Anda di halaman 1dari 3

UJIAN AKHIR SEMESTER POSTMODERN

Nama : Novallick Justin Sundamen Elungan


NIM : 202041175
Dosen : Pdt. Dr. Henny W. B Sumakul, Th.M, Ph.D
Kelas : Konsentrasi Dogmatika

Tugas : Hubungan Materi Postmodern Dengan Judul Skripsi


Judul Skripsi : Pandangan Yohanes Calvin Tentang Hubungan Gereja dan Politik
dan Relevansinya Bagi Jemaat GMIM Ekklesia Singkil Luar

POSTMODERN DAN YOHANES CALVIN


Postmodernisme mencakup topik homoseksualitas, kebebasan seksual, dan praktik-
praktik lain yang sebelumnya tabu sebagai hal yang "hak" dan "kebajikan" bertentangan
dengan prinsip-prinsip Kristen yang mengutuk mereka. Monogami, pernikahan, dan
kebajikan secara umum dianggap tidak adil dan tidak relevan dengan kebebasan dan
ekspresi pribadi.
John Calvin adalah seorang tokoh reformasi abad 16 yang memiliki pandangan
tentang Sovereignty of God, yang dimana pandangan Calvin tentang kedaulatan Allah
berada pada keselamatan seseorang (Predestinasi). Secara tegas Calvin mengajarkan bahwa
Allah telah menentukan siapakah yang diselamatkan. Sedangkan postmodern menolak hal
tersebut. Postmodern menolak Tuhan yang berdaulat dan kebenaran mutlak. Ia dengan
tegas mengajarkan kemandirian dan individualisme, dengan filosofi pemberontakan yang
menonjol sebagai sebuah kolektif masyarakat. Kata-kata yang besar, tetapi pada dasarnya
menekankan pada pengalaman pribadi dan keberagaman. Tanpa parameter pembedaan atau
kebenaran untuk mendefinisikannya, tidak ada seorang pun dalam kelompok yang
tersinggung. Mereka cenderung pandai menunjukkan kontradiksi dan menantang hal-hal
yang tidak masuk akal, namun sikap sinis mereka membuat mereka tertindas,
terfragmentasi, dan tidak bisa percaya karena menolak mengalami logika, kenyataan, dan
Tuhan yang peduli. Ini adalah filosofi yang bangkrut karena menggabungkan subjek dan
objek; diri sendiri dan orang lain tidak dapat dibedakan. Tidak ada definisi nyata dalam
kehidupan dan realitas, sehingga Tuhan tidak dapat didefinisikan dan kebenaran tidak ada
dan tidak relevan. Contoh pemikiran Postmodernisme cenderung skeptis, sinis, dan
subjektif dalam pemikiran, kehidupan, dan agama. Postmodernisme cenderung lebih
menyukai eksperimen sosial dan bereaksi terhadap prinsip-prinsip dan praktik-praktik yang
merupakan pemikiran dan praktik modernisme yang diakui.
Pemikiran teologis Yohanes Calvin dan postmodernisme menciptakan dinamika
menarik dalam konteks keagamaan. Calvin menekankan kedaulatan Allah sebagai dasar
iman. Dalam konteks postmodernisme, pertanyaan muncul mengenai kebenaran absolut
dan relatif dalam keyakinan. Kajian melibatkan pemahaman dampak postmodernisme pada
pemikiran filosofis umum dan bagaimana konsep-konsep ini berbaur dengan pandangan
Calvin. Filsafat postmodern menolak pemikiran modern sebagai kolot dan mencoba
mencari cara pandang yang lebih inklusif. Kaitan teologi dengan postmodernisme
dijelaskan, menyoroti pergeseran dalam pemahaman kebenaran, pluralitas keyakinan, dan
pandangan tentang Tuhan. Kajian teologis ini mencakup analisis terhadap pemikiran
Calvin dalam konteks Postmodern.
Postmodernisme memberikan dampak yang signifikan pada pemikiran teologis
Calvin. Postmodernisme menekankan subjektivitas kebenaran, menganggap kebenaran
sebagai konstruksi sosial dan individu. Hal ini memengaruhi pemahaman Calvin terhadap
kebenaran absolut, memunculkan tantangan terhadap konsep otoritas yang mendasari
teologi Calvinis.
Dalam konteks postmodern, paradigma gereja sebagai "ibu" dalam konsep Calvin
mengalami pergeseran. Postmodernisme mendorong inklusivitas dan kesadaran terhadap
konteks budaya, mengubah cara gereja memahami dan berinteraksi dengan masyarakat.
Postmodernisme menantang ide narasi teologis tunggal. Dalam teologi Calvin, ini dapat
diinterpretasikan sebagai keterbukaan terhadap variasi pemahaman terhadap doktrin-
doktrin Calvinisme, mengakui kompleksitas interpretasi.
POSTMODERN DALAM KAITANNYA DENGAN PANDANGAN YOHANES
CALVIN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DAN POLITIK
Postmodernisme menekankan subjektivitas kebenaran, menyatakan bahwa
kebenaran bersifat relatif dan dipengaruhi oleh perspektif individu. Ini menantang
pendekatan Calvin yang mendasarkan kebenaran pada prinsip-prinsip objektif. Dalam
konteks hubungan gereja dan politik, hal ini dapat menciptakan dinamika di mana nilai-
nilai subjektif memainkan peran penting dalam pandangan gereja terhadap kebijakan
politik. Pengaruh postmodernisme pada teologi Calvin mencakup revaluasi etika politik.
Kompleksitas realitas kehidupan, seperti yang ditekankan oleh postmodernisme, dapat
merangsang pemikiran ulang terhadap etika politik Calvin dalam menghadapi tantangan
dan dinamika kontemporer.
Postmodernisme menolak pandangan absolut kebenaran dan mengakui
relativitasnya. Dalam konteks gereja dan politik, hal ini dapat menciptakan interpretasi
yang beragam terhadap nilai-nilai dan etika, memungkinkan pendekatan yang lebih
inklusif dan terbuka terhadap berbagai pandangan. Pandangan postmodern terhadap
inklusivitas dan pluralitas dapat memengaruhi bagaimana gereja berpartisipasi dalam
politik. Gereja mungkin lebih cenderung menerima berbagai perspektif dan berupaya
membangun dialog daripada mengadopsi posisi yang kaku.
Postmodernisme menekankan pentingnya memahami konteks sosial dan budaya.
Dalam hubungan gereja dan politik, ini berarti gereja perlu mempertimbangkan dinamika
sosial masyarakat dalam menentukan posisinya. Kontekstualisasi ini dapat mencakup
respon gereja terhadap isu-isu sosial dan politik kontemporer. Postmodernisme
menekankan pentingnya memahami konteks sosial dan budaya. Dalam hubungan gereja
dan politik, ini berarti gereja perlu mempertimbangkan dinamika sosial masyarakat dalam
menentukan posisinya. Kontekstualisasi ini dapat mencakup respon gereja terhadap isu-isu
sosial dan politik kontemporer.
Postmodernisme menolak ide dasar atau fondasi yang tetap, termasuk kebenaran
objektif. Gereja, yang sering mengandalkan kebenaran sebagai landasan ajaran,
dihadapkan pada tantangan ini. Gereja ditolak oleh postmodernisme yang melihat
metanarasi modern sebagai alat penindasan. Ini menciptakan ketegangan antara ajaran
gereja dan pandangan postmodern. Postmodernisme menekankan bahwa kebenaran
bersifat subjektif dan ditentukan oleh individu. Gereja, yang meyakini kebenaran absolut,
merasa terancam oleh pandangan ini. postmodern menolak penjelasan yang harmonis dan
konsisten. Gereja menghadapi pergumulan mempertahankan identitasnya dalam wacana
postmodern yang menolak penjelasan totaliter. Postmodernisme menciptakan tantangan
bagi teologi Kristen dengan mendorong penolakan terhadap narasi-narasi tradisional.
Gereja harus menanggapi perubahan ini dalam menyampaikan ajaran-ajaran keagamaan
KESIMPULAN
John Calvin, seorang reformator Protestan abad ke-16, memiliki pandangan khas
mengenai hubungan gereja dan politik yang terkenal dengan istilah "teokrasi." Calvin
mendukung konsep teokrasi, di mana otoritas sipil dan gereja bersatu di bawah otoritas
Tuhan. Ini menciptakan sistem di mana hukum-hukum sipil dan moral religius saling
terkait. Calvin mengajarkan bahwa warga Kristen memiliki kewajiban untuk mematuhi
otoritas sipil selama otoritas tersebut tidak menyimpang dari hukum Tuhan. Ini
menciptakan kewajiban untuk mendukung pemerintah yang adil dan moral. Meskipun
Calvin menganjurkan teokrasi, ia juga mengakui pemisahan peran antara gereja dan
negara. Gereja memiliki peran rohaniah, sementara negara memiliki tanggung jawab dalam
masalah-masalah duniawi.
Sementara itu, postmodernisme dengan ciri-ciri skeptis terhadap narasi universal
dan penekanan pada pluralisme dapat menciptakan tantangan terhadap pandangan Calvin.
Postmodernisme cenderung meragukan klaim kebenaran absolut dan mencari pendekatan
yang lebih inklusif terhadap beragam pandangan.

Anda mungkin juga menyukai