosara sebagai sumber hukum adat pada kalangan orang Tolaki
juga dapat perfungsi sebagai alat komunikasi antar keluarga, golongan,
peralatan upacara, tolak bala dan sebagai pembawah berkah.

Ushur (2006) mengatakan kalosara dipergunakan untuk urusan perkawinan,


perceraian, penyambutan tamu terhormat, penyampaian suatu maksud tertentu
kepada pejabat, penyampaian berita perkabungan, undangan pesta perkawinan
dan undangan pesta pelepasan/tahlilan kepada orang yang sudah meninggal
dan juga dipergunakan untuk penyelesaian sengketa, perselisihan,
pertengkaran, perkelahian, pertikaian, pelecehan dan penghinaan. Harisman,
dkk (2019) juga mengatakan disamping sebagai simbol pusat yang juga
berfungsi sebagai pengintegrasian sistem-sistem simbol yang ada, juga adalah
simbol dari asas hubungan timbal balik langsung maupun tidak langsung, di
antara individu yang satu dengan yang lainnya dan di antara kelompok-
kelompok dalam kehidupan sosial orang Tolaki.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kalosara


memiliki banyak fungsi bagi permasalahan yang ada atau yang terjadi
dikalangan masyarakat Tolaki.

B. Problem Solving

1. Definisi Problem Solving

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia problem adalah masalah atau


persoalan. Sedangkan, menurut Walgito (1980) apa yang dimaksud dengan
problem adalah sesuatu yang timbul bilamana ada konflik dari peristiwa satu
dengan yang lain untuk menggapai suatu tujuan. Menurut Purwadarminto
(1987) menjelaskan bahwa individu yang menghadapi problem apabila
mempunyai tujuan yang ingin diraih, namun belum mendapatkan cara untuk

11
sampai pada tujuan tersebut. Problem solving menurut Saleh (2008)
mendefinisikannya sebagai pemecahan masalah.

Menurut Stein & Book (2002) menjelaskan bahwa pemecahan masalah


ialah potensi untuk menggali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan
menerapkan pemecahan yang efektif. Sedangkan, menurut Greeno (1978)
dalam pandangan para psikolog aliran Gestalt pemecahan masalah dikonsepkan
sebagai proses pengkategorian kognitif individu. Menurut Matlin (1989)
pemecahan masalah adalah ketika seorang individu memerlukan untuk
mempunyai keinginan meraih suatu tujuan tertentu dan tujuan itu belum
tercapai. Menurut Chi & Glaser (dalam Matlin, 1989) mengemukakan bahwa
pemecahan masalah adalah keterampilan kognitif yang bersifat kompleks, dan
mungkin merupakan kemampuan paling cerdas yang dimiliki individu.
Sedangkan, menurut Mu’Qodin (2002) menyatakan problem solving ialah
berupa keterampilan yang mencakup kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah tujuan agar menghasilkan
alternatif dari tindakan, dan juga mempertimbangkan alternatif tersebut yang
berhubungan dengan hasil yang didapat serta akhirnya adalah melaksanakan
rencana dengan melakukan tindakan yang tepat dan cermat.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa problem


solving adalah proses penyelesaian permasalahan atau peristiwa, yang
bertujuan untuk memahami suatu permasalahan dan mencoba untuk
menyelesaikannya.

2. Aspek Problem Solving

Menurut D’zurilla & Olivares (1995) mengemukakan aspek dari problem


solving ialah ;

1) Orientasi positif pada masalah

2) Orientasi negatif pada masalah

3) Pemecahan masalah secara rasional

12
4) Gaya Pengabaian masalah

5) Gaya Menghindari masalah.

Menurut Matlin (1989) juga menjelaskan ketika memecahkan masalah,


seharusnya memperhatikan aspek-aspeknya, yaitu: a) Kondisi nyata yang
dihadapi; b) Kondisi yang diinginkan; c) Aturan atau batasan yang ada.
Sedangkan, menurut Barkman & Machtmes (2002) menjelaskan aspek
kemampuan problem solving yang perlu diperhatiakan, sebagai berikut :

1) Identifikasi masalah

Individu harus mengetahui masalah yang dihadapi karena tanpa


pemahaman yang tepat terhadap masalah yang dihadapi, individu
tersebut tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

2) Menganalisa kemungkinan penyebab serta asumsi

Pada tahap ini individu harus menggunakan pengetahuannya untuk


merinci serta menganalisa suatu masalah dari beberapa sisi sudut
pandang.

3) Mengidentifikasi solusi

Ketika ada pemahaman yang benar terhadap suatu masalah yang


dihadapi akan membuat individu paham akan fakta yang terjadi dan
bisa menghasilkan solusi yang diinginkan. Pemahaman dan
pengetahuan adalah perpaduan untuk mendapatkan solusi dari satu
masalah.

4) Memilih solusi yang terbaik

Paham dengan pertentangan antara ide dan memiliki daya temu


yang tinggi, akan mampu menghantarkan individu pada kesempatan
mendapatkan solusi yang terbaik.

5) Mengimplementasikan solusi

13
6) Evaluasi dan revisi

Berguna untuk melihat apakah strategi yang dipakai berhasil atau


sebaliknya, akankah berdampaik baik untuk selanjutnya atau
sebaliknya.

Sunnah dan Pupitadewi (2014) pemecahan masalah bersifat multi fase dan
mensyaratkan kemampuan menjalani proses yaitu memahami masalah dan
percaya pada diri sendiri, serta termotivasi untuk memecahkan masalah itu
secara efektif, menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin,
menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan, mengambil keputusan
untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan dan kelemahannya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek


problem solving adalah pemahaman tentang masalah yang dihadapi,
menganalisis masalah, mencoba menemukan solusi, memilah dan memilih
solusi apa yang cocok, dan mengaplikasikannya serta terakhir adalah
mengevaluasi kembali strategi yang dipakai untuk memecahkan masalah
tersebut.

3. Faktor-faktor Problem Solving

Menurut Ormrod (2003), kemampuan individu dalam pemecahan masalah


dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Kemampuan memori.

Mengingat dalam memecahkan masalah diperlukan kemampuan


untuk mengaitkan berbagai informasi.

b) Pemberian makna pada masalah.

Masalah akan lebih mudah dipahami jika digambarkankan secara


bermakna dengan pemahaman akan masalah yang lebih baik, akan
mempengaruhi keberhasilan pemecahan masalah.

14
c) Pemahaman individu akan informasi yang relevan dengan masalah.

Semakin baik pemahaman seseorang akan berbagai informasi yang


terkait dengan masalah, maka akan semakin memungkinkan bagi
individu tersebut untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian
masalah.

d) Kemampuan memanggil kembali informasi dari memori jangka

panjang.

Hal ini akan terkait dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh
seseorang. Jika seorang individu mampu memanggil kembali informasi
dari memori jangka panjang, maka tentunya akan membantu individu
tersebut mengelaborasikan informasi itu untuk digunakan dalam upaya
pemecahan masalah.

e) Proses metakognitif

Pemahaman akan kemampuan kognitif dan upayanya dalam


mengoptimalkan kemampuan tersebut. Individu yang memahami
bagaimana kemampuan kognitif yang dimiliki dan bagaimana
mengoptimalkannya cenderung memiliki kemampuan menyelesaikan
masalah yang lebih memadai.

Sedangkan menurut Rahmat (2001) ada empat faktor yang mempengaruhi


proses problem solving, yaitu;

a. Motivasi ialah yang mendorong keiginan individu untuk melakukan


sesuatu guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan;

b. Kepercayaan dan sikap yang salah akan menghambat efektifitas


pemecahan masalah;

15
c. Kebiasaan yang terlalu sering dipertahankan, seperti pola pikir tertentu
akan membuat individu menilai pemecahan masalah hanya dari satu
prespektif saja;

d. Emosi selalu mewarnai cara berpikir individu, maka jika dalam usaha
untuk memecahkan masalah diperlukan untuk mengesampingkan emosi
agar tidak stress dan apabila stress individu akan sulit untuk berpikir
jernih.

Rakhmat (2003) kemampuan pemecahan masalah dapat dipengaruhi oleh


dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional
terdiri dari stimulus yang menimbulkan masalah dan sifat-sifat masalah.
Faktor personal diantaranya yaitu kepercayaan dan sikap yang salah serta
kebiasaan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor


dari problem solving adalah emosi, habit, keyakinan, kognitif serta motivasi.

C. Suku Tolaki

Husba (2015) suku Tolaki adalah satu kelompok etnik dari beragam
komunitas etnik besar yang mendiami wilayah Sulawesi Tenggara. Wilayah
yang didiami oleh penduduk Sulawesi Tenggara terdiri atas wilayah kepulauan
dan wilayah daratan dan orang Tolaki merupakan penduduk asli yang
mendiami wilayah daratan. Mereka hidup dan berkembang dalam lingkungan
sosial budaya yang heterogen. Keberadaan ini menjadikan etnis Tolaki sebagai
bagian dari etnis yang heterogen yang otomatis terlibat langsung dalam proses
interaksi dan komunikasi bersama beragam etnis yang lain.

D. Kerangka Pikir

Suatu permasalahan atau problem merupakan sesuatu yang sulit


dilepaskan dari setiap individu dalam kehidupan sehari-hari, ketika sesuatu
yang sangat diinginkan individu belum tercapai dan mengalami berbagai
rintangan untuk mencapai penyelesaian masalah dengan hasil yang baik, maka

16
saat itu juga seorang individu sedang menghadapi suatu problem (masalah).
Proses penyelesaian masalah melibatkan berbagai proses salah satunya
penyelesaian masalah secara adat di masyarakat Tolaki yang biasa disebut
kalosara. Kalosara bagi masyarakat Tolaki merupakan norma yang mengatur
seluruh kehidupan masyarakat Tolaki baik yang berkaitan dengan konflik,
pemerintahan maupun masalah perkawinan. Kalosara dalam mengatur masalah
sangatlah teliti dan komplit dengan syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati. Pelaksanaan adat kalosara memberi gambaran peran hukum adat
dalam menyelesaikan konflik/masalah yang terjadi di masyarakat Tolaki. Nasr
dan Chittick (2001) membuktikan bahwa peran adat bukanlah pemicu konflik,
tetapi justru hukum adat dapat menjaga kohesi masyarakat. Wulansari (dalam
Rahmawati, 2017) menjelaskan bahwa sebuah masyarakat betapa pun
sederhananya memiliki nilai-nilai dan norma-norma. Norma-norma adat
memiliki kekuatan dalam membentuk pola perilaku sekaligus menjadi refleksi
dari sistem kepercayaan masyarakat dalam komunitasnya.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain studi


fenomenologi. Menurut Bogdan & Biklen (1992) penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan serta perilaku individu yang diamati. Pendekatan
fenomenologi menurut Creswell (dalam Hamzah, 2014) adalah menunda
semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu.
Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Penelitian fenomenologi
mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari atau kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.
Tujuan utama dari studi fenomenologi adalah mereduksi pengalaman
individual untuk mendapatkan hal yang esensial (mendasar) terkait fenomena
(Giorgi & Giorgi, 2003).

Berdasarkan permasalahan yang ingin diselesaikan dan tujuan yang


hendak dicapai serta berdasarkan permasalahan yang akan diangkat, yakni
tentang peran kalosara sebagai problem solving masyarakat Tolaki maka
metode yang dipilih adalah metode pendekatan fenomenologi.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi


social situation atau situasi sosial yaitu kesinambungan antara tempat (place),
pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Pada
situasi sosial peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity)
orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2008).

18
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah individu yang bersuku
Tolaki dan pernah memakai kalosara sebagai bentuk penyelesaian adat untuk
masalahnya.

2. Sampel

Dalam penelitian ini teknik sampling yang dipakai adalah purposive


sampling dengan kriteria individu yang menguasai pengetahuan sejarah tentang
adat suku Tolaki atau seorang Tokoh Adat di lokasi penelitian serta individu
yang pernah memakai penyelesaian secara adat dalam memecahkan
masalahnya, dan sudi menjadi responden penelitian. Menurut Ridwan (2008)
purposive sampling yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti
mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan
samplenya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu.

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan, untuk


memperoleh data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan atau
pertanyaan penelitian. Tempat ataupun wilayah yang akan dijadikan lokasi
dalam penelitian ini bertempat di Desa Laloumera, Kecamatan Besulutu,
Kabupaten Konawe, Kendari, Sulawesi Tenggara.

E. Sumber Data

Sumber data menggunakan purposive sample yang memfokuskan pada


informan-infroman terpilih yang kaya dengan kasus untuk studi yang bersifat
mendalam (Syaodih, 2007). Maka data yang diperlukan untuk mengetahui
bagaimana peran kalosara sebagai problem solving masyarakat Tolaki di Desa
Laloumera adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi
maupun studi dokumentasi sumber data adalah subjek dari mana data itu
diperoleh.

Berdasarkan jenis data yag diperlukan, maka dalam penelitian ini yang
dijadikan partisipan oleh peneliti adalah sekolompok objek yang dijadikan

19
sumber data dalam penelitian yang bentuknya dapat berupa manusia, benda-
benda, dokumen-dokumen dan sebagainya. Dengan demikian berdasarkan
permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka yang menjadi sumber data
adalah Ketua/Tokoh Adat di Desa Laloumera, individu yang pernah memakai
penyelesaian secara adat dalam memecahkan masalahnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek yang pernah memakai
penyelesaian secara adat dalam memecahkan masalahnya, dan juga bersedia
menceritakan pengalamannya terkait pemecahan masalah memakai adat yang
ia lakukan, serta sudi menjadi responden penelitian.

F. Peran Peneliti

Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai perencana, pengumpul


data, penganalisis, hingga akhirnya sebagai pencetus penelitian. Tidak hanya
itu peneliti juga akan menjadi teman untuk subjek. Sehingga hasilnya akan
lebih akurat dan valid karena semakin subjek percaya dengan peneliti tersebut,
maka akan memudahkan mereka untuk bercerita jujur dan meminimalisir
faking.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data awal didapatkan dari wawancara, observasi, fenomena,


media sosial, artikel internet, sharing, serta referensi dari jurnal. Data diperoleh
melalui wawancara. Wawancara dilakukan ditempat subjek dan sebelum itu
peneliti sudah menyiapkan pertanyaan dengan menyusun item yang sesuai
dengan aspek dan jumlah yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi, kemudian
direkam dengan menggunakan alat perekam. Wawancara dilakukan selama
semua pertanyaan belum terjawab.

H. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dibuat dalam bentuk verbatim sesuai dengan hasil
rekaman. Verbatim tersebut kemudian dimasukkan dalam sebuah tabel.

20
Langkah- langkah analisis data menurut Miles & Huberman (1992) adalah
sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan

melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan

strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan untuk menentukan

fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya.

2. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan,

transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan

pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai

sejak peneliti memfokuskan wilayah penelitian.

3. Penyajian data, yaitu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan

penelitian dilakukan. Penyajian data diperoleh berbagai jenis, jaringan


kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.

4. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus

mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan


dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.

I. Kredibilitas Penelitian

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2007) mengatakan bahwa validitas merupakan


derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data
yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Sedangkan menurut Azwar (dalam
Matondang, 2009) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity
yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya.

21
2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2007) mengatakan reliabilitas berkenaan dengan


derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Sedangkan menurut
Arifin (dalam Matondang, 2009) menyatakan bahwa suatu tes dikatakan
reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada
kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda.

Diperlukan suatu teknik pengecekan untuk menetapkan keabsahan data.


Teknik pengecekan tersebut dilakukan berdasarkan atas beberapa kriteria.
Menurut Moleong (2006) terdapat empat kriteria yang digunakan dalam
pengecekan keabsahan, yaitu derajat kerpercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability). Pengecekan credibility dilakukan dengan cara meningkatkan
ketekunan, diskusi dengan teman sejawat, dan melukukan triangulasi. Satori
dan Komariah (2011) mengatakan bahwa triangulasi adalah pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi
dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek data dan informasi yang
telah diperoleh dengan alat dan waktu yang berbeda. Satori dan Komariah
(2011) membagi triangulasi menjadi tiga yaitu; triangulasi sumber dilakukan
dengan cara mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu
sama lain, triangulasi teknik dilakukan dengan menggunakan beragam teknik
untuk mengungkap data yang dilakukan kepada sumber data, dan triangulasi
waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber


dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek
informasi/data yang diperoleh melalui wawancara dengan informan. Kemudia
data tersebut ditanyakan kepada informan lain yang masih terkait satu sama
lain. Penggunaan metode triangulasi ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban
yang lebih jelas.

22
J. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari institusi


tempat penelitian. Secara umum, ada lima prinsip dasar yang biasa digunakan
untuk memastikan penelitian dilakukan secara etis (Madyaningrum, 2020).
Kelima prinsip tersebut adalah:

1) memastikan partisipasi bersifat sukarela dan didasari pemahaman yang


memadai tentang penelitian yang akan dilakukan (informed consent)

2) menghindari segala bentuk penipuan atau pengelabuan terhadap partisipan


penelitian (no deception)

3) memberikan hak kepada partisipan untuk mengundurkan diri tanpa


konsekuensi merugikan (right to withdraw)

4) memastikan partisipan bisa mendapatkan informasi dan dukungan yang


diperlukan selama dan sesudah penelitian (debriefing)

5) memastikan terjaganya kerahasiaan identitas serta data yang diberikan oleh


partisipan (confidentiality)

Menurut Palestin (2007) penelitian menggunakan etika sebagai berikut :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan


informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki
kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait
dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent).

23
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy
and confidentiality)

Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi


individu termasuk informasi yang bersifat pribadi, sehingga peneliti
memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut.

3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,


berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,
keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius
subyek penelitian. Menekankan kebijakan penelitian, membagikan
keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan,
kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Peneliti mempertimbangkan aspek
keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama
baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing


harms and benefits)

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian


guna mendapatkan hasil yang bennanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek
(nonmaleficence).

24
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, dkk. (2017). Kalosara di kalangan masyarakat tolaki di sulawesi


tenggara. Jurnal. Mudra: Jurnal Seni Budaya.

Arpin, Syaiful. (2019). Efektivitas adat suku tolaki (kalosara), sebagai mediasi
Penal terhadap pelanggaran lalu lntas di wilayah hukum
Konawe provinsi sulawesi tenggara. Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora Vol. 2 No. 2.

Badan Pusat Statistik. (2010). https://www.bps.go.id diakses pada tanggal 19


Oktober 2019.

Bagus, Lorens. (2002). Kamus filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Barkman, S., & Machtmes K. (2002). Solving problems survey. Journal. Youth
Life Skills Evaluation project at Penn State.

Bogdan, R., & Biklen. (1992). Qualitative research for education. Boston, MA:
Allyn and Bacon.

Dimanto., & Hadara, Ali. (2010). Fungsi kalosara pada masyarakat tolaki di
Desa lalonggasu kecamatan tinanggea kabupaten konawe
Selatan. Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah Vol. 5 No. 2.

Depdikbud. (2003). Kamus besar bahasa indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

D’zurilla, T. J., & Olivares, A. M. (1995). Conceptual and methodological issues


In social problem solving assessment. Behavior Therapy Journal.

Eskin, M. (2013). Problem solving therapy in the clinical practice. London:


Elsevier Inc.
Giorgi, A. P., & Giorgi, B. M. (2003). The descriptive phenomenological
Psychological method. Washington. DC: American Psychologist
Association.

Greeno, J.G. (1978). Natures of problem solving abilities. Dalam w.k. estes (ed)
Handbook of learning and cognitive processes. Human
Information Processing; New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, Publisher.

Hamzah, Safitri. (2014). Quality of work life faktor dan implikasi individu
(studi fenomenologi pada manajer perusahaan nasional). Skripsi.

25
Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia.

Harisman, dkk. (2019). Penyelesaian delik perzinaan dalam hukum adat tolaki.
Jurnal. Halu Oleo Legal Research: Faculty of Law, Halu Oleo
University

Husba, Mustafa Zakiyah. (2015). Tuturan mekuku: sistem penanda etnis dalam
Interaksi sosial suku tolaki di sulawesi tenggara. Jurnal
Patanjala Vol. 7 No. 2.

Kharisma, Gamma Victor., & Astuti, Budi. (2019). Efektivitas metode problem
Solving melalui konseling kelompok untuk meningkatkan
Regulasi diri siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling
Volume 5 Nomor 1.

Koentjaraningrat. (1986). Peranan local genius dalam akulturasi dalam


ayatrohaedi (editor). Kepribadian budaya bangsa (local genius).
PT. Dunia Pustaka Jaya; Jakarta.

Matlin, W, M. (1989). Cognition. Second edition. New York: Holt, Rineheart and
Winston, Inc.

Matondang, Z. (2009). Validitas dan reliabilitas suatu instrumen penelitian.


Jurnal tabularasa pps unimed Vol.6 No.1.

Maulidya, Anita. (2018). Berpikir dan problem solving. Jurnal. Sekolah Tinggi
Agama Islam Raudhatul Akmal (STAI.RA).

Madyaningrum, Eviandaru Monica. (2020). Epistemological violence,


essentialization,dan tantangan etik dalam penelitian psikologi.
Jurnal Psikologi Sosial Vol. 18, No. 02: Special Issue, 106-115.

Miles, & Huberman. (1992). Analisis data kualitatif buku sumber tentang
Metode-metode baru. Jakarta: UIP.

Moleong, J. Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya

Mu’qodin, Z. (2002). Mengenal kecerdasan emosional remaja. Bandung : Kaifa.

Nasr, Hossein Seyyed., & Chittick, C. William. (2001). Islam intelektual teologi,
Filsafat dan ma’rifat [Google Drive]. Retrieved from
https://difarepositories.uin-suka.ac.id

Omastik, dkk. (2015). Eksistensi dan pelaksanaan hak ulayat suku tolaki di

26
Kabupaten konawe sulawesi tenggara (perspektif uupa dan
Peraturan pelaksanaannya). Jurnal. Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya.

Ormrod, J.E. (2003). Educational psychology. Developing Learners. 4ed Edition.


New Jersey: Pearson Education, Inc.

Palestin, B. (2007). Prinsip-prinsip etika penelitian ilmiah. Retrieved from:


http://bondanriset.blogspot.com.

Purwadarminto, W.J.S. Winkel. (1987). Psikologi pengajaran, Jakarta : PT


Grafindo.

Rahmat, J. (2001). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Renja Resdakarya.

Rahmawati, Siti. (2017). Islam dan adat: tradisi kalosara dalam penyelesaian
Hukum keluarga pada masyarakat tolaki di konawe selatan.
Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Rakhmat, Jalaludin. (2003). Metode penelitian komunikasi. Bandung : PT.


Remaja Rosdakarya.

Saleh, Abdul. (2008). Psikologi : suatu pengantar dalam perspektif islam. Jakarta:
Kencana.

Sari, Riana Ukky. (2019). Hubungan antara kestabilan emosi dan berpikir
Kreatif dengan kemampuan problem solving pada siswa kelas xi
Sma negeri 2 kebumen tahun pelajaran 2018/2019. Skripsi.
Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.

Satori, Djam’an., & Komariah, Aan. (2011). Metode penelitian kualitatif.


Bandung : Alfabeta.

Shusena, A. A. Ardelia Putri Ayu. (2017). Problem solving pada mahasiswa


Yang aktif berorganisasi. Skripsi. Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiyono. (2007). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif,


Kualitatif, dan r&d). Bandung: Alfabeta.

Sunnah, Milatus Anisah., & Puspitadewi, S. Wayan Ni. (2014). Konsep diri dan
kemampuan pemecahan masalah pada wirausahawan. Jurnal
Psikologi Teori dan Terapan Vol. 5, No. 1, 52-57.

27
Stein, S. J. & Book, H. E. (2002). Ledakan eq : 15 prinsip dasar kecerdasan
Emosi meraih sukses. Bandung : Kaifa.

Ushur, Al Arsamid. (2006). Hukum perkawinan adat tolaki rumusan kajian


Hasil temu budaya tanggal 09 november 1996 di unaaha.
Sultra: Unaaha.

Walgito, Bimo. (1980). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta.

Yusri, Aisyah Nur. (2017). Hubungan dukungan sosial teman sebaya dengan
Problem solving siswa smp. Jurnal Psikologi Islam Al-Qalb Jilid
9, Edisi 2.

28

Anda mungkin juga menyukai