Anda di halaman 1dari 10

Implementasi Aspek Demografi terhadap sila-sila

dalam Pancasila

O
L
E
H

Nama (Nim) :
- Eka (535180239)
- Ivan Varian (535180108)
- Lubby (535180126)
- Kevin (535180109)
- Kevin Sundrian (535180130)
- Tejaputra (535180144)

Dosen : Dr. Ir. Yon Giri Mulyono, M.SI


Prodi : FTI, Teknologi Informatika Tahun Ajaran 2018 / 2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
Anugerah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Implementasi Aspek
Demografi Terhadap Sila-sila dalam Pancasila”. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. Ir. Yon Giri Mlyono, M.SI , sebagai dosen yang mengajarkan Pancasila telah memberikan
bimbingan, saran dan ide dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat digunakan sebagai edukasi mengenai
Permasalahan Aspek Demografi pada setiap sila-sila di Pancasila.Terjadi perbedaan-perbedaan
terhadap Idealitas dengan Realitas yang terjadi di Negara Indonesia.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari Bapak untuk kemudian
makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, 23 Oktober 2018

Penulis
Bab 1
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Demografi
meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk berubah
setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat
merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti
pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.

Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebesar
237.641.326 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia.
Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sehingga diproyeksikan pada tahun 2015
penduduk Indonesia berjumlah 255 juta jiwa hingga mencapai 305 juta jiwa pada tahun
2035.Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa
tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.

Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda. Sejak
kemerdekaannya Bahasa Indonesia (sejenis dengan Bahasa Melayu) menyebar ke seluruh
penjuru Indonesia dan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi,
pendidikan, pemerintahan, dan bisnis. Namun bahasa daerah juga masih tetap banyak
dipergunakan.

1.2 Rumusan Masalah

- Menganilis Permasalahan-Permasalahan di kehidupan sehari yang terhubung dalam


Aspek Demografi.
- Pembagian Permasalahan Aspek Demografi berdasarkan setiap sila dalam Pancasila.
- Mencari Akar masalah yang menyebabkan terjadinya permasalahan tersebut.
- Menganalisis dan menentukan solusi dari permasalahan yang dibahas.
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pancasila, juga
sebagai media untuk mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan Aspek Demografi. Selain
itu, pembaca juga mengetahui asal mula masalah dan menyelesaikan permasalahan. Sehingga
pembaca paham terhadap permasalahan demografi yang melanggar Pancasila.

Bab 2
Pembahasan

2.1 Sila Pertama dalam Pancasila


Sila ke satu yang berbunyi “Ketuhanan yang masa Esa”.
 (Ideal)
 Seseorang bebas untuk memeluk agama, Pendidikan, kewarganegaraan atau
etnisitas tertentu
 (Realitas)
 Seseorang terkadang memiliki batas dalam memeluk agama, Pendidikan,
kewarganegaraan atau etnisitas tertentu
 (Masalah)
 Seseorang sering menjunjung tinggi agamya sendiri
 (Mencari akar-akar masalah)
 Sering menganggap agamanya paling benar
 (Solusi)
 Menyadarkan orang tersebut dengan cara dengan cara melakukan tenggang rasa
Contoh kasus untuk sila pertama
Kasus JAI Subang. Komnas HAM menerima pengaduan dari JAI SUBANG adanya pelarangan
ibadah oleh sekelompok massa yang disertai tindakan kekerasan. Pada 8 Juni 2016, Komnas
HAM menyurati Bupati Subang meminta klarifikasi dan melaporkan langkah yang telah
ditempuh. Namun, belum ada respons dari Bupati Subang.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 11 Kasus Pelanggaran Kebebasan
Beragama atau Berkeyakinan 3 Bulan Terakhir“.
2.2 Sila Kedua dalam Pancasila
Sila ke dua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
 (Ideal)
 Adanya pemerataan Pendidikan se indonesia
 (Realitas)
 Pendidikan di Indonesia tidak merata
 (Masalah)
 Kurangnya pengurusan tentang pendidikan yang baik
 (Mencari akar-akar masalah)
 Anggaran pendidikan di Indonesia tidak digunakan dengan benar sehingga
terjadinya pendidikan yang tidak merata
 (Solusi)
 Membuat laporan dan penanggulanan terhadap penggunaan anggaran tersebut
sehingga dapat terjadinya ketidakadanya penyalahgunaan anggaran
Contoh kasus untuk sila kedua
Jayapura - Selama lebih dari satu dekade, Indonesia telah mencoba memperbaiki sistem
pendidikannya dengan mengalokasikan 20% dari APBN untuk bidang pendidikan. Terdapat 62
juta siswa dan 3,5 juta guru dan dosen. Sayangnya, angka fantastis itu gagal menjamin distribusi
dan kualitas yang merata di seluruh nusantara.
Sistem pendidikan di Indonesia bagian Barat secara umum lebih baik dari Indonesia bagian
Timur, seperti Papua. Di Indonesia Timur, masih banyak anak-anak yang tidak memiliki akses
ke sekolah yang baik.
2.3 Sila ketiga dalam Pancasila
Sila ke ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”
 (Ideal)
 Menerima perbedaan antara adat istiadat yang ada di indonesia
 (Realitas)
 Masih banyak masyarakat yang tidak menghormati adat istiadat antar sesame.
 (Masalah)
 Banyak masyarakat yang tidak memperdulikan adat-adat yang lain.
 (Mencari akar-akar masalah)
 Masyarakat yang berada di kedaerahan masih memiliki rasa kebudayaan yang
kental sehingga adanya sikap untuk menolak kebudayaan lain
 (Solusi)
 Memperkenalkan globalisasi dan rasa nasionalisme pada masyarakat tersebut
Contoh kasus sila ketiga :
Tragedi Sampit bermula dari konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang
terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah. Tempo mencatat konflik bermula pada 18 Februari 2001
saat empat anggota keluarga Madura, Matayo, Haris, Kama dan istrinya, tewas dibunuh. Warga
Madura lantas mendatangi rumah milik suku Dayak bernama Timil yang dianggap telah
menyembunyikan si pembunuh. Massa meminta agar Timil menyerahkan pelaku pembunuhan
itu. Karena permintaan mereka tidak dituruti, massa marah dan membakar rumah. Insiden malam
itu dapat dihentikan polisi. Sayang, pembakaran terus meluas ke rumah-rumah lainnya.Warga
Dayak pinggiran Sampit pun mulai berdatangan, baik melalui darat maupun sungai. Etnis
Madura dikejar dan dibunuh. Penduduk asli sepertinya tahu di mana kantong-kantong warga
Madura berada. Tua-muda pria-wanita menjadi sasaran pembunuhan. Di beberapa ruas jalan,
tampak bergelimangan tubuh korban tanpa kepala.
2.4 Sila Keempat dalam Pancasila
Sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan”.
 (Ideal)
 Dalam musyawarah, setiap keputusan bersifat adil dan jujur
 (Realitas)
 Adanya ketidak adilan dan ketidak jujuran dalam pengambilan keputusan
muswayawarah
 (Masalah)
 Adanya penyuapan atau pemaksaan beserta ancaman yang di gunakan dalam
musyawarah
 (Mencari akar-akar masalah)
 Orang yang memiliki kekuasaan lebiih tinggi dapat melakukan hal yang semena-
mena untuk memuaskan hasrat keinginannya
 (Solusi)
 Melakukan tindakan penegasan serta pemeriksaan yang ketat terhadap semua
yang terlibat dalam musyawarah
Contoh kasus keempat :
2.5 Sila Kelima dari Pancasila
Sila ke lima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.
 (Ideal)
 Pemberlakuan hukum sesuai dengan peraturan pemerintah
 (Realitas)
 Keadilan pemberalukan hukum tidak adil
 (Masalah)
 Masih banyaknya pelanggaran yang ada di Indonesia
 Adanya ketidak adilan dalam pemberlakuan hukum
 (Mencari akar-akar masalah)
 Adanya sikap semaunya sendiri yang tertanam dari usia dini
 (Solusi)
 Dengan menanamkan budaya tidak serakah dari usia dini
Contoh kasus sila kelima :
Bicara tentang keadilan, semua orang pasti sepakat keadilan itu hanya memihak
kebenaran. Bahkan, Keadilan dianggap sebagai satu-satunya prinsip hukum yang paling
diutamakan di antara 2 prinsip hukum lain yakni kemnafaatan dan kepastian. Adil berarti
mendudukkan sebagai mana mestinya (sesuai porsinya) suatu perkara. Sikap adil memunculkan
hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Hakim ibarat ‘wakil’ tangan Tuhan di muka bumi, dalam mengadili suatu perkara wajib
mengedepankan prinsip keadilan. Namun bagaimana realitas pengadilan di Indonesia?
Tengoklah kasus remaja pencuri sandal buntut yang terancam hukuman 5 tahun penjara! Dikutip
dari suaramerdeka.com, AAL remaja berusia 15 tahun tak pernah menyangka jika sepasang
sandal jepit butut warna putih kusam yang ditemukannya di pinggir Jalan Zebra, Kota Palu, akan
menyeretnya ke meja hijau. Jaksa mendakwa AAL dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman
hukuman lima tahun penjara. Lalu bagaimana dengan para koruptor yang telah mencuri uang
milyaran rupiah? Sebut saja beberpa pelaku korupsi macam dengan terdakwa Budi Mulya dalam
kasus korupsi pemberian FPJP Bank Century yang telah merugikan negara Rp 7 triliun dengan
hanya vonis 10 tahun, terdakwa Indar Atmanto dalam kasus korupsi penggunaan jaringan
telekomunikasi yang telah merugikan negara Rp 1,3 triliun dengan hanya vonis 8 tahun, atau
mantan presiden PKS Luhfi Hasan Ishaq bersama rekannya Ahmad Fathanah yang menerima
suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama dalam kasus korupsi impor sapi
yang hanya dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp1 milliar. Memang baik kasus pencurian
maupun korupsi sama-sama mempunyai kesamaan yakni sama-sama mengambil barang milik
orang lain yang artinya kedua perbuatan tersebut adalah “terlarang”. Namun adakah keduanya
sama persis? Apakah sama hasil curian sandal yang harganya tidak lebih dari Rp 50rb yang
hanya merugikan satu orang saja dibandingkan dengan hasil korupsi milyaran rupiah yang telah
menyengsarakan lebih dari 200 juta penduduk di Negeri ini? Marilah kita tengok kembali!
Anda penah belajar “perbandingan senilai” dalam matimatika? Coba kita hitung kedua
kasus tersebut dengan menggunakan perbandingan senilai. Jika pencuri sandal yang seharga Rp
50rb dihukum 5 tahun penjara, maka berapa lama seharusnya mantan presiden PKS Luhfi Hasan
Ishaq yang menerima suap Rp 1,3 milyar dihukum penjara?
Rp 50.000 = 5 tahun penjara, berarti Rp 10.000 = 1 tahun penjara.
Rp 1.300.000.000 = 130.000*Rp 10.000, Itu artinya hukuman penjara LHI seharusnya
“130.000 tahun penjara”, wow lama banget tuh. Kita ambil umur rata-rata warga Indonesia
adalah 60 tahun, maka 130.000 tahun dibagi 60 tahun = 2.166,6. Artinya sebanyak 2.166,6 anak-
cucu-cicit-dst dari keturunan Lufhi Hasan Ishaq harus menanggung dosanya. Wow benar-benar
gila.
Hal ini belum termasuk implikasi sosial hasil dari perbuatan korupsi tersebut. Dan
cobalah hitung, berapa Banyak rakyat Indonesia yang disenggarakan karena ulah LHI? Seribu
rakyat, sejuta rakyat, 250 juta rakyat? Siapa yang tahu berapa pastinya? Jika unsur implikasi
sosial tersebut dimasukkan berapa lama LHI harus dipenjara? Mungkin benar apa yang dikatakan
oleh beberapa ahli hukum “idealis” yang menyatakan bahwa dosa hasil tindak pidana korupsi itu
sampai 7 keturunan pun niscaya tidak akan habis mengingat korupsi adalah tindakan kejahatan
“L-U-A-R B-I-A-S-A” destruktif. Lalu berapa lama penjara yang seharusnya Budi Mulya dan
Indar Atmanto dihukum penjara? Dan faktanya, ICW mencatat bahwa mayoritas koruptor
dihukum ringan hanya 1-2 tahun penjara.
Seandainya hukum di Indonesia menerapkan asas hukum keadilan ini dengan sebenar-
benarnya, maka tanpa menerapkan hukuman mati pada pelaku tindak pidana korupsi sekalipun
niscaya para calon-calon koruptor itu akan ketakutan dibuat oleh hukum yang demikian. Andai
hal itu nyata bukan sekedar mimpi belaka.
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai