Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN MINI RISET

Eksistensi Hukum Adat (Tepung Setawar) dalam Masyarakat Rejang

(Studi Kasus di Desa Taba-Tebelet Kabupaten Kepahiang)

“Diajukan Sebagai Pemenuhan Tugas Pada Mata Kuliah Sosiologi Hukum”

Dosen Pengampu : Heni Nopianti, S.Sos,M.Si

Disusun Oleh :

Riska [D1F019040]

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas
Laporan Mini Riset ini. Dan juga tidak lupa saya berterima kasih kepada Dosen mata
kuliah Sosiologi Ibu Heni Nopianti, S.Sos, M.Si.

Penulis sangat berharap tugas laporan mini riset ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis
harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun
bagi orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Nilai lokal masyarakat adat rejang dalam menyelesaikan perselisihan adat rejang

Kepahiang, 13 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
BAB II PEMAPARAN MINI RISET............................................................................4
2.1 Profil Informan.....................................................................................................4
2.2 Hasil Observasi.....................................................................................................7
2.3 Hasil Wawancara………………..………………………….………………..….8
2.4 Pembahasan........................................................................................................18
BAB III KESIMPULAN...............................................................................................25
3.1 Kesimpulan………………………………………..………………………..…25
DAFTAR PUSTAKA…………...………………………………………………….…26
LAMPIRAN...................................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Indonesia adalah masyrakat yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa ynag mempunyai ikatan dengan alam serta lingkungannya. Masyarakat tersebut
mem bentuk sebuah konsensus untuk mencapai suatu ketertiban dalam berinteraksi di
kelompok masyarakatnya. Hal ini disebabkan setiap masyarakat memiliki sejumlah
keinginan dan jika tidak dibuat suatu kesepakatan maka bukan tidak mungkin akan
terjadi berbagai konflik.
Dalam Hidup bermasyarakat kita di haruskan untuk mematuhi etika atau norma
yang ada dalam lingkup bermasyarakat. Dalam menlaksanakan hubungan sosial dalam
suatu masyarakat saat ini memang tidak selalu sama tata caranya dengan masa lalu.
Ketika dibiarkan tidak menutup kemungkinanan masyarakat akan berlaku semaunya
ditambah lagi dengan bebasnya arus negatif yang mengalir dari semakin tingginya
tingkat teknologi dan arus informasi, maka bukan tidak mungkin akan terjadi berbagai
perilaku yang menyimpang.
Untuk menekan tingginya kerugian baik secara materil maupun imateril didalam
sebuah kelompok masyrakat maka mereka membentuk suatu kesepakatan dalam
mencapai ketenangan dalam hidup ber masyarakat dan memberikan sanksi jika ada
yang melanggar, yang dikenal dengan istilah hukum adat. Menurut Kadirman (2009:2)
pengertian hukum adat yaitu norma yang tumbuh dan berkembang, dipatuhi oleh
masyarakat adat, memilki tujuan agar terciptanya kedamaian dalam artian terciptanya
ketentraman dan ketenangan, yang menimbulkan sanksi dan ganjaran bagi yang
melanggarnya. Di dalam hukum adat mengandung nilai-nilai kekeluargaan, kego
tongroyongan, musyawarah, mufakat, kepa tutan, magis, religius arif dan bijaksana
dalam menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam masyarakat.

1
Ketika masyarakat melakukan suatu hukum adat tersebut diharuskan bersifat
tidak kaku, hal demikian karena seni itu akan terus mengalami suatu perkembangan dan
keberadaannya pun ada (eksis). Hukum adat Yang tidak bersifat kaku, melainkan lentur
dan mengalami perkembangan hingga keberadaannya pun ada disebut sebagai suatu
eksistensi (Kayam dalam Zulfiana, 2014 : 14). Eksistensi hukum adat dapat kita lihat
hingga saat ini melalui adanya lembaga- lemaga adat seperti BMA adat serta perangkat-
perangkat hukum adat yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar guna
menyelesaikan berbagai hal. merealisasikan suatu aturan hukum adat, yang tetap eksis
dan bertahan hingga saat ini. Hukum tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakat dimana hukum itu berada.
Dewasa ini, Masyarakat rejang adalah masyarakat yang terkenal masi
memegang teguh kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang terdahulu, hal
itu terlihat dengan masi eksisnya sampai sekrang hukum adat yang guna menyelesaikan
sebuah permalasan agar dapat diselesaikan secara baik-baik, proses menyelasikan
masalah tersebutpun direjang bisa diselesakan secara kekeluargaan ataupun apabila
pihak korban minta diselesaikan secara hukum maka pihak lembaga lembaga adatpun
seperti BMA tidak melaranya. Seperti halnya hukum adat rejang yang terdapat di
Kabupten Kepahiang tepatnya di Desa Taba-Tebelet, yaitu hukum adat Tepung
Setawar.
Bagi masyrakat Rejang di Desa Taba tebelet tepung setawar suatu cara untuk
menyelesaikan persolan yang diselesaikan dengan cara damai guna mengembalikan ke
keadaan semula, serperti pepatah yang peneliti dapat ketika mewawancarai Ketua BMA
desa Taba-Tebelet, Bapak Wahidin (56 tahun) disana dia mengatakan guna tepung
setawar ini untuk “menyemboakan dek panes, menyemboakkan dek sakit” yang atinya
digunkan untuk menyembuhkan dengan medinginkan permalsahan yang awal mulanya
panas seperti emosi dll, akan disembuhkan dengan tepung setawar. Hukum adat ini
sifatnya tidak memaksa karena berdasrkan kesepakatan bersama kedua belah pihak,
Tetapi apabila ingin diselesaikan dengan adat maka Siapakah yang terbukti bersalah
akan diberikan sanksi dan ganjaran berupa denda, ganti rugi, serta pengobatan apabila
itu berhubungan dengan yang menimbulkan darah seperti kecelakaan dan sebagainya.

2
Dengan demikian jelaslah hukum adat tepung setawar ini sentiasa menerapkan
dan mempertahankannya, sebab didalam kehidupan masyarakat rejang desa taba tebelet
mereka sentiasa menerapkan aturan-aturan atau hukum adat ini tanpa meninggalkannya.
Hukum adat tepung setawar memiliki perasnan yang pentig dalam kehidupan sosial
masyrakat desa Taba-Tebelet. Hukum tersebut dijadikan sebagai acuan yang sangat
pentingdalam berbagai aspek kehidupan mreka.
Penelitian terdahulu yang hampir serupa pernah diteliti oleh Silvia Devi pada
Tahun 2016 tentang “orang rejang dan hukum adatnya” disitu peneliti menjelaskan
tentang Orang Rejang dalam hukum adatnya berdasarkan Kelpeak Ukum Adat Ngen
Ca’o Kutei Jang. Sebagai sebuah suku bangsa yang mayoritas mendiami daerah
Kabupaten Rejang Lebong, mengingat beragamnya penduduk pendatang di Kabupaten
Rejang Lebong saaat ini. Namun, ternyata uniknya Orang Rejang sampai saat ini justru
semakin memegang erat hukum adatnya dalam kehidupan bermasyarakat sehingga
keberadaanya pun eksis sampai sekarang. Tentunya penelitian ini memberikan
perbedaan pada penelitian yang akan peneliti lakukan karena penelitian yang peneliti
lakukan ialah ingin mengetahui lebih dalam mengenai eksistensinya hukum adat di
Rejang terutama Tepung Setawar yang berada di Kabupaten Rejang Tepatnya di Desa
Taba-Tebelet.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Keberadaan dan penerepan Hukum Adat (Tepung setawar)
dalam Masyarakat Rejang Desa Taba-Tebelet?
2. Mengapa hukum adat Tepung Setawar masi eksis sampai sekarang?

3
BAB II

PEMAPARAN HASIL MINI RISET

2.1 Profil Informan


Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling (sampling bertujuan). Teknik Purposive Sampling atau disebut juga
dengan Judgement Sampling. Purposive Sampling (sampling bertujuan) menurut
Silalahi (2012: 272-273) adalah metode pemilihan subjek yang terbaik dalam upaya
memberikan informasi yang dibutuhkan Pemilihan sampel berdasarkan karakteristik
anggota sampel yang dengannya diperoleh data yang sesuai dengan maksud penelitian.
Purposive sampling menurut Sugiyono (2013: 218) adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin dia
sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek situasi sosial yang
diteliti. Informan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Informan kunci (key informan), adalah mereka yang mengetahui dan memiliki
informasi penuh yang diperlukan dalam penelitian. Pada penelitian ini
informan kunci adalah Lemaga Badan Musyawarah Adat (BMA), tokoh adat
dan aparat desa Taba-Tebelet, dengan pertimbangan bahwa mereka sebagai
sumber informasi yang memiliki informasi lengkap mengenai Tepung
Setawar, baik dari sejarah, penerapan, dan lain hal
2. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak terlibat secara langsung. Dalam penelitian ini informannya
adalah warga masyarakat Desa Taba-Tebeler dan pihak keluarga yg
melakukan hukum adat Tepung Setawar

4
Tabel 2.1
Profil Informan dalam penelitian

Jenis
No Nama Usia Pekerjaan Keterangan
Kelamin
Ketua Lembaga
Informan
1 Wahidin L 52 BMA Desa Taba-
Kunci
Tebelet
Tokoh Desa Taba-
Ujang Informan
Tebelet
2 Syahril L 64 Kunci

Informan
Kunci
sekaligus
Aparat Desa Taba-
informan
Tebelet
3 Evi L 42 tambahan dari
pihak yang
berselisih.

Keluarga yang Informan


p
4 Ice 38 berselisih Tambahan

Informan
P Ibu Rumah Tangga
5 Rohania 62 Tambahan

Informan
L Mahasiswa
6 Angga 22 Tambahan

5
Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara Penelitian, September 2021

Identitas informan yang menjadi sasaran penelitian meliputi nama informan,


umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan daerah informan berasal. Dalam hal ini
terdapat 3 informan kunci, yaitu ketua Lembaga adat (BMA) Desa Taba-Tebelet, Aparat
Desa Taba Tebelet, Tokoh Desa Taba-Tebelet. Selanjutnya untuk mencari informasi
lebih mendalam terdapat informan tambahan yaitu kelurga yan berselisih, dan warga
masyarakat yang sesuai dengan kriteria informan.
Ketika wawancara peneliti terhadap informan yang di lapangan, peneliti dapat
mengetahui jenis kelamin dan latar belakang pendidikan seperti yang telah dijelaskan
pada tabel di atas. Terlihat dalam profil informan dalam penelitian ini terdapat 6 orang
informan, yang terdiri dari 3 orang informan kunci yang mempunyai informasi untuk
menjawab pertanyaan dari peneliti. Dan Terdapat 3 orang informan tambahan yang
merupakan masyarakat Desa Taba-Tebelet.
Pada saat peneliti melakukan penelitian kepada informan kunci pertama yaitu
Bapak Wahidin yang merupakan ketua BMA informan kunci ditemui di rumahnya
sehabis melaksanakan Sholat Jum'at. Setelah itu dihari berikutnya peneliti menemui
Bapak Ujang Syahril selaku Tokoh Adat desa Taba-Tebelet, dia ditemui saat sedang
mengasuh cucu laki-lakinya bernama Aji. Selanjutnya informan kunci ketiga yaitu
Bapak Evi, saat ditemui sore hari dia sedang beristirahat menonton TV dikediamannya
bersama sang istri dan anaknya. Sedangkan tiga orang informan tambahan yaitu,
keluarga dan dua org warga masyarakat Desa Taba-Tebelet, yang mana keempat
informan tersebut peneliti mewawancarainya dikediamnya masing-masing juga. Tetapi
yang membuat peneliti kesulitan ialah ketika ingin mewawancarai pihak yang
berselisih, karena sulit untuk menggali informasinya secara langsung kpda pihak yang
bersangkutan. Maka peneliti secaratidak langsung mewawancarai aparat desa Taba-
Tebelet Bapak Evi, yang tidak lain merupakan paman dari pihak yang pernah berselisih.
Distu bapak evi menjelaskan banyak hal mulaidri awal mula dia berselisih(bertengkar
atau dalam bahasa rejang Belago), apa ganjaran dan sanksi yang diterimanya, dan lain
sebagainya.

6
2.2 Hasil Observasi
Pada saat melakukan Observasi tidak dilakukan untuk mencari informasi dengan
langsung melihat proses dilakukkan tepung setawar, namun observasi dilakukan hanya
untuk mendapatkan beberapa informasi langsung kepada informan sebelum akhirnya
melakukan wawancara. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui siapa siapa
saja yang pas untuk mendapatkan informasi-informasi penelitian seperti kediamanya,
pekerjaan informan, dan waktu yang pas untuk melakukan pertemuan.
Observasi dilakukan mulanya mendatangi kediaman informan, dengan berbekal
informasi yang didapatkan sebelumnya ditambah dengan bertanya kembali kepada
warga sekitar yang mengetahui identitas informan. Ketka sampai di kediaman informan
penelitian, peneliti menyapa nya terlebih dahulu untuk melakukan pendekatan. Tetapi
tidak melakukan pereknalan diri karena peneliti merupakan warga masyrakat yang
bertempat tinggal di Desa Taba-Tebelet. peneliti langsung menjelaskan maksud dan
tujuan dari kedatangan, hal itupun dilakukan agar informan mempercayai peneliti serta
bersedia memberikan informasi-informasi yang ditanyakan peneliti. Ketika melakukan
observasi Peneliti mendatangi satu persatu kediaman setiap informan penelitian, dan
mereka sangat welcome dengan kdttang peneliti baik itu Ketua BMA, Tokoh Desa,
Aparat desa. Tetapi itu tidak sama halnya dengan pihak yang pernah melakukan hukum
adat tepung setawar, mereka tidak mau membuka informasi terkait dengan masalahnya
waktu itu bertengkar. Dengan berbekal informasi dari org tua peneliti, mereka
memberitahu bahwa aparat desa itu merupakan paman dari yg pernah melakukan
pertengkaran itu, secara tidak langsung pula ketika mewancari aparat desa peneliti
langsung menanyakan berbagai informasi mengenai masalah peretengkaran hebat yang
pernah dialkkukan oleh anak dari kakanya itu.

7
Observasi pertama dilakukan dengan mengunjungi lagsung kediaman Ketua
BMA tetapi hasilnya nihil karena peneliti belum bisa bertemu dengan Ketua BMAyaitu
bapak wahidin, karena beliau lagi menginap di kebun nya sebrang musi. Dengan hal itu
maka peneliti memutar rencana observasi dengan mendatangi semua baik itu informan
kunci maupun informan tambahan, untuk memastikan waktu yang tepat untuk
melakukan wawancara dengan ke 6 orang informan yang memiliki perkerjaan dan
kesibukan masing-masing. Wawancara dilakukan sekitar pukul 07.00–17.00 WIB.
Karena mengingat warga masyarat desa taba-tebelet sebagian mempunyai pekerjaannya
masing masing. Peneliti mendatangi satu persatu dari rumah informan yang
bersangkutan di hari yang berbeda-beda setiap informannya, agar dapat fokus menggali
informasi lebih mendalam mengenai hukum adat Tepung Setawar.
Sebagai alat bantu untuk memperoleh data, peneliti menggunakan alat seperti
kamera foto dan rekaman suara yang dibutuhkan pada saat melakukan penelitian.
Kamera foto ini digunakan pada saat peneliti melakukan wawancara dan observasi
kepada Bapak Wahidin, Bapak Ujang Syahril, Bapak Evi, Ibu Ice, Ibu Rohania, dan
Angga.

2.3 Hasil Wawancara

 Informan Bapak Wahidin (Ketua Badan Musyawarah Adat Rejang Desa Taba-
Tebelet)
Gambar 2.3 Wawancara bersama Informan Ketua BMA

8
Sumber: hasil observasi penelitian, September 2021

Ketika mewawancarai Bapak Wahidun, dia menceritakan banyak hal mulaidari


sejarahnya hukum adat tepung setwar itu sudah ada sejak zaman leluhur Nenek Moyang
uang lebih dikenal dengan dari tahun 1068, tepung setawar ini lebih dikelan oleh
masyarakat rejang “tepung setabea”. Awal mulanya hukum ini berlaku kektika setiap
ada permasalahn kedua belah pihak, seperti perselisihan bertengkar, berkelahi,
kecelakaan dann lain hal itu semua diawali dengan tepung setawar. Guna tepung
setawar inipun sepenuturan dia untuk mendiginkan yang panas menyembuhkan yang
sakit. Hukum adat tepung setawar mengatur setiap yang melakukan kesalahan dalam a,
seperti bertengkar, omongan yang tidak pantas diomong, caci maki maka dialkukkanya
tepung Setawar. Tetapi dalam hal ini tepung setawar bukan hanya digunakan untuk
menyelesaikan hal buruk seperti perselisihan kedua belah pihak, hukum adat inijg
mengatur hal yang baik seperti sebelum dilakukannya prosesi ijab kabul di suatu
pernikahn yang dilaksankan secara baik baik, ketika itu dilakukan juga apa yang
namanya tepung setawar. Bapak wahidin juga mencontohkan kira kira gambaran dri
bentuk tepung setawar ini. Tetapi tidak sama persis mengingat kurangnya alat dan
bahan yang terdapat dirumah Bapak Wahidun
Gambar 2.4 Tepung Setawar

Sumber: hasil observasi penelitian, September 2021

9
Bapak wahidin menuturkan ketika melakukan hukum adat tepung setawar ada
beberapa hal yang harus dipersipakan, dan tata caranya:

Alat : - mangkok bewarna benin

Bahan : - air

-sekidingin

-penyeluang

-jeruk nipis

Yang kemudian semua bahan tersebut diikat menggunakan tali, kemudian


dimasukkan kedalam mangkok bening yang telah berisi air, untuk kemudian
diperencikkan kepada pihak yang melakukan tepung setawar tersebut. Gunanya
diperencikkan itu tidak lain untuk mendiginkan suasana, apabila itu masalhnya
perselisihan maka gunanya untuk meredahkan emosi, agar tidak adanya lagi rasa
kebencian. Tepung setawar juga masi dilaksankan sampai sekrang kata Bapak, krena
kita ini hidup di lingkup Masyarakat Rejang, pastinya kitatelah diharuskan untuk
menaati adat kita yaitu adat rejang, selain itu menurusi hal yang dialkukan muning
terdahulu, melihat gunanya baik meringankan beban yang terkena permasalahan, dan
tidak adanya lagi rasa dendam dan kebencian maka hukum adat ini masi perlu dilakukan
walaupun zaman kita sudah modern seperti sekarang.

Ketika proses wawancara berlangsung dengan Bapak Wahidin dia juga


mengatakan setiap hukum adat tepung setawar terdapat ganjaran dan sanksinya yang
berlaku seperti denda adat berupa uang, ganti rugi, serta pengobatan yang apabila itu
dalam persolahan yg menyebabkan luka darah, seperti kecelakaan maka dianjurkan
untuk pihak pelaku untuk mengobati pihak korban. Dalam adat ini pun sifatnya tidak
tergantung sesuai kesepakatan permintaan keluarga kedua belah pihak, bila ingin
dilakukan secara adat maka akan dilakukannya tepung setawar, tapi jika ingin dilakukan
dengan jalur hukum maka pihak Lembaga adat, seperti BMA mempersilahkan saja.

10
 Informan Bapak Ujang Syahril selaku Tokoh Desa Taba-Tebelet.
Gambar 2.5 wawancara bersama Informan US

Sumber: hasil observasi pada, September 2021

Perelu diketahui Peneliti mewawancarai bapak ujang syahril ini berasalkan informasi
yang didapat oleh Aparat Desa, mengenai Siapa Tokoh masyarakat sesepuh desa yang
berdasarka umur mereka kurang lebih 50 tahun ke atas dan pengalamanya sudah banyak
dan mengetahui secara jelas hukum adat ini, karena dia termasuk orng yang dituakan di
ds. Taba tebelet. Bapak Ujang syahril merupakan tokoh masyrakat desa yang dituakan
sekaligus dia juga adalah orang yang pernah menjawab lama sebagai kepala desa yang
memimpin desa taba-teblet pada waktu itu.
Ketika mewawancarai Bapak Ujang Syahril peneliti menemukan banyak informasi
juga mengenai sejarah tepung Setawar, dia menarngkan munculnya hukum adat ini dri
adat isitiadar terdahulu desa, dari zaman nenek moyang. Tepung ssetawar itu diterapkan
juga diterapkan pada seseorang yang melukai anak gaidis/ bujang orang maka akan
diterapkan teoung setawar. Arti tepung setawar itu sendiri untuk meredahkan amarah
dari awal mualanya emosi karena dari tepunng setawar itu dia tidak emosi lagi,

11
Bapak Ujang Syahril juga menjelaskan ketika zaman dia menajabat sebagai kepala
desa dia menemukan berbagai masalh yang memang benar dilakukan dengan tepung
setawar, artinya memang masyrakat Rejang terutama di Desa Taba-Tebelet ini kata dia
mematuhi aturan hukum adat ini walaupun jika suatu permasalah pihak adat meminta
denda adat, atapun denda dri permintaan keluarga, masyrakat tetap menjalani hukum
adat tersebut..
Hukum adat inipun masi ada samapai sekarang karena adanya budayy desa Taba-
Tebelet yang masi menghormati peninggalan budaya dari nenek moyang/muning yang
Dijalnkan sesuai Pat Petulai. Bapak Ujang juga menjelaskan pat petulai itu merupakan
tanah rejang yang dibawah kepemimpinan rejang. Terlebih Masyrakat rejang telah
memiliki pemeriintaha masyrakatnya sendiri yang terdiri dari Kutei dan Tuwi Kutei.
Kutei dijalaskan oleh informan merupakan suatu masyrakat hukum adat asli yang
berdiri yang tediri dari 10 hingga 15 keluarga atau rumah, sedangkan tuwi kutei
merupakan kepala kutei yang dipilih berdasarkan garis keturunanpendiri pat petulai
(kesatuan kekeluargaan masyarakat Rejang)

 Informan Bapak Evi selaku Kepala Dusun/ aparat desa Taba-Tebelet.


Gambar 2.6 wawancara bersama Informan Evi

Sumber: hasil observasi pada, September 2021

12
Bapak Evi adalah seorang Laki-Laki yang berumur 42 tahun dan menjabat sebagai
Kepala Dusun II desa Taba-Tebelet. Bapak evi menuturkan tetang hukum adat Tepung
Setawar, menurut sepengetahuanya ketika pernah melihat langusng diberlakukannya
tepung setawar atau dalam bahasa rejang nya “tepung tabea”.. Tepung setawar gunanya
ada 2 yaitu dalam hal baik, untuk lebih mendinginkan suasana seperti pernikahan tadi
dan hal buruk dalam suasana agak panas yang kondisinya akan didinginkan atau
meredamkan amarah. Disitu pula peneliti meminta untuk Bapak Evi menjelaskan
bagaimana kejadian pertengkaran atau perselisihan yang dialami oleh anak dari
kakaknya tadi dan dia sendirilah yang menanganinya bersama Ketua BMA.
Kepala dusun ini berperan misalnya dalam kejadian Kecelakaan, dia sebagai
penunjuk menerangkan hal yang seharusnya dilakukan pelaku. Saat kejadian itu Kadus
atau aparat desa bilang “Tabea ba kileak” yang diartikan kadus meyuruh dilukan tepung
tabea dulu. Dalam artian ketika kecelakaan pihak kadus datang ketemoat kejadiaan dan
menunjukan kepda BMA “ada Teroboa nak di na” atau ada kecelakaan disitu, maka
dengan izin keluarga pihak pelaku yang bersalam dibawah kekediaman korban untuk
melakukan musywarah apakah ingin diselsaikan lewat adat yaitu tepung setawar atau
mau dilakukaan dengan jalur hukum.
Bapak evi juga pernah melihat tepung setawar di acara pernikahan adat rejang,
kketika itu sebelum prosesi ijab kabul, maka dilakukan “tak tawea” istilah dalam
pernikahan. Tabea itu berawal dri pihak perempuan yang diberikan kepada pihak laki-
laki. Mislanya ketika hari ijab kabul, namanya peletak tak tawea, nah tak tawea itu
sendiri pihak perempuan menyapa pihak laki laki, pihak laki-laki menanyakan ada tidak
tak taweamya atau tepung setawarnya. Ketika itu KETUA BMA mengatakan :

“Mungkin manei yo bi oak, keme ngen udi yo bermaksun ngen guno nyembeak
likeu mungkin bi manei oak, na uyo keme temeak udi”
Artinya:
“ Mungkin perjalanan ini sudah jauh, kami dari pihak BMA bermaksud guna
untuk nyembah liku, na sekarang kami mendekatkan kalian”

13
Proses itu diakhiri dengan ketia batin meminum air putih yang telah disipakan
sebelumnya, tapi dstu ketua batin mengatakan “kalew tuan umeakati menem yo cpa gen
kade ku menem luen” atau kalau tuan rumah belum meminum tidak mungkin lah saya
minum duluan”, akhirnya kedua belah pihak meminum air itu sebagai pertanda
selesainya tak tawea. Dan diperencikkannya tepung setawar tadi kepada calon
penggantin laki-laki. Ketika wawancara berlangung Bapak Evi juga memberikan foto
ketika pengadaan tak tawea di acara nikahn tersebut.

Gambar 2.7
Proses Tak Tawea di Pernikahan

Dari kedua gambar diatas, Terlihat dari pertama dimana Ketua BMA desa Taba-
Tebelet berbincang maksud dan tujuan nya menyambangi pihak laki-laki, dan gambar
kedua juga memperlihatkan prosesi tak tawea atau tepung setawar dilakukan dengan
memperencikkannya kepada pihak calon pengantin laki laki.

Terakhir setelah wawancra juga penelti menanyai lebih dalam masalah terkait
keponakkannya itu yang bernama Rohan dengan Rizki . Rizki merupakan salah satu
warga masyarakat Desa Karang Anyar yang merupakan dusun tetangga. Dia
menenerangkan awal mulanya pertengkaran tersebut berawal dari cekcok Orang Tua
Rohan dan Orang Tua Rizki . dan menjulur la sampai kepada anaknya. Pada saat itu
rohon melihat secara langsung percecokkan org tuanya dengan rizki saat acara 17an

14
agustus, rohan yang merasa orang tuanya itu benar maka dia membela org tuanya
dengan memeberikan perlawanan dengan memukul ang menyebakan lluka darah pada
sekitaran badan org tua rizki, nah rizki yang tidak menerima kejadian itu dia mendatangi
rumah pelaku Rohan, dan memberikan Perlawanan balik. Pada Saat itu bapak Evi
menjelakan bahwa pihak korban (RIZKI) Meminta uang sebesar yang awal mulanya 15
juta , karena negosiasi Pihaak Kadus maka ditrunkan lagi 10 juta, 5jt , dan berakhir 500
ribu. Kejadian itu dilakukannya tepung setawar karena ingin diselesaikan secara adat,
pihak Pelaku atau rohon mendatangi kediaman Rizki dengan org tuanya dan membawa
Tepung Setawar, untuk kemudian diperencikkan baik kepada Rizki maupun Rohan.

 Informan Ibu Ice selaku Bibik dari Rizki (Keluarga yang Berselisih)
Gambar 2.8 wawancara bersma ibu ice

Sumber: hasil observasi pada, September 2021


Pada saat melakukan wawancara kepada ibu ice peneliti tidak menemukan
kendala karena ibu ice sediri adalah teman akbar dari orang tua penelti, disitu ibu ice
sangat tidak keberatan untuk membuka informasi dari permasalah yang pernah
dilakukan oleh keluarga nya itu. Ibu ice sangat menerima jika keluarganya terkenai
hukum adat Tepung Setawar, karena ia mengetahui tepung setawar itu tujuannya baik
yaitu untuk memperbaiki suasana agar tidak adanya lagi dendam dri keduanya.

15
 Informan Nenek Rohania

Gambar 2.9 wawancara bersama informana Rohania

Sumber: hasil observasi pada, oktober 2021


Nenek rohania merupakan informan yang peneliti jadikan sebagai warga
masyrakat mengingat umur nya yang sudah tua pasti dia mengetahui mengenai
keberadaan hukum adat tepung setawar ini. Nenek rohania berumur 62 Tahun dan
mempunyai anak 3 yang sudah berumah tangga semua. Pada saat ditemui nenek rohania
sedang mengobrol bersama tetanganya Ibu Eis didepan rumah.
Ketika wawancara nenek rohania sangat mengetahui hukum adat tepung setawar
itu karena dia adalah warga masyarakat yang asli rejang, dia mengatakan hukum adat
tepung setawar ini sudah ada zaman dahulu yang gunanya untuk menyelesaikan
persoalan kedua belah pihak, jika terjadi suatu persoalan yang menyebabkan adanya
darah, dia mengatakan itu dikembalikkan Kepada Hukum Adat Tepung Setawar. Dia
juga tidak keberatan dengan adanya Hukum Adat Tepung Setawar karena itu sudah ada
sejak zaman dahulu kata nenek Rohania ,

16
 Informan Angga selaku Warga Masyarakat
Gambar 2.10 wawancara bersama Angga

Sumber: hasil observasi pada, oktober 2021

Angga salah satu warga asli Desa Taba-Tebelet, dia merupakan mahasiswa
semester akhir di Institut Agama Islam di Curup. Peneliti memilih angga sebagai
informan karena berdasarkan info yang telah didapatkan sebelumnya, Angga pernah
melihat langsu g kejadian kecelakaan yang pernah dikenai Tepung Setawar. Ketika itu
angga banyak menceritakan hal hal ketika kejadian itu, pada saat kejadian pihak korban
langsung dibawah kerumahnya, saat itu pula pelaku yang melakukan tabrak datang ke
kediaman korban dengan memintaa maaf kepada korban, lalu pihak keluarga
menerimanya dengan bersedia menyembuhkan sampai korban sembuh. pihak lembaga
adat juga melakukan apa yang sering dilakukan masyrakat dengan Tepung setawar,
sebelum itu Tepung setawar itu jg telah disepakati kedua belah pihak. Angga melihat
secara jelas bagaimana tepung setawar itu diperencikan kepada korban dan pelaku, agar
mendinginkan suasana yang tidak lain untuk meredamkan amarah dari pihak korban .
Angga juga menerngkan bila dia sangat setuju dengan keberadaan tepung
setawar ini karena setelah dia melihat secara langsung memang sudah kejadian itu pihak
koban dan pelaku berbaikkan kembali, bahkan kata angga pelaku dianggat menjadi

17
saudaranya sendiri. Dengan adanya tepung setawar juga dari keadaan yang awalnya
emosi bisa jadi dingin, suasana jadi tenang.

2.1 Pembahasan
2.4.1 Sejarah Tepung Setawar
Berdasarkan petunjuk buku “BUMEI SEHASES JANG PAT PETULAI” yang di
pinjami oleh Ketua BMA di Desa Taba-Tebelet, disitu menjelaskan asala mula hukum
adat Tepung Setawar ada pada Tahun 1068, yang dibentuk oleh Muning (Punen
Muning Jang Pat Petulai) yang dikenal dengan orang terdahulu dengan sebutan Kutei.
Menurut Muhammad Koesno(1992) percaya untuk menyelesaikan segala bentuk
permasalahan yang timbul di wilayahnya (Kutoinya) . Ketui Kutoi menjalankan hukum
adat secara kekeluargaan dan demokratis, karena segala hal diambil berdasarkan
musyawarah bersama orang tua-tua dusun yang berpedoman pada hukum yang
diwariskan nenek moyang mereka yang dianggap suci dan merupakan adat sejati turun
temurun . Maka suatu perbuatan yang mengganggu keseimbangan dalam masyarakat
harus dipulihkan.Reaksi adat dipercaya mampu memulihakan kesimbangan yang
terganggu.
Ketika melakukan wawancara dengan Bapak Wahidin selaku Ketua BMA Desa
Taba-Tebelet dia memberikan pinjam buku yang berjduul "Bukeu Petunjuk Caro
Behasen Adat Rejang Kepahiang tahun 2012” disitu diterangkan Hukum Adat Rejang
khususnya di Kabupaten Kepahiang sebagai dasar atau pedoman para penanggung
jawab diwilayah Desa / Kelurahan. Arti hukum adat Tepung Setawar menurut Bahasa
Rejang dan diterjemahkan dalam bahasa indonesia merupakan badan hukum yang
mengatur disuatu suku atau daerah budaya yang berasal dari Hukum Adat Rejang yang
dipegang, hukum adat tersebut dipakai oleh nenek moyang secara turun temurun dan
tidak berubah dari aslinya serta tidak dapat dipengaruhi oleh perkembangan zaman.

2.4.2 Penerapan Hukum Adat Tepung Setawar

Pada Masyarakat Rejang desa Taba-Tebelet perdamaian adalah upaya yang


dilakukan dalam menyelesaikan masalah yang mengakibatkan kegoncangan dalam
masyarakat, karena penyelesaian melalui perdamaian lebih mengutamakan cara-cara

18
kekeluargaan dan saling memaafkan. Dalam perdamaian ini pihak yang merugikan
wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan apabila itu sudah disepakati
oleh kedua belah pihak.
Hukum adat tepung setawar ialah hukum adat yang melalui berbagai proses antara
pihak keluarga yang terkenai persoalan baik itudalm hal buruk maupun baik, ketua
lemabaga adat tokoh desa dan aparat desa mempunyai andil ntuk mengurus mengiring
orang agar melakukan yang sebaiknya tepung setawar. Dari hasil wawancara berbagai
masyrakat yang informan jadikan sumber informasi, tepung setawar ini bukan
digunakan untuk mengatur perselisihan saja tetapi juga untuk mengatur ke hal yang
baik.

Hukum adat ini diantaranya untuk mengatur:


1. Pertengakaran
Dalam hal Pertengkaran atau perselisihan ini disebabkan kedua belah pihak yang
terlibat pertengkaran dan apabila itu melukai seseorang maka dikenai hukum
adat sesuai kehendak pihak keluarga. Ketika pertengkaran ada yang namanya
denda berdarah, berbekas dan cacat apbila peretengkaran itu menyebabkan
adanya darah maka pihak pelaku terkenai denda uang sebesar Rp. 120.000, jika
hanya berbekas saja maka akan dikenai denda sebesae Rp. 25.000, dan jika
menyebabkan cacat akan dikenai denda uang yang lebih besar lagi yaitu Rp.
160.000. denda denda itu hanya sebatas pegangan saja, jika mengembalikan
kepada adat. Karena berdasarkan informasi dri hasil wawancara semua itu
dikembalikkan sesuai permintaan keluarga.
2. Kecelakaan
Seperti peristiwa kecelakaan kecelakaan berlalu lintas. Pada saat itu akan
dikenai sanksi berupa Iram. Iram merupakan imbasa dari perbuatan akibatnya
orang menajadi cidera dan meninggalkan bekas, misalnya bekas bacokan, bekas
dipukul, bekas ditembak dan sebagainya, karena perbuatan orang lain.
3. Cemooan
Cemoaan yaitu perbuatan yang buka sebenarnya yang disebut Krincak Matei
terdiri dari:

19
1. Suatu perbautan yang sengaja lain dimuka lain dibelakang.
2. Suatu perbuatan yang sering masrakat katakan sebagai orang yang bermuka
dua.
4. Perselingkuhan, misalnya ada warga yang telah menikah dan mempunyai anak
isrti , ketika itu dia melakukan perselingkuhan , maka akan dikenai denda adat.
Tepung setawar ini juga digunakan dalam acara pernikahan, ketika sebelum proses
nya ijab kabul, dimana pihak laki laki menanyaka tepung setawar, untuk kemudia
diperencikkan kepada pihak pengantin laki-laki.

Hukum adat tepung setawar juga dilakukan jika bahan dan alatnya sudah terpenuhi,
diantaranya

Alat : - mangkok bewarna benin


Bahan : - air
-sekidingin
-penyeluang
-jeruk nipis
Yang kemudian semua bahan tersebut diikat menggunakan tali, kemudian dimasukkan
kedalam mangkok bening yang telah berisi air, untuk kemudian diperencikkan kepada
pihak yang melakukan tepung setawar tersebut. Gunanya diperencikkan itu tidak lain
untuk mendiginkan suasana, apabila itu masalhnya perselisihan maka gunanya untuk
meredahkan emosi, agar tidak adanya lagi rasa kebencian. .

Terrjadinya perbuatan melanggar adat yang mengakibatkan cidera, baik lahir


maupun batin, inisiatif dari pihak keluarga pelaku dan korban sangat mempengaruhi
keberhasilan perdamaian. Dalam Hal penyelesaian perbuatan melanggar adat ini para
ketua adat dalam menyelesaikan masalah tersebut harus dengan seadil-adilnya dan tidak
boleh berat sebelah. Penyelesaian melalui adat ini apabila telah diputuskan maka
putusan tersebut tidak bisa diganggu gugat, hal ini sesuai dengan salah satu pokok-
pokok aturan adat Rejang (Punen pegong pakie), berbunyi :

“Api pacak mengajea, api limeu tenunjuk dalen, api saleak neloroak, saleak pengeleak,
saleak pemicang, saleak kecek, saleak ile, ku’ang tenambeak, peteak senabung, jujai

20
neket, besirak nelughuk, manusio melitas tana’ak, tun sapie tunawea, benek tulung
melayang jeminjing, ca’o besu’uk magea bumei nelat. Betemeu talang maket sembeak
berupo ca’o.

Artinya

Siapa yang memiliki ilmu harus mengajarkan ilmunya kepada orang lain, orang yang
tersesat harus ditunjukkan jalan yang benar atau diluruskan, yang salah diperbaiki, salah
penglihatan, salah langkah, salah ucapan, salah tingkah, yang kurang ditambah, yang
patah disambung, yang terkulai diangkat, yang terserak dikumpulkan, orang lewat
ditegur, orang baru tiba diterima dan disuguhkan sesuatu makanan sesuai kemampuan
kita, beban berat ditolong diringankan dan dijinjing, menjaga lingkungan yang harus
dihormati sebagai ciptaan Tuhan. Bertemu dusun mengangkat sembah berupa cara
penghormatan dan penghargaan.

Di adat Rejang, jika terjadi suatu perselisihan maka setiap masalah besar dijadikan
kecil, masalah kecil dinyatakan selesai dengan tidak ada rentetan dikemudian hari yang
istilah rejangnya disebut “Lei Ite Temitik, Titik Semlang Si Sudo Sipen”

Ganjaran Dan Sanksi

Pada umumnya ada beberapa jenis sanksi yang didapat ketika Tepung Setawar , itu
dapat dikenakan bagi pelaku pelanggaran norma adat Rejang, sesuai dengan berat
ringan, kualitas perbuatan pelaku. Satu perbuatan pelanggaran norma adat dapat
dijatuhkan beberapa jenis denda sekaligus. Sanksi dalam hukum adat Rejang merupakan
reaksi Masyarakat berkaitan dengan telah terjadi perusakan keseimbangan di dalam
masyarakat, dapat berupa denda atau perbuatan lainnya. Jenis sanksi tersebut sesuai
dengan tingkatannya.

1. Iram
a. Iram mati (maksimal Rp.2.500.000 minimal Rp. 200.000
b. Iram berdarah (Rp. 1.250.000) ditambah satu setengah bangun,cacat
seumur hidup

21
c. Iram balu/ memar, memear luar sebesa Rp.500.000 dan iram dalam
sebesar Rp.750.000
Ditambah bagi yang meninggal dengan uang tazkiah selama 3hari atau 7 hari yang
dikenal masyaarakat denga Taba-Tebelet nujuh malam, dan bagi iram ditambah dengan
punjung mentah dan biaya perawatan sampai sembuhserta membayar uang adat seperti
diatas.

2. Kucea
Kucea yang artinya ketika mereka melakukan sebuah kesalahan maka akan
dikucilkan didesa itu.
1. Kucea sadei (kucil desa)
-tegalang Ang (te naak Kutei) yang artinya semuanya akan dipersulit.
Ditambah denda adat.
2. kucea Kutei (kucil kutei)
-di usir dari desa dengan tidak diakui lagi sebagai anggota masyarakt
Adat Kutei. Tidak mau menerima nasehat kutei lagi dengan melawan
perkataanya, dan juga perbuatan-perbuatan yang mengagu keamanan
umum (menganggu perempuan, mencuri, suka adu domba dan lain-lain

3. Tepoak asen atau tepuk asan


Bagi perbuatan perselingkuhan dikenakan denda adat:
1. Membayar uang adat kepada BMA Sebesar Rp.40.000 dan kutei
Rp.40.000
2. Menyerahkan satu ekor kambing
3. Memenuhi syarat adat berupa didera sebanyak 18 kali dengan lidi yang
diikat. Berikut merupakan gambaran foto yang diberikan oleh informan 3
yaitu apararat desa, Bapak Evi.

22
2.4.3 Eksistensi Tepung Setawar pada masa sekarang
Suatu aturan akan tetap eksis keberadaanya dan diakui apabila prata masyarakatnya
sentiasa menjalankan atura-aturan yang berlaku, pada hukum adat Desa Taba-Tebelet,
yaitu Tepung Setawar. Tetap dilakukannya hukum adat merupakan faktor utamayang
menjadi pendukung tetap eksisnya hukum adat tersebut yang gunanya baik dalam
kehidupan sosial masyarat dan untuk mendiginkan yang panas menyembuhkan yang
sakit.
Masi eksisnya hukum adat Tepung Setawar yang peneliti temukan dilapangan ini
karena memlki fungsi untuk mengatur keadaan yang panas maka didinginkan, selalu
diterapka dalam kehidupan dan setiap warga mempertahankannya, sebab didalam
kehidupan masyarakat rejang desa taba tebelet mereka sentiasa menerapkan aturan-
aturan atau hukum adat ini tanpa meninggalkannya walupun zaman sudah maju seperti
sekrang ini. Hukum adat tepung setawar memiliki perasnan yang penting dalam
kehidupan sosial masyrakat desa Taba-Tebelet. Hukum tersebut dijadikan sebagai acuan
yang sangat pentingdalam berbagai aspek kehidupan mreka.
Selanjutnya hukum adat Tepung setawar ini juga memberikan manfaat baik dengan
lebih memperkuat lagi tali kekeluargaan masyarakat rejang di desa taba-tebelet. Ketika
tepung setawar sudah dilakukan makan seseorang itu dapat dijadikkan seperti layaknya

23
saudara atau kakak. Selain itu tepung setawar jug memperkuat rasa solidaritas warga
masyrakat sini dengan memberikan keringan kepada beberapa pihak .
Kemudia dari yang peneliti dapat dilapangan mengenai faktor penyebab tetap
eksisnya Hukum Adat Tepung Setawar ini karena agar tetap terciptanya masyarakat
yang apabila permasalahan diselesaikan secara adat, maka kehidupan masyrakat akan
tetap terjalin dan terjaga dengan baik, serta dapat mengahapuskan rasa benci dan
dendam didalam hati mereka yang berselisih.
Hukum adat ini juga susuai fakta yang ditemukan dilapangan, bahwa masyrakat
Rejang Desa Taba-Tebelet Kecamatan Kepahiang mereka memiliki hal yang dipercaya
berasal dari nenek moyang atau muning mereka yang telah tiada. Sesuai dengan
pendapat Weber dalam Ritzel (2013) Menjelaskan Rindakan Yang Didasrkan Atas
Kebiasaan –Kebiasan Terhadap Sesuatu Di Masa Lalu.

24
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan mengenai keberadaan
dan penerapan eksitensinya hukum adat Tepung Setawar Masyarakat Rejang di Desa
Taba-Tebelet Kabupaten Kepahiang ditengah masyrakat yang seperti sekarang, ialah:
Hukum Adat Tepung Setawar merupakan sanksi adat dalam Masyrakat Rejang
terutama Masyarakat Desa Taba-Tebelet, setawar ini suatu cara untuk menyelesaikan
persolan yang diselesaikan dengan cara damai guna mengembalikan ke keadaan semula.
Tepung setawar merupakan peninggalan pada Tahun 1068, yang dibentuk oleh Muning
(Punen Muning Jang Pat Petulai) atau dikenal dengan orang terdahulu dengan sebutan
Kutei. Menurut Muhammad Koesno(1992) percaya untuk menyelesaikan segala bentuk
permasalahan yang timbul di wilayahnya (Kutoinya). Hukum adat ini ada dan mampu
bertahan di tengah masyarakat seperti sekarang dikarenakan : (1) karena memlki fungsi
untuk mengatur keadaan yang panas maka didinginkan, selalu diterapka dalam
kehidupan dan setiap warga mempertahankannya, sebab didalam kehidupan masyarakat
rejang desa taba tebelet mereka sentiasa menerapkan aturan-aturan atau hukum adat. (2)
memberikan manfaat baik dengan lebih memperkuat lagi tali kekeluargaan masyarakat
rejang di desa taba-tebelet. Ketika tepung setawar sudah dilakukan maka seseorang itu
dapat dijadikkan seperti layaknya saudara atau kakak. (3) memperkuat rasa solidaritas
warga masyrakat sini dengan memberikan keringan kepada beberapa pihak (4) agar
tetap terciptanya masyarakat yang apabila permasalahan diselesaikan secara adat, maka
kehidupan masyrakat akan tetap terjalin dan terjaga dengan baik, serta dapat
mengahapuskan rasa benci dan dendam didalam hati mereka yang berselisih. Dan (5)
memiliki hal yang dipercaya berasal dari nenek moyang atau muning mereka yang telah
tiada

25
DAFTAR PUSTAKA

Adharinalti. 2012“Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa


di Bali”. Jurnal RechtsVinding. Volume 1 Nomor 3. Desember 2012. Jakarta :
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Diakses melalui link:
http://rechtsvinding.bphn.go.id/view/?id=85&isi=artikel.

Ammidhan, dan Saafudin (Penanggung Jawab). 2006. Mewujudkan Hak Konstitusional


Mayarakat Hukum Adat. Jakarta : Komnas HAM.

Devi, Silvia 2016. “ORANG REJANG DAN HUKUM ADATNYA : TAFSIRAN


ATAS KELPEAK UKUM ADAT NGEN CA’O KUTEI JANG KABUPATEN
REJANG LEBONG”. Jurnal Jantro: Jurnal Antropologi Isu-Isu Sosial Budaya.
Volume 18 nomor 1 halaan 39-40. Link Wabpage:
http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/54/52

Dewi C Wulansari. 2010. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung. PT.
Refika Aditama.

Eka Susylawati. 2009. “Eksistensi Hukum Adat dalan Sistem Hukum di Indonesia”. e-
Jiurnal Al Ihkam : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial. Volume IV Nomor 1
2009. Pamekasan : Sekolah Tinggi Ahama Islam Negeri Pamekasan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=267729&val=7085&title=EKSISTENSI%20HUKUM%20ADAT
%20DALAM%20SISTEM%20HUKUM%20DI%20INDONESIA

26
L
A
M
P
I
R
A
N

27
PANDUAN WAWANCARA

“Eksistensi hukum adat (Tepung Setawar) dalam Masyarakat Rejang di Ds. Taba-
Tebelet Kab. Kepahiang”

Identitas Informan

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Pekerjaan :

Pertanyaan Informan Kunci

1. Bagaimana sejarah awal munculnya hukum adat tepung setawar di desa taba
tebelet ? (kapan ada, siapa yang membuat,untuk apa dibuat)
2. Hukum adat tepung setawar mengatur tentang apa saja?
3. Mengapa hukum adat tersebut masih dilaksanakan sampai sekarang padahal
zaman sudah modern?
4. Apakah ada yang berubah dalsam pelaksanaan hokum adat tepung setawar di
masa lalu dengan yang saat ini?
5. Apakah ada warga masyarakat yang pernah dikenai hukum adat tersebut?
6. Adakah ganjaran dan sanksi yang didapat terkait aturan hukum adat tersebut?
7. Bagaimana tanggapa warga masyarakat terkait adanya Hukum Adat Tepung
Setawar?
Pertanyaan Informan Tambahan (Pihak Yang Berselisih)

1. Apa yang melatarbelakngi terjadinya perselisihan?


2. Penyebab dikenai sanksi terkait hukum adat tersebut?
3. Apa yang melatarbelakngi terjadinya perselisihan?
4. Sanksi apa yang didapat?
5. Bagaimana bentuk sanksi dan ganjaran setelah terjadinya perselisihan tsbt?
6. Apa mereka mengetahui tentang hukum adat tepung setawar trsbt?
7. Apa Manfaat yang dirasakan setalah melakukan hukum adat tsbt?
Pertanyaan Informan Tambaan (Keluarga Dan Warga Masyrakat)

1. Pengetahuan tentang hukum adat tepung setawar


2. Setuju atau tidaknya dengan adanya hukum adat tepung setawar
3. Kegunaan hukum adat tsbt masih digunakan sampai sekarang padahal zaman
sudah modern
4.

28
Gambar 1

29

Anda mungkin juga menyukai