Laporan Penelitian Kualitatif Sumpah Pocong
Laporan Penelitian Kualitatif Sumpah Pocong
DOSEN PENGAMPU:
Drs. Sahat Saragih, M. Si.
DISUSUN OLEH:
1. ERVIA NUR M (1511900013)
2. DWI NUR RAHMA (1511900037)
3. LUTVIA FIRIANA (1511900152)
4. VIVI NIWANG SARI (1511900194)
5. NOVI RUSDIYANTI (1511900251)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Penelitian Kualitatif dengan judul “Tradisi Masyarakat Jawa Dalam Melakukan Sumpah
Pocong”. Adapun tujuan dari penulisan Laporan Penelitian ini adalah sebagai syarat dalam
menyelesaikan tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Dasar (Penelitian Kualitatif)
Dalam penyelesaian Laporan Penelitian dengan Judul “Tradisi Masyarakat Jawa
Dalam Melakukan Sumpah Pocong” . kami mendapat masukkan dari literatur-literatur yang
kami baca guna membuat Laporan Penelitian ini dengan baik. Tidak lupa kami juga
mendapatkan masukan dari berbagai pihak, terutama dosen pembimbing yang memberikan
masukan demi perbaikan Laporan Penelitian ini sehingga dapat menambah wawasan kami serta
untuk teman-teman yang telah ikut membantu dalam pembuatan Laporan Penelitian Kualitatif
ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atau
pengajar mata kuliah Metodologi Penelitihan Dasar (Penelitian Kualitatif) Bapak Drs. Sahat
Saragih., M.Si, serta teman-teman yang turut serta memberi masukan guna memperkaya isi
Laporan Penelitian Kualitatif ini.
Kami menyadari bahwa Laporan Penelitian Kualitatif ini masih jauh dari sempurna, baik
dalam susunan maupun isinya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan Laporan Penelitian ini.
Semoga Laporan Penelitian Kualitatif ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan mahasiswa S1 Psikologi khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, dimana
setiap harinya penuh dengan akitivitas dan kegiatan yang tak terbatas waktu dan tempatnya.
Namun dalam hubungan dengan sesamanya, sering diwarnai dengan perselisihan diantara
manusia-manusia itu sendiri. Peselisihan ini adakalanya dapat diselesaikan secara
damai,upaya menyelesaikan perselisihan tersebut mereka senantiasa mencari cara dan
siapa-siapa yang dapat menyelesaikannya tanpa mengorbankan salahh satu dari mereka
yang berselisih. Yang dapat mengantisipasi hal tersebut sekaligus mencegah terjadinya
perbuatan yang sewenang-wenang di tengah kehidupan bermasyarkat, maka dibetuk suatu
lembaga peradilan yang merupakan wadah untuk penyelesaian perselihsihan atau
persengketaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Era modern seperti ini seharusnya akan meningkatkan kesadaran seseorang untuk
menyelesaikan perselisihan melalaui jalur peradilan. Berharap agar perselisihan atau
persengketaan akan segera diproses dan ditindak lanjuti supaya cepat terselesaikan. Tetapi
agar dalam mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak melampaui batas-batas
dari norma yang telah ditentukan maka perbuatan sekehendaknya sendiri haruslah
dihindarkan. Oleh karena itu, para pihak yang merasa hak-hak nya diganggu dan merasa
dirugikan, maka orang yang merasa haknya terganggu dan dirugikan dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama. Namun tidak selamanya menyebabkan bahwa setiap
perselisihan atau persengketaan dapat diselesaikan melalui jalur peradilan, justru melalui
jalur di luar peradilan. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarkaat Indonesia dimana
penyelesaian sengketa atau perselisihan melalui jalur di luar peradilan seperti sumpah
pocong yang telah menjadi budaya masyarakat Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Sumpah berarti suatu pernyataan tentang keterangan atau janji, yang diucapkan
dihadapan kyai (tokoh agama) dengan mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan. Sedangkan
pocong berarti mayat yang diselubngi dengan kain kafan. Sehingga sumpah pocong berarti
pernyataan tentang janjiyang dilakukan oleh penganut agama Islam, dengan cara dibalut
seluruh tubuhnya dengan kain kafan seperti orang meninggal, disumpah di bawah kitab
Suci Al-Qur’an. Persengketaan ini muncul karena adanya konflik antara seseorang sebagai
pengguat melawan orang lain sebagai tergugat dan masing-masing pihak yang bersengketa
kurangnya bukti-bukti dan saksi-saksi sehingga tidak mungkin untuk diselesaikan melalui
jalur peradilan. Oleh karena itu pihak yang bersengketa hanya bisa bicara, bersikukuh pada
dalil atau pendirian masing-masing dan tidak memunyai bukti yang lengkap untuk mencari
fakta yang benar, maka mereka menyelesaikan sengketa melalui sumpah pocong. Semua
kasus sumpah pocong diawali dengan sengketa, yang disebut Wiyata (2022:169) dengan
istilah konflik. Konflik menurut Gulliver (1973) memiliki arti yang sama yaitu ada dua
pihak yang berkepentingan, dinyatakan di muka umum dengan mengekspresikan atau
mengemukakan maksud sesuatu tentang keinginan tuntutannya.
Sedangkan dalam Pengadilan Agama, memiliki persyataran mengenai alat bukti yang
diakui peraturan perundang-undangan yang berlaku diatur dalam pasal 164 HIR, pasal 284
R.Bg dan pasal 1886 KUH Perdata, sebagai berikut :
a. Alat bukti surat (tulisan)
b. Alat bukti saksi
c. Pesangkaan (dugaan)
d. Pengakuan
e. Sumpah
Jika penggugat tidak memiliki persyaratan yang diakui oleh peraturan perundang-
undangan, maka perselisihan atau persengketaan tidak dapat diajukan ke Pengadilan
Agama karena kurangnya bukti-bukti yang kuat. Oleh karena itu, masyarakat Kabupaten
Pacitan menggunakan sumpah pocong sebagai alat keadilan yang mereka yakini dan
digunakan untuk meyelesaikan persengketaan.
1.2.RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
A. Bagaimana tradisi masyarakat Jawa dalam melakukan sumpah pocong ?
B. Mengapa sumpah pocong masih digunakan sebagai alat kejujuran setiap sengketa
permasalahan ?
C. Bagaimana kekuatan sumpah pocong dalam hukum Islam ?
1.3.TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
A. Untuk mengetahui seperti apa tradisi masyarakat Jawa dalam melakukan sumpah
pocong
B. Untuk mengetahui mengapa sumpah pocong masih digunakan sebagai alat kejujuran
setiap sengketa permasalahan
C. Untuk mengetahui kekuatan sumpah pocong dalam hukum Islam
Setelah pengucapan sumpah, tergugat-penggugat minum air putih yang telah di-
celupkan dengan tongkat ajimat. Makna dari minum air putih adalah sumpah yang
diucapkan tergugat - penggugat bukan hanya sebatas ucapan saja, akan tetapi ha-kikat
dari sumpah itu adalah seluruh tu-buh baik jiwa dan raga juga ikut terkena sumpah.
Kemudian tergugat-penggugat keluar masjid, setelah itu Kyai memotong ayam yang
berwarna putih. Ayam yang telah disembelih dan mati tersebut diletakkan di tanah.
Prosesi dilanjutkan dengan tergugat-penggugat yang secara bergiliran melangkahi
(Jawa: nglangkahi) bangkai ayam. Ayam putih dipilih sebagai media prosesi sumpah
pocong karena ayam putih secara filosofis diartikan sebagai perwujudan hal yang suci.
Tujuan pelibatan media ayam putih adalah jika salah satu dari tergugat-
penggugat menemui ajalnya maka diharapkan dalam keadaan suci. Prosesi berjalan di
atas bangkai ayam putih dilakukan sebanyak tujuh kali. Langkah pertama dimulai
dengan menghadap ke barat. Setelah itu tergugat - penggugat diminta Kyai untuk
berjalan mengelilingi pohon sawo yang berada di belakang Masjid Madegan sebanyak
tujuh kali. Langkah ini diartikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran dari kedua
pihak tergugat-penggugat dan siapapun yang bersalah diharapkan akan mendapat
hukuman dari Tuhan.
Sumpah pocong yang dikatakan sebagai disputing proces melalui jalur di luar
peradilan; ternyata sebelum dan saat prosesi sumpah pocong diperlukan adanya
pelegalan dari aparat negara (legal structure). Dalam hal ini menurut Hooker (1987:26)
disebut percampuran struktur (Coumpounding Struction), yaitu adanya penyelesaian
sengketa melalui jalur di luar peradilan dipengaruhi oleh adat yang terikat oleh
kebijakan negara.
Bagi pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan perkara di luar pengadilan
merupakan jalur yang efektif karena secara tenaga dan waktu lebih cepat prosesnya
dibanding dengan jalur hukum konstitusional. Selain itu dilihat dari rasa keadilan belum
tentu penyelesaian yang dilakukan melalui pengadilan legal (pengadilan konstitusional)
dengan keputusan berdasarkan kepastian hukum memberi kepuasan bagi yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa di bawah bimbingan pemuka agama (kyai) lebih
dirasakan sebagai keadilan yang membawa kondisi sosial kembali stabil (harmonis).
Sumpah pocong dalam Islam dipandang sebagai suatu kemusyikan karena dianggap
menyekutukan Allah dengan bersumpah pada selain Allah dan tidak diampuni Allah. Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.”(QS An Nisa : 48).
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sumpah pocong di Indonesia hanya istilah
saja. Mereka bersumpah tetap dengan nama Allah hanya saja dengan mengikuti tradisi
tersebut dengan harapan tidak ada tuduhan di masyarakat maka hal itu diperbolehkan.
Tetapi sebagai pencegahan dari syirik, ada baiknya bersumpah dengan nama Allah saja
tanpa embel-embel (pocong, kitab, orang tua, nenek moyang). Pada hakikatnya tradisi
sumpah pocong sudah sangat kental di lingkungan masyarakat sehingga cukup sulit untuk
mengubahnya selama masih berpegang pada fakta bahwa sumpah pocong merupakan jalan
terakhir dalam menghadapi kasus tanpa bukti yang valid secara hukum.
BAB III
METODE PENELITIAN
Tahap 1 1. Menentukan
rumusan masalah
Perencanaan 2. Menentukan ruang Proposal Penelitian
lingkup dan tujuan
3. Menentukan judul
1. Data primer
Tahap 2 1. Observasi
2. Data sekunder
Pengumpulan 2. Wawancara
Data 3. Literatur
Tahap 4 1. Dokumentasi
laporan penelitian Laporan penelitian
Dokumentasi 2. Presentasi hasil
penlitian
3.1.1 TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam penelitian. Ada beberapa hal yang
ditentukan dalam tahap perencanaan ini, yaitu:
1. Menentukan masalah
Permasalahan merupakan kunci utama kenapa tugas akhir ini dibuat. Laporan
Penelitian ini dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dalam proses
perumusan masalah, peneliti melakukan observasi untuk melihat keadaan secara
langsung di Kabupaten Pacitan
2. Menentukan ruang lingkup dan tujuan
Penentuan ruang lingkup ini dilakukan agar penelitian lebih terarah, sedangkan
tujuan merupakan sasaran yang akan dicapai dalam penyusunan Laporan Penelitian.
3. Menentukan Judul
Judul akan menggambarkan isi dari laporan. Berdasarkan permasalahan yang ada,
maka dapat disimpulkan judul untuk penelitian ini adalah “Tradisi Masyarakat Jawa
Dalam Melakukan Sumpah Pocong”
B. Tahap Pengumpulan Data
Tahap yang selanjutnya adalah tahap pengumpulan data. Data diperlukan untuk
mempermudah peneliti melakukan penelitian. Dalam proses pengumpulan data, ada
beberapa teknik yang dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Observasi atau Pengamatan
Peneliti mendatangi tempat penelitian untuk mengamati tradisi Sumpah Pocong
yang dilakukan di Kabupaten Pacitan
2. Wawancara
Melakukan wawancara atau menanyakan kepada objek yang akan diteliti tentang
penelitian yang dilakukan. Sumber yang akan diwawancarai adalah bagian :
a. Tradisi masyarakat Jawa dalam melakukan sumpah pocong
b. Sumpah pocong digunakan sebagai alat kejujuran setiap sengketa
permasalahan
c. Kekuatan sumpah pocong dalam hukum islam
3. Literature
Peneliti mengumpulkan data dari buku-buku, jurnal, dan internet
C. Analisis Dan Pengolahan Data
Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang diperoleh adalah
data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka serta
tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Data bisa saja
dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita
rekaman) dan biasanya diproses terlebih dahulu sebelum siap digunakan (melalui
pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi analisis kualitatif tetap
menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas, dan tidak
menggunakan perhitungan matematis atau statistika sebagai alat bantu analisis.
Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verivikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data , penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verivikasi sebagai sesuatu yang saling jalin menjalin
merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk sejajar yang membangun wawasan umum yang
disebut “analisis” (Ulber Silalahi, 2009: 339). Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian kualitatif mencakup transkip hasil wawancara, reduksi data, analisis,
interpretasi data dan triangulasi. Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik
kesimpulan. berikut ini adalah teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti:
1. Reduksi Data
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus, terutama
selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung atau selama pengumpulan
data. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi, yaitu
membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi, dan menulis memo.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian
rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverivikasi.
Reduksi data atau proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian
lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Jadi dalam penelitian kualitatif
dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara: melalui
seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian sigkat, menggolongkan dalam suatu
pola yang lebih luas, dan sebagainya.
2. Triangulasi
Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan teknik Triangulasi
sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian
(Moloeng, 2004:330) Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan
untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat
berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu
triangulasi bersifat reflektif.
Murti B., 2006 menyatakan bahwa tujuan umum dilakukan triangulasi adalah untuk
meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis, maupun interpretatif dari sebuah
riset. Dengan demikian triangulasi memiliki arti penting dalam menjembatani
dikotomi riset kualitatif dan kuantitatif, sedangkan menurut Yin R.K, 2003
menyatakan bahwa pengumpulan data triangulasi (triangulation) melibatkan
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Penyajian data merupakan kegiatan terpenting yang kedua dalam penelitian
kualitatif. Penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi yang tersusun
member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(Ulber Silalahi, 2009: 340).
Penyajian data dalam kualitatif sekarang ini juga dapat dilakukan dalam berbagai
jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang untuk
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu padan dan
mudah diraih. Jadi, penyajian data merupakan bagian dari analisis.
3. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verivikasi. Ketika kegiatan
pengumpullan data dilakukan, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti
benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi
yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan yang mula-mulanya
belum jelas akan meningkat menjadi lebih terperinci. Kesimpulan-kesimpulan
“final” akan muncul bergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan
lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang
digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan pemberi dana, tetapi sering kali
kesimpulan itu telah sering dirumuskan sebelumnya sejak awal.
D. Tahap Dokumentasi
Pada tahap ini yang dilakukan adalah Melakukan proses dokumentasi secara tertulis
dalam bentuk sebuah laporan penelitian untuk lebih memperjelas hasil dari penelitian
tentang Tradisi Masyarakat Jawa Dalam Melakukan Sumpah Pocong
3.2 IDENTIFIKASI OPERASIONAL VARIABEL
Berdasarkan judul penelitian, variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
independen dan variabel dependen, adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen sering juga disebut variabel bebas. Variabel independen
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi perubahannya atau
timbulnya variabel dependen menutut Sugiyono (2016: 37). Pada penelitian ini
variabel-variabel independennya adalah:
a. Tradisi Masyarakat
Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan di dalam
masyarakat. Sebelum datangnya Islam, masyarakat Nusantara telah mengenal
berbagai kepercayaan. Hal ini lah yang menjadikan proses dakwah Islam ketika itu
tidak terlepas dari adat yang telah berlaku. Kepercayaan masyarakat yang sangat
kuat ini, tidak dapat diberantas secara langsung, namun perlu waktu proses yang
cukup lama. Tradisi Islam di Nusantara merupakan hasil akulturasi (percampuran
budaya) antara ajaran Islam dengan adat yang ada di Nusantara.
b. Alat kejujuran
Secara emosional seseorang atau masyarakat merasa perilaku tertentu adalah benar
dan perilaku yang lain salah. Dengan demikian masyarakat yang melakukan
sumpah pocong sebagai alat kejujuran guna menentukan perilaku mana yang benar
dan yang salah.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen sering juga disebut variabel terikat. Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2016: 37). Pada penelitian ini variabel dependennya adalah Tradisi
sumpah dalam masyarakat Jawa. Sumpah pada umumnya adalah merupakan suatu
pernyataan yang amat khidmat yang diucapkan ataupun diberikan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada
Tuhan, dan percaya bahwa siapa saja yang memberi keterangan atau janji yang
tidak benar akan dihukum olehNya. Jadi pada hakekatnya sumpah merupakan tindakan
yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan (Sudikno, 2002).
Sumpah berarti suatu pernyataan tentang keterangan atau janji, yang diucapkan
dihadapan kyai (tokoh agama) dengan mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan.
Sedangkan pocong berati mayat yang diselubungi dengan kain kafan. Jadi sumpah
pocong berarti pernyataan tentang janji yang dilakukan oleh penganut agama Islam,
dengan cara dibalut seluruh tubuh dengan kain kafan seperti orang meninggal,
disumpah di bawah kitab suci Al Qur’an. Sumpah pocong memiliki konsekuensi, bila
keterangan atau janjinya tidak benar, orang yang disumpah diyakini dapat hukuman
Tuhan (Intisari, Desember 1996 ; Surya, 30 April 2002).
3.3 KERANGKA KONSEPTUAL
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang
peneliti menghubungkan secara logis faktor yang dianggap penting untuk masalah.
Kerangka konsep membahas tentang variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi hal
yang sedang atau akan diteliti. Kerangka konsep dari penelitian ini yaitu:
Ket: