Anda di halaman 1dari 206

BAB I

METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF

Mahasiswa dalam melaksanakan penelitian untuk penyelesaian


skripsi perlu memahami lelbih dulu metode penelitian yang akan
digunakan dan tahu persis apa yang akan dilakukan sehingga
penelitiannya boleh lancar, cepat dan hasilnyapun bagus. Dalam bab ini
akan dibahas tentang pengertian metode penelitian, jenis-jenis penelitian,
penelitian kuantitatif dan kualitatif. Untuk itu tujuan yang akan dicapai
setelah mempelajari bab ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
pengertian metode penelitian, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif,
serta perbedaan, proses dan jangka waktu penelitian keduanya.

A. METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal
tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara
ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan
penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris,
dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan
cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera
manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara
yang digunakan. (Bedakan cara yang tidak ilmiah, misalnya mencari uang
yang hilang, atau provokator, atau tahanan yang melarikan diri melalui
paranormal). Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian
itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris
(teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid
menunjukkan derajad ketepatan antara data yang sesugguhnya terjadi
pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Misalnya
dalam masyarakat tertentu terdapat 5000 orang miskin, sementara peneliti
melaporkan jauh di bawah atau di atas 5000 orang miskin, maka derajad
validitas hasil penelitian itu rendah atau misalnya dalam suatu unit kerja
pemerintahan, dimana dalam unit kerja tersebut iklim kerjanya sangat
bagus, sementara peneliti melaporkan iklim kerjanya tidak bagus, maka
data yang dilaporkan tersebut juga tidak valid. Untuk mendapatkan data
yang langsung valid dalam penelitian sering sulit dilakukan, oleh karena
itu data yang telah terkumpul sebelum diketahui validitasnya, dapat diuji
melalui pengujian reliabilitas dan obyektivitas. Pada umumnya kalau data
1
itu reliabel dan obyektif, maka terdapat kecenderungan data tersebut akan
valid.
Data yang valid pasti reliabel dan obyektif, reliabel berkenaan
derajad konsistensi/keajegan data dalam interval waktu tertentu.
Misalnya pada hari pertama wawancara, sumber data mengatakan bahwa
jumlah karyawan yang berdemonstrasi sebanyak 1000 orang, maka besok
atau lusa pun sumber data tersebut kalau ditanya akan tetap mengatakan
bahwa jumlah karyawan yang berdemonstrasi tetap sebanyak 1000 orang.
Obyektivitas berkenaan dengan interpersonal agreement (kesepakatan
antar banyak orang). Bila banyak orang yang menyetujui bahwa
karyawan yang berdemontrasi sebanyak 1000 orang, maka data tersebut
adalah data yang obyektif (obyektif lawannya subyektif).
Data yang reliabel belum tentu valid, misalnya setiap hari
seseorang karyawan perusahaan pulang malam dengan alasan ada rapat,
padahal kenyataannya tidak ada rapat. Hal ini diucapkan secara konsisten
tetapi berbohong, sehingga data tersebut terlihat reliabel (konsisten) tetapi
tidak valid. Data yang obyektif juga belum tentu valid, misalnya 99 % dari
sekelompok orang menyatakan bahwa si A adalah pencuri, dan 1%
menyatakan bukan pencuri. Padahal yang benar, justru yang hanya 1 %
yang menyatakan bahwa A adalah bukan pencuri. Pernyataan kelompok
tersebut terlihat obyektif (disepakati 99%) tetapi tidak valid.
Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara
umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu yang bersifat penemuan>
pembuktian dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh
dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya
belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu
digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi
atau pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan
memperluas pengetahuan yang telah ada.
Penelitian yang bersifat penemuan misalnya, menemukan cara
yang paling efektif untuk memberantas korupsi, penelitian yang bersifat
membuktikan misalnya, membuktikan apakah betul bahwa insentif dapat
meningkatkan prestasi kerja di unit tertentu atau tidak. Selanjutnya
penelitian yang bersifat mengembangkan misalnya, mengembangkan
sistem pemberdayaan masyarakat yang efektif.
Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara
umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Memahami berarti
memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan
selanjutnya menjadi tahu, memecahkan berarti meminimalkan atau
2
menghilangkan masalah, dan mengantisipasi berarti mengupayakan agar
masalah tidak terjadi.Penelitian yang akan digunakan untuk memahami
masalah misalnya penelitian tentang sebab-sebab jatuhnya pesawat
terbang atau sebab-sebab membudayanya korupsi di Indonesia, penelitian
yang bersifat memecahkan masalah misalnya, penelitian untuk mencari
cara yang efektif untuk memberantas korupsi di Indonesia, dan penelitian
yang bersifat antisipasi masalah misalnya penelitian untuk mencari cara
agar korupsi tidak terjadi pada pemerintahan baru.

B. JENIS-JENIS METODE PENELITIAN


Jenis-jenis metode penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan,
tujuan, dan tingkat kealamiahan (natural setting) obyek yang diteliti.
Berdasarkan tujuan, metode penelitian dapat diklasifikasikan menjadi
penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research)
dan penelitian pengembangan (research and development). Selanjutnya
berdasarkan tingkat kealamiahan, metode penelitian dapat
dikelompokkan menjadi metode penelitian eksperimen, survey dan
naturalistik. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1. Macam-Macam Metode Penelitian Berdasarkan


Tujuan Dan Tingkat Kealamiahan Tempat Penelitian
3
Gay (1977) menyatakan bahwa sebenarnya sulit untuk
membedakan antara penelitian murni (dasar) dan terapan secara terpisah,
karena keduanya terletak pada satu garis kontinum. Penelitian dasar
bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan
kegunaan yang langsung bersifat praktis. Penelitian dasar pada
umumnya dilakukan pada laboratorium yang kondisinya terkontro'
dengan ketat. Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan,
menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan
dalam memecahkan masalah- masalah praktis. Jadi penelitian
mumi/dasar berkenaan dengan penemuan dan pengembangan ilmu.
Setelah ilmu tersebut digunakan untuk memecahkan masalah, maka
penelitian tersebut akan menjadi penelitian terapan.
Jujun S. Suriasumantri (1985) menyatakan bahwa penelitian dasar
atau murni adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan
baru yang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan penelitian
terapan adalah bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan
praktis.
Dalam bidang pendidikan, Borg and Gali (1988) menyatakan
bahwa, penelitian dan pengembangan (research and development/R&D),
merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan
atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan
pembelajaran.
Penelitian dan pengembangan merupakan "jembatan" antara penelitian
dasar (basic research) dengan penelitian terapan (applied research), di
mana penelitian dasar bertujuan untuk "to discover new knowhdge about
fundamental phenomena" dan applied research bertujuan untuk
menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan.
Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan
produk. Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan dan memvalidasi suatu produk.
Selanjutnya Borg and Gali (1989) menyatakan: One way to bridge
the gap between research and practice in education is to Research &
Developmet. Pada umumnya penelitian R&D bersifat longitudinal
(beberapa tahap). Untuk penelitian analisis kebutuhan sehingga mampu
dihasilkan produk yang bersifat hipotetik sering digunakan metode
penelitian dasar. Selanjutnya untuk menguji produk yang masih bersifat
hipotetik tersebut, digunakan eksperimen. Setelah produk teruji, maka
dapat diaplikasikan. Proses pengujian produk dengan ekspermen tersebut,
dinamakan penelitian terapan (applied research). Hubungan antara
4
penelitian dasar, penelitian pengembangan (R&D) dan penelitian terapan
ditunjukkan pada gambar 1.2.

Gambar 1.2. Penelitian dan Pengembangan adalah Jembatan antara


Basic Research dan Applied Research

Metode penelitian eksperimen, survey dan naturalistik/kualitatif


juga dapat ditempatkan dalam satu garis kontinum, seperti ditunjukkan
pada gambar 1.3 berikut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, metode
penelitian eksperimen sangat tidak alamiah/natural karena tempat
penelitian di laboratorium dalam kondisi yang terkontrol sehingga tidak
terdapat pengaruh dari luar. Metode penelitian eksperimen merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment
(perlakuan) tertentu. Misalnya pengaruh ruang kerja AC terhadap
produktivitas kerja. Metode survey digunakan untuk mendapatkan data
dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti
melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan
mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya
(perlakuan tidak seperti dalam ekperimen). Metode penelitian
naturalistik/kualitatif, digunakan untuk meneliti pada tempat yang
alamiah, dan penelitian tidak membuat perlakuan, karena peneliti dalam
mengumpulkan data bersifat emic, yaitu berdasarkan pandangan dari
sumber data, bukan pandangan peneliti.

Gambar 1.3. Kedudukan Metode Penelitian Eksperimen, Survey


dan Naturalistik

5
Berdasarkan jenis-jenis penelitian seperti tersebut di atas, maka
dapat dikemukakan di sini bahwa, yang termasuk dalam metode kuantitatif
adalah metode penelitian eksperimen dan survey, sedangkan yang
termasuk dalam metode kualitatif yaitu metode naturalistik. Penelitian
untuk basic research pada umumnya menggunakan metode eksperimen
dan kualitatif, applied research menggunakan eksperimen dan survey, dan
R&D dapat menggunakan survey, kualitatif dan eksperimen

C. PENGERTIAN METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN


KUALITATIF
Terdapat beberapa istilah pada kedua metode tersebut. Borg and
Gali (1989) menyatakan sebagai berikut.
Many labels have been used to distinguish between traditional research
methods and these new methods: positivistic versus postpostivistic
research; scientivic versus artistic research; confimiatory versus
discovery—oriented research; quantitative versus interpretive research;
quantitative versus qualitative research. The quantitative-qualitative
distinction seem most widely used. Both quantitative researchers and
qualitative researcher go about inquiry in different ways.
Metode kuantitatif dan kualitatif sering dipasangkan dengan nama
metode yang tradisional, dan metode baru; metode positivistik dan metode
postpositivistik; metode scientific dan metode artistik, metode konfirmasi
dan temuan; serta kuantitatif dan interpretif. Jadi metode kuantitatif sering
dinamakan metode tradisional, positivistik, scientific dan metode
discovery. Selanjutnya metode kualitatif sering dinamakan sebagai metode
baru, postpositivistik; artistik; dan interpretive research.
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode
ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai
metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik
karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini
juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan
dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode
kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik.
Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru,
karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik
karena berlandaskan pada filsafat postpositivisme. Metode ini disebut juga
sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni
6
(kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil
penelitian lebih berkenaan dengan interprestasi terhadap data yang
ditemukan di lapangan. Untuk selanjutnya dalam buku ini kedua metode
itu disebut metode kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif
dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan.
Filsafat positivisme memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat
diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan
gejala bersifat sebab akibat. Penelitian pada umurnya dilakukan pada
populasi atau sampel tertentu yang representatif. Proses penelitian bersifat
deduktif, di mana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep
atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut
selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk
mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang telah
terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis
yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya
dilakukan pada sampel yang diambil secara random, sehingga kesimpulan
hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel
tersebut diambil.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting)', disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada
awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigma
interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu
yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala
bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian dilakukan pada obyek yang
alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya,
tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif
instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu
sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki
bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya,
menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti
7
menjadi lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang diteliti, maka teknik
pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data secara gabungan/simultan. Analisis data yang dilakukan
bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan dan
kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti
yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu
dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi
lebih menekankan pada makna. Generalisasi dalam penelitian kualitatif
dinamakan transferability,
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi.

D. Perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif


Untuk memahami metode penelitian kuantitatif dan kualitatif
secara lebih mendalam, maka harus diketahui perbedaannya. Perbedaan
antara metode kualitatif dengan kuantitatif meliputi tiga hal, yaitu
perbedaan tentang aksioma, proses penelitian, dan karakteristik penelitian
itu sendiri. Hal ini ditunjukkan pada gambar 1.4 berikut.

Gambar 1.4 Perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif

8
1. Perbedaan Aksioma
Aksioma adalah pandangan dasar. Aksioma penelitian kuantitatif dan
kualitatif meliputi aksioma tentang realitas, hubungan peneliti dengan
yang diteliti, hubungan variabel, kemungkinan generalisasi, dan peranan
nilai. Perbedaan aksioma antara penelitian kualitatif dan kuantitatif,
ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut.

a. Sifat Realitas
Dalam memandang realitas, gejala, atau obyek yang diteliti, terdapat
perbedaan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Seperti telah
dikemukakan, dalam metode kuantitatif yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, realitas dipandang sebagai sesuatu yang kongkrit, dapat
diamati dengan panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk,
warna, dan perilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverivikasi. Dengan
demikian dalam penelitian kuantitatif, peneliti dapat menentukan hanya
beberapa variabel saja dari obyek yang diteliti, dan kemudian dapat
membuat instrumen untuk mengukurnya.

Tabel 1.1 Perbedaan Aksioma Antara Metode


Kualitatif Dan Kuantitatif

Aksioma Dasar Metode Kuantitatif Metode Kualitatif


Sifat realitas Dapat diklasifikasikan, Ganda, holistik, dinamis,
konkrit, teramati, hasil konstruksi dan
terukur pemahaman
Hubungan Independen,supaya Interaktif dengan sumber
peneliti dengan terbangun obyektivitas data supaya memperoleh
yang diteliti makna
Hubungan Sebab-akibat (kausal) Timbal balik/interaktif/
variabel
Kemungkinan Cenderung membuat Transferability (hanya
generalisasi generalisasi mungkin dalam ikatan
konteks dan waktu)
Peranan nilai Cenderung bebas nilai Terikat nilai-nilai yang
dibawa peneliti dan sumber
data

Dalam penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat


postpositivisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau obyek
9
tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah ke dalam beberapa variabel.
Penelitian kualitatif memandang obyek sebagai sesuatu yang dinamis,
hasil konstruksi pemikiran dan interprestasi terhadap gejala yang diamati,
serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat meneliti performance suatu
mobil, peneliti kuantitatif dapat meneliti mesinnya saja, atau bodynya
saja, tetapi peneliti kualitatif akan meneliti semua komponen dan
hubungan satu dengan yang lain, serta kinerja pada saat mobil dijalankan.
Realitas dalam penelitian kualitatif tidak hanya yang tampak
(teramati), tetapi sampai dibalik yang tampak tersebut. Misalnya melihat
ada orang yang sedang mancing, penelitian kuantitatif akan menganggap
bahwa mancing itu merupakan kegiatan mencari ikan, sedangkan dalam
penelitian kualitatif akan melihat yang lebih dalam mengapa ia mancing.
Ia mancing mungkin untuk menghilangkan stress, daripada nganggur, atau
mencari teman. Jadi realitas itu merupakan konstruksi atau interprestasi
dari pemahaman terhadap semua data yang tampak di lapangan.

b. Hubungan Peneliti dengan yang diteliti


Dalam penelitian kuantitatif, kebenaran itu di luar dirinya,
sehingga hubungan antara peneliti dengan yang diteliti harus dijaga
jaraknya sehingga bersifat independen. Dengan menggunakan kuesioner
sebagai teknik pengumpulan data, maka peneliti kuantitatif hampir tidak
mengenal siapa yang diteliti atau responden yang memberikan data.
Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai human instrument dan
dengan teknik pengumpulan data participant observation (observasi
berperan serta) dan in depth interview (wawancara mendalam), maka
peneliti harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian peneliti
kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data.

c. Hubungan antar Variabel


Peneliti kuantitatif dalam melihat hubungan variabel terhadap
obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga
dalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel
tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Contoh: pengaruh iklan terhadap nilai
penjualan, artinya semakin banyak iklan yang ditayangkan maka akan
semakin banyak nilai penjualan. Iklan sebagai variabel independen (sebab)
dan nilai penjualan sebagai variabel dependen (akibat).
Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik dan lebih
menekankan pada proses, maka penelitian kualitatif dalam melihat
10
hubungan antar variabel pada obyek yang diteliti lebih bersifat interaktif
yaitu saling mempengaruhi (reciproaiZ/interaktif)* sehingga tidak
diketahui mana variabel independen dan dependennya. Contoh: hubungan
antara iklan dan nilai penjualan. Dalam hal ini hubungannya interaktif,
artinya makin banyak uang yang dikeluarkan untuk iklan maka akan
semakin banyak nilai penjualan, tetapi juga sebaliknya makin banyak nilai
penjualan maka alokasi dana untuk iklan juga akan semakin tinggi.

d. Kemungkinan generalisasi
Pada umumnya penelitian kuantitatif lebih menekankan pada
keluasan informasi, (bukan kedalaman) sehingga metode ini cocok
digunakan untuk populasi yang luas dengan variabel yang terbatas.
Selanjutnya data yang diteliti adalah data sampel yang diambil dari
populasi tersebut dengan teknik probability sampling (random).
Berdasarkan data dari sampel tersebut, selanjutnya peneliti membuat
generalisasi (kesimpulan sampel diberlakukan ke populasi di mana sampel
tersebut diambil)

Gambar 1.5a. Generalisasi Model Penelitian Kuantitatif

11
Gambar 1.5b. Generalisasi Model Penelitian Kualitatif.

Penelitian kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi lebih


menekankan kedalaman informasi sehingga sampai pada tingkat makna.
Seperti telah dikemukakan, makna adalah data dibalik yang
tampak.Walaupun penelitian kualitatif tidak membuat generaliasi, tidak
berarti hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan di tempat lain.
Generalisasi dalam penelitian kualitatif disebut dengan transferability
dalam bahasa Indonesia dinamakan keteralihan. Maksudnya adalah
bahwa, hasil penelitian kualitatif dapat ditransferkan atau diterapkan di
tempat lain, manakala kondisi tempat lain tersebut tidak jauh berbeda
dengan tempat penelitan. Lihat gambat 1.5 di atas.

e. Peranan Nilai
Peneliti kualitatif dalam melakukan pengumpulan data terjadi
interaksi antara peneliti data dengan sumber data. Dalam interaksi ini
baik peneliti maupun sumber data memiliki latar belakang, pandangan,
keyakinan, nilai- nilai, kepentingan dan persepsi berbeda-beda,
sehingga dalam pengumpulan data, analisis, dan pembuatan laporan
akan terikat oleh nilai-nilai masing- masing. Dalam penelitian
kuantitatif, karena peneliti tidak berinteraksi dengan sumber data, maka
akan terbebas dari nilai-nilai yang dibawa peneliti dan sumber data.
Karena ingin bebas nilai, maka peneliti menjaga jarak dengan sumber
data, supaya data yang diperoleh obyektif. Quantitative research belive
that research should value free. (Stainback : 2003)

2. Karakteristik Penelitian
Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen
(1982) adalah seperti berikut.
12
a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of
data and researcher is the key instrument
b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form
of words ofpictures rather than number
c. Qualitative research are concerned with process rather than simply
with outcomes or products
d. Qualitative research tend to analyze their data inductively
e. "Meaning" is ofessential to the qualitative approach
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan di sini bahwa
penelitian kualitatif itu:
a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen
kunci
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada
angka
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk
atau outcome
d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati)
Erickson dalam Susan Stainback (2003) menyatakan bahwa ciri-
ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut.
1. Intensive, long term participation infield setting
2. Careful recording ofwhat happens in the setting by writing field notes
and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence
3. Analyttc refiection on the documentary records obtained in the field
4. Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes
from interview, and interpretative commentary.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode
penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut
berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi,
melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan
di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.
Selanjutnya untuk memahami secara lebih jelas dan rinci tentang
metode kualitatif, maka perlu memahami perbedaan antar kedua metode
tersebut. Perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat
dilihat dengan cara membandingkan antara kedua metode tersebut. Pada
tabel 1.2 berikut dikemukakan perbedaan karakteristik antara metode
kualitatif dan kuantitatif.
13
Tabel 1.2. Karakteristik Metode Kuantitatif Dan Kualitatif

No. Metode Kuantitatif Metode Kualitatif


1. A. Desain A. Desain
a. Spesifik, jelas, rinci a. Umum
b. Ditentukan secara b. Fleksibel
mantap sejak
awal c. Berkembang, dan muncul
c. Menjadi pegangan dalam proses penelitian
langkah
demi langkah
2. B. Tujuan B. Tujuan
a. Menunjukkan hubungan a. Menemukan pola
antar variabel hubungan
yang bersifat interaktif
b. Menguji teori b. Menemukan teori
c. Mencari generalisasi c. Mengambarkan realitas
yang mempunyai nilai yang kompleks
prediktif
d. Memperoleh pemahaman
makna

3. C.Teknik Pengumpulan C. Teknik Pengumpulan Data


Data 1. Participant observation
a. Kuesioner 2. 1n depth interview
b. Observasi dan wawancara 3. Dokumentasi
terstruktur 4. Tringulasi
4. D. Instrumen Penelitian D. Instrumen Penelitian
a.Test, angket, wawancara a. Peneliti sebagai instrumen
terstruktur (human instrument)
b.Instrumen yang telah b.Buku cacatan, tape recorder,
terstandar camera, handycam dll.
5. E. Data E. Data
a.Kuantitatif a. Deskriptif kualitatif
b.Hasil pengukuran b. Dokumen pribadi, catatan
variabel yang lapangan, ucapan dan tindakan
dioperasionalkan dengan responden, dokumen dan lain-
menggunakan instrumen lain
6. F. Sampel F. Sampel/sumber data
a. Besar a. Kecil
14
b. Representatif b.Tidak representatif
c. Sedapat mungkin c. Purposive, snowball
random d.Berkembang selama proses
d. Sitentukan sejak awal penelitian
7. G. Analisis G. Analisis
a. Setelah selesai a. Terus menerus sejak awal
pengumpulan data sampai akhir penelitian
b. Deduktif b. Induktif
c. Menggunakan statistik c. Mencari pola, model, thema,
untuk menguji hipotesis teori
8. H.Hubungan dengan H. Hubungan
Responden denganResponden
a. Dibuat berjarak, a. Empati, akrab supaya
bahkan sering tanpa memperoleh pemahaman yg
kontak supaya obyektif mendalam
b. Kedudukan peneliti b. Kedudukan sama bahkan
lebih tinggi dari responden sebagai guru, konsultan
c. Jangka pendek sampai c. Jangka lama, sampai datanya
hipotesis dapat dibuktikan jenuh, dapat ditemukan
hipotesis atau teori
9. I. Usulan Desain I. Usulan Desain
a. Luas dan rinci a. Singkat, umum bersifat
b. Literatur yang sementara
berhubungan dengan b. Literatur yang digunakan
masalah, dan variabel bersifat sementara, tidak
yang diteliti menjadi pegangan utama
c. Prosedur yang spesifik dan c. Prosedur bersifat umum,
rinci langkah-langkahnya seperti akan merencanakan
d. Masalah dirumuskan tour/piknik
dengan spesifik dan jelas d. Masalah bersifat sementara
e. Hipotesis dirumuskan dan akan ditemukan setelah
dengan jelas studi pendahuluan
f. Ditulis secara rinci dan e. Tidak dirumuskan hipotesis,
jelas sebelum terjun ke karena justru akan
lapangan menemukan hipotesis
f. Fokus penelitian ditetapkan
setelah diperoleh data awal
dari lapangan

15
10. J. Kapan penelitian J. Kapan penelitian dianggap
dianggap selesai ? selesai ?
Setelah semua kegiatan Setelah tidak ada data yang
yang direncanakan dapat dianggap baru/jenuh
diselesaikan
11. K. Kepercayaan terhadap K. Kepercayaan terhadap
hasil Penelitian hasil Penelitian
Pengujian validitas dan Pengujian kredibilitas,
realiabilitas instrumen depenabilitas, proses dan hasil
penelitian

3. Proses Penelitian
Perbedaan antara metode penelitian kualitatif dan kuantiattif juga
dapat dilihat dari proses penelitian. Proses dalam metode penelitian
kuantitatif bersifat linier dan kualitatif bersifat sirkuler.
a. Proses Penelitian Kuantitatif
Proses penelitian kuantitatif ditunjukkan pada gambar 1.6.
Berdasarkan gambar 1.6 berikut dapat diberikan penjelasan sebagai
berikut. Seperti telah diketahui bahwa penelitian itu pada prinsipnya
adalah untuk menjawab masalah. Masalah merupakan penyimpangan dari
apa yang seharusnya dengan apa yang terjadi sesungguhnya.
Penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan, teori dengan praktek,
perencanaan dengan pelaksanaan dan sebagainya. Penelitian kuantitatif
bertolak dari studi pendahuluan dari obyek yang diteliti (preliminary
study) untuk mendapatkan yang betul-betul masalah. Masalah tidak dapat
diperoleh dari belakang meja, oleh karena itu harus digali melalui studi
pendahuluan melalui fakta-fakta empiris. Supaya peneliti dapat menggali
masalah dengan baik, maka peneliti harus menguasai teori melalui
membaca berbagai referensi. Selanjutnya supaya masalah dapat dijawab
maka dengan baik masalah tersebut dirumuskan secara spesifik, dan pada
umumnya dibuat dalam bentuk kalimat tanya.
Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara
(berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang
relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian
sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk
memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
(hipotesis). Jadi kalau jawaban terhadap rumusan masalah yang baru
didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi
belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut
hipotesis.
16
Gambar 1.6. P

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode/


strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai. Pertimbangan ideal
17
untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan
dan konsisten yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis, adalah
tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Dalam penelitian
kuantitatif metode penelitian yang dapat digunakan adalah metode survey,
ex post facto, eksperimen, evaluasi, action research, policy research
(selain metode naturalistik dan sejarah).
Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat
menyusun instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat
pengumpul data yang dapat berbentuk test, angket/kuesioner, untuk
pedoman wawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk
pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji
validitas dan reliabilitasnya.
Pengumpulan data dilakukan pada obyek tertentu baik yang
berbentuk populasi maupun sampel. Bila peneliti ingin membuat
generalisasi terhadap temuannya, maka sampel yang diambil harus
representatif (mewakili).
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dianalisis untuk
menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan
teknik statistik tertentu. Berdasarkan analisis ini apakah hipotesis yang
diajukan ditolak atau diterima atau apakah penemuan itu sesuai dengan
hipotesis yang diajukan atau tidak.
Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian
yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah. Berdasarkan proses
penelitian kuantitatif di atas maka nampak bahwa proses penelitian
kuantitatif bersifat linier, di mana langkah-langkahnya jelas, mulai dari
rumusan masalah- berteori, berhipotesis, mengumpulkan data, analisis
data dan membuat kesimpulan dan saran.
Penggunaan konsep dan teori yang relevan serta pengkajian
terhadap hasil-hasil penelitian yang mendahului guna menyusun hipotesis
merupakan aspek logika (logico-hypothetico), sedangkan pemilihan
metode penelitian, menyusun instrumen, mengumpulkan data dan
analisisnya adalah merupakan aspek metodologi untuk menverifikasikan
hipotesis yang diajukan.

b. Proses Penelitian Kualitatif


Rancangan penelitian kualitatif diibaratkan oleh Bogdan, seperti
orang mau piknik, sehingga ia baru tahu tempat yang akan dituju, tetapi
tentu belum tahu pasti apa yang di tempat itu. Ia akan tahu setelah
memasuki obyek, dengan cara membaca berbagai informasi tertulis,
gambar-gambar, berfikir dan melihat obyek dan aktivitas orang yang ada
18
di sekelilingnya, melakukan wawancara dan sebagainya. Proses penelitian
kualitatif juga dapat diibaratkan seperti orang asing yang mau melihat
pertunjukkan wayang kulit atau kesenian, atau peristiwa lain. Ia belum
tahu apa, mengapa, bagaimana wayang kulit itu. Ia akan tahu setelah ia
melihat, mengamati dan menganalisis dengan serius.
Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa
walaupun peneliti kualitatif belum memiliki masalah, atau keinginan yang
jelas, tetapi dapat langsung memasuki obyek/lapangan. Pada waktu
memasuki obyek, peneliti tentu masih merasa asing terhadap obyek
tersebut, seperti halnya orang asing yang masih asing terhadap
pertunjukkan wayang kulit. Setelah memasuki obyek, peneliti kualitatif
akan melihat segala sesuatu yang ada di tempat itu, yang masih bersifat
umum. Misalnya dalam pertunjukan wayang pada tahap awal, ia akan
melihat penontonnya, panggungnya, gamelannya, penabuhnya (pemain
gamelannya), wayangnya, dalangnya, pesindennya (penyanyi) aktivitas
penyelenggaranya. Pada tahap ini disebut tahap orientasi atau deskripsi,
dengan grand tour question. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa
yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Mereka baru mengenal
serba sepintas terhadap informasi yang diperolehnya. Dalam gambar 1.7
(tahap deskripsi) data yang diperoleh cukup banyak, bervariasi dan belum
tersusun secara jelas. Di sana ada huruf besar, kecil, angka, dan simbul-
simbul yang berserakan.
Proses penelitian kualitatif pada tahap ke 2 disebut tahap reduksi/
fokus. Pada tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang telah
diperoleh pada tahap pertama. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi
data yang ditemukan pada tahap I untuk memfokuskan pada masalah
tertentu. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara
memilih mana data yang menarik, penting, berguna, dan baru. Data yang
dirasa tidak dipakai disingkirkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut,
maka data-data tersebut selanjutnya dikelompok menjadi berbagai
kategori yang ditetapkan sebagai fokus penelitian. Dalam gambar 1.7
(tahap reduksi/fokus) ketegori itu ditunjukkan dalam bentuk huruf besar,
huruf kecil, dan angka.
Bila dikaitkan dengan melihat contoh pertunjukkan wayang, maka
peneliti telah memfokuskan pada masalah tertentu, misalnya masalah
wayang dan dalangnya saja.
Proses penelitian kualitatif, pada tahap ke 3, adalah tahap
setection, Pada tahap ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan
menjadi lebih rinci. Ibaratnya pohon, kalau fokus itu baru pada aspek
cabang, maka kalau pada tahap selection peneliti sudah mengurai sampai
19
ranting, daun dan buahnya. Kalau diibaratkan pertunjukkan wayang tadi,
kalau fokusnya pada wayangnya, maka peneliti ingin tahu lebih dalam
tentang wayang, mulai dari nama wayang dan perannya, bentuk dan
ukuran wayang, cara membuat wayang, makna setiap pahatan pada
wayang, jenis cat yang digunakan, cara mengecatnya dan sebagainya.

Gambar 1.7 Proses penelitian kualitatif

Pada penelitian tahap ke 3 ini, setelah peneliti melakukan analisis


yang mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti
dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan data yang
20
diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu
yang baru. Dalam gambar 1.7 (tahap selection) diberikan contoh bahwa
peneliti telah mampu mengkonstruksi data yang berupa huruf dalam
bentuk susunan yang berurutan secara alphabet, dan data angka
dikonstruksi secara berurutan dari kecil menuju ke besar, sehingga
semuanya mudah dimengerti.
Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan
data atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga
harus mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan
hipotesis atau ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi
masalah dan meningkatkan taraf hidup manusia. Dalam gambar
ditunjukkan bahwa, data atau informasi yang diperoleh dapat berbentuk
informasi yang bersifat deskriptif, komparatif, dan asosiatif. Informasi
deskriptif adalah gambaran lengkap tentang keadaan obyek yang diteliti
(A B C, X Y Z, $ & @) Informasi komparatif adalah gambaran informasi
lengkap tentang perbedaan atau persamaan gejala pada obyek yang diteliti
(Al : A2); (XI : X2); (SI: S2), dan informasi asosiatif adalah gambaran
informasi lengkap tentang hubungan antara variabel satu dengan gejala
lain (XI berhubungan interaktif dengan X2 dan Y)
Proses memperoleh data atau informasi pada setiap tahapan
(deskripsi, reduksi, seleksi) tersebut dilakukan secara sirkuler, berulang-
ulang dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Dalam gambar 1.7
ditunjukkan bahwa dalam setiap proses pengumpulan data dilakukan
melalui lima tahapan. Setelah peneliti memasuki obyek penelitian atau
sering disebut sebagai situasi sosial (yang terdiri atas, tempat,
aktor/pelaku/orang-orang, dan aktivitas), peneliti berfikir apa yang akan
ditanyakan (1). Setelah berfikir sehingga menemukan apa yang akan
ditanyakan, maka peneliti selanjutnya bertanya pada orang-orang yang
dijumpai pada tempat tersebut (2). Setelah pertanyaan diberi jawaban,
peneliti akan menganalisis apakah jawaban yang diberikan itu betul atau
tidak (3). Kalau jawaban atas pertanyaan dirasa betul, maka dibuatlah
kesimpulan (4).
Pada tahap ke lima. peneliti mencandra (S) kembali terhadap
kesimpulan yang telah dibuat. Apakah kesimpulan yang telah dibuat itu
kredibel atau tidak. Untuk memastikan kesimpulan yang telah dibuat
tersebut, maka peneliti masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan
dengan cara dan sumber yang berbeda, tetapi tujuan sama. Kalau
kesimpulan telah diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka
pengumpulan data dinyatakan selesai.

21
Neuman (2003) menggambarkan proses penelitian kuantitatif yang
bersifat deduktif dan penelitian kualitatif yang bersifat induktif sebagai
ditunjukkan pada gambar 1.8 berikut.

Gambar 1.8. Deductive and Inductive Theorizing

Berdasarkan gambar 1.8 tersebut dapat diberikan penjelasan


sebagai berikut. Gambar sebelah kiri adalah proses penelitian kuantitatif
yang bersifat deduktif. Metode penelitian kuantitatif berangkat dari
theoretical frame work sesuatu yang bersifat abstrak, difokuskan dengan
formal theory, midle range theory, subtantive theory, selanjutnya
dirumuskan hipotesis untuk diuji sehingga, menuju ke empirical social
reality atau kejadian-kejadian yang konkrit. Selanjutnya gambar yang
sebelah kanan adalah proses penelitian kualitatif yang bersifat induktif.
Metode penelitian kualitatif berangkat dari pengamatan yang mendetail
22
konkrit pada empirical social reality, sehingga terbangun grounded
theory, selanjutnya berkembang menjadi subtantive theory, midle-range
theory, formal theory, dan akhirnya menjadi theoretical frame work (also
call paradigm or theoritical system)
Pengertian teori formal, midle range theory dan subtantif oleh
Neumen (2003) sebagai berikut. "Formal Theory is developed for board
conceptual area in general theory. Subtantive theory is developed for
specific area of social concern. Midle range theories can be formal or
subtantive" Midle- range theories are slightly more abstract the
empirical generalization or specific hypotheses.

E. Kapan Metode Kuantitatif dan Kualitatif digunakan


Antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif tidak perlu
dipertentangkan, karena saling melengkapi dan masing-masing
memiliki keunggulan dan kelemahan. Berikut dikemukakan kapan
sebaiknya ke dua metode tersebut digunakan.
1. Penggunaan Metode Kuantitatif
Seperti telah dikemukakan bahwa, metode kuantitatif dalam buku ini
meliputi metode survey dan eksperimen. Metode kuantitatif
digunakan apabila:
a. Bila masalah yang merupakan titik tolak penelitian sudah jelas.
Masalah adalah merupakan penyimpangan antara yang seharusnya
dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara teori
dengan praktek, antara rencana dengan pelaksanaan. Dalam menyusun
proposal penelitian, masalah ini harus ditunjukkan dengan data, baik
data hasil penelitian sendiri maupun dokumentasi. Misalnya akan
meneliti untuk menemukan pola pemberantasan kemiskinan, maka
data orang miskin sebagai masalah harus ditunjukkan.
b. Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu
populasi. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk
mendapatkan infomasi yang luas tetapi tidak mendalam. Bila populasi
terlalu luas, maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi tersebut.
c. Bila ingin diketahui pengaruh perlakuan/treatment tertentu terhadap
yang lain. Untuk kepentingan ini metode eksperimen paling cocok
digunakan. Misalnya pengaruh jamu tertentu terhadap derajad
kesehatan.
d. Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian. Hipotesis
penelitian dapat berbentuk hipotesis deskriptif, komparatif dan
assosiatif.
23
e. Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan
fenomena yang empiris dan dapat diukur. Misalnya ingin mengetahui
IQ anak-anak dari masyarakat tertentu, maka dilakukan pengukuran
dengan test IQ.
f. Bila ingin menguji terhadap adanya keragu-raguan tentang validitas
pengetahuan, teori dan produk tertentu.

2. Metode Kualitatif
Metode kualitatif digunakan untuk kepentingan yang berbeda bila
dibandingkan dengan metode kuantitatif. Berikut ini dikemukakan kapan
metode kualitatif digunakan.
a. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau
mungkin malah masih gelap. Kondisi semacam ini cocok diteliti
dengan metode kualitatif, karena peneliti kualitatif akan langsung
masuk ke obyek, melakukan penjelajahan dengan grant tour question,
sehingga masalah akan dapat ditemukan dengan jelas. Melalui
penelitian model ini, peneliti akan melakukan ekplorasi terhadap suatu
obyek. Ibarat orang akan mencari sumber minyak, tambang emas dan
lain lain.
b. Untuk memahami makna di balik data yang tampak. Gejala sosial
sering tidak bisa difahami berdasarkan apa yang diucapkan dan
dilakukan orang. Setiap ucapan dan tindakan orang sering mempunyai
makna tertentu. Sebagai contoh, orang yang menangis, tertawa,
cemberut, mengedipkan mata, memiliki makna tertentu. Sering terjadi,
menurut penelitian kuantitatif benar, tetapi justru menjadi tanda tanya
menurut penelitian kualitatif. Sebagai contoh ada 99 orang menyatakan
bahwa A adalah pencuri, sedangkan satu orang menyatakan tidak.
Mungkin yang satu orang ini yang benar. Menurut penelitian
kuantitatif, cinta suami kepada isteri dapat diukur dari banyaknya
sehari dicium. Menurut penelitian kualitatif, semakin banyak suami
mencium isteri, maka malah menjadi tanda tanya, jangan-jangan hanya
pura-pura. Data untuk mencari makna dari setiap perbuatan tersebut
hanya cocok diteliti dengan metode kualitatif, dengan teknik
wawancara mendalam, dan observasi berperan serta, dan dokumentasi.
c. Untuk memahami interaksi sosial. Interaksi sosial yang kompleks
hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian dengan metode
kualitatif dengan cara ikut berperan serta, wawancara mendalam
terhadap interaksi sosial tersebut. Dengan demikian akan dapat
ditemukan pola-pola hubungan yang jelas.

24
d. Memahami perasaan orang. Perasaan orang sulit dimengerti kalau
tidak diteliti dengan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan
data wawancara mendalam, dan observasi berperan serta untuk ikut
merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.
e. Untuk mengembangkan teori. Metode kualitatif paling cocok
digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data
yang diperoleh melalui lapangan. Teori yang demikian dibangun
melalui grounded research. Dengan metode kualitatif peneliti pada
tahap awalnya melakukan penjelajahan, selanjutnya melakukan
pengumpulan data yang mendalam sehingga dapat ditemukan hipotesis
yang berupa hubungan antar gejala. Hipotesis tersebut selanjutnya
diverivikasi dengan pengumpulan data yang lebih mendalam. Bila
hipotesis terbukti, maka akan menjadi tesis atau teori.
f. Untuk memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit dipastikan
kebenarannya. Dengan metode kualitatif, melalui teknik pengumpulan
data secara triangulasi/gabungan (karena dengan teknik pengumpulan
data tertentu belum dapat menemukan apa yang dituju, maka ganti
teknik lain), maka kepastian data akan lebih terjamin. Selain itu
dengan metode kualitatif, data yang diperoleh diuji kredibilitasnya, dan
penelitian berakhir setelah data itu jenuh, maka kepastian data akan
dapat diperoleh. Ibarat mencari siapa yang menjadi provokator, maka
sebelum ditemukan siapa provokator yang dimaksud maka penelitian
belum dinyatakan belum selesai.
g. Meneliti sejarah perkembangan. Sejarah perkembangan kehidupan
seseorang tokoh atau masyarakat akan dapat dilacak melalui metode
kualitatif. Dengan menggunakan data dokumentasi, wawancara
mendalam kepada pelaku atau orang yang dipandang tahu, maka
sejarah perkembangan kehidupan seseorang. Misalnya akan meneliti
sejarah perkembangan kehidupan raja-raja di Jawa, sejarah
perkembangan masyarakat tertentu sehingga masyarakat tersebut
menjadi masyarakat yang etos kerjanya tinggi atau rendah. Penelitian
perkembangan ini juga bisa dilakukan di bidang pertanian, bidang
teknik seperti meneliti kinerja mobil dan sejenisnya, dengan
melakukan pengamatan secara terus- menerus yang dibantu kamera
terhadap proses tumbuh dan berkembangnya bunga tertentu, atau
mesin mobil tertentu

F. Jangka Waktu Penelitian Kualitatif


Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama,
karena tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan
25
sekedar pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun
demikian kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam waktu yang
pendek, bila telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat
mencari provokator, atau mengurai masalah, atau memahami makna,
kalau semua itu dapat ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji
kredibilitasnya, maka penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga
tidak memerlukan waktu yang lama.
Dalam hal ini Susan Stainback menyatakan bahwa "There is no
way to give easy to how long it takes to do a gualitatitve research study.
The"tvpical" study probahly last about a year. Bui the actual length or
duration depends t m the recources, interest, and purposes of the
investigator. 11 also depends on the size of the study and how tnuch time
the researcher puts into the study each day or week" tidak ada cara yang
mudah untuk menentukan berapa lama penelitian kualitatif dilaksanakan.
Pada umumnya penelitian dilaksanakan dalam tahunan. Tetapi
lamanya penelitian akan tergantung pada keberadaan sumber data,
interest, dan tujuan penelitian. Selain itu juga akan tergantung cakupan
penelitian, dan bagaimana peneliti mengatur waktu yang digunakan
dalam setiap hari atau tiap minggu

G. Apakah Metode Kualitatif dan Kuantitatif dapat digabungkan.


Setiap metode penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan.
Oleh karena itu metode kualitatif dan kuantitatif keberadaannya tidak
perlu dipertentangkan karena keduanya justru saling melengkapi
(complement each other). Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan
untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan
pada populasi yang luas sehingga hasil penelitian kurang mendalam.
Sementara itu metode penelitian kualitatif cocok digunakan untuk
meneliti di mana masalahnya belum jelas, dilakukan pada situasi sosial
yang tidak luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna.
Metode kuantitatif cocok untuk menguji hipotesis/teori sedangkan metode
kualitatif cocok untuk menemukan hipotesis/teori,
Setiap calon peneliti harus sudah memahami karakteristik ke dua
metode tersebut, sehingga tahu pasti kapan menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif. Jangan sampai menyatakan menggunakan
metode kualitatif, karena tidak tahu atau takut dengan statistik. Padahal
meneliti dengan metode kualitatif yang benar, jauh lebih sulit daripada
menggunakan metode kuantitatif.
Karena paradigma ke dua metode tersebut berbeda, maka sangat
sulit menggabungkan metode tersebut digunakan dalam satu proses
26
penelitian yang bersamaan. Dalam hal ini Thomas D. Cook and Charles
Reichardt, (1978) menyatakan "To the conclusion that c/ualitative and
quantitative methods themselves can never he used together Since the
methods art linked to different paradigma and since one must choose
between mutually eiclusive and antagonistic world views, one must also
choose between the methods type". Kesimpulannya, metode kualitatif dan
kuantitatif tidak akan pernah dipakai bersama-sama, karena ke dua metode
tersebut memiliki paradigma yang berbeda dan perbedaannya bersifat
mutually exclusive% sehingga dalam penelitian hanya dapat memilih salah
satu metode. Seperti telah dikemukakan perbedaan ke dua metode meliputi
tiga hal, yaitu perbedaan dalam aksioma, proses penelitian dan
karakteristik penelitiannya itu sendiri.
Menurut penulis, ke dua metode tersebut dapat digunakan bersama-
sama atau digabungkan, tetapi dengan catatan sebagai berikut.
1. Dapat digunakan bersama untuk meneliti pada obyek yang sama, tetapi
tujuan yang berbeda. Metode kualitatif digunakan untuk menemukan
hipotesis, sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menguji
hipotesis. Each metholology can be used to complement the other
within the same area of inquiry, since they have different purposes or
aims (Susan Stainback, 1988)
2. Digunakan secara bergantian. Pada tahap pertama menggunakan
metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis
tersebut diuji dengan metode kuantitatif.
3. Metode penelitian tidak dapat digabungkan karena paradigmanya
berbeda. Tetapi dalam penelitian kuantitatif dapat menggabungkan
penggunaan teknik pengumpulan data (bukan metodenya), sepertinya
penggunaan triangulasi dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian
kuantitatif misalnya, teknik pengumpulan data yang utama misalnya
menggunakan kuesioner, data yang diperoleh adalah data kuantitatif.
Selanjutnya untuk memperkuat dan mengecek validitas data hasil
kuesioner tersebut, maka dapat dilengkapi dengan observasi atau
wawancara kepada responden yang telah memberikan angket tersebut,
atau orang lain yang memahami terhadap masalah yang diteliti. Bila
data antara kuesioner dan wawancara tidak sama, maka dilacak terus
sampai ditemukan kebenarannya data tersebut. Bila sudah demikian
maka proses pengumpulan data seperti triangulasi dalam penelitian
kualitatif.
4. Dapat menggunakan metode tersebut secara bersamaan, asal kedua
metode tersebut lelah difahami dengan jelas, dan seseorang telah
berpengalaman luas dalam melakukan penelitian. Bagi peneliti haru
27
sebaiknya tidak berftkir untuk menggunakan metode tersebut dengan
cara menggabungkan.

H. Kompetensi peneliti kuantitatif dan kualitatif.


Berikut ini dikemukakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh peneliti
kuantitatif dan kualitatif.

1. Kompetensi Peneliti Kuantitatif


a. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan
diteliti,
b. Mampu melakukan analisis masalah secara akurat, sehingga dapat
ditemukan masalah penelitian yang betul-betul masalah.
c. Mampu menggunakan teori yang tepat sehingga dapat digunakan untuk
memperjelas masalah yang diteliti, dan merumuskan hipotesis
penelitian,
d. Memahami berbagai jenis metode penelitian kuantitatif, seperti metode
survey, ekperimen, expost facto, evaluasi dan sejenisnya,
e. Memahami teknik-teknik sampling, seperti probability sampling dan
nonprobability sampling, dan mampu menghitung dan memilih jumlah
sampel yang representatif dengan sampling error tertentu,
f. Mampu menyusun instrumen untuk mengukur berbagai variabel yang
diteliti, mampu menguji validitas dan reliabilitas instrumen,
g. Mampu mengumpulkan data dengan kuesioner, maupun dengan
wawancara dan observasi,
h. Bila pengumpulan data dilakukan oleh tim, maka harus mampu
mengorganisasikan tim peneliti dengan baik,
i. Mampu menyajikan data, menganalisis data secara kuantitatif untuk
menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis penelitian yang
telah dirumuskan,
j. Mampu memberikan interpretasi terhadap data hasil penelitian maupun
hasil pengujian hipotesis,
k. Mampu membuat laporan secara sistematis, dan menyampaikan hasil
penelitian ke fihak-fihak yang terkait,
l. Mampu membuat abstraksi hasil penelitian, dan membuat artikel untuk
dimuat ke dalam jurnal ilmiah.

2. Kompetensi peneliti kualitatif


a. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan
diteliti,

28
b. Mampu menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada
konteks sosial yang akan diteliti. Menciptakan rapport berarti mampu
membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada
konteks sosial,
c. Memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada obyek
penelitian (konteks sosial),
d. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipan, dan
wawancara mendalam secara triangulasi, serta sumber-sumber lain
e. Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif berkesinambungan
mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema kultural/
budaya
f. Mampu menguji kredibilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, dan
transferabilitas hasil penelitian
g. Mampu menghasilkan temuan pengetahuan, hipotesis atau ilmu baru
h. Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci

I. RANGKUMAN
1. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,
cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan
penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional,
empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu
dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh
penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan
mengetahui cara-cara yang digunakan.
2. Jenis-jenis metode penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan,
tujuan, dan tingkat kealamiahan (natural setting) obyek yang diteliti.
Berdasarkan tujuan, metode penelitian dapat diklasifikasikan menjadi
penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research)
dan penelitian pengembangan (research and development). Selanjutnya
berdasarkan tingkat kealamiahan, metode penelitian dapat
dikelompokkan menjadi metode penelitian eksperimen, survey dan
naturalistik
3. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini
sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai
metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistik
karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai
metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah
29
yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.
Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini
dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini
disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka
dan analisis menggunakan statistik.
4. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting) , disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada
awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
5. Perbedaan antara metode kualitatif dengan kuantitatif meliputi tiga hal,
yaitu perbedaan tentang aksioma, proses penelitian, dan karakteristik
penelitian itu sendiri.
6. Perbedaan tentang aksioma seperti dalam tabel berikut:
Aksioma Dasar Metode Kuantitatif Metode Kualitatif
Sifat realitas Dapat diklasifikasikan, Ganda, holistik, dinamis,
konkrit, teramati, hasil konstruksi dan
terukur pemahaman
Hubungan Independen, supaya Interaktif dengan sumber
peneliti terbangun data supaya memperoleh
dengan yang obyektivitas makna
diteliti
Hubungan Sebab-akibat (kausal) Timbal balik/interaktif/
variabel
Kemungkinan Cenderung membuat Transferability (hanya
generalisasi generalisasi mungkin dalam ikatan
konteks dan waktu)
Peranan nilai Cenderung bebas nilai Terikat nilai-nilai yang
dibawa peneliti dan
sumber data

7. Perbedaan dalam karakteristik, penelitian kualitatif


a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah.
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif.
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada
produk atau outcome
d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif

30
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati).

J. TES FORMATIF
1. Jelaskan dengan rinci apa yang dimaksud dengan metode penelitian.
2. Jelaskan secara skematik macam-macam metode penelitian.
3. Jelaskan secara singkat peran penelitian dan pengembangan antara
basic research dan applied research.
4. Jelaskan secara singkat kedudukan metode penelitian eksperimen,
survey dan naturalistic.
5. Jelaskan dalam tabel perbedaan aksioma antara metode kuantitatif dan
kualitatif.
6. Jelaskan secara singkat minimal 7 perbedaan karakteristik antara
metode kuantitatif dan kualitatif.
7. Jelaskan secara singkat proses penelitian kuantitatif
8. Jelaskan secara singkat proses penelitian kualitatif.
9. Jelaskan secara singkat minimal 5 alasan mengunakan metode
kuantitatif.
10. Jelaskan secar asingkat minimal 5 alasan menggunakan metode
kualitatif.

Menjawab tes formatif dibawah 80%, mahasiswa dianjurkan


untuk membaca kembali materi bab I. Bila mencapai minimal 80 % akan
memudahkan mempelajari materi bab II tentang proses penelitian
kuantitatif.

31
BAB II
PROSES PENELITIAN, MASALAH, VARIABEL DAN
1PARADIGMA PENELITIAN

Proses penelitian kuantitatif akan dibahas dalam bab ini dan


beberapa komponen proses penelitian yakni masalah, dan variabel
penelitian. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang akan dicapai
adalah agar mahasiswa dapat memahami bagaimana proses penelitian
kuantitatif, apa yang dimaksud dengan masalah dan variabel serta
paradigma penelitian

A. PROSES PENELITIAN KUANTITATIF


Proses penelitian kuantitatif dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Komponen dan proses penelitian

Berdasarkan gambar 2.1 diberikan penjelasan sebagai berikut.


Setiap penelitian selalu berangkat dari masalah, namun masalah yang
dibawa peneliti kuantitatif dan kualitatif berbeda. Dalam penelitian
kuantitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti harus sudah jelas,
sedangkan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara
dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan.
Setelah masalah diidentifkasikan, dan dibatasi, maka selanjuti
masalah tersebut dirumuskan. Rumusan masalah pada umumnya

32
dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dengan pertanyaan ini maka akan
dapat memandu peneliti untuk kegiatan penelitian selanjutnya. Berdasar
rumusan masalah tersebut, maka peneliti menggunakan berbagai teori un
menjawabnya. Jadi teori dalam penelitian kuantitatif ini digunakan un:
menjawab rumusan masalah penelitian tersebut. Jawaban terhadap rumu:
masalah yang baru menggunakan teori tersebut dinamakan hipotesis, maka
hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian.
Hipotesis yang masih merupakan jawaban sementara terset
selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiris/nyata. Untuk
peneliti melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan pada
populasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti. Bila populasi teri
luas, sedangkan peneliti memiliki keterbatasan waktu, dana dan tena maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari popul tersebut. Bila
peneliti bermaksud membuat generalisasi, maka sampel ya diambil harus
representatif, dengan teknik random sampling.
Meneliti adalah mencari data yang teliti/akurat. Untuk itu pene
perlu menggunakan instrumen penelitian. Dalam ilmu-ilmu alam, teknik,
dan ilmu-ilmu empirik lainnya, instrumen penelitian seperti termometer
uni mengukur suhu, timbangan untuk mengukur berat semuanya sudah ada
sehingga tidak perlu membuat instrumen. Tetapi dalam penelitian sosi
sering instrumen yang akan digunakan untuk meneliti belum ada, sehing
peneliti harus membuat atau mengembangkan sendiri. Agar instrumen
dapat dipercaya, maka harus diuji validitas dan relibilitasnya.
Setelah instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya, maka dapat
digunak untuk mengukur variabel yang telah ditetapkan untuk diteliti.
Instrurr untuk pengumpulan data dapat berbentuk test dan nontest. Untuk
intrurr yang berbentuk nontest, dapat digunakan sebagai kuesioner, pedom
observasi dan wawancara. Dengan demikian teknik pengumpulan data sel.
berupa test dalam penelitian ini dapat berupa kuesioner, observasi dan
wawancara.
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahk
untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Dalam
penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang
digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif.
Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik
nonparameti Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian
dilakukan pa sampel yang diambil secara random.
Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan
pembahasan. Penyajian data dapat mengunakan tabel, tabel distribusi
33
frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart (diagram lingkaran), dan
pictogram. Pembahasan terhadap hasil penelitian merupakan penjelasan
yang mendalam dan interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan.
Setelah hasil penelitian diberikan pembahasan, maka selanjutnya
dapat disimpulkan. Kesimpulan berisi jawaban singkat terhadap setiap
rumusan masalah berdasarkan data yang telah terkumpul. Jadi kalau
rumusan masalah ada lima, maka kesimpulannya juga ada lima. Karena
peneliti melakukan penelitian bertujuan untuk memecahkan masalah,
maka peneliti berkewajiban untuk memberikan saran-saran. Melalui saran-
saran tersebut diharapkan masalah dapat dipecahkan. Saran yang diberikan
harus berdasarkan kesimpulan hasil penelitian. Jadi jangan membuat saran
yang tidak berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Apabila hipotesis penelitian yang diajukan tidak terbukti, maka
perlu dicek apakah ada yang salah dalam penggunaan teori, instrumen,
pengumpulan, analisis data, atau rumusan masalah yang diajukan.

B. MASALAH
Permasalahan dalam konteks ilmiah adalah suatu keadaan yang
bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih keadaan yang
menghasilkan situasi yang membingungkan (Guba). Sementara masalah
diartikan sebagai sebuah kalimat tanya yang menanyakan hubungan yang
terdapat dalam dua variabel atau lebih (Karlinger, 2002). Selanjutnya
Nazir (2003) berpendapat bahwa masalah timbul karena ada tantangan,
kesangsian, atau kebingungan akan suatu hal, adanya perpaduan makna,
adanya halangan dan rintangan, adanya gab baik yang nyata maupun yang
akan datang.
Seperti telah dikemukakan bahwa pada dasarnya penelitian itu
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat
digunakan untuk memecahkan masalah. Untuk itu setiap penelitian yang
akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah. Seperti dinyatakan
oleh Emory (1985) bahwa, baik penelitian murni maupun terapan,
semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian terapan,
hasilnya langsung dapat digunakan untuk membuat keputusan.
Jadi setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat
dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering
merupakan hal yang paling sulit dalam proses penelitian (Tuckman, 1998).
Bila dalam penelitian telah dapat menemukan masalah yang betul-betul
masalah, maka sebenarnya pekerjaan penelitian itu 50% telah selesai. Oleh
karena itu menemukan masalah dalam penelitian merupakan pekerjaan

34
yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat ditemukan, maka
pekerjaan penelitian akan segera dapat dilakukan.
Hubungan antara ketepatan memilih masalah dan cara
pemecahannya memberikan kemungkinan sebagai berikut. Yang pertama,
masalah benar, pemecahannya benar. Yang kedua, masalah benar, cara
pemecahannya salah. Yang ketiga, masalah salah, cara pemecahannya
salah. Yang keempat, masalah salah, cara pemecahannya benar. Dalam hal
ini peneliti harus hati-hati memilih masalah dan pemecahannya, yakni
perumusan masalah benar dan penetapan cara pemecahannya juga benar.

1. Sumber Masalah
Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang
seharusnya dengan apa yang benar- benar terjadi. Stonner (1982)
mengemukakan, bahwa sumber-sumber masalah dalam bidang manajemen
adalah seperti berikut.
a. Terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan. Orang
yang biasa menjadi pemimpin pada bidang pemerintahan harus pindah
ke bidang bisnis. Hal ini pada awalnya tentu akan muncul masalah.
Orang bisa menulis dengan mesin tik manual harus ganti dengan
komputer, dan lain-lain.
b. Terdapat penyimpangan antara apa yang telah direncanakan dengan
kenyataaan. Direncanakan punya uang tapi kenyataannya tidak ada.
Dengan pengawasan melekat diharapkan disiplin keija semakin tinggi,
kenyataannya tidak. Direncanakan jumlah penjualan pada tahun 1000,
kenyataannya hanya 600, dan lain-lain.
c. Ada pengaduan. Dalam suatu organisasi yang tadinya tenang-tenang
tidak ada masalah, ternyata setelah ada pihak tertentu yang
mengadukan produk maupun pelayanan yang diberikan, maka hal itu
akan menjadikan masalah dalam organisasi itu. Pikiran pembaca yang
dimuat dalam koran yang tujuannya terdapat layanan maupun produk
suatu lembaga, mestinya dipandang sebagai masalah.
d. Ada kompetisi. Adanya kompetisi seringkah menimbulkan masalah.

2. Rumusan Masalah yang Baik


Fraenkel dan Wallen (1990) mengemukakan bahwa masalah
penelitian yang baik adalah:
a. Masalah harus feasible, dalam arti masalah tersebut harus dapat dicari
jawabannya melalui sumber yang jelas secara efektif dan efisien.
b. Masalah harus jelas, yaitu semua orang memberi persepsi yang sama
terhadap masalah itu.
35
c. Masalah harus signifikan. Dalam arti jawaban masalah yang diberikan
harus memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pemecahan
masalah kehidupan manusia.
d. Masalah harus etis. Yaitu tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
etika, moral, nilai-nilai keyakinan, dan agama.

C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah berbeda dengan masalah. Kalau masalah itu
merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi,
maka rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Namun demikian
terdapat kaitan erat antara masalah dan rumusan masalah, karena setiap
rumusan masalah penelitian harus didasarkan pada masalah.

1. Bentuk-bentuk Rumusan Masalah Penelitian


Seperti telah dikemukakan bahwa, rumusan masalah itu merupakan
suati (M'iianyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan
data lli niuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini dikembangkan
berdasarkar |m nrlilian menurut tingkat eksplanasi. (level of explanation).
Bentul masalah dapat dikelompokkan ke dalam bentuk masalah deskriptif,
komparatif dan assosiatif.

a. Rumusan masalah Deskriptif


Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang
berkenaar denganpertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik
hanya padi Mil u variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi
dalam penelitiar imi peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu
pada sampel yang lain iIimi mencari hubungan variabel itu dengan
variabel yang lain. Penelitiar M macam ini untuk selanjutnya dinamakan
penelitian deskriptif.
Contoh rumusan masalah deskriptif:
1) Seberapa baik kinerja Kabinet Bersatu?
2) Bagaimanakah sikap masyarakat terhadap perguruan tinggi negeri
Berbadar Hukum?
3) Seberapa tinggi efektivitas kebijakan mobil berpenumpang tiga di
Jakarta?
4) Seberapa tinggi tingkat kepuasan dan apresiasi masyarakat terhadap
pelayanar pemerintah daerah di bidang kesehatan?

36
Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa setiap pertanyaan
penelitian berkenaan dengan satu variabel atau lebih secara mandiri
(bandingkan dengan masalah komparatif dan assosiatif.
Peneliti yang bermaksud mengetahui kinerja Kabinet Gotong
Royong, sikap masyarakat terhadap perguruan tinggi berbadan hukum,
efektivitas kebijakan mobil berpenumpang tiga, tingkat kepuasan dan
apresiasi masyarakat terhadap pelayanan pemerintah di bidang kesehatan
adalah contoh penelitian deskriptif.

b. Rumusan Masalah Komparatif


Rumusan komparatif adalah rumusan masalah penelitian yang
membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih
sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda. Contoh Rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut.
1) Adakah perbedaan produktivitas kerja antara Pegawai Negeri, BUMN
dan Swasta? (satu variabel pada 3 sampel).
2) Adakah kesamaan cara promosi antara perusahaan A dan B?
3) Adakah perbedaan, kemampuan dan disiplin kerja antara pegawai
Swasta Nasional, dan Perusahaan asing (dua variabel, pada dua
sampel).
4) Adakah perbedaan kenyamanan naik Kereta Api dan Bus menurut
berbagai kelompok masyarakat.
5) Adakah perbedaan daya tahan berdiri pelayan toko yang berasal dari
kota dan desa, gunung (satu variabel pada 3 sampel).
6) Adakah perbedaan tingkat kepuasan masyarakat di Kabupaten A dan B
dalam hal pelayanan kesehatan?
7) Adakah perbedaan kualitas manajemen antara Bank Swasta dan Bank
Pemerintah.

c. Rumusan Masalah Assosiatif


Rumusan masalah assosiatif adalah suatu rumusan masalah
penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan yaitu: hubungan simetris, hubungan
kausal, dan interaktif/resiprocal/timbal balik.

1) Hubungan simetris
Hubungan simetris adalah suatu hubungan antara dua variabel atau
lebih yang kebetulan munculnya bersama. Jadi bukan hubungan kausal
maupun interaktif, contoh rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

37
a) Adakah hubungan antara banyaknya bunyi burung prenjak dengan
tamu yang datangi Hal ini bukan berarti yang menyebabkan tamu
datang adalah bunyi burung. (Di pedesaan Jawa Tengah ada
kepercayaan kalau di depan rumah adabunyi burung Prenjak, maka
diyakini akan ada tamu, di Jawa Barat, kupu-kupu dan tamu).
b) Adakah hubungan antara banyaknya semut di pohon dengan tingkat
manisnya buah?
c) Adakah hubungan antara warna rambut dengan kemampuan
memimpin?
d) Adakah hubungan antara jumlah payung yang terjual dengan jumlah
kejahatan?
e) Adakah hubungan antara banyaknya radio di pedesaan dengan sepatu
yang dibeli?
Contoh judul penelitiannya adalah sebagai berikut.
a) Hubungan antara banyaknya radio di pedesaan dengan jumlah sepatu
yang terjual.
b) Hubungan antara tinggi badan dengan prestasi kerja di bidang
pemasaran.
c) Hubungan antara payung yang terjual dengan tingkat kejahatan.

2) Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi
disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan
dependen (dipengaruhi), contoh: .
a) Adakah pengaruh sistem penggajian terhadap prestasi kerja?
b) Seberapa besar pengaruh kepemimpinan nasional terhadap perilaku
masyarakat?
c) Seberapa besar pengaruh tata ruang kantor terhadap efisiensi kerja
karyawan?
d) Seberapa besar pengaruh kurikulum, media pendidikan dan kualitas
guru terhadap kualitas SDM yang dihasilkan dari suatu sekolah?
Contoh judul penelitiannya:
a) Pengaruh insentif terhadap disiplin kerja karyawan di departemen X.
b) Pengaruh gaya kepemimpinan dan tata ruang kantor terhadap efisiensi
kerja di Departemen X. Contoh pertama dengan satu variabel
independen dan contoh kedua dengan dua variabel independen.

3) Hubungan interaktif/resiprocal/timbal balik


Hubungan interaktif adalah hubungan yang saling mempengaruhi.
Di sini tidak diketahui mana variabel independen dan dependen, contoh:
38
a) Hubungan antara motivasi dan prestasi. Di sini dapat dinyatakan
motivasi mempengaruhi prestasi dan juga prestasi mempengaruhi
motivasi.
b) Hubungan antara kecerdasan dengan kekayaan. Kecerdasan dapat
menyebabkan kaya, demikian juga orang yang kaya dapat
meningkatkan kecerdasan karena gizi terpenuhi.

D. VARIABEL PENELITIAN
1. Pengertian
Kalau ada pertanyaan tentang apa yang anda teliti, maka
jawabannya berkenaan dengan variabel penelitian. Jadi variabel penelitian
pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut
seseorang, atau obyek, yang mempunyai "variasi" antara satu orang
dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan
Farhady, 1981). Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang
keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi,
kepemimpinan, disiplin kerja, merupakan atribut-atribut dari setiap orang.
Berat, ukuran, bentuk, dan warna merupakan atribut-atribut dari obyek.
Struktur organisasi, model pendelegasian, kepemimpinan, pengawasan,
koordinasi, prosedur dan mekanisme kerja, deskripsi pekerjaan, kebijakan,
adalah merupakan contoh variabel dalam kegiatan administrasi.
Dinamakan variabel karena ada variasinya. Misalnya berat badan
dapat dikatakan variabel, karena berat badan sekelompok orang itu
bervariasi antara satu orang dengan yang lain. Demikian juga motivasi,
persepsi dapat juga dikatakan sebagai variabel karena misalnya persepsi
dari sekelompok orang tentu bervariasi. Jadi kalau peneliti akan memilih
variabel penelitian, baik yang dimiliki orang obyek, maupun bidang
kegiatan dan keilmuan tertentu, maka harus ada variasinya. Variabel yang
tidak ada variasinya bukan dikatakan sebagai variabel. Untuk dapat
bervariasi, maka penelitian harus didasarkan pada sekelompok sumber
data atau obyek yang bervariasi.
Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel adalah konstruk
(constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Diberikan contoh misalnya,
tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin,
golongan gaji, produktivitas kerja, dan lain-lain. Di bagian lain Kerlinger
menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang
diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian
39
variabel itu merupakan suatu yang bervariasi. Selanjutnya Kidder (1981),
menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana
peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan
di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai
dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.

2. Macam-Macam Variabel
Ditinjau dari jenis dan kedudukannya, variabel dapat dikelom-
pokkan menjadi:
a. Variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
(dependent vaiable)
Pada umumnya seorang peneliti sangat berkepentingan dengan
kedua variabel ini (variabel bebas dan variabel terikat). Seorang peneliti
yang berkeinginan untuk mengetahui apakah lingkungan kerja (variabel
bebas) mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai (variabel
terikat), atau apakah model-model periklanan (variabel bebas) dapat
mempengaruhi minat beli masyarakat (variabel terikat). Banyak istilah
yang digunakan sebagai sinonim untuk variabel bebas dan variabel terikat,
seperti disajikan pada tabel pada gambar 2.1a.

Variabel Bebas Variabel Terikat


Independent Dependent Variable
Variable
Prediktor Prediktan
Stimulus Respon
Explanatory Explained
Regresor Regresan
Gambar 2.1. Sinonim Untuk Variabel Bebas dan
Variabel Terikat
Secara definisi, variabel bebas adalah suatu variabel yang variasi
nilainya akan mempengaruhi nilai variabel yang lain. Variabel terikat
adalah suatu variabel yang variasi nilainya dipengaruhi atau dijelaskan
oleh variasi nilai variabel yang lain. Dan untuk kepentingan analisis data,
variabel bebas diberi notasi "X" sedangkan variabel terikat diberi notasi
"Y".

40
Contoh 2.1
Seorang peneliti ingin mengetahui seberapa kuat pengaruh atau
hubungan antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja pegawai disuatu
instansi.
Dalam penelitian ini, lingkungan kerja sebagai variabel bebas dan
kepuasan kerja sebagai variabel terikat. Apabila kedua jenis variabel
tersebut digambarkan kedudukannya, akan tampak seperti pada gambar
2.2.

Lingkungan Kinerja
Kerja Pegawai
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.2 Kedudukan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

b. Variabel Kontrol (Control Variable)


Variabel kontrol adalah variabel bebas yang dalam pelaksanaan
penelitian tidak dimasukkan sebagai variabel bebas tetapi justru
keberadaannya dikendalikan (dikontrol). Dengan mengendalikan beberapa
variabel tersebut, maka pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
merupakan pengaruh yang bersih (murni), dan variabel yang dikendalikan
tersebut tidak lagi mencemari variabel terikatnya.
Misalnya pada penelitian mengenai pengaruh lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai. Agar derajat pengaruh antara lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai murni, maka variabel-variabel lain yang juga
mempunyai pengaruh terhadap kinerja perlu dikendalikan (dikontrol).
Pertanyaannya adalah variabel apa saja yang harus dikontrol oleh
peneliti? Peneliti harus cermat dalam memilih variabel con- trol ini, agar
analisis data yang dilakukan efisien.

Contoh 2.2
Pada pengujian pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai,
diketahui bahwa "usia" dan "masa kerja" merupakan variabel yang perlu
dikontrol. Jadi dalam hal ini usia dan masa kerja pegawai merupakan
variabel kontrol.
Pengendalian terhadap variabel kontrol dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
1) Pengendalian dari awal penelitian.
Cara ini mensyaratkan kepada peneliti untuk menggunakan subyek
penelitian, yaitu pegawai yang mempunyai usia dan masa kerja yang

41
seragam. Misalnya subyek penelitiannya adalah semua pegawai yang
mempunyai usia sekitar 45 tahun dengan masa kerja sekitar 20 tahun.
2) Pengendalian melalui analisis data.
Apabila peneliti sulit mendapatkan usia dan masa kerja yang sera-
gam (homogen), maka peneliti dapat memasukkan variabel kontrol ke
dalam model sebagai variabel bebas (peneliti tidak perlu mencari
responden dengan usia dan masa kerja yang homogen). Ini berarti
pengendalian akan dilakukan pada saat analisis data dilakukan. Dengan
cara yang kedua, ini maka secara diagramatis kedudukan variable control
dapat ditunjukkan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kedudukan Variabel Kontrol Pada U j i


Hubungan

Penggunaan variabel kontrol tidak terbatas hanya pada desain


penelitian yang mencari pengaruh atau hubungan saja, tetapi juga pada
desain penelitian yang mencari perbedaan (komparasional).
Misalnya akan diuji perbedaan antara tingkat stres kerja perawat di
Rumah Sakit Pemerintah dengan stres kerja perawat di Rumah Sakit
Swasta. Secara teoritik, dapat diduga bahwa perawat di Rumah Sakit
Swasta lebih tinggi tingkat stresnya dibanding dengan perawat di Rumah
Sakit Pemerintah. Agar perbedaan yang ada memang benar- benar karena
status Rumah Sakit, maka perlu ada variabel yang dikontrol, yaitu variabel
yang mempunyai pengaruh pada stres kerja, yakni masa kerja.
Pengendalian terhadap variabel kontrol pada uji pebedaan ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Pengendalian dari awal penelitian.

42
Cara ini mengharuskan peneliti untuk memasang-masangkan an-
tara perawat Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang mempu mempu-
nyai masa kerja sama. Jadi pasangan perawat dari Rumah Sakit
Pemerintah dan Swasta akan mempunyai masa kerja yang sama. Pada
praktiknya cara ini sulit ditempuh peneliti, karena demikian besar variasi
masa kerja.
2) Pengendalian melalui analisis data.
Apabila peneliti sulit mendapatkan pasangan perawat, maka pene-
liti dapat memasukkan variabel kontrol ke dalam model, sehingga
pengontrolan akan dilakukan alat analisis yang digunakan.

Gambar 2.4 Kedudukan Variabel Kontrol Pada U j i Perbedaan

Penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa biaya konsumsi


dari sebuah keluarga yang tinggal di desa lebih kecil dibanding konsumsi
sebuah keluarga yang tinggal di kota. Perbedaan tingkat konsumsi akan
bias, karena besarnya tingkat konsumsi tidak hanya dipengaruhi wilayah
domisili, tetapi juga oleh;misalnya pendapatan dan jumlah keluarga yang
ditanggung. Jadi agar adanya perbedaan tingkat konsumsi tersebut benar-
benar karena wilayah dimana keluarga itu berdomisili, maka variabel
pendapatan dan jumlah keluarga yang ditanggung perlu dikontrol.
Pengendalian terhadap variabel kontrol pada uji pebedaan ini dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Pengendalian dari awal penelitian.
Cara ini mengharuskan peneliti untuk memasang-masangkan an-
tara keluarga yang berdomisili di desa dan di kota yang mempunyai
pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga yang sama. Dengan demikian

43
banyaknya responden yang berdomisili di desa dan kota harus sama,
karena mereka harus berpasang-pasangan sesuai dengan keadaan
pendapatan dan jumlah keluarga yang ditanggung. Responden dari desa
yang berpendapatan tinggi dengan tanggungan keluarga sedikit
dipasangkan dengan responden dari kota yang berpendapatan tinggi
dengan tanggungan sedikit. Responden dari desa yang berpendapatan kecil
(miskin) dengan tanggungan sedikit dipasangkan dengan responden dari
kota yang berpendapatan kecil (miskin) dengan tanggungan sedikit.
Responden dari desa yang berpendapatan tinggi dengan tanggungan
keluarga banyak dipasangkan dengan responden dari kota yang
berpendapatan tinggi dengan tanggungan keluarga banyak. Demikian
seterusnya. Pada praktiknya cara ini sulit ditempuh peneliti, karena terlalu
sulit untuk menemukan pasangan keluarga yang berdomisili di desa dan di
kota yang mempunyai pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga yang
sama.
2) Pengendalian melalui analisis data.
Dengan cara ini, peneliti tidak perlu memasang-masangkan antara
keluarga yang berdomisili di desa dengan yang di kota, tetapi cukup
merekam data mengenai biaya untuk konsumsi, tingkat pendapatan dan
jumlah tanggungan keluarga dari responden, baik yang berdomisili di desa
maupun yang berdomisili di kota (keluarga yang diteliti tidak harus
mempunyai karakteristik pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga
yang sama). Banyaknya responden yang berdomisili di desa tidak harus
sama dengan banyaknya responden yang berdomisili di kota (bukan
pasangan).

c. Variabel Moderator (Moderating Variable)


Variabel moderator (moderating) adalah variabel yang variasi
nilainya mempunyai pengaruh ketergantungan (contingent effect) yang
kuat terhadap pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dongan
variabel terikat.
Seringkah didapati suatu penelitian yang hasilnya menolak hipo-
tesis. Penolakan hipotesis itu (hipotesis tidak didukung bukti empirik)
dapat terjadi karena taraf signifikansinya terlalu tinggi (umumnya >5%)
atau karena arahnya yang tidak sesuai (seharusnya pengaruh positif,
ternyata yang terjadi pengaruh negatif). Hal ini dapat terjadi karena
peneliti mungkin tidak memasukkan variabel penting yang mestinya
inemoderasi pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat.

44
Variabel moderating ini biasanya ditemukan jika peneliti melaku-
kan pengkajian penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang
sekarang dilakukan, khususnya yang hasilnya menolak hipotesis.
Meskipun hal ini tidak terlalu mudah ditemui peneliti, namun upaya
menemukan variabel moderating akan semakin melengkapi model
penelitian yang dilakukan.
Kejelasan pengertian variabel moderating ini dapat dijelaskan
melalui contoh berikut ini.
Contoh 2.3
Penelitian dilakukan untuk menguji hubungan atau pengaruh
tingkat pendidikan formal terhadap kinerja pegawai. Semakin tinggi
tingkat pendidikan formal pegawai akan semakin tinggi pula tingkat
kinerjanya. Meskipun pengaruh ini dapat diyakini kebenarannya, namun
pengaruh tersebut ternyata masih tergantung pada indeks prestasi atau
nilai kelulusan mereka. Dengan kata lain tingkat pendidikan mempunyai
pengaruh terhadap kinerja pegawai, khususnya untuk pegawai nilai
kelulusannya tinggi.

Gambar 2.5 Kedudukan Variabel Moderating


Contoh di atas menunjukkan bahwa nilai kelulusan merupakan variabel
moderating dari pengaruh antara pendidikan formal terhadap kinerja
pegawai. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5.
Masuknya variabel moderating dalam model, akan mengakibatkan
munculnya nilai dari variabel moderating dan nilai interaksi antara nilai
variabel bebas dengan variabel moderating dalam model tersebut. Apabila
"X" adalah variabel bebas dan "M" adalah variabel moderating, maka
variabel interaksinya dapat berupa:
1) Perkalian antara nilai dari variabel X dengan nilai dari variabel M
(X*M).
45
2) Selisih mutlak dari variabel X dengan variabel M ( |X - M| )
3) Model uji residual (Ghozali, 2006:171).

Gambar 2.6 Garis Regresi Berdasarkan Nilai Var. Moderating

Ditinjau dari alat analisis yang digunakan, maka pengaruh antara


pendidikan formal terhadap kinerja dapat menggunakan alat analisis
regresi, sehingga diperoleh suatu garis regresi dengan harga slope (arah
garis) yang bertanda positif (menunjukkan pengaruh atau hubungan
searah) atau bertanda negatif (menunjukkan pengaruh atau hubungan yang
berlawanan arah). Dimasukkannya variabel moderating, yaitu nilai
kelulusan (indeks prestasi), akan mempengaruhi harga dari slope garis
regresi semula. Ini artinya bahwa harga slope garis regresi antara variabel
bebas (dalam hal ini adalah pendidikan formal) terhadap variabel terikat
(dalam hal ini kinerja pegawai) merupakan lungsi dari variabel moderating
(nilai kelulusan atau indeks prestasi). I.idi regresi akan semakin mendatar
(harga slope positif kecil) untuk nilai variabel moderating yang lebih kecil
dan sebaliknya garis regresi .ikan semakin tegak (harga slope positif
besar) untuk nilai variabel moderating yang lebih besar. Garis regresi
sebelum dan sesudah adanya variabel moderating dapat diikuti pada
gambar 2.6
Kasus lain untuk lebih menjelaskan kedudukan variabel moder-
ating dapat diikuti pada contoh berikut ini:

46
Contoh 2.4
Penelitian yang ingin menguji peran kecerdasan emosi dalam
memoderasi pengaruh antara tingkat stres kerja terhadap kinerja pegawai.
Secara teoritik benar bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja yang
dialami pegawai akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat kinerja
dari karyawan, namun tidak demikian untuk karyawan yang tingkat
kecerdasan emosionalnya tinggi. Pegawai yang mempunyai tingkat
kecerdasan emosional tinggi akan mampu mengatasi stres kerja yang
menimpa dirinya, sehingga akan tetap mampu mempertahankan tingkat
kinerja yang tinggi. Sementara pegawai yang tingkat kecerdasan
emosionalnya rendah tidak akan mampu menguasai stres kerja yang dapat
berakibat menurunnya kinerja.
Dengan menggunakan diagram, maka pengaruh variabel-varia- bel
dapat diikuti pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kedudukan Variabel Moderating

d. Variabel Antara (Intervening Variable)


Variabel antara adalah variabel yang menjadi antara adanya
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dilihat dari posisinya,
variabel antara terletak diantara variabel bebas dan variabel terikat dalam
suatu model. Idealnya efek pengaruh tidak langsung dari variabel bebas ke
variabel terikat melalui variabel antara akan lebih kuat dibanding efek
langsung dari variabel bebas ke variabel terikat.
Untuk memberikan gambaran mengenai kedudukan variabel antara
(intervening) dalam model, dapat diikuti contoh berikut.
Contoh 2.5
Penelitian yang ingin menguji pengaruh lingkungan kerja terhadap
kinerja pegawai melalui kepuasan kerja.

47
Dari contoh tersebut tersirat bahwa dengan bervariasinya penilaian
pegawai mengenai lingkungan kerja tidak begitu saja kinerja pegawai
juga bervariasi, tetapi dengan melalui kepuasan kerja. Pegawai yang
menilai lingkungan kerja sudah kondusif, maka mereka akan mempunyai
kepuasan kerja yang tinggi, yang pada akhirnya kinerjanya akan
meningkat.
Jika model ini divisualisasikan ke dalam gambar akan tampak
seperti dalam gambar 2.8.

Gamb
ar 2.8 Kedudukan Variabel Antara (Intervening) Variabel bebas
(Eksogen), Variabel Antara/Variabel terikat (Endogen)

Model di atas sering disebut dengan model jalur, sehingga be-


berapa istilah dan hasil yang perlu dikenali pada model jalur ini dian-
l.iranya adalah:
1) Variabel lingkungan kerja pada model itu berkedudukan sebagai
variabel bebas (independent variable), yang dalam model jalur disebut
juga sebagai variabel eksogen (exogeneous variables).
2) Variabel kepuasan kerja dalam model itu berkedudukan sebagai
variabel antara (intervening variable) yang juga disebut sebagai
variabel endogen (endogeneous variables).
3) Variabel kinerja pegawai pada model itu berkedudukan sebagai
variabel terikat (dependent variable) yang juga disebut dengan variabel
endogen (endogeneous variables).Jadi variabel antara dan variabel
terikat keduanya termasuk dalam kelompok variabel endogen.
4) Apabila variabel lingkungan kerja diberi notasi "X", variabel kepuasan
kerja diberi notasi 'Y," dan variabel kinerja diberi notasi "Y2", maka
efek dari pengaruh antara X terhadap Y, disebut dengan pengaruh
langsung (direct effect). Efek dari pengaruh antara Y, terhadap Y2
disebut juga dengan pengaruh langsung (direct effect).
5) Efek pengaruh antara X terhadap Y2 melalui Y, disebut pengaruh tidak
langsung (indirect efferct).

48
6) Idealnya, koefisien pengaruh tidak langsung harganya lebih besar
dibandingkan dengan koefisien pengaruh langsung antara X ter-
hadap Yr Apabila terjadi sebaliknya, maka peran Y, sebagai variabel
antara menjadi kurang berguna lagi, artinya tanpa variabel antara
maka variabel bebas secara langsung dapat mempengaruhi kinerja
pegawai.
Model jalur seperti itulah yang menjadi embrio
berkembangnya model persamaan struktural (Structural Equation
Modeling/ S E M ) .

e. Variabel Pengganggu (Confounding Variable)


Variabel pengganggu adalah variabel yang variasi nilainya dapat
mengganggu (mengacaukan) pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat. Suatu model pengaruh atau hubungan tidak pernah dapat
terhindar dari hadirnya variabel pengganggu, karena model yang
dibangun bukanlah bersifat deterministik (semua variabel mempunyai
sifat yang pasti), tetapi bersifat stokastik (nilai dari variabel terikat dalam
kondisi ketidak pastian; mengandung unsur probabilitas).
Pada suatu penelitian sudah dapat dipastikan bahwa terlalu sulit
bagi seorang peneliti untuk memasukkan semua variabel yang mem-
pengaruhi variabel terikat. Umumnya peneliti hanya menggunakan
beberapa variabel bebas yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap
variabel terikat. Nah... variabel yang tidak dimasukkan dalam model
penelitiannya itu sangat mungkin ada yang berkedudukan sebagai variabel
kontrol dan atau sebagai variabel moderating dan atau sebagai variabel
antara dan bahkan mungkin sebagai variabel pengganggu.
Sebuah model penelitian yang dibangun di atas teori yang tepat,
akan mudah ditemukan mana-mana yang menjadi variabel bebas, variabel
terikat, variabel kontrol, variabel moderating, variabel antara dan variabel
pengganggu.
Variabel pengganggu sebenarnya adalah variabel bebas yang tidak
dimasukkan ke dalam model, tetapi bukan merupakan variabel utama
yang menjadi fokus perhatian peneliti. Untuk memudahkan memahami
apa yang maksud dengan variabel pengganggu, berikut ini diberikan
contoh sederhana sebagai berikut:
Contoh 2.6
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kinerja
pegawai dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Atas dasar hasil penelitian
itu, untuk meningkatkan kinerja pegawainya, perusahaan melakukan
perbaikan atas lingkungan kerja sesuai yang di- harapan pegawai. Secara
49
kebetulan pada saat itu perusahaan juga memberikan peningkatan gaji
pada para pegawai tersebut. Jelas bahwa peningkatan gaji merupakan
variabel yang tidak masuk dalam model, dan apabila variabel ini ternyata
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja, maka variabel
kenaikan gaji merupakan variabel pengganggu.
Memang kadang peneliti mengalami kesulitan untuk mendeteksi
variabel apa saja yang menjadi variabel pengganggu dalam model yang
dibangun dalam penelitiannya. Jadi apabila variabel pengganggu tidak
diketahui, maka peneliti dapat mendeteksi variabel pengganggu dengan
cara membentuk kelompok kontrol untuk model penelitiannya. Misalnya
pada model penelitian yang menguji pengaruh perbaikan lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai, maka sampel (responden) penelitian
dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama adalah pegawai yang
merasa puas dengan perbaikan lingkungan kerja (sebagai kelompok
perlakuan), dan kelompok kedua adalah pegawai yang merasa tidak puas
dengan perbaikan lingkungan kerja (sebagai kelompok kontrol).
Kemudian kedua kelompok itu dilakukan analisis.
Apabila hasil analisis pada kelompok perlakuan menyatakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara perbaikan lingkungan kerja
terhadap kinerja pegawai, dan pada kelompok kontrol dinyatakan
pengaruhnya tidak signifikan, maka disimpulkan tidak ada variabel
pengganggu pada model penelitian tersebut.
Tetapi jika hasil pengujian pada kelompok perlakuan maupun
kelompok kontrol menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, maka
disimpulkan ada variabel pengganggu, yang mengacaukan pengaruh
perbaikan lingkungan kerja ter hadap kinerja pegawai.
Jika ternyata pada model penelitian itu terdapat variabel peng-
ganggu, maka keberadaan variabel pengganggu tersebut harus dihilangkan
dari model penelitian dengan cara:
1) Menjadikan variabel pengganggu sebagai variabel bebas dalam
model, sehingga memperbanyak variabel bebas dalam model.
2) Menjadikan variabel pengganggu menjadi variabel kontrol. Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, mengendalikan variabel kon- triol
dapat dilakukan di awal penelitian atau pada saat analisis data
dilakukan.

f. Variabel Kontinyu dan Variabel Diskrit


Ditinjau dari jenis data atau bilangannya, variabel dapat dibedakan
menjadi dua, yakni variabel kontinyu (continuous variable) dan variabel

50
diskrit (discrete variable), dan pengertian masing-masing adalah sebagai
berikut:
1) Variabel kontinyu (Continuous variable)
Variabel kontinyu adalah variabel yang mempunyai nilai dalam
jangkauan yang tak terhingga kecilnya dan tak terhingga besarnya. Pada
umumnya harga dari variabel kontinyu diperoleh dari hasil pengukuran.
Beberapa contoh berikut ini akan memperjelas pengertian variabel
kontinyu.
Contoh 2.7
a) Berat badan seseorang adalah data hasil pengukuran yang hasilnya
dapat seberat 60 kg, atau mungkin 60,5 kg atau mungkin 60,27 kg atau
mungkin 60,3285 kg.
b) Jarak antara dua kota diukur dan menghasilkan data 725,34 kilometer
atau mungkin 1545,5 mil dan sebagainya.
c) Kenaikan harga suatu barang misalnya sebesar 2,5% atau 5,00% dan
sebagainya
Jika X adalah sebuah variabel kontinyu, maka X > 0 dianggap sama
dengan X ≥ 0.
2) Variabel diskrit (Discrete variable)
Seringkali disebut sebagai variabel kategori, yaitu variabel yang nilainya
selalu dalam angka bulat (tidak pecahan) dan biasanya diperoleh dari
hasil penghitungan (mencacah), sehingga penyajiannya dalam bentuk
frekuensi.
Contoh 2.8
a) Misalnya jumlah mahasiswa yang lulus dengan predikat cum- laude
sebanyak 7 orang (tidak mungkin 7,25 orang).
b) Seorang mahasiswa membayar SPP 4 kali dalam satu semester (tidak
mungkin membayar SPP sebanyak 4,5 kali).
c) Pasangan suami istri mempunyai anak sebanyak 3 orang (tidak
mungkin 3,25 orang)
Jika X adalah variable diskkrit maka X > 0 tidak sama dengan X ≥ 0,
karena X > 0, artinya nilai variable X adalah 1;2;3 … dst. X ≥ 0,
artinya nilai variable X aadalah 0;1;2;3 … dst.

E. PARADIGMA PENELITIAN
Dalam penelitian kuantitatif/positivistik, yang dilandasi pada suatu
asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala
bersifat kausal (sebab akibat), maka peneliti dapat melakukan penelitian
dengan memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Pola hubungan

51
antara variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut sebagai
paradigma penelitian.
Jadi paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir
yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang
sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu
dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan
hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang
akan digunakan. Berdasarkan hal ini maka bentuk-bentuk paradigma atau
model penelitian kuantitatif khususnya untuk penelitian survey seperti
gambar berikut:
1. Paradigma Sederhana
Paradigma penelitian ini terdiri atas satu variabel independen dan
dependen. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 2.9 berikut.

X = Kualitas alat Y = Kualitas barang yang dihasilkan


Gambar 2.9 Paradigma Sederhana

Berdasarkan paradigma tersebut, maka kita dapat menentukan:


a. Jumlah rumusan masalah deskriptif ada dua, dan assosiatif ada satu
yaitu:
1) Rumusan masalah deskriptif (dua).
a) Bagaimana X?( Kualitas alat).
b) Bagaimana Y? (kualitas barang yang dihasilkan).
2) Rumusan masalah assosiatif/hubungan (satu)
Bagaimanakah hubungan atau pengaruh kualitas alat dengan kualitas
barang yang dihasilkan.
b. Teori yang digunakan ada dua, yaitu teori tentang alat-alat kerja dan
tentang kualitas barang.
c. Hipotesis yang dirumuskan ada dua macam hipotesis deskriptif dan
hipotesis assosiatif (hipotesis deskriptif sering tidak dirumuskan).
1) Dua hipotesis deskriptif:
a) Kualitas alat yang digunakan oleh lembaga tersebut telah mencapai
70% baik
b) Kualitas barang yang dihasilkan oleh lembaga tersebut telah
mencapai 99% dari yang diharapkan
2) Hipotesis assosiatif:
Ada hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas alat
dengan kualitas barang yang dihasilkan. Hal ini berarti bila kualitas
alat ditingkatkan, maka kualitas barang yang dihasilkan akan
52
menjadi semakin tinggi (kata signifikan hanya digunakan apabila
hasil uji hipotesis akan digeneralisasikan ke populasi di mana
sampel tersebut diambil)
d. Teknik analisis Data .
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis tersebut, maka dapat
dengan mudah ditentukan teknik statistik yang digunakan untuk
analisis data dan menguji hipotesis.
1) Untuk dua hipotesis deskriptif, bila datanya berbentuk interval dan
ratio, maka pengujian hipotesis menggunakan t-test one sampel.
2) Untuk hipotesis assosiatif, bila data ke dua variabel berbentuk
interval atau ratio, maka menggunakan teknik Statistik Korelasi
Product Moment (lihat pedoman umum memilih teknik statistik
untuk pengujian hipotesis).

2. Paradigma Sederhana Berurutan


Dulam paradigma ini terdapat lebih dari dua variabel, tetapi
hubungannya miisih sederhana. Lihat gambar 2.10.

X1 = kualitas input X3 = kualitas output


X2= kualitas proses Y = kualitas outcome
Gambar 2.10 Paradigma sederhana, menunjukkan hubungan
antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen
secara berurutan.

Untuk mencari hubungan antar variabel (X| dengan X 2; X2 dengan


X3 dan X3 dg Y) tersebut digunakan teknik korelasi sederhana. Naik turun
harga Y dapat diprediksi melalui persamaan regresi Y atas X 3,
denganpersamaan Y = a + bX3. Berdasarkan contoh 1 tersebut, berapa
jumlah rumusan masalah, deskriptif dan assosiatif?

3. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Indepeden


Dalam paradigma ini terdapat dua variabel independen dan satu
dependen. Dalam paradigma ini terdapat 3 rumusan masalah deskriptif,
dan 4 rumusan masalah assosiatif (3 korelasi sederhana dan 1 korelasi
ganda). Gambar 2.11.

53
X1 = lingkungan keluarga; X2 = demografi;
Gambar 2.11. Paradigma Ganda Dengan Dua Variabel
Independen X1 Dan X2, Dan Satu Variabel Dependen Y.

Untuk mencari hubungan Xi dengan Y dan X2 dengan Y,


menggunakan teknik korelasi sederhana. Untuk mencari hubungan Xi
dengan X2 secara bersama-sama terhadap Y menggunakan korelasi ganda.

4. Paradigma Ganda dengan Tiga Variabel Indepeden


Dalam paradigma ini terdapat tiga variabel indepeden (Xi, X 2, X3)
dan satu dependen (Y). Rumusan masalah deskriptif ada 4 dan rumusan
masalah assosiatif (hubungan) untuk yang sederhana ada 6 dan yang ganda
minimal 1. (lihat gambar 2.12 berikut)

Gambar 2.12 Paradigma Ganda Dengan Tiga Variabel


Independen
Gambar 2.12 adalah paradigma ganda dengan tiga variabel
independen yaitu Xlf X2, dan X3. Untuk mencari besarnya hubungan antara
Xj dengan Y; X2 dengan Y; X3 dengan Y; X, dengan X2; X2 dengan X3;
dan Xi dengan X3 dapat menggunakan korelasi sederhana. Untuk mencari
besarnya hubungan antar X, secara bersama-sama dengan X2 dan X3
terhadap Y digunakan korelasi ganda. Regresi sederhana, dan ganda serta
korelasi parsial dapat diterapkan dalam paradigma ini.

54
5. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Dependen

Gambar 2.13 Paradigma ganda dengan satu variabel


independen dan dua dependen.

Untuk mencari besarnya hubungan antara X dan Y|, dan X dengan


Y2 digunakan teknik korelasi sederhana. Demikian juga untuk Y[ dengan
Y2. Analisis regresi juga dapat digunakan di sini.

6. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Indepeden dan Dua


Dependen
Dalam paradigma ini terdapat dua variabel independen (Xi, X 2)
dan dua variabel dependen (Y, dan Y 2). Terdapat 4 rumusan masalah
deskriptif, dan enam rumusan masalah hubungan sederhana. Korelasi dan
regresi ganda juga dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antar
variabel secara simultan.

X1= kebersihan Kereta; Y1 = jumlah tiket yang terjual;


X2 = pelayanan KA; Y2 = kepuasan Penumpang KA;
Gambar 2.14 Adalah paradigma ganda dua variabel
independen dan dua variabel dependen. Hubungan antar
variabel ri, r2, r3, r4, r5, dan r6 dapat dianalisis dengan korelasi
sederhana. Hubungan antara X, bersama-sama dengan X2
terhadap Y! dan X, dan X2 bersama-sama terhadap Y2 dapat
dianalisis dengan korelasi ganda. Analisis regresi sederhana
maupun ganda dapat juga digunakan untuk memprediksi
jumlah tiket yang terjual dan Kepuasan penumpang Kereta
Api.
55
7. Paradigma Jalur

Gambar 2.15 Paradigma jalur. Teknik analisis Statistik yang


digunakan dinamakan path analysis (analisis jalur). Analisis
dilakukan dengan menggunakan korelasi dan regresi sehingga dapat
diketahui untuk sampai pada- variebel dependen terakhir, harus
lewat jalur langsung, atau melalui variabel intervening. Dalam
paradigma itu terdapat empat rumusan masalah deskriptif, dan 6
rumusan masalah hubungan.

Paradigma penelitian gambar 2.15 dinamakan paradigma jalur,


karena terdapat variabel yang berfungsi sebagai jalur antara (X 3). Dengan
adanya variabel antara ini, akan dapat digunakan untuk mengetahui
apakah untuk mencapai sasaran akhir harus melewati variabel antara itu
atau bisa langsung ke sasaran akhir.
Dari gambar terlihat bahwa, murid yang berasal dari status sosial
ekonomi tertentu Xi, tidak bisa langsung mencapai prestasi belajar yang
tinggi Y (korelasi 0,33) tetapi harus melalui peningkatan motif
berprestasinya X2 (r = 0,41) dan baru dapat mencapai prestasi Y (r = 0,50).
Tetapi bila murid mempunyai IQ yang tinggi (X 2) maka mereka langsung
dapat mencapai prestasi (Y) dengan r = 0,57. Contoh tersebut diberikan
oleh Kerlinger.
2.13.

F. RANGKUMAN
1. Secara singkat proses penelitian dapat dikatakan berawal dari rumusan
masalah, kemudian landasan teori, perumusan hipotesis, pengumpulan
data, analisis data, kesimpulan dan saran. Pengumpulan data menunjuk
kepada populasi dan sampel, pengembangan dan pengujian instrument.
2. Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar- benar terjadi.
56
3. Fraenkel dan Wallen (1990) mengemukakan bahwa masalah penelitian
yang baik harus feasible, jelas, signifikan dan etis.
4. Rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan
jawabannya melalui pengumpulan data.
5. Bentul masalah dapat dikelompokkan ke dalam bentuk masalah
deskriptif, komparatif dan assosiatif.
6. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai
atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai "variasi" antara satu
orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Hatch
dan Farhady, 1981). Kerlinger (1973) menyatakan bahwa variabel
adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. Diberikan
contoh misalnya, tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status
sosial, jenis kelamin, golongan gaji, produktivitas kerja, dan lain-lain.
Di bagian lain Kerlinger menyatakan bahwa variabel dapat dikatakan
sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different
values). Dengan demikian variabel itu merupakan suatu yang
bervariasi.
7. Ditinjau dari jenis dan kedudukannya, variabel dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent
vaiable)
b. Variabel Kontrol (Control Variable)
c. Variabel Moderator (Moderating Variable)
d. Variabel Antara (Intervening Variable)
e. Variabel Pengganggu (Confounding Variable)
f. Variabel Kontinyu dan Variabel Diskrit
8. Paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang
menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang
sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu
dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan
hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang
akan digunakan.

G. TES FORMATIF
1. Jelaskan secara singkat setiap komponen dalam proses penelitian.
(Bobot 2).

57
2. Jelaskan dengan singkat pengertian masalah, sumber masalah dan
bagaimana merumuskan masalah yang baik (Bobot 1).
3. Jelaskan secara singkat dan berikan contoh rumusan masalah
deskriptif(Bobot 1).
4. Jelaskan secara singkat dan berikan contoh rumusan masalah
komparatif. (Bobot 1).
5. Jelaskan secara singkat dan berikan contoh rumusan masalah assosiatif.
(Bobot 1).
6. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksudkan dengan variable. (Bobot
1).
7. Jelakan secara singkat dengan contoh tentang variable bebas dan
terikat, control moderator. (Bobot 1).
8. Jelakan secara singkat dengan contoh tentang variable antara,
pengganggu, kontinyu dan diskrit. (Bobot 1).
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan paradigm penelitian dan berikan
contoh paradigm ganda dengan tiga variable independen. (Bobot 1).

Menjawab tes formatif dibawah 80% sesuai bobot soal, mahasiswa


dianjurkan untuk membaca kembali materi bab II. Bila mencapai
minimal 80 % akan memudahkan mempelajari materi bab III tentang
landasan teori, kerangka berpikir dan hipotesis. Landasan teori dan
Perumusan hipotesis adalah komponen proses penelitian setelah
masalah.

58
BAB III
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS

Landasan teori dan hipotesis adalah dua komponen proses


penelitian lainnya setelah masalah. Kerangka berpikir merupakan dasar
untuk perumusan hipotesis. Ketiga hal ini akan menjadi pembahasan
dalam bab ini. Untuk itu tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah
agar mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan landasan
teori, kerangka berpikir dan hipiotesis.

A. PENGERTIAN TEORI
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua
dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-
konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan
sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sumadi
Suryabrata, 1990). Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu
mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba
(trial and error). Adanya landasan teoritis ini merupakan ciri bahwa
penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.
Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti dinyatakan
oleh Neumen (2003) "Researchers use theory differently in vurious* types
of research, but some type of theory is present in most social research"
Kerlinger (1978) mengemukakan bahwa Theory is a set of interrelated
construct (concepts), definitions, and proposition that present a
systematic view of phenomena by specifying relations among variables,
with purpose of explaining and predicting the phenomena. Teori adalah
seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi
untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan
antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa: A theory is a general
ization or series of generalization by which w e attempt to explain some
phenomena in a systematic manner. Teori adalah generalisasi atau
kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai
fenomena secara sistematik.
Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa, A theory is
a set of systematically interrelated concepts, defmition, and proposition
that are advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah

59
seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis
sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
Selanjutnya Sitirahayu Haditono (1999), menyatakan bahwa suatu
teori akan memperoleh arti yang penting, bila ia lebih banyak dapat
melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada.
Mark 1963, dalam (Sitirahayu Haditono, 1999), membedakan
adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan
dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain:
1. Teori yang deduktif: memberi keterangan yang dimulai dari suatu
perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data akan diterangkan
2. Teori yang induktif: cara menerangkan adalah dari data ke arah teori.
Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada
kaum behaviorist
3. Teori yang fungsional: di sini nampak suatu interaksi pengaruh antara
data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan
teori dan pembentukan teori kembali mempengaruhi data
Berdasarkan tiga pandangan ini dapatlah disimpulkan bahwa teori
dapat dipandang sebagai berikut.
1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis.
Hukum-hukum ini biasanya sifat hubungan yang deduktif. Suatu
hukum menunjukkan suatu hubungan antara variabel-variabel empiris
yang bersifat ajeg dan dapat diramal sebelumnya
2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai
suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu
bidang tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari
data yang diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif)
3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang
menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang
fungsional antara data dan pendapat yang teoritis
Berdasarkan data tersebut di atas secara umum dapat ditarik
kesimpulan bahwa, suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang
umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui,
jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila
tidak, dia bukan suatu teori.
Teori semacam ini mempunyai dasar empiris. Suatu teori dapat
memandang gejala yang dihadapi dari sudut yang berbeda-beda, misalnya
dapat dengan menerangkan, tetapi dapat pula dengan menganalisa dan
menginterpretasi secara kritis (Habermas, 1968). Misalkan melukiskan
suatu konflik antar generasi yang dilakukan oleh ahli teori yang

60
berpandangan emansipatoris akan berlainan dengan cara melukiskan
seorang ahli teori lain tidak berpandangan emansipatoris.
Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan
seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis.
Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan
(explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control)
suatu gejala. Mengapa kalau besi kena panas memuai, dapat dijawab
dengan teori yang berfungsi menjelaskan. Kalau besi dipanaskan sampai
75° C berapa pemuaiannya, dijawab dengan teori yang berfungsi
meramalkan. Selanjutnya berapa jarak sambungan rel kereta api yang
paling sesuai dengan kondisi iklim Indonesia sehingga kereta api jalannya
tidak terganggu karena sambungan dijawab dengan teori yang berfungsi
mengendalikan..
Dalam bidang Administrasi Hoy & Miskel (2001) mengemukakan
definisi teori sebagai berikut. "Theory in administration, however has the
same role as theory in physics, chemistry, or biology; that is providing
general explanations and guiding research". Selanjutnya didefinisikan
bahwa teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang
dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam
berbagai organisasi. "Theory is a set of interrelated concepts,
assumptions, and generalizations that systematically describes and
explains regularities in behavior in organizations ".
Berdasarkan yang dikemukakan Hoy & Miskel (2001) tersebut
dapat dikemukakan disini bahwa, 1) teori itu berkenan dengan konsep,
asumsi dan generalisasi yang logis, 2) berfungsi untuk mengungkapkan,
menjelaskan dan memprediksi perilaku yang memiliki keteraturan, 3)
sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
Selanjutnya Hoy & Miskel (2001) mengemukakan bahwa
komponen teori itu meliputi konsep dan asumsi. A concept is a term that
has been given an abstract, generalized meaning. Konsep merupakan
istilah yang bersifat abstrak dan bermakna generalisasi. Contoh konsep
dalam administrasi adalah leadership (kepemimpinan), satisfaction
(kepuasan) dan informal organization (organisasi informal). Sedangkan
asumsi merupakan pernyataan diterima kebenarannya tanpa pembuktian.
An assumption, accepted without proof, are not necessarily self-evident.
Mengapa KKN tidak bisa diberantas di era reformasi saat ini,
dapat dijelaskan melalui teori yang berfungsi menjelaskan. Setelah KKN
tidak bisa diberantas, maka bagaimana akibatnya terhadap
perekonomian nasional, dijawab dengan teori yang berfungsi prediksi.

61
Supaya KKN tidak terjadi lagi di Indonesia apa yang perlu dilakukan,
dijawab dengan teori yang berfungsi pengendalian (fungsi kontrol).

B. TINGKATAN DAN FOKUS TEORI


Numan (2003) mengemukakan tingkatan teori (level of theory)
menjadi tiga yaitu, micro, meso, dan macro. Micro level theory: small
slices of time, oace, or a number of people. The concept are usually not
very abstract. leso-level theory: attempts to link macro and micro levels
or to operate at n intermediate level. Contoh teori organisasi dan
gerakan sosial, atau omunitas tertentu. Macro level theory: concerns the
operation of larger ggregates such as social institutions, entire culture
systems, and whole ocieties. It uses more concepts that are abstract
Selanjutnya fokus teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori
subtantif, ;ori formal, dan midle range theory. Subtantive theory is
developed for a specific area of social concern, such as deliquent gangs,
strikes, diforce, or as relation. Formal theory is cleveloped for a broad
conceptual area in general theory, such as deviance; socialization, or
power. Midle range theory are slightly more abstract than empirical
generalization or specific hypotheses. Midle range theories can be formal
or subtantive. Midle range theory is princippally used in sociology to
guide empirical inquiry.
Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji
melalui pengumpulan data adalah teori subtantif, karena teori ini lebih
fokus berlaku untuk obyek yang akan diteliti.

C. KEGUNAAN TEORI DALAM PENELITIAN


Cooper and Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori
dalam penelitian adalah:
1. Theory narrows the range offact we need to study
2. Theory suggest which research approaches are likely to yield the
greatest meaning
3. Theory suggest a system for the research to impose on data i n order to
classify them in the most meaningful way
4. Theory summarizes what is known about object of study and states the
uniformities that lie beyond immediate observation
5. Theory can be used to predict further fact that should befound.
Wiliam Wiersma (1986) menyatakan bahwa "Basically, theory
helps provide a frame work by serving as the point of departure for
pursuit of a research problems. The theory identifies the crucial factors. It
provides a guide for systematizing and interrelating the various facets of
62
research. How ever, besides providing the systematic view of the factors
under study, the theory also may very well identify gaps, weak points, and
inconsistencies that indicate the need for additional research. Also, the
development of theory may light the way for continued research on the
phenomena under study. Another function of theory is provide one or
more generalization that can be test and used in practical applications
and further research "
Semua penelitian bersifat ilmiah, oleh karena itu semua peneliti
harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang digunakan
harus sudah jelas, karena teori di sini akan berfungsi untuk memperjelas
masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, dan
sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian. Oleh karena itu
landasan teori dalam proposal penelitian kuantitatif harus sudah jelas teori
apa yang akan dipakai.
Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori
yang pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang
lingkup, atau konstruk variabel yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua
(prediksi dan pemandu untuk menemukan fakta) adalah untuk
merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian, karena pada
dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif.
Selanjutnya fungsi teori yang ke tiga (kontrol) digunakan mencandra dan
membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya digunakan untuk
memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah.
Dalam proses penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar
1.1, terlihat bahwa untuk dapat mengajukan hipotesis penelitian, maka
peneliti harus membaca buku-buku dan hasil-hasil penelitian yang
relevan, lengkap dan mutakhir. Membaca buku adalah prinsip berfikir
deduksi dan membaca hasil penelitian adalah prinsip berfikir induksi.
Dalam landasan teori perlu dikemukakan deskripsi teori, dan kerangka
berfikir, sehingga selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen
penelitian.

D. DESKRIPSI TEORI
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis
tentang teori (dan bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan
hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Berapa
jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan/dideskripsikan, akan
tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada
jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian terdapat tiga
variabel independen dan satu dependen, maka kelompok teori yang perlu
63
dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang
berkenaan dengan tiga variabel independen dan satu dependen. Oleh
karena itu, semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin
banyak teori yang perlu dikemukakan.
Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap
variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang
lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup,
kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan
diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.
Teori-teori yang dideskripsikan dalam proposal maupun laporan
penelitian dapat digunakan sebagai indikator apakah peneliti menguasai
teori dan konteks yang diteliti atau tidak. Variabel-variabel penelitian
yang tidak dapat dijelaskan dengan baik, baik dari segi pengertian maupun
kedudukan dan hubungan antar variabel yang diteliti, menunjukkan bahwa
peneliti tidak menguasai teori dan konteks penelitian.
Untuk menguasai teori, maupun generalisasi-generalisasi dari hasil
penelitian, maka peneliti harus rajin membaca. Orang harus membaca dan
membaca, dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar ia dapat
menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkah berikutnya.
Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan dan
dipupuk (Sumadi Suryabrata, 1996).
Untuk dapat membaca dengan baik, maka peneliti harus
mengetahui sumber-sumber bacaan. Sumber-sumber bacaan dapat
berbentuk buku-buku teks, kamus, ensiklopedia, journal ilmiah dan hasil-
hasil penelitian. Bila peneliti tidak memiliki sumber-sumber bacaan
sendiri, maka dapat melihat di perpustakaan, baik perpustakaan lembaga
formal, maupun perpustakaan pribadi.
Sumber bacaan yang baik harus memenuhi tiga kriteria, yaitu
relevansi, kelengkapan, dan kemutakhiran (kecuali penelitian sejarah,
penelitian ini justru menggunakan sumber-sumber bacaan lama).
Relevansi berkenaan dengan kecocokan antara variabel yang diteliti
dengan teori yang dikemukakan, kelengkapan berkenaan dengan
banyaknya sumber yang dibaca, kemutakhiran berkenaan dengan dimensi
waktu. Makin baru sumber yang digunakan, maka akan semakin mutakhir
teori.
Hasil penelitian yang relevan bukan berarti sama dengan yang
akan diteliti, tetapi masih dalam lingkup yang sama. Secara teknis, hasil
penelitian yang relevan dengan apa yang akan diteliti dapat dilihat dari:
permasalahan yang diteliti, waktu penelitian, tempat penelitian, sampel
penelitian, metode penelitian, analisis, dan kesimpulan. Misalnya peneliti
64
yang terdahulu, melakukan penelitian tentang tingkat penjualan jenis
kendaraan bermotor di Jawa Timur, dan peneliti berikutnya meneliti di
Jawa Barat. Jadi hanya berbeda lokasi saja. Peneliti yang kedua ini dapat
menggunakan referensi hasil penelitian yang pertama.
Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian teori
adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedia, journal
ilmiah, laporan penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi) yang sebanyak-
banyaknya dan yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap
variabel yang akan diteliti. (Untuk referensi yang berbentuk laporan
penelitian, lihat judul penelitian, permasalahan, teori yang digunakan,
tempat penelitian, sampel sumber data, teknik pengumpulan data,
analisis, kesimpulan dan saran yang diberikan).
4. Cari definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber
bacaan, bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dan
pilih definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
5. Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variabel yang akan
diteliti, lakukan analisa, renungkan, dan buatlah rumusan dengan
bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca.
6. Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber ke
dalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan
yang dikutip atau yang digunakan sebagai landasan untuk
mendeskripsikan teori harus dicantumkan.

E. KERANGKA BERFIKIR
Uma Sekaran dalam bukunya Business Research (1992)
mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting.
Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis
pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu
dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam
penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu
dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian.
Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam
bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan
paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir.

65
Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan
apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih.
Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara
mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan
deskripsi teoritis untuk masing-masing variabel, juga argumentasi
terhadap variasi besaran variabel yang diteliti (Sapto Haryoko, 1999).
Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih,
biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun
hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian
yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan
kerangka berfikir. Langkah-langkah dalam menyusun kerangka pemikiran
yang selanjutnya membuahkan hipotesis ditunjukkan pada gambar 3.1.
Seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar
bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan
hipotesis. Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara
terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan. (Suriasumantri,
1986). Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan
sesama ilmuwan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun
suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa
hipotesis. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan
antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut,
selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan
sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang
hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan
hipotesis.

66
Gambar 3.1. Proses penyusunan kerangka berfikir untuk
merumuskan hipotesis

67
Berdasarkan gambar 3.1 tersebut dapat diberi penjelasan sebagai
berikut:
1) Menetapkan variabel yang diteliti.
Untuk menentukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam
menyusun kerangka berfikir untuk pengajuan hipotesis, maka harus
ditetapkan terlebih dulu variabel penelitiannya. Berapa jumlah variabel
yang diteliti, dan apakah nama setiap variabel, merupakan titik tolak untuk
menentukan teori yang akan dikemukakan.
2) Membaca Buku dan Hasil Penelitian (HP)
Setelah variabel ditentukan, maka langkah berikutnya adalah membaca
buku-buku dan hasil penelitian yang relevan. Buku-buku yang dibaca
dapat berbentuk buku teks, ensiklopedia, dan kamus. Hasil penelitian yang
dapat dibaca adalah, laporan penelitian, journal ilmiah, Skripsi, Tesis, dan
Disertasi.
3) Deskripsi Teori dan Hasil Penelitian (HP)
Dari buku dan hasil penelitian yang dibaca akan dapat dikemukakan teori-
teori yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Seperti telah
dikemukakan, deskripsi teori berisi tentang, definisi terhadap masing-
masing variabel yang diteliti, uraian rinci tentang ruang lingkup setiap
variabel, dan kedudukan antara variabel satu dengan yang lain dalam
konteks penelitian itu.
4) Analisis Kritis terhadap Teori dan Hasil Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis secara kritis terhadap teori-teori
dan hasil penelitian yang telah dikemukakan. Dalam analisis ini peneliti
akan mengkaji apakah teori-teori dan hasil penelitian yang telah
ditetapkan itu betul-betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak,
karena sering terjadi teori-teori yang berasal dari luar tidak sesuai untuk
penelitian di dalam negeri.
5) Analisis Komparatif Terhadap Teori dan Hasil Penelitian
Analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori
satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian
yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan
antara teori satu dengan teori yang lain, atau mereduksi bila dipandang
terlalu luas.
6) Sintesa kesimpulan
Melalui analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil
penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, selanjutnya
peneliti dapat melakukan sintesa atau kesimpulan sementara. Perpaduan
sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan

68
kerangka berfikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan
hipotesis.
7) Kerangka Berfikir
Setelah sintesa atau kesimpulan sementara dapat dirumuskan maka
selanjutnya disusun kerangka berfikir. Kerangka berfikir yang dihasilkan
dapat berupa kerangka berfikir yang assosiatif/hubungan maupun
komparatif/perbandingan. Kerangka berfikir assosiatif dapat
menggunakan kalimat: jika begini maka akan begitu; jika komitmen kerja
tinggi, maka produktivitas lembaga akan tinggi pula atau jika
pengawasan dilakukan dengan baik (positif), maka kebocoran anggaran
akan berkurang (negatif).
8) Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis. Bila
kerangka berfikir berbunyi "jika komitmen kerja tinggi, maka
produktivitas lembaga akan tinggi", maka hipotesisnya berbunyi "ada
hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen kerja dengan
produktivitas kerja" Bila kerangka berfikir berbunyi "Karena lembaga A
menggunakan teknologi tinggi, maka produktivitas kerjanya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan lembaga B yang teknologi kerjanya rendah,"
maka hipotesisnya berbunyi "Terdapat perbedaan produktivitas kerja yang
signifikan antara lembaga A dan B, atau produktivitas kerja lembaga A
lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga B".
Selanjutnya Uma Sekaran (1992) mengemukakan bahwa kerangka
berfikir yang baik, memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Variabel-variabel yang akan diteliti harus dijelaskan.
2. Diskusi dalam kerangka berfikir harus dapat menunjukkan dan
menjelaskan pertautan/hubungan antar variabel yang diteliti, dan ada
teori yang mendasari.
3. Diskusi juga harus dapat menunjukkan dan menjelaskan apakah
hubungan antar variabel itu positif atau negatif, berbentuk simetris,
kausal atau interaktif (timbal balik).
4. Kerangka berfikir tersebut selanjutnya perlu dinyatakan dalam bentuk
diagram (paradigma penelitian), sehingga pihak lain dapat memahami
kerangka pikir yang dikemukakan dalam penelitian.

F. HIPOTESIS DAN MANFAATNYA


Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam
penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka
berfikir. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap penelitian harus

69
merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat ekploratif dan deskriptif
sering tidak perlu merumuskan hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi
hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Menurut Kerlinger, hipotesis adalah pernyataan terkaan terhadap
suatu hubungan dua atau lebih variabel.
Dalam webster's New International Dictionary of English
Language, hipotesis didefinisikan sebagai sebuah proposisi, kondisi atau
prinsip yang diduga - yang mungkin tidak benar-benar diyakini - untuk
menarik suatu konsekuensi logis dan dengannya diaplikasikan suatu
metode untuk menguji kesesuainnya terhadap fakta.
Black dan Champion mendefinisikan hipotesis sebagai pernyataan
sementara tentang sesuatu hal yang mana kebenarannya belum diketahui.
Menurut Bailey, hipotesis adalah suatu proposisi yang dinyatakan
dalam bentuk yang dapat diuji dan memperkirakan hubungan antara dua
atau lebih variabel. Dengan kata lain, jika seseorang berpendapat bahwa
ada hubungan antara dua atau lebih variabel, maka orang tersebut pertama
kali menyatakannya sebagai hipotesis dan kemudian menguji hipotesis
tersebut.
Grinnell dan Stothers mengungkapkan bahwa hipotesis dinyatakan
sedemikian rupa sehingga bisa jadi dapat terbukti kebenarannya atau
sebaliknya melalui data yang valid dan terukur.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hipotesis adalah penjelasan
atau pernyataan yang disarankan tentang suatu fenomena, atau suatu
usulan penjelasan yang beralasan tentang kemungkinan adanya hubungan
antar fenomena. Dengan demikian, dari definisi-definis di atas, satu hal
yang dapat ditarik dari pengertian hipotesis adalah bahwa hipotesis
merupakan proposisi sementara, kebenarannya belum diketahui dan dalam
banyak kasus menunjukkan suatu hubungan antara dua atau lebih variabel.
Hipotesis dapat berbentuk model matematika, yaitu suatu bahasa
matematika yang menggambarkan sebuah sistem, ataupun berbentuk
pernyataan yang menjelaskan atau menyatakan suatu dugaan terhadap
suatu hubungan antar variabel.
Hipotesis dapat bermanfaat dalam hal:
a. Penyusunan hipotesis membuat studi atau penelitian lebih fokus.
70
b. Hipotesis mengarahkan secara lebih spesifik terhadap permasalahan
penelitian yang diselidiki.
c. Hipotesis dapat memberikan arahan tentang data apa yang harus
dikumpulkan dan data apa yang tidak perlu dikumpulkan, sehingga
sekali lagi akan memberikan manfaat agar peneliti fokus terhadap
studinya.
d. Karena studi atau penelitiannya fokus, penyusunan hipotesis
meningkatkan obyektifitas penelitian.
e. Adanya hipotesis memungkinkan seseorang untuk menambahkan suatu
rumusan teori.
f. Adanya hipotesis memungkinkan seseorang menyimpulkan secara
spesifik tentang apa yang benar dan apa yang salah.
William Glenn (1994) menyatakan bahwa keberhasilan suatu
hipotesis atau manfaatnya terhadap ilmu pengetahuan bukan terletak pada
diterimanya kebenarannya, atau karena kekuatannya untuk menggantikan,
menguatkan atau mengurangi ide dari pendahulu, namun lebih pada
perannya dan kemampuannya dalam menstimulasi atau merangsang
penelitian yang hendak menjelaskan suatu dugaan, perkiraan dan suatu
bentuk kesamaran dan ketidakjelasan.
Setiap hipotesis yang baik dan bermanfaat selalu dapat memper-
kirakan sesuatu secara logis dan ilmiah. Hipotesis dapat memperkirakan
suatu dampak dan hasil dari penelitian baik secara eksperimental di
laboratorium, observasi maupun secara alami. Suatu perkiraan atau
prediksi secara statistika dapat berupa suatu kemungkinan-kemungkinan.
Jika dampak atau hasil penelitian belum diketahui, itulah yang disebut
sebagai hipotesis. Namun bila dampak atau hasil penelitian sudah dapat
diketahui, maka hal tersebut disebut sebagai konsekuen. Jika suatu
prediksi atau hipotesis tidak dapat dibuktikan baik melalui pekerjaan
eksperimen (di laboratorium atau di lapangan) maupun observasi dan
metode-metode yang lainnya, maka hipotesis tersebut menjadi tidak
berguna terhadap suatu metode, dan harus menunggu hingga terdapat
metode atau peralatan yang mampu membuktikan dan menguji hipotesis
tersebut, atau bahkan mungkin merevisi hipotesis tersebut. Sebagai
contoh, jika sebuah hipotesis memerlukan peralatan dan teknologi terkini
untuk pengujiannya, maka hipotesis tersebut hanya dapat diuji jika telah
tersedia peralatan dan teknologi tersebut.
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak
dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis.

71
Selanjutnya hipotesis, tersebut akan diuji oleh peneliti dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif.
Dalam hal ini perlu dibedakan pengertian hipotesis penelitian dan
hipotesis statistik. Pengertian hipotesis penelitian seperti telah
dikemukakan di atas. Selanjutnya hipotesis statistik itu ada, bila penelitian
bekerja dengan sampel. Jika penelitian tidak menggunakan sampel,
maka tidak ada hipotesis statistik.
Dalam suatu penelitian, dapat terjadi ada hipotesis penelitian,
tetapi tidak ada hipotesis statistik. Penelitian yang dilakukan pada seluruh
populasi mungkin akan terdapat hipotesis penelitian tetapi tidak akan ada
hipotesis statistik. Ingat bahwa hipotesis itu berupa jawaban sementara
terhadap rumusan masalah dan hipotesis yang akan diuji ini dinamakan
hipotesis kerja. Sebagai lawannya adalah hipotesis nol (nihil). Hipotesis
kerja disusun berdasarkan atas teori yang dipandang handal, sedangkan
hipotesis nol dirumuskan karena teori yang digunakan masih diragukan
kehandalannya.
Untuk lebih mudahnya membedakan antara hipotesis penelitian
dan hipotesis statistik, maka dapat dipahami melalui gambar 3.2 berikut:
Contoh Hipotesis Penelitiannya:
1. Kemampuan daya beli masyarakat (dalam populasi) itu rendah
(hipotesis deskriptif).
2. Tidak terdapat perbedaan kemampuan daya beli antara kelompok
masyarakat Petani dan Nelayan (dalam Populasi itu/hipotesis komparatif).
3. Ada hubungan positif antara penghasilan dengan kemampuan daya
beli masyarakat (dalam populasi itu/hipotesis assosiatif).

Gambar 3.2 Penelitian Populasi

Pada gambar 3.2 di atas yang diteliti adalah populasi, sehingga


hipotesis statistiknya tidak ada. Yang ada hanya hipotesis penelitian.
Dalam pembuktiannya tidak ada istilah "signifikansi" (taraf kesalahan atau
taraf kepercayaan).

72
Selanjutnya perhatikan pula gambar 3.3 berikut, yaitu penelitian yang
menggunakan sampel. Pada penelitian ini untuk mengetahui keadaan
populasi, sumber datanya menggunakan sampel yang diambil dari
populasi tersebut. Jadi yang dipelajari adalah data sampel. Dugaan apakah
data sampel itu dapat diberlakukan ke populasi, dinamakan hipotesis
statistik.
Pada gambar 3.3 di atas terdapat hipotesis penelitian dan hipotesis
statistik. Hipotesis statistik diperlukan untuk menguji apakah hipotesis
penelitian yang hanya diuji dengan data sampel itu dapat diberlakukan
untuk populasi atau tidak. Dalam pembuktian ini akan muncul istilah
signifikansi, atau taraf kesalahan atau kepercayaan dari pengujian.
Signifikan artinya hipotesis penelitian yang telah terbukti pada sampel itu
(baik deskriptif, komparatif, maupun assosiatif) dapat diberlakukan ke
populasi.
Contoh hipotesis penelitian yang mengandung hipotesis statistik:
1. Ada perbedaan yang signifikan antara penghasilan rata-rata masyarakat
dalam sampel dengan populasi. Penghasilan masyarakat itu paling
tinggi hanya Rp. 500.000/bulan (hipotesis deskriptif).
2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara penghasilan petani dan
nelayan (hipotesis komparatif).
3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara curah hujan dengan
jumlah payung yang terjual (hipotesis assosiatif/hubungan). Ada
hubungan positif artinya, bila curah hujan tinggi, maka akan semakin
banyak payung yang terjual.

Gambar 3.3 Penelitian bekerja dengan data sampel


73
Terdapat dua macam hipotesis penelitian yaitu hipotesis kerja dan
hipotesis nol. Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif dan
hipotesis nol dinyatakan dalam kalimat negatif.
Dalam statistik juga terdapat dua macam hipotesis yaitu hipotesis
kerja dan hipotesis alternatif (hipotesis alternatif tidak sama dengan
hipotesis kerja). Dalam kegiatan penelitian, yang diuji terlebih dulu adalah
hipotesis penelitian terutama pada hipotesis kerjanya. Bila penelitian akan
membuktikan apakah hasil pengujian hipotesis itu signifikansi atau tidak,
maka diperlukan hipotesis statistik. Teknik statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis ini adalah statistik inferensial. Statistik yang bekerja
dengan data populasi adalah statistik deskriptif.
Dalam hipotesis statistik, yang diuji adalah hipotesis nol, hipotesis
yang menyatakan tidak ada perbedaan antara data sampel, dan data
populasi. Yang diuji hipotesis nol karena peneliti tidak berharap ada
perbedaan antara sampel dan populasi atau statistik dan parameter.
Parameter adalah ukuran-ukuran yang berkenaan dengan populasi, dan
statistik di sini diartikan sebagai ukuran-ukuran yang berkenaan dengan
sampel.

G. BENTUK-BENTUK HIPOTESIS
Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan
masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk
rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu: rumusan masalah deskriptif
(variabel mandiri), komparatif (perbandingan) dan assosiatif (hubungan).
Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu
hipotesis deskriptif, komparatif dan assosiatif/hubungan.
Hipotesis deskriptif, adalah jawaban sementara terhadap rumusan
masalah deskriptif; hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara
terhadap masalah komparatif, dan hipotesis assosiatif adalah merupakan
jawaban sementara terhadap masalah assosiatif/hubungan. Pada butir 2
berikut nanti diberikan contoh judul penelitian, rumusan masalah, dan
rumusan hipotesis. Rumusan hipotesis deskriptif, lebih didasarkan pada
pengamatan pendahuluan terhadap obyek yang diteliti.

1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan jawaban sementara terhadap
masalah deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variabel mandiri.
Contoh:
a) Rumusan Masalah Deskriptif
1) Berapa daya tahan lampu pijar merk X?
74
2) Seberapa tinggi semangat kerja karyawan di PT. Y?
b) Hipotesis Deskriptif
Daya tahan lampu pijar merk X = 600 jam (Ho). Ini merupakan
hipotesis nol, karena daya tahan lampu yang ada pada sampel
diharapkan tidak berbeda secara signifikan dengan daya tahan lampu
yang ada pada populasi.
Hipotesis alternatifnya adalah: Daya tahan lampu pijar merk X * 600
jam. "Tidak sama dengan" ini bisa berarti lebih besar atau lebih kecil
dari 600 jam.
c) Hipotesis Statistik (hanya ada bila berdasarkan data sampel)
Ho : µ = 600
Ha : µ ≠ 600
µ :Adalah nilai rata-rata populasi yang dihipotesiskan atau
ditaksir melalui sampel
Untuk rumusan masalah no. 2) hipotesis nolnya bisa berbentuk demikian.
a) Semangat kerja karyawan di PT X = 75% dari kriteria ideal yang
ditetapkan.
b) Semangat kerja karyawan di PT X paling sedikit 60% dari kriteria ideal
yang ditetapkan (paling sedikit itu berarti lebih besar atau sama dengan
≥)
c) Semangat kerja karyawan di PT X paling banyak 60% dari kriteria
ideal yang ditetapkan (paling banyak itu berarti lebih kecil atau sama
dengan ≤).
Dalam kenyataan hipotesis yang diajukan salah satu saja, dan
hipotesis mana yang dipilih tergantung pada teori dan pengamatan
pendahuluan yang dilakukan pada obyek. Hipotesis alternatifnya masing-
masing adalah:
a) Semangat kerja karyawan di PT X ≠ 75%
b) Semangat kerja karyawan di PT X < 75%
c) Semangat kerja karyawan di PT X > 75%
Hipotesis statistik adalah (hanya ada bila berdasarkan data sampel)
a) Ho: ρ = 75%
Ha: ρ ≠75%
b) Ho: ρ ≥ 75%
Ha: ρ <75%
c) Ho: ρ ≤ 75%
Ha: ρ ˃75%
ρ = hipotesis berbentuk prosentase

75
Teknik statistik yang digunakan untuk menguji ketiga hipotesis
tersebut tidak sama. Cara-cara pengujian hipotesis akan diberikan pada
bab tersendiri, yaitu pada bab analisis data.

2. Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi
populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu terjadi pada
waktu yang berbeda.
Contoh:
a. Rumusan Masalah Komparatif
Bagaimanakah produktivitas kerja karyawan PT X bila dibandingkan
dengan PT Y?
b. Hipotesis komparatif
Berdasarkan rumusan masalah komparatif tersebut dapat dikemukakan
tiga model hipotesis nol dan alternatif sebagai berikut:
Hipotesis Nol:
1) Ho : Tidak terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan di
PT X dan PT Y; atau terdapat persamaan produktivitas kerja antara
karyawan PT X dan Y, atau
2) Ho : Produktivitas karyawan PT X lebih besar atau sama dengan (>) PT
Y ("lebih besar atau sama dengan" = paling sedikit).
3) Ho : Produktivitas karyawan PT X lebih kecil atau sama dengan (<) PT
Y ("lebih kecil atau sama dengan" = paling besar).
Hipotesis Alternatif:
1) Ha : Produktivitas kerja karyawan PT X lebih besar (atau lebih
kecil)dari karyawan PT Y.
2) Ha : Produktivitas karyawan PT X lebih kecil dari pada (<) PT Y.
3) Ha : Produktivitas karyawan PT X lebih besar daripada (>) PT Y.

c. Hipotesis Statistik dapat dirumuskan sebagai berikut:


1) Ho: µ1 = µ2
Ha: µ1 ≠ µ2
2) Ho: µ1 ≥ µ2
Ha: µ1 < µ2
3) Ho: µ1 ≤ µ2
Ha: µ1 ˃ µ2
µ1 = rata-rata (populasi) produktivitas karyawan PT. X
µ2 = rata-rata (populasi) produktivitas karyawan PT. Y

76
3. Hipotesis Assosiatif
Hipotesis assosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan
masalah assosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel
atau lebih.
Contoh:
1. Rumusan Masalah Assosiatif
Adakah hubungan yang signifikan antara tinggi badan pelayan toko
dengan barang yang terjual.
2. Hipotesis Penelitian:
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tinggi badan
pelayan toko dengan barang yang terjual.
3. Hipotesis Statistik
Ho: ρ = 0, 0 berarti tidak ada hubungan.
Ha: ρ ≠ 0, "tidak sama dengan nol" berarti lebih besar atau kurang (-)
dari nol berarti ada hubungan,
ρ = nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan.

H. PARADIGMA PENELITIAN, RUMUSAN MASALAH DAN


HIPOTESIS.
Pada bab dua telah disampaikan paradigma penelitian. Dengan
paradigma penelitian itu, peneliti dapat menggunakan sebagai panduan
untuk merumuskan masalah, dan hipotesis penelitiannya, yang
selanjutnya dapat digunakan untuk panduan dalam pengumpulan data dan
analisis.
Pada setiap paradigma penelitian minimal terdapat satu rumusan
masalah penelitian, yaitu masalah deskriptif. Berikut ini contoh judul
penelitian, paradigma, rumusan masalah dan hipotesis penelitian.
1. Judul Penelitian:
Hubungan antara gaya kepemimpinan manager perusahaan
dengan prestasi keija karyawan, (gaya kepemimpinan adalah
variabel independen (X) dan prestasi kerja adalah variabel
dependen (Y)).
2. Paradigma penelitiannya adalah:

3. Rumusan Masalah
a) Seberapa baik gaya kepemimpinan manajer yang ditampilkan?
(bagaimana X?)
77
b) Seberapa baik prestasi kerja karyawan? (Bagaimana Y).
c) Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya
kepemimpinan manajer dengan prestasi kerja karyawan? (adakah
hubungan antara X dan Y?). Butir ini merupakan masalah assosiatif.
d) Bila sampel penelitiannya golongan I, II dan III, maka rumusan
masalah komparatifnya adalah:
1) Adakah perbedaan persepsi antara karyawan Golongan I, II dan III
tentang gaya kepemimpinan manajer?
2) Adakah perbedaan persepsi antara pegawai Gol I, II dan III tentang
prestasi kerja karyawan.
4. Rumusan Hipotesis Penelitian
a) Gaya kepemimpinan yang ditampilkan manajer (X) ditampilkan kurang
baik, dan nilainya paling tinggi 60% dari kriteria yang diharapkan.
b) Prestasi kerja karyawan (Y) kurang memuaskan, dan nilainya paling
tinggi 65.
c) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya
kepemimpinan manajer dengan prestasi kerja karyawan, artinya makin
baik kepemimpinan manajer, maka akan semakin baik prestasi kerja
karyawan.
d) Terdapat perbedaan persepsi tentang gaya kepemimpinan antara Gol, I,
II dan III.
e) Terdapat perbedaan persepsi tentang prestasi kerja antara Gol, I, II dan
III.
Untuk bisa diuji dengan statistik, maka data yang akan didapatkan
harus diangkakan. Untuk bisa diangkakan, maka diperlukan instrumen
yang memiliki skala pengukuran. Untuk judul di atas ada dua instrumen,
yaitu instrumen gaya kepemimpinan dan prestasi kerja pegawai.
Untuk judul penelitian yang berisi dua independen variabel atau
lebih, rumusan masalah penelitiannya akan lebih banyak, demikian juga
rumusan hipotesisnya (lihat bagian paradigma penelitian) dan di bagian
analisis data.

Karakteristik Hipotesis Yang Baik


a. Merupakan dugaan terhadap keadaan variabel mandiri, perbandingan
keadaan variabel pada berbagai sampel, dan merupakan dugaan
tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. (Pada umumnya
hipotesis deskriptif tidak dirumuskan)
b. Dinyatakan dalam kalimat yang jelas, sehingga tidak menimbulkan
berbagai penafsiran.

78
c. Dapat diuji dengan data yang dikumpulkan dengan metode-metode
ilmiah.

I. RANGKUMAN
1. Langkah kedua dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari
teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian
yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan
penelitian (Sumadi Suryabrata, 1990). Landasan teori ini perlu
ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan
bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error). Adanya landasan
teoritis ini merupakan ciri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data.
2. Kerlinger (1978) mengemukakan bahwa Theory is a set of interrelated
construct (concepts), definitions, and proposition that present a
systematic view of phenomena by specifying relations among
variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.
Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi
yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui
spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena.
3. Teori dibedakan menjadi tiga yaitu teori subtantif, ;ori formal, dan
midle range theory. Subtantive theory is developed for a specific area
of social concern, such as deliquent gangs, strikes, diforce, or as
relation. Formal theory is cleveloped for a broad conceptual area in
general theory, such as deviance; socialization, or power. Midle range
theory are slightly more abstract than empirical generalization or
specific hypotheses. Midle range theories can be formal or subtantive.
Midle range theory is princippally used in sociology to guide empirical
inquiry.
4. Teori yang digunakan untuk perumusan hipotesis yang akan diuji
melalui pengumpulan data adalah teori subtantif, karena teori ini lebih
fokus berlaku untuk obyek yang akan diteliti.
5. Cooper and Schindler (2003), menyatakan bahwa kegunaan teori
dalam penelitian adalah:
a. Theory narrows the range offact we need to study
b. Theory suggest which research approaches are likely to yield the
greatest meaning
c. Theory suggest a system for the research to impose on data i n order to
classify them in the most meaningful way

79
d. Theory summarizes what is known about object of study and states the
uniformities that lie beyond immediate observation
e. Theory can be used to predict further fact that should befound.
6. Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis
tentang teori (dan bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku)
dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti.
Berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan/
dideskripsikan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara
teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti.
7. Kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel
yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan
teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis
secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang
hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan
variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.
8. Proses penyusunan kerangka berfikir untuk merumuskan hipotesis
adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan variabel yang diteliti
b. Membaca Buku dan Hasil Penelitian (HP)
c. Deskripsi Teori dan Hasil Penelitian (HP
d. Analisis Kritis terhadap Teori dan Hasil Penelitian
e. Analisis Komparatif Terhadap Teori dan Hasil Penelitian
f. Sintesa kesimpulan
g. Kerangka Berfikir
h. Hipotesis
9. Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam
penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka
berfikir.
10. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
11. Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak
dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan
hipotesis. Selanjutnya hipotesis, tersebut akan diuji oleh peneliti
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
12. Terdapat dua macam hipotesis penelitian yaitu hipotesis kerja
dan hipotesis nol. Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif
dan hipotesis nol dinyatakan dalam kalimat negatif.

80
13. Dalam statistik juga terdapat dua macam hipotesis yaitu hipotesis
kerja dan hipotesis alternatif (hipotesis alternatif tidak sama dengan
hipotesis kerja). Dalam kegiatan penelitian, yang diuji terlebih dulu
adalah hipotesis penelitian terutama pada hipotesis kerjanya. Bila
penelitian akan membuktikan apakah hasil pengujian hipotesis itu
signifikansi atau tidak, maka diperlukan hipotesis statistik. Teknik
statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis ini adalah statistik
inferensial.
14. Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan
masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka
bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu: rumusan masalah
deskriptif (variabel mandiri), komparatif (perbandingan) dan assosiatif
(hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada
tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif dan assosiatif/hubungan.

J. TES FORMATIF
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teori dan untuk apa teori itu
dalam peneltiian.
2. Sebutkan tiga macam teori dan jelaskan teori yang digunakan untuk
perumusan hipotesis.
3. Apa yang dimaksud dengan deskripsi teori dan berapa jumlah
kelompok teori yang dideskripsikan?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kerangka berpikir.
5. Jelaskan proses penyusunan kerangka berpikir untuk merumuskan
hipotesis.
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hipotesis dan manfaatnya.
7. Jelaskan tentang hipotesis deskriptif dan berikan contoh rumusan
masalahnya, hipotesis penelitiannya dan hipotesis statistiknya.
8. Jelaskan tentang hipotesis komparatif dan berikan contoh rumusan
masalahnya, hipotesis penelitiannya dan hipotesis statistiknya.
9. Jelaskan tentang hipotesis assosiatif dan berikan contoh rumusan
masalahnya, hipotesis penelitiannya dan hipotesis statistiknya.
10. Buat paradigma, rumusan masalah dan hipotesis untuk suatu
penelitian assosiatif yang sederhana.

Menjawab tes formatif dibawah 80%, mahasiswa dianjurkan untuk


membaca kembali materi bab III. Bila mencapai minimal 80 % akan
memudahkan mempelajari materi bab IV tentang populasi dan sampel
yang menjadi bagian dari pembahasan komponen proses penelitian
berikutnya yaitu pengumpulan data.
81
BAB IV
POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dan sampel adalah pembahasan sehubungan dengan


komponen pengumpulan data dalam proses penelitian kuantitatif. Tujuan
mempelajari bagian ini adalah agar mahasiswa dapat memahami tentang
populasi dan sampel penelitian, macam-macam teknik sampling dan cara
mentukan besarnya sampel.

A. PENGANTAR
Salah satu prinsip mendasar yang harus memperoleh perhatian
dalam penelitian kuantitatif khususnya adalah populasi dan sampel. Suatu
penelitian yang berhasil dengan baik dan dapat mengoptimalkan manfaat
sebagaimana diharapkan, adalah penelitian yang memperoleh data
berkualitas. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai
data yang kita peroleh itu data sampah. Yuyun Suryasumantri (1990)
mengemukakan hendaknya data yang dihimpun tidak "data sampah" 1,
sebab jika menggunakan data yang seperti ini, maka kesimpulannyapun
kemungkinan akan menjadi kesimpulan sampah, sebagaimana
diakronimkan (GIGO = garbage in garbage out). Kalau data sampah yang
diolah tentu saja simpulannyapun akan berbunyi sampah.
Kesalahan dalam penetapan populasi tentu saja akan membawa
permasalahan yang serius, di mana data yang kelak diperoleh akan
menjadi sia-sia. Penetapan pupulasi yang tepat telah menjadi langkah yang
baik, meski demikian harus diikuti penetapan sampel yang tepat pula baik
dari teknik penetapan sampel maupun jumlah sampelnya. Untuk itu,
peneliti harus memahami dan mengimplementasikan teknik sampling yang
tepat dan proses yang benar. Oleh sebab itu, pembicaraan mengenai
populasi dan sampel sangatlah penting.

B. POPULASI
Populasi adalah obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi
juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah
yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Menurut
Nazir (2003), populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas
serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.

82
Misalnya Hizkia akan melakukan penelitian di Organisasi ABC,
maka Organisasi ABC ini merupakan populasi. Selanjurnya organisasi
ABC mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain, maka
dalam hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi
Organisasi ABC juga mempunyai karakteristik orang-orangnya, misalnya
motivasi kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain-lain;
dan juga mempunyai karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan,
prosedur keija, tata ruang, produk yang dihasilkan dan lain-lain. Maka
yang terakhir berarti populasi dalam arti karakteristik.
Berbagai pengertian populasi lain antara lain dikemukakan
Singarimbun dan Effendi (1998) yang mengemukakan bahwa populasi
adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga.
Sedangkan menurut Sugiyono (2003:80), populasi yaitu wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas
atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari,
dan kemudian ditarik kesimpulanya. Berdasarkan berbagai konsep di atas,
disimpulkan bahwa populasi adalah obyek atau subyek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.
Suatu populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan populasi
finit (Nazir, 2003) dalam hal ini populasi dimaksud memiliki jumlah yang
pasti, sementara jika jumlah individu tidak dapat dihitung dan jumlahnya
tidak terhingga dinamakan populasi infinit. Jumlah pegawai organisasi
ABC adalah populasi finit, karena dapat diketahui jumlahnya secara pasti,
sedangkan jumlah turis mancanegara di DKI Jakarta adalah populasi
infinit, karena jumlah turis di DKI Jakarta tidak dapat dipastikan berapa
jumlahnya, mengingat turis berubah-ubah setiap saat.
Berbagai informasi dari populasi dapat dikumpulkan dengan dua
cara yaitu informasi dihitung dari setiap populasi atau dinamakan dengan
complete enumeretion. Dapat juga dilakukan hanya pada bagian unit
populasi saja. Dalam hal ini informasi hanya dihimpun dari sampel yang
diyakini dapat merepresentasikan populasi. Teknik ini dinamakan dengan
sample enumeretion. Agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dalam
penelitian sampel kepada populasi, maka persyaratan utama yang harus
diperhatikan adalah bahwa sampel yang ditetapkan dapat
merepresentasikan populasi.
Meskipun secara umum populasi umumnya dimaknai sekumpulan
individu atau objek, akan tetapi satu orangpun dapat digunakan sebagai
populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai macam karakteristik,
misalnya jika ingin meneliti seorang manajer Hizkia, maka dapat diteliti:
83
gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan
berbagai variabel lainnya. Dalam hal ini, jika ingin melakukan penelitian
tantang kepemimpinan Manajer Hizkia, maka kepemimpinan itu
merupakan sampel dari semua karakteristik yang dimiliki oleh Hizkia.

C. SAMPEL
Penelitian dengan populasi yang besar terkadang sulit dilakukan jika
meneliti keseluruhan populasi, apalagi sebaran populasi tersebut dilihat
dari letak geografinya juga berbeda jauh satu dengan lainnya. Dalam
kondisi seperti ini, tentu saja dalam penelitian kuantitatif dapat dilakukan
dengan meneliti sebagian saja dari populasi sebagai sampel sehingga
dapat diefisiensikan biaya, tenaga, waktu dan lain-lain. Persoalannya
adalah bahwa sampel yang ditetapkan tersebut haruslah diyakini dapat
merepresentasikan populasi sehingga hasilnya dapat digeneralisasikan
terhadap populasi tersebut. Untuk itu sudah barang tentu berbagai
persyaratan harus dipenuhi melalui penetapan sampel dengan
menggunakan teknik sampling yang tepat.

Gambar 4.1 Ilustrasi Dari Target Populasi, Sampling Populasi,


Sampel dan Satuan Analisis.
Sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Menurut Malhotra (2010), sampel adalah sub
kelompok dari elemen dari populasi yang dipilih untuk berpartisipasi
dalam suatu penelitian. Selanjutnya menurut Sugiyono (1997), sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel sering
juga disebut "contoh" yaitu himpunan bagian dari suatu populasi (Gulo,
2003). Sampel haruslah dapat memberikan gambaran yang benar dari
populasi sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 4.1.

84
Mengapa penelitian harus ditetapkan secara sampel? Cooper,
Schindler (2001) mengatakan terdapat beberapa alasan untuk menetapkan
sampel terutama setidaknya karena empat alasan yakni:
1. Biaya murah.
Jika populasinya sangat besar dan terdistribusi dalam wilayah yang
sangat luas, maka sudah barang tentu penelitian akan membutuhkan
biaya yang sangat besar. Dengan penetapan sampel misalnya hanya
menggunakan 10% dari populasi, maka sesungguhnya sudah dapat
menghemat 90%.
2. Hasilnya lebih akurat
Menurut Deming dalam Cooper, Schindler (2001), bahwa kualitas
penelitian sering lebih baik dengan penetapan sampel dibandingkan
dengan sensus. Semakin banyak populasi dan dilakukan sensus, maka
memperoleh data yang valid khususnya jika dilakukan wawancara akan
memperolah data yang lebih akurat, meskipun agak memberatkan.
3. Lebih cepat mengumpulkan data
Karena tidak melakukan sensus, maka pengumpulan data akan lebih
cepat dilaksanakan.
4. Ketersediaan unsur populasi
Keuntungan sampling dibandingkan sensus sangatlah besar jika
populasi penelitian tinggi. Kondisi yang sesuai untuk pelaksanaan
sensus adalah (1) baik dilaksanakan ketika populasi kecil dan (2) di-
perlukan bila unsur-unsur yang sangat berbeda satu sama lain atau
terdapat heterogenitas populasi sehingga perbedaan-perbedaan yang
ada harus menjadi perhatian. Ketika populasi kecil, masih menggu-
nakan sampling maka kemungkinan sampel yang ditetapkan tidak akan
mewakili populasi yang kecil tersebut, sehingga harapan memperoleh
nilai-nilai yang dihasilkan dari sampel tidak dapat dilakukan untuk
mengestimasikan nilai populasi. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya
dilakukan sensus.
Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan data, tenaga
dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi
harus betul-betul representatif (mewakili). Selanjutnya, jika sampel itu
tidak representatif, ibarat orang tunanetra diminta mengobservasi dan
menyimpulkan karakteristik gajah, satu orang memegang telinga gajah,
maka ia menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang
badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu
85
orang lagi memegang ekornya, maka ia menyimpulkan gajah itu kecil,
bulat seperti seutas tali. Begitulah kalau sampel yang diambil tidak
representatif, maka ibarat 3 orang tunanetra itu yang membuat kesimpulan
salah tentang gajah, karena tidak mengobservasi secara menyeluruh. Oleh
karenanya jika seorang tunanetra tadi yang diminta mendeskripsikan gajah
maka ia harus diberikan arahan agar mengobservasi gajah dari berbagai
dimensi, sehingga dapat memberikan kesimpulan yang tepat tentang gajah.
Terkait dengan hal itu, terdapat berbagai permasalahan yang harus
diperhatikan dalam penarikan sampel, diantaranya cara penarikan sampel
dan ukuran besar sampel (Gulo: 2002). Penarikan sampel tentu saja
menjadi persoalan tersendiri, mengingat populasi pasti memiliki
karakteristik yang amat beragam. Demikian juga ukuran sampel akan
menjadi perhatian tersendiri yakni berapakah sampel yang baik? Jawaban
kedua persoalan tersebut tentu saja sangat tergantung pada sifat atau
variasi dari populasi itu sendiri, terutama pada ketersebaran anggota dalam
wilayah penelitian atau pada kategori-kategori tertentu. Dengan demikian,
sebelum menentukan teknik sampel dan besaran sampel terlebih dahulu
harus dipelajari karakteristik dan sebaran populasi.
Sampel yang baik adalah sampel yang dapat merepresentasikan
populasi, dengan kata lain sampel yang baik adalah sampel yang memiliki
aspek validitas. Adapun validitas sampel ditentukan dua hal yaitu:
ketelitian dan tingkat presisi (Wahyuni, 1994). Sementara Cooper,
Schindler (2001), mengemukakan sampel yang baik adalah sampel yang
memiliki akurasi dan presisi.
Pertama ketelitian. Sampel yang memiliki tingkat ketelitian
sangatlah dibutuhkan untuk dapat menghindari pembiasan, sampel yang
tidak membias akan memberikan keseimbangan diantara anggota sampel-
nya. Artinya apabila satu sisi terjadi overestimate, di sisi lain akan ada
yang underestimate dengan demikian akan terjadi keseimbangan diantara
anggotanya. Sampel yang membias akan terjadi systematic variance yakni
suatu penyimpangan dalam pengukuran yang akan mempengaruhi skor
secara keseluruhan. Ketika populasi heterogen maka penetapan sampel
haruslah memperhatikan seluruh elemen populasi tersebut. Hal yang
senada dengan ketelitian adalah akurasi yang dikemukakan oleh Cooper,
Schindler.
Kedua, tingkat presisi. Selain memperhatikan ketelitian dalam
penetapan sampel juga harus memperhatikan tingkat presisi. Maksudnya
adalah rendahnya tingkat kesalahan estimasi. Pada hakikatnya sampel
tidak ada yang dapat sepenuhnya (100%) dapat mewakili populasi. Nilai
statistik sampel mungkin berbeda dari nilai parameternya sebagai hasil
86
dari fluktuasi random dalam proses pengambilan sampel. Penyimpangan
seperti ini disebut error variance atau sampling error. Secara teoretik
sampling error ini hanya kesalahan karena fluktuasi random, sekalipun
tanpa disadari mungkin juga termasuk error variance. Tinggi rendahnya
tingkat presisi ditunjukkan oleh besar kecilnya Standard error of estimate
artinya semakin kecil estimasi standar error menunjukkan semakin tinggi
tingkat presisi sampel.
Apabila populasi homogen penetapan sampel tidak terlalu
persoalan, akan tetapi jika populasi heterogen maka penetapan sampel
harus dipertimbangkan dengan memperhatikan minimal dua hal (Zuriah,
2006) yaitu:
a. Harus diselidiki kategori-kategori heterogenitas. Ketika populasi
heterogen maka perlu dipahami berbagai kategori yang ada,
selanjutnya berbagai kategori tersebut hendaknya terwakili dalam
penetapan sampel.
b. Besarnya populasi dalam tiap kategori. Jumlah sampel dalam setiap
kategori juga perlu dipertimbangkan secara proporsional, kategori yang
jumlahnya besar seyogyanya sampelnya juga lebih besar.
Pertanyaan berikutnya yang sering muncul adalah berapakah
sampel yang tepat dalam suatu penelitian? Pertanyaan ini tidak memiliki
jawaban yang baku, mengingat besar tidaknya sampel, tentu saja diten-
tukan berbagai pertimbangan yang akan diperhatikan oleh peneliti.
Menurut Margono (1997) cara praktis untuk memperoleh sampel minimal
adalah dengan menggunakan rumus berikut:

Dimana: n = jumlah sampel


≥ = sama dengan atau lebih besar
p = proporsi populasi persentasi kelompok pertama q = proporsi sisa
di dalam populasi
Z½ = derajat koefisien pada 99% atau 95 %
b = persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam
menentukan ukuran sampel.
Misalnya, dalam suatu penelitian berjudul Pengaruh Motivasi
Kerja Terhadap Kineija Pegawai di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Diketahui bahwa populasi pegawai adalah 100.000 orang. Diantara
pegawai tersebut, jumlah guru ada sebesar 20.000. Dengan data seperti ini

87
dapat ditetapkan sampel penelitian dengan rumus di atas, dengan langkah
sebagai berikut;
20.000
F= x 100% = 20%, atau p= 0,2 100.000
100 .000
q = 1 - 0,2 = 0,8
Z' = 1,96 (diperoleh pada derajat konfidensi 99% atau 0,05)
b = 5% atau 0,05

Besaran tersebut dimasukkan pada rumus:


1 ,96 2
n ≥0 , 2 x 0 . 8 ( ) = 0,16(39,2)2 = 1,16 x 1,536,64 = 245,86
90 , 05
dibulatkan 246.

Jika proporsi dalam populasi yang tersedia tidak diketahui maka


variasi p dan q dapat menggunakan harga maksimum yakni 0,5 x 0,5 =
0,25. Dengan harga seperti itu maka sampel menjadi:
1 ,96 2
n ≥0 , 2 5 ( ) = 0,25(39,2)2 = 0,25 x 1.536,64 = 384,16
90 , 05
dibulatkan 384.

Selain menggunakan pendekatan seperti ini, Arikunto (1995)


berpendapat bahwa sebagai ancang- ancang jika populasi beberapa ratus
maka dapat menentukan sampel lebih kurang 25-30% dari populasi
tersebut. Jika penelitian menggunakan instrumen dan jumlah populasi
hanya 100 sampai dengan 150 direkomendasikan agar semuanya (sensus)
dijadikan sampel. Sementara kalau penelitian menggunakan teknik
wawancara (interview) atau pengamatan (observasi) jumlah populasi yang
ditetapkan menjadi sampel tersebut dapat dikurangi sesuai dengan
kemampuan peneliti.
Selanjurnya, untuk menentukan ukuran sampel minimal yang harus
ditetapkan para peneliti banyak mengacu pada Rumus Slovin yang cukup
sederhana yakni:
N
n= 2
1+ Ne

Dimana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = persentasi kelonggaran ketelitian karena kesalahan penetapan
sampel.
88
Contoh: Jika diketahui populasi suatu penelitian sebesar 250, dan tingkat
kesalahan penetapan sampel 5%, maka dapat dihitung sampel minimal
sebagai berikut:
N 250 250
n = ---------- = -------------------- = -------------------
1 + Ne2 1 + 250 x (5%)2 1 + 250x0,0025 1+

250 250
= --------- = ------ = 200
0,625 1,25

Selanjutnya apabila analisis penelitian data multivariat


menggunakan metode Structural Equation Model Hair, et.al (2006)
berpendapat bahwa pada umumnya memakai Maximum Likelihood
Estimation (MLE) jumlah sampel dalam survei berkisar antara 100 - 200
sampel. Untuk lebih memperoleh ketentuan yang pasti, jumlah sampel
dapat ditentukan dengan penetapan 5-10 sampel untuk setiap para meter
(indikator) masing-masing variabel yang diteliti. Contoh apabila peneliti
meneliti 4 variabel, terdiri dari 12 dimensi, dan 30 indikator dan sampel
per indikator ditetapkan peneliti sebesar 7, maka jumlah sampel adalah:
3 0 x 7 = 210.

D. TEKNIK SAMPLING
Sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari secara tidak sadar kita
sudah mempraktekkan teknik sampling. Misalnya ketika mau membeli
buah jeruk di pasar, terdapat sekumpulan jeruk baik dari dalam maupun
luar negeri. Sebelum memutuskan membeli buah yang mana, terlebih
dahulu mencicipi masing- masing jenis buah yang ditawarkan, sampai
pada akhirnya memutuskan membeli buah jeruk yang mana. Dalam proses
ini, mengambil beberapa contoh buah jeruk adalah penarikan sampel
jeruk, mencicipi jeruk disebut analisis sampel, sedangkan memutuskan
enak tidaknya jeruk 'adalah tugas penarikan kesimpulan pencicipan jeruk
tersebut, sehingga dapat memutuskan jeruk manakah yang akan dibeli.
Jadi, perolehan sampel yang baik akan sangat dipengaruhi oleh
teknik yang digunakan. Dalam hal ini teknik yang dipilih haruslah teknik
yang sesuai dengan karakteristik populasi yang ada. Untuk menentukan
sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang dapat
digunakan, meskipun demikian pada dasarnya teknik yang dimaksud
umumnya dibagi dua yakni teknik "probability sampling " dan "non-
89
probability sampling ". Teknik probability sampling adalah derajat
keterwakilan dapat diperhitungkan pada peluang tertentu (Gulo: 2002).
Sementara itu, Sugiyono (1992) berpendapat teknik probability
sampling adalah teknik yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Dengan
kata lain teknik ini akan memberikan peluang yang sama terhadap semua
populasi untuk menjadi sampel. Akan tetapi jika sebaliknya sampel tidak
diberikan peluang yang sama terhadap semua populasi untuk menjadi
sampel, maka dinamakan nonprobability sampling. Dalam hal ini tidak
semua populasi berhak menjadi sampel karena berbagai pertimbangan.
Secara diagram, pembagian teknik sampling terlihat seperti gambar 4.2.

Gambar 4.2 Jenis Teknik Sampling

Dari gambar tersebut terlihat bahwa, teknik sampling pada


dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, probability sampling
dan nonprobability sampling. Probability sampling meliputi, sample ran-
dom, proportionate stratified random, disproportionate stratified random,

90
dan area random. Nonprobability sampling meliputi, sampling sistematis,
sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh
dan snowball sampling.
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel.
Teknik ini meliputi:
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena cara pengambilan sampel
dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam anggota populasi itu. Cara demikian dilakukan
apabila anggota populasi dianggap homogen. Teknik ini dapat
digambarkan seperti gambar berikut.

Gambar 4.3 Teknik Random Sampling

Teknik acak sederhana ini adalah teknik yang cukup sederhana dan
banyak digunakan. Meskipun demikian harus dipahami bahwa
persyaratannya populasi haruslah homogen atau dianggap homogen. Cara
yang dapat dioperasionalkan untuk menggunakan teknik ini yaitu dengan
cara undian atau lotre. Dalam hal ini seluruh nama populasi yang
ditentukan ditulis dalam sehelai kertas, digulung lalu dimasukkan dalam
satu wadah, kemudian diundi satu persatu sampai sebanyak sampel yang
dibutuhkan. Nama-nama yang diundi tersebut itulah yang ditetapkan
sebagai responden, dan nama itu yang dicari untuk diwawancarai atau
dikirim instrumen untuk diisi.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur
yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Misalnya suatu
Biro yang mempunyai pegawai dilihat dari sebaran latar belakang pendi-
dikan, maka populasi pegawai itu berstrata yang terdiri dari jumlah
pegawai yang lulusan SD=35, SMP = 80, SMA=150, SMEA=160, STM =
91
45, SI =300, S2=30, S3=2. Jumlah sampel yang harus diambil harus
meliputi strata pendidikan tersebut yang diambil secara proporsional.
Adapun teknik sampling yang tepat digunakan adalah teknik
proportionate stratified random sampling yang dapat digambarkan seperti
gambar berikut.

Gambar 6.4 Teknik Proportionate Stratified Random Sampling

c. Disproportionate Random Sampling


Berbeda dengan teknik yang dikemukakan di atas, dalam hal
populasi tidak berdistribusi secara proporsional, misalnya karena satu
elemen jumlahnya sangat kecil akan tetapi tetap diharapkan masuk dalam
sampel, maka yang digunakan adalah Teknik disproportionate Stratified
Random Sampling. Misalnya seseorang ingin meneliti Gaya
Kepemimpinan di Kementerian XYZ. Jelas terlihat di sini bahwa yang
menjadi populasi adalah seluruh pemimpin di Kementerian XYZ yakni
mulai dari menteri, hingga kepala Sub Seksi. Dalam hal ini misalnya
terlihat bahwa jumlah populasi menteri = 1, Eselon 1 (Sekjen, Dirjen,
Irjen, kelapa badan, dan lain-lain) berjumlah 12 pemimpin, eselon 2
(direktur, kepala biro, dan lain-lain) = 32 pemimpin, eselon 3 (Kabag,
Kasubdit, dan lain-lain) = 80 pemimpin, eselon 4 (kepala seksi, kepala sub
bagian, dan lain-lain) = 300 pemimpin, eselon 5 (Kepala sub seksi, kepala
urusan, dan lain-lain) = 600 pemimpin. Dalam hal ini, tidak dapat
diterapkan proportionate Stratified Random Sampling, misalnya jika
ditetapkan sampel sebesar 20 %, maka sudah pasti menteri sebagai
pemimpin tertinggi di kementerian tidak akan terwakili, sementara
diharapkan justru menteri juga akan menjadi sampel. Untuk itulah
ditetapkan teknik disproportionate Stratified Random Sampling, sehingga
seluruh populasi ditetapkan 20 % menjadi sampel, kecuali menteri 100%.
d. Cluster Sampling (Sampling Daerah)
Teknik sampling daerah digunakan untuk mementukan sampel bila
obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk
92
dari suatu negara, Provinsi atau Kabupaten. Untuk menentukan penduduk
mana yang akan dijadikan sumber daya, maka pengambilan sampelnya
berdasarkan daerah dari populasi yang ditetapkan.
Misal Indonesia terdapat 33.Provinsi, dan sampelnya akan digunakan 10
Provinsi, maka pengambilan 10 Provinsi itu dilakukan secara random.
Tetapi perlu diingat, karena Provinsi-provinsi di Indonesia itu berstrata,
maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random
sampling. Teknik sampling daerah ini sering dilakukan melalui dua tahap,
yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya
menentukan orang-orang yang ada pada daerah tersebut.

2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik sampling yang tidak
memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling ini meliputi:
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya
anggota populasi yang terdiri 100 orang, dari semua anggota itu diberi
nomor urut, yaitu 1 sampai dengan 100. Pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan nomor ganjil saja, atau genap saja, atau kelipatan dari
bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka
yang diambil sebagai sampel adalah nomor 5, 10, 15, 20 dan seterusnya
sampai 100.
Contoh terapannya. Jika sampel dibutuhkan 40 orang dari 100
populasi, maka sampel dapat ditetapkan dengan metode kelipatan 3,
misalnya dimulai dari angka satu maka diperoleh sampel: 1, 4, 7, 10,
13,16, 19,22, 25,28, 31, 34, 37,40,43,46,49, 52, 55, 58, 61, 64, 67, 70, 73,
76, 79, 82, 85, 88, 91, 94, 97, 100. Sampai di sini, jumlah sampel terpilih
baru 33, maka untuk melengkapi 40, kekurangannya 7 sampel lagi dapat
dimulai dari awal lagi yakni, dari 2, 5, 8, 11, 14, 17, 20.
b. Sampling Kuota
Menurut Riyanto, (1996) penarikan sampel dengan sampling kuota
dilakukan dengan menekankan pada penentuan jumlah sampel. Sampling
kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
Sebagai contoh, akan melakukan penelitian: Persepsi Wisatawan Manca
Negara Terhadap Pariwisata DKI Jakarta, Tahun 2013. Populasi
penelitiannya adalah seluruh wisatawan manca negara yang berwisata di
DKI Jakarta pada tahun 2013. Untuk penetapan sampel ditetapkan dengan
93
sampling kuota sebesar 50 orang. Setelah dilakukan wawancara terhadap
50 orang wisatawan manca negara, wawancara penelitian selesai.
c. Sampel Aksidental
Sampel aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok atau sesuai dengan ketentuan sebagai sumber data.
Dengan menggunakan contoh penelitian seperti dalam sampel kuota di
atas, peneliti menanyakan apakah seseorang yang akan diwawancarai
adalah wisatawan manca negara? Jika ya, wawancara dapat dilanjutkan,
akan tetapi jika tidak maka wawancara dihentikan.
d. Purposive Sampling
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan
tertentu saja. Misalnya akan melakukan penelitian tentang disiplin
pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam bidang
kepegawaian saja. Teknik ini berorientasi kepada pemilihan sampel di
mana populasi dan tujuan yang spesifik dari penelitian, diketahui oleh
peneliti sejak awal. Dalam pelaksanaannya, peneliti dapat memanfaatkan
pengetahuan dan pengalamannya dalam menentukan responden yang tepat
melalui observasi awal sehingga sampel tersebut memenuhi kriteria yang
ditentukan sebelumnya. Misalnya jika ingin meneliti Efektifitas Otonomi
Daerah di Indonesia, maka sampel yang tepat digunakan adalah pakar-
pakar otonomi daerah di Indonesia.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relatif kecil, kurang dari 10 orang. Istilah lain dari sampel jenuh
ini adalah sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel ini diminta memilih teman-temannya
untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel
semakin banyak. Ibarat bola salju yang bila menggelinding, makin lama
makin besar. Terapan teknik ini dapat diilustrasikan seperti yang
dilakukan oleh Multi Level Marketing. Misalnya, seseorang yang
dijadikan sampel akan merekomendasikan dan mencari 5 sampel yang
ditentukan dengan imbalan tertentu, selanjutnya responden yang 5 orang
tersebut, juga diminta mencari lagi masing-masing 5 orang berikutnya.
Demikian seterusnya hingga sampel yang dibutuhkan terpenuhi.
g. Convinence Sampling
94
Convinence adalah teknik yang mengarah pada penarikan sampel yang
seadanya saja. Artinya, peneliti mencari dan menentukan sampel yang
tepat menurutnya dan mencarinya di mana saja.

E. MENENTUKAN JUMLAH SAMPEL


Jumlah sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel
yang 100% memiliki populasi adalah sama dengan jumlah populasi. Jadi
bila jumlah populasi 1000 dan hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk
1000 orang tersebut tanpa ada kesalahan, maka jumlah sampel yang
diambil sama dengan jumlah populasi tersebut yaitu 1000 orang. Semakin
besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan
generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel
menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan generalisasi
(diberlakukan umum). Pertanyaannya adalah berapakah jumlah sampel
yang tepat ditentukan? Umumnya, besaran sampel sangat ditentukan oleh
empat hal yaitu:
1. Sifat analisisnya. Sifat analisis dapat dilihat dari kompleksitas analisis
yang akan dilakukan, apakah sederhana atau kompleks.
2. Banyaknya perbandingan yang diharapkan dan banyaknya variabel
yang akan dianalisis secara simultan.
3. Ketepatan estimasi dalam pengukuran yang akan dilakukan apakah
akurat atau kurang akurat.
4. Keterbatasan interviewer dan keterbatasan sumber daya lainnya
sehingga tidak dapat menjangkau sampel yang lebih besar.
Terdapat berbagai rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung
besarnya sampel yang diperlukan dalam penelitian. Besarnya sampel
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Pemecahannya adalah:

Persoalannya adalah bahwa variance populasi cr2 tidak diketahui. Oleh


sebab itu biasanya variance sampel dari penelitian sebelumnya dan s2
dapat digunakan.
Contoh:
Peneliti ingin menarik sampel untuk melihat rerata luas usaha dari
200 peternakan ikan. Peneliti tidak mempunyai mengetahui variance

95
populasi, tetapi dia mengetahui informasi bahwa range dari usaha
peternakan ikan adalah 60 ha. Dengan bound of error B=0,8 ha.
Berapakah sampel yang harus ditetapkan oleh peneliti?
Jawab:
Peneliti tidak mengetahui σ2 , akan tetapi diketahui range, sehingga
dia dapat memperkirakan variance, mengingat menurut Empirical Rule,
range= 4 standar deviasi, dengan demikian: 100 = 4.σ
100
Atau σ = 25; σ2 = ([25)]2 = 625
4
2
B 0 , 64
Kemudian D = = = 0,16
4 4

Jadi peneliti dapat menetukan sampel sebesar 190 anggota usaha


perikanan untuk mengadakan perkiraan terhadap mean populasi dengan
bound of error sebesar 0,8 ha.
Selanjutnya, terkadang survei dilakukan untuk melihat proporsi dari
populasi yang mempunyai sifat tertentu. Misalnya ingin mengetahui
berapa bagian dari anggota usaha perikanan memelihara ikannya. Untuk
setiap observasi X,, observasi yang mempunyai sifat yang diingini diberi
nilai 1 dan yang tidak mempunyai sifat tersebut diberi nilai 0. Jika peneliti
menetapkan sampel yang besarnya n, maka proporsi sampel p adalah rasio
dari unsur dalam sampel yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan.
Dengan kata lain,.... adalah rerata dari harga 0 dan 1 dari nilai observasi
sampel.
Perkiraan dari proporsi populasi p:

96
Contoh:
Popolasi suatu desa X adalah pedagang sebesar 80 orang yang ingin
diketahui berapa peserta dari pedagang tersebut yang menggunakan
pinjaman kredit dari Bank. Untuk itu, ditarik sebuah sampel yang
besarnya 10 dengan hasil observasi seperti berikut:

Tabel 4.1 Hasil Observasi Penggunaan Pinjaman Kredit Dari Bank


Responden Penggunaan Pinjaman Kredit Dari bank
Menggunakan Tidak Menggunakan
1 1
2 1
3 1
4 0
5 1
6 0
7 1
8 1
9 1
10 0
Jumlah 7 3
Sumber: Data Imajinasi

Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung:

97
Oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa kira-kira 70 % dari seluruh
pedagang di Desa X menggunakan pinjaman kredit dari Bank, dan 95 %
penelitian dipercayai akan membuat error tidak lebih dari 28 %.
Selain metode penentuan sampel yang telah diuraikan di atas,
terdapat metode penentuan sampel yang sangat praktis dengan
menggunakan tabel dan nomogram. Misalnya dengan menggunakan tabel
Krejcie dan atau nomogram Harry King. Dengan kedua cara tersebut tidak
perlu dilakukan perhitungan yang rumit.
Krejcie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan
atas kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai
kepercayaan 95% terhadap populasi. Tabel Krejcie ditunjukkan pada
tabel.

Tabel 4.2 Table For Determing Needed Size Of Randomly


Chosen Sample From a Given Finite Population O f N Cas es
Such That The Sample Proportion p Will Be 0.5 OfThe
Population p With a 95
Percent Level of Confidence
N S N S N S
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 342
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 341
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 . 7000 356
120 92 600 234 8000 367
98
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 378
180 123 800 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 100000 384
Catatan: N = Populasi S = Sampel

Tabel 4.3 Nomogram Harry King untuk Menentekan Ukuran


Sampel dari Populasi sampai dengan 20.000

99
Dari tabel itu terlihat bila jumlah populasi 100 maka sampelnya 80,
bila populasi 1000 maka sampenya 278, bila populasi 10.000 maka
sampelnya 370, dan bila jumlah populasi 100.000, maka jumlah
sampelnya 284. Dengan demikian makin besar populasi semakin kecil
persentase sampel. Oleh karena itu tidak tepat bila ukuran populasinya
berbeda sampelnya sama, misalnya 10%.
Contoh: bila populasi 100 maka menurut tabel ini sampelnya adalah 80,
dengan catatan yang digunakan adalah 5%.

100
Harry King dalam menghitung sampelnya tidak hanya didasarkan
atas kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi sampa 15%. Tetapi jumlah
populasi paling tinggi hanya 200. Nomogram ini ditunjukkan pada
gambar lampiran. Dari gambar tersebut diberikan contoh bila populasi
200, kepercayaan sampel dalam mewakili populasi 95% maka jumlah
sampelnya sekitar 58% dari jumlah populasi. Jadi 0,58 x 200 = 116. Bila
populasi 800, kepercayaan sampel 90% atau kesalahan 10%, maka jumlah
sampelnya = 7,5% dari populasi. Jadi 0,075% x 800 = 60. Terlihat di sini
semakin besar kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel. Contoh
mencari ukuran sampel diberikan di bawah nomogram.
Cara menentukan ukuran seperti yang dikemukaan di atas
didasarkan atas asumsi bahwa populasi berdistribusi normal. Bila sampel
tidak berdistribusi normal, misalnya populasi homogen maka cara-cara
tersebut tidak perlu dipakai. Misalnya populasinya benda, katakan logam
di mana susunan molekulnya homogen, maka jumlah sampel yang
diperlukan 1% saja sudah bisa mewakili.
Sementara itu, jika menggunakan analisis Structural Equation
Modeling (SEM) Sekaran (et.al), (2003) berpendapat bahwa ukuran
sampel minimum sebanyak 5 observasi untuk setiap estimasi indikator.
Jadi jika indikator suatu penelitian ada 20 maka sampelnya minimal
adalah 20 x 5 = 100 responden. Selanjurnya, menurut Roscoe dalam
Sekaran (2003) dikatakan bahwa:
1. Pada umumnya penelitian dianggap sudah cukup memenuhi syarat bila
menggunakan sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500.
2. Jika sampel akan dibagi lagi menjadi sub-sampel maka jumlah minimal
untuk tiap-tiap kategori adalah 30.
3. Dalam penelitian yang menggunakan analisis multivariat termasuk
analisis regresi berganda, jumlah sampel paling tidak 10 kali variabel
yang digunakan dalam penelitian.

F. CONTOH MENENTUKAN UKURAN SAMPEL


Misalnya suatu penelitian akan dilakukan terhadap Motivasi Kerja
pada organisasi ABC. Populasi dalam hal ini adalah seluruh pegawai yang
ada pada organisasi tersebut berjumlah 1000. Populasi dimaksud berstrata
jika dilihat dari tingkat pendidikan, dengan sebaran sebagai berikut:

Tabel 4.4 Sebaran Populasi Dilihat Dari Tingkat Pendidikan


Organisasi ABC
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Doktor 50
101
2 Magister 110
3 Saijana Strata 1 140
4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 500
5 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 140
6 Sekolah Dasar 60
Jumlah populasi 1000
Sumber: Data Imajinasi
Jika menggunakan tabel Krejcie N (Populasi) adalah 1000, makan n
(sampel) adalah 278 atau sebesar 27,8%. Karena populasinya berstrata
maka sampelnya juga haruslah berstrata, sehingga jika teknik penetapan
sampel yang dipilih adalah Proportional Stratified Random Sampling
makan sampel ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Perhitungan Sampel Penelitian pada Organisasi ABC

No. Tingkat Pendidikan Perhitungan Sampel Jumlah


1 Doktor 27,8% x 50 = 13,9 14
dibulatkan menjadi 14
2 Magister 27,8% x 110 = 30,6 30
dibulatkan menjadi 30
3 Saijana Strata 1 27,8% x 140 = 38,9 39
dibulatkan menjadi 39
4 Sekolah Lanjutan Tingkat 27,8% x 500 = 139 139
Atas
5 Sekolah Lanjutan Tingkat 27,8% x 140 = 38,9 39
Pertama dibulatkan menjadi 39
6 Sekolah Dasar 27,8% x 60 = 16,7 17
dibulatkan menjadi 17
Jumlah Sampel 278

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam


penetapan sampel terdapat dua teknik yang dapat digunakan, yaitu
probability sampling dan nonprobability sampling. Probability sampling
adalah teknik sampling yang memberi peluang sama terhadap anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara demikian sering
disebut dengan random sampling, atau cara pengambilan sampel secara
acak.
Pengambilan sampel secara random/acak dapat dilakukan dengan
bilangan random, komputer, maupun dengan undian. Bila pengambilan

102
dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor
terlebih dulu, sesuai dengan jumlah anggota populasi. Misalnya jumlah
populasi = 100, maka setiap anggota diberi nomor dari 1 sampai 100.
Selanjutnya bila kesalahan 5%, maka jumlah sampel = 80. Bila sampel
tidak berstrata, maka pengambilan sampel tidak perlu memperhatikan
strata yang ada di populasi.
Karena teknik pengambilan sampel adalah random, maka setiap
anggota populasi mempunyai peluang sama untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Untuk contoh di atas peluang setiap anggota populasi = 1/100.
Dengan demikian cara pengambilannya bila satu nomor telah diambil,
maka perlu dikembalikan lagi. Misal nomor pertama bila tidak
dikembalikan lagi, maka peluang berikutnya menjadi 1/100- 1 = 1/99.
Peluang akan semakin kecil bila yang telah diambil dikembalikan. Bila
yang telah diambil keluar lagi, dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi.

G. RANGKUMAN
1. Populasi adalah obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulanya.
2. Sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Menurut Malhotra (2010), sampel adalah sub
kelompok dari elemen dari populasi yang dipilih untuk berpartisipasi
dalam suatu penelitian. Selanjutnya menurut Sugiyono (1997),
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel sering juga disebut "contoh" yaitu himpunan bagian dari suatu
populasi (Gulo, 2003).
3. Cooper, Schindler (2001) mengatakan terdapat beberapa alasan untuk
menetapkan sampel terutama setidaknya karena empat alasan yakni: a)
biaya murah, b) hasilnya lebih akurat, c) lebih cepat mengumpulkan
data dan d) ketersediaan unsur populasi.
4. Sampel yang baik adalah sampel yang dapat merepresentasikan
populasi, dengan kata lain sampel yang baik adalah sampel yang
memiliki aspek validitas. Adapun validitas sampel ditentukan dua hal
yaitu: ketelitian dan tingkat presisi (Wahyuni, 1994). Sementara
Cooper, Schindler (2001), mengemukakan sampel yang baik adalah
sampel yang memiliki akurasi dan presisi.
5. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi a) Simple Random
Sampling, b) Proportionate Stratified Random Sampling, c)
103
Disproportionate Random Sampling, dan d) Cluster Sampling
(Sampling Daerah).
6. Nonprobability Sampling adalah teknik sampling yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling ini meliputi: a)
Sampling Sistematis, b) Sampling Kuota, c) Sampel Aksidental, d)
Purposive Sampling, e) Sampling Jenuh, f) Snowball Sampling dan
g) Convinence Sampling.
7. Semakin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang
kesalahan generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya makin kecil
jumlah sampel menjauhi populasi, maka semakin besar kesalahan
generalisasi
8. Besaran sampel sangat ditentukan oleh empat hal yaitu:
a. Sifat analisisnya. Sifat analisis dapat dilihat dari kompleksitas
analisis yang akan dilakukan, apakah sederhana atau kompleks.
b. Banyaknya perbandingan yang diharapkan dan banyaknya variabel
yang akan dianalisis secara simultan.
c. Ketepatan estimasi dalam pengukuran yang akan dilakukan apakah
akurat atau kurang akurat.
d. Keterbatasan interviewer dan keterbatasan sumber daya lainnya
sehingga tidak dapat menjangkau sampel yang lebih besar.

H. TES FORMATIF
1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud populasi dan sampel.
2. Jelaskan secara rinci 4 alasan menetapkan sampel.
3. Jelaskan perbedaan antara Probability Sampling dan Nonprobability
Sampling
4. Sampel sangat ditentukan oleh empat hal. Jelaskan ke empat hal
tersebut.
5. Jelaskan perbedaan antara Simple Random Sampling dan
Proportionate Stratified Random Sampling.
6. Bagaimana penerapan sampel sistimatis dan sampel kuota?
7. Tentukan jumlah sampel menggunakan a) tabel Krejcie dan b)
nomogram Harry King bila diketahui populasi sebagai berikut:

Jumlah Mahasiswa PTIK Fatek Unima

No Tingkat Pendidikan Jumlah


1 Semester 1 250
104
2 Semester 3 200
3 Semester 5 150
4 Semester 7 100
Jumlah populasi 700
Sumber: Data Imajinasi

Bobot tes nomor 1-6 masiong-masing 1 sedangkan nomor 7 adalah


4. Menjawab tes formatif dibawah 80%, mahasiswa dianjurkan untuk
membaca kembali materi bab IV. Bila mencapai minimal 80 % akan
memudahkan mempelajari materi bab V tentang teknik pengumpulan data
dan skala pengukuran yang masih menjadi bagian dari pembahasan
komponen proses penelitian pengumpulan data.

BAB V
TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN SKALA PENGUKURAN

105
Teknik pengumpulan data dan skala pengukuran adalah
pembahasan sehubungan dengan komponen pengumpulan data dalam
proses penelitian kuantitatif. Tujuan mempelajari bagian ini adalah agar
mahasiswa dapat memahami teknik-teknik pengumpulan data dan skala
pengukuran dalam pengumpulan data.

A. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,
berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data
dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada
laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai
responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila di lihat
dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber
primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.
Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka
teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara),
kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dokumentasi atau gabungan.
Pada bab ini hanya akan dikemukakan pengumpulan data berdasarkan
tekniknya, yaitu melalui wawancara, angket, observasi dan dokumentasi.

B. INTERVIEW (WAWANCARA)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan
tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada
pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi (1986)
mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam
menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah
sebagai berikut.
1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang
dirinya sendiri
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar
dan dapat dipercaya

106
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur,
dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan
menggunakan telepon.

1. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam
melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif
jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.
Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat
menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya
setiap pewawancara mempunyai ketrampilan yang sama, maka diperlukan
training kepada calon pewawancara.
Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen
sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat
menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material
lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar.
Peneliti bidang pembangunan misalnya, bila akan melakukan penelitian
untuk mengetahui respon masyarakat terhadap berbagai pembangunan
yang telah diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka
perlu membawa foto-foto atau brosur tentang berbagai jenis pembangunan
yang telah dilakukan. Misalnya pembangunan gedung sekolah, bendungan
untuk pengairan sawah-sawah, pembangunan pembangkit tenaga listrik
dan lain- lain.
Berikut ini diberikan contoh wawancara terstruktur, tentang
tanggapan masyarakat terhadap berbagai pelayanan pemerintah Kabupaten
tertentu yang diberikan kepada masyarakat. Pewawancara melingkari
salah satu jawaban yang diberikan responden .
1. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan pendidikan d
Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Tidak bagus
d. Sangat tidak bagus
107
2. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang
kesehatan di Kabupaten ini?
a. Sangat Bagus
b. Bagus
c. Tidak bagus
d. Sangat tidak bagus
3. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang
transportasi di Kabupaten ini?
a. Sangat Jelek
b. Jelek
c. Bagus
d. Sangat Bagus
4. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan urusan KTP
Kabupaten ini?
a. Bagus sekali
b. Bagus
c. Jelek
d. Sangat jelek
5. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan penerangan
jalan di Kabupaten ini?
a. Sangat baik
b. Baik
c. Tidak baik
d. Sangat tidak baik
6. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan saluran air di
Kabupaten ini?
a. Sangat Jelek
b. Jelek
c. Bagus
d. Sangat bagus
7. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang
keamanan di Kabupaten ini?
a. Sangat bagus
b. Bagus
c. Jelek
d. Jelek sekali
8. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan bidang sarana
dan prasarana jalan di Kabupaten ini?
a. Sangat baik
b. Baik
108
c. Jelek
d. Sangat jelek
9. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan rekreasi di
Kabupaten ini?
a. Sangat memuaskan
b. Memuaskan
c. Tidak memuaskan
d. Sangat tidak memuaskan
10. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan air
minum di Kabupaten ini?
a. Sangat bagus
b. Bagus
c. Jelek
d. Sangat jelek

2. Wawancara Tidak Terstruktur


Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.
Contoh:
Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu terhadap kebijakan pemerintah
tentang impor gula saat ini? Dan bagaimana dampaknya terhadap
pedagang dan petani?
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam
penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih
mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti
berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau
permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan
secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti. Untuk
mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti
perlu melakukan wawancara kepada fihak-fihak yang mewakili berbagai
tingkatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian
tentang iklim kerja perusahaan, maka dapat dilakukan wawancara dengan
pekerja tingkat bawah, supervisor, dan manajer.
Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang
responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak
terstruktur. Misalnya seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka

109
peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam,
sampai diperoleh keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui
secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan apa yang diceriterakan oleh responden. Berdasarkan
analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti
dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada
suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan
cara "berputar-putar baru menukik" artinya pada awal wawancara, yang
dibicarakan adalah hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan bila sudah
terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan,
maka segera ditanyakan.
Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang
menggunakan pesawat telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh
karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga
dapat memilih waktutyang tepat kapan dan di mana harus melakukan
wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai
masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang
marah, maka harus hati-hatj, dalam melakukan wawancara. Kalau
dipaksakan wawancara dalam kondisi seperti itu, maka akan menghasilkan
data yang tidak valid dan akurat.
Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan
orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara
minta waktu terlebih dulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara.
Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data
yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.
Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias.
Bias adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan
data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasaan data ini akan
tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi
& kondisi pada saat wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi
netral, misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan
interpretasi data yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh
responden. Responden akan memberi data yang bias, bila responden tidak
dapat menangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau
pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberi pertanyaan yang
bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga telah dikemukakan
di atas, sangat mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnya juga
akan mempengaruhi validitas data.

110
C. KUESIONER (ANGKET)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup
besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa
pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada
responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.
Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas,
sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu
lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos.
Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan
menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan
sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam
penulisan angket sebagai teknik pengumpulan, data yaitu: prinsip
penulisan, pengukuran dan penampilan fisik.

1. Prinsip Penulisan Angket:


Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan
pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka-
negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang
sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan
urutan pertanyaan
a. Isi dan tujuan Pertanyaan
Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut
merupakan bentuk pengukuran atau bukan? Kalau berbentuk
pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap
pertanyaan harus skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi
untuk mengukur variabel yang diteliti
b. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket)
harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau
sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka angket
jangan disusun dengan bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang digunakan
dalam angket harus
memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadaan sosial budaya,
dan "frame of reference" dari responden.
111
c. Tipe dan Bentuk Pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup,
(kalau dalam wawancara: terstruktur dan tidak terstruktur). dan
bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif.
Pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang
sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah tanggapan anda terhadap iklan-
iklan di TV saat ini? Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah
pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan
responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap
pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang
mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan
ratio, adalah bentuk pertanyaan tertutup.
Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk
menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam
melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah
terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat kalimat
positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap
pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis.
d. Pertanyaan tidak mendua
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (double-
barreled) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan
jawaban.
Contoh:
Bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan kecepatan
pelayanan KTP? Ini adalah pertanyaan yang mendua, karena
menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu kualitas dan harga.
Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua yaitu:
bagaimanakah kualitas pelayanan KTP? Bagaimanakah kecepatan
pelayanan ?
e. Tidak menanyakan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrumen angket, sebaiknya juga
tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau
pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat.
Contoh:
Bagaimanakah kinerja para penguasa Indonesia 30 tahun yang
lalu? Menurut anda, bagaimanakah cara mengatasi krisis ekonomi
saat ini? (kecuali penelitian yang mengharapkan pendapat para ahli).
Kalau misalnya umur responden baru 25 tahun, dan pendidikannya
rendah, maka akan sulit memberikan jawaban.
112
f. Pertanyaan tidak menggiring
Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke
jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. Misalnya:
bagaimanakah kalau bonus atas jasa pelayanan di tingkatkan?
jawaban responden tentu cenderung akan setuju. Bagaimanakah
prestasi kerja anda selama setahun terakhir? jawabannya akan
cenderung baik.
g. Panjang Pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang,
sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah
variabel banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka
instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala
pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. Disarankan
empirik jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 s/d 30
pertanyaan.
h. Urutan pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum
menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal
yang sulit, atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara
psikhologis akan mempengaruhi semangat responden untuk
menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit,
atau yang spesifik, maka responden akan patah semangat untuk
mengisi angket yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang
diacak perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap
masalah yang ditanyakan sudah tinggi.
i. Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan
instrumen penelitian, yang digunakan untuk mengukur variabel yang
akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat
digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang
variabel yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan
reliabel, maka sebelum instrumen angket tersebut diberikan pada
responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dulu.
Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila digunakan untuk
mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan
reliabel pula.
j. Penampilan Fisik Angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan
mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi
angket. Angket yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon
113
yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang
dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang
dicetak di kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal.

D. OBSERVASI
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai
proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila,
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala
alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan
non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang
digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktui
dan tidak terstruktur.
1. Observasi Berperan serta (Participant observation)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-
hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian, Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan
suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang
diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dar sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Dalam suatu perusahaan atau organisasi pemerintah misalnya,
peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati
bagaimana perilaki karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat
kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lain,
hubungan karyawan dengar supervisor dan pimpinan, keluhan dalam
melaksanakan pekerjaan dan lain- lain

2. Observasi Nonpartisipan
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung
dengar aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam
114
observas nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen Misalnya dalam suatu Tempat Pemungutan
Suara (TPS), peneliti dapai mengamati bagaimana perilaku
masyarakat dalam hal mengunakan hal pilihnya, dalam interaksi
dengan panitia dan pemilih yang lain. Penelit mencatat, menganalisis
dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku
masyarakat dalam pemilihan umum. Pengumpulan data dengan
observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang
mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-
nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Dalam suatu proses produksi, peneliti dapat mengamati
bagaimana mesin-mesin bekerja dalam mengolah bahan baku,
komponen mesin mana yang masih bagus dan yang kurang bagus,
bagaimana kualitas barang yang dihasilkan, dan bagaimana
performance tenaga kerja atau operator mesinnya.
a. Observasi Terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang
secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana
tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah
tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Dalam
melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen penelitian
yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara
terstruktur, atau angket tertutup dapat juga digunakan sebagai
pedoman untuk melakukan observasi. Misalnya peneliti akan
melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai yang bertugas dalam
pelayanan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan), maka peneliti dapat
menilai setiap perilaku dan ucapan dengan menggunakan instrumen
yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan tersebut.
b. Observasi Tidak Terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal
ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang
akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak
menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-
rambu pengamatan.
Dalam suatu pameran produk industri dari berbagai negara, peneliti
belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena itu peneliti dapat
melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan
analisis dan kemudian dibuat kesimpulan.

115
E. DOKUMENTASI
Banyak penelitian yang dalam analisisnya menggunakan data
sekunder, yaitu data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal me-
nyalin saja. Data sekunder dapat dipergunakan sebagai sarana pendukung
memahami dan menjelaskan masalah yang akan diteliti agar lebih
operasional dan memberi solusi permasalahan yang ada.
Jika demikan, maka peneliti sudah seharusnya untuk mengetahui
berbagai sumber yang memuat data sekunder yang diperlukan. Sumber
data sekunder dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal.
Yang dimaksud sumber internal adalah institusi dimana penelitian itu
dilakukan (dari organisasi itu sendiri). Secara fungsional sumber internal
dapat berasal dari divisi keuangan, divisi SDM, divisi operasional dan
divisi pemasaran. Untuk perusahaan besar, pada umumnya data
didokumentasikan dalam perpustakaan perusahaan (khususnya untuk
perusahaan yang telah go public).
Sumber data sekunder eksternal adalah lembaga atau institusi di
luar perusahaan atau institusi penelitian, misalnya di perusahaan-
perusahaan, organisasi-organisasi perdagangan, biro pusat statistik, dan
kantor-kantor pemerintah dan institusi lainnya. Pesatnya teknologi
informasi (IT) telah memudahkan peneliti untuk mendapatkan data
sekunder, misalnya lewat Internet, CD-ROM.
Meskipun data sekunder secara fisik sudah tersedia, namun dalam
mencari data tersebut tidak boleh lakukan secara sembarangan, perhatikan
apakah jenis data sudah sesuai dengan tujuan penelitian, siapa yang
mengumpul data pertamakalinya dan bagaimana memilih sumber yang
tepat jika ada sumber yang berbeda untuk data yang sama. Beberapa
tahapan strategi pencarian data sekunder adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan cara membuat f
tanyaan-pertanyaan sebagai berikut: apakah peneliti memerlul data
sekunder dalam memecahkan masalah yang akan dite Jika jawabannya
"ya", selanjutnya jenis dan tipe data sekun seperti apa yang
dibutuhkan?
2. Memilih Metode Pencarian
Metode pencarian data sekunder dapat dilakukan secara mar dari
sumber referensi atau secara terkomputerisasi. Tekno informasi telah
berkembang pesat, sehingga komputer memi kinkan peneliti mencari
data sekunder melalui database onl CD-ROM atau Internet.
3. Menyaring dan Mengumpulkan Data

116
Langkah berikutnya ialah melakukan penyaringan dan peng pulan data.
Penyaringan dilakukan untuk mendapatkan data kunder yang benar-
benar dibutuhkan dan sesuai dengan pet tian.
4. Evaluasi Data
Untuk mendapatkan data yang terbaik, maka data yang telah saring
tersebut dievaluasi kembali dalam kaitannya dengan ki tas dan
kecukupan data. Periksa kembali apakah ada pencat atau perekaman
yang keliru.
Setelah keempat langkah itu dilalui, maka data akan dipen dan siap
untuk dianalisis lebih lanjut.

F. SKALA PENGUKURAN
Data yang diperoleh khususnya data primer sangat ditentukan
ketepatan pengukuran yang dilakukan. Untuk itu dibutuhkan kehati-hatian
dan kecerdasan dalam merancang instrumen penelitian yang berhubungan
erat dengan skala pengukuran yang ditetapkan. Konsep dan teori adalah
abstraksi tentang objek dan kejadian yang digunakan oleh peneliti untuk
menggambarkan fenomena sosial yang menarik perhatiannya.
Fungsi konsep adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi
fenomena yang diobservasinya, sedangkan teori adalah jalur logika atau
penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan hubungan pe-
ngaruh antar fenomena yang dikajinya. Dalam penelitian, konsep ini harus
dihubungkan dengan realita dan untuk itu peneliti harus melakukan
pengukuran dengan cara memberikan angka pada obyek atau kejadian
yang sedang diamati sesuai dengan ketentuan (aturan) yang ditentukan.
Persoalan peneliti yang sering muncul pada tahap ini adalah
bagaimanakah cara terbaik untuk menghubungkan definisi verbal suatu
konsep atau definisi dengan penetapan berbagai indikator empirisnya?.
Terdapat empat aktivitas proses pengukuran yakni, pertama,
menetukan dimensi konsep penelitian. Konsep dan verbal penelitian sosial
sering kali memiliki lebih dari satu dimensi, semakin banyak dimensi
suatu variabel yang dapat diukur, tentu saja akan semakin baik hasil
pengukuran yang dilakukan. Misalnya jika kita meneliti konsep nilai
ekonomi anak. Dalam penelitian internasional tentang nilai anak, oleh
Araold dan Fawcett (1975) konsep ini rumusan sebagai hal-hal yang
menguntungkan dan merugikan orang tua dari anak. Menurut mereka,
konsep ini terdiri dari empat dimensi, yakni: nilai positif (positive values),
nilai negatif (negative values), nilai keluarga besar (large family values),
dan nilai keluarga kecil (small family values), ukuran variabel nilai

117
ekonomi anak, jadinya, hanya dapat dikatakan lengkap apabila keempat
dimensi tercakup oleh instrumen pengukur.
Kedua, merumuskan ukuran untuk masing-masing dimensi.
Ukuran ini biasa berbentuk pertanyaan- pertanyaan yang relevan dengan
dimensi tadi. Ketiga, menentukan tingkat ukuran yang akan digunakan.
Dalam penelitian sosial di kenal empat tingkat ukuran, yakni nominal,
ordinal, interval atau rasio. Selanjutnya keempat, menentukan tingkat
validitas (validity) dan reliabilitas (reability) dari alat pengukur. Pengujian
ini perlu dilakukan bila yang di pakai adalah instrumen penelitian yang
baru.
Pengukuran yang dilakukan seyogyanya mampu menerangkan
realitas yang terjadi, mengingat pengukuran adalah suatu upaya untuk
menghubungkan konsep dan realitas. Proses ini biasa agak mudah bila
yang hendak diukur dalam penelitian adalah obyek yang kongkrit atau
yang tertangkap oleh panca indera manusia, tetapi menjadi lebih sulit bila
yang di ukur adalah obyek atau kejadian yang abstrak. Kalau yang diteliti
adalah obyek atau kejadian yang kongkrit, korespondensi antara konsep
dan realitas agak lebih jelas, karena itu proses pengukuran sedikit lebih
mudah. Misalnya, bila seorang pedagang hendak mengukur berat jenis
dagangannya, dia dapat menimbang berat barang dagangannya dengan
timbangan yang dapat memberikan berat jenis masing-masing barang
dagangan tersebut.
Sebelum proses pengukuran dilaksanakan, terlebih dahulu harus
dipahami secara konseptual variabel yang akan diukur. Dalam artian
seorang peneliti tidaklah dapat mengukur satu variabel jika variabel
tersebut belum jelas. Jika tetap dilakukan pengukuran dengan kondisi
seperti ini, sudah barang tentu hasil pengukurannya akan sangat rendah
kualitasnya. Untuk itu perlu dibangun konstruk yang dapat membekali
peneliti seperti apa variabel tersebut dengan mengajukan definisi yang
lugas. Menurut Nazir (2003) terdapat dua cara untuk memberikan definisi
yakni suatu konstruk mendefinisikan konstruk yang lain, dan menyatakan
kegiatan yang ditimbulkannya, atau perilaku yang dihasilkannya, atau
dengan sifat-sifat yang diimplikasikan daripadanya. Didasarkan atas
pembagian tersebut definisi variabel dibagi dua juga yaitu: 1) definisi
konstitutif, yaitu definisi yang diberikan kepada suatu konstruk dengan
menggunakan konstruk lain. Misalnya pesat, suatu kemajuan yang
signifikan diperoleh seseorang atas suatu usaha yang dilakukan; dan 2)
definisi operasional yaitu definisi yang diberikan kepada suatu variabel
dengan memberikan penjelasan bagaimana variabel tersebut diukur, dan
bagaimana memaknai hasil pengukuran tersebut. Misalnya ketika peneliti
118
ingin mengetahui proporsi badan, maka peneliti tersebut dapat melakukan
pengukuran berat badan dengan timbangan serta tinggi badan dengan
ukuran centi meter. Setelah memperoleh hasil pengukuran atas kedua
variabel (berat dan tinggi badan) maka peneliti akan memaknai bagaimana
proporsi pengukuran tersebut apakah yang diukur tersebut terlalu berat -
ideal - atau justru terlalu ringan.
Pengukuran harus menghindari kesalahan. Kesalahan pengukuran
bisa terjadi karena sifat objek yang diukur (Tiro, Sukarna, 2011).
Misalnya, jika mengukur daging kambing yang masih hidup tidak bisa
dipastikan sekalipun sudah menggunakan alat ukur timbangan yang sudah
terstandarisasi, karena daging, tulang serta jerwannya masih menjadi satu.
Penggunaan alat ukur yang tepat untuk mengukur obyek yang dapat
diukur masih ada kemungkinan terjadi kesalahan ukur.
Memperhatikan uraian di atas, dalam penelitian sosial proses
pengukuran tidak semudah seperti pengukuran dalam ilmu pasti yang
umumnya telah memiliki alat ukur yang baku, mengingat dalam penelitian
sosial banyak variabel yang belum memiliki alat ukur yang telah
terstandar dengan baik. Konsep- konsep yang ditelaah dalam penelitian
sosial adalah mengenai berbagai fenomena sosial adalah abstrak, oleh
sebab itu dalam penelitian sosial besar kemungkinan bahwa insturmen
pengukur yang digunakan tidak dapat menangkap dengan tepat realitas
yang berkaitan dengan fenomena sosial yang diacu oleh konsep. Dengan
kata lain, dalam penelitian sosial amat besar kemungkinan untuk
melakukan salah ukur.
Penjelasan di atas mungkin dapat diungkapkan dengan jelas oleh
contoh hipotesis di bawah ini. Misalkan kita ingin mengukur persepsi
tentang kepemimpinan di suatu kantor pemerintah. Diketahui bahwa "nilai
persepsi tentang kepemimpinan seorang pegawai" yang sesungguhnya
dari setiap pegawai adalah: 1, 3, 4, 5, 6 dan 7. Tetapi, dalam penelitian,
peneliti memakai suatu instrumen pengukur yang berskala empat (1, 2, 3,
4) untuk mengukur persepsi para pegawai tersebut. Hasil pengukuran
adalah seperti ditunjukkan oleh skema berikut.

119
Gambar 5.1 Realitas dan Hasil Pengukuran Persepsi Tentang
Kepemimpinan yang Kurang Tepat

Memperhatikan skema realitas dan hasil pengukuran di atas,


terlihat bahwa pengukuran yang dilakukan sesungguhnya tidak dapat
menangkap realitas sesungguhnya, sebab hanya satu dari tujuh realitas
yang dapat ditangkap pengukuran yang dilakukan yakni A. Dalam
pengukuran seperti ini fungsi isomorfisme tidak terpenuhi. Hal ini
kemungkinan karena instrumen penelitian yang dihasilkan oleh peneliti
dipandang tidak baik dan tidak dapat mengukur fenomena persepsi
pegawai tentang kepemimpinan yang diukurnya.
Sebaliknya jika dalam contoh di atas, diketahui bahwa "nilai
persepsi tentang kepemimpinan seorang pegawai" yang sesungguhnya
dari setiap pegawai adalah: 1, 3, 4, 5, 6 dan 7. Peneliti juga mengajukan
konsep pengukuran dengan menggunakan suatu instrumen pengukur juga
berskala tujuh (1, 2, 3,4, 5, 6, 7) untuk mengukur persepsi para pegawai
tersebut. Hasil pengukuran adalah seperti di tunjukan oleh skema berikut.

Gambar 5.2 Realitas dan Hasil Pengukuran Persepsi Tentang


Kepemimpinan yang Tepat

120
Dalam gambar di atas terlihat bahwa pengukuran dan realitas telah
sama. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi pengukuran telah terpenuhi di
mana realitas dapat ditangkap pengukuran dengan baik. Ketepatan
pengukuran akan dipengaruhi penetapan indikator (penunjuk) yang
ditetapkan. Oleh sebab itu peneliti perlu melakukan telaah teoretik yang
akan mengarahkan peneliti pada indikator yang tepat, sebab semakin
banyak indikator yang tepat untuk mengukur suatu variabel akan semakin
baik hasil pengukuran yang dihasilkan. Menurut Sofian Effendi (1989),
terdapat dua strategi yang dapat ditempuh oleh peneliti dalam usahanya
menghubungkan antara konsep dengan realitas, yaitu pertama, strategi
empiris, yakni peneliti hanya mencoba menjelaskan konsep secara
terbatas. Konsep dijelaskan hampir secara utuh oleh indikator yang
digunakan. Artinya peneliti mengukur konsep dengan menggunakan
sebanyak mungkin indikator yang diharapkan akan menunjukkan konsep
yang diteliti. Kesimpulan tentang konsep tersebut ditentukan sepenuhnya
oleh data yang diperoleh melalui pengukutan atas berbagai indikator yang
ditentukan. Kemudian dilakukan analisis faktor untuk mengkategorikan
indikator-indikator tadi, dan kelompok-kelompok yang dihasilkan oleh
analisis faktor tersebut diberikan label.
Strategi yang kedua adalah strategi rasional. Strategi ini
dikemukakan oleh Fiske dan Pearson dalam Singarimbun, Effendi (1989),
di mana proses pengukuran diawali dengan analisis yang hati-hati tentang
konsep dengan dua langkah yaitu: 1) peneliti melakukan studi literatur
yang membahas konsep tersebut dan menghantarkan peneliti pada suatu
definisi; 2) peneliti berusaha mencari hubungan antara konsep yang diteliti
dengan konsep lain yang berkaitan, sehingga dimungkinkan untuk
mengukur validitas instrumen secara konseptual dengan
membandingkannya dengan instrumen untuk konsep yang sejenis.
Selanjutnya peneliti akan menyusun instrumen penelitian yang diharapkan
akan mampu mengukur konsep penelitiannya sebagaimana Gambar 5.2
tersebut. Sesungguhnya kedua strategi yang dikemukakan di atas adalah
saling melengkapi, dan sebaiknya dapat dikombinasikan oleh peneliti
sehingga pengukuran yang dihasilkannya semakin menunjukkan validitas
dan reliabilitas3 yang tinggi dengan demikian data yang dihasilkannya
semakin berkualitas.

G. JENIS-JENIS SKALA PENGUKURAN


Pada dasarnya data ada dua jenis yakni data kualitatif yaitu data
yang berupa informasi, dan data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-
angka atau yang diangkakan. Misalnya jika ingin memperoleh data
121
persepsi mahasiswa tentang merokok peneliti haruslah membuat
instrumen yang menunjukkan bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap
tindakan merokok. Umumnya pertanyaan yang dihasilkan akan dilengkapi
jawaban yang sifatnya kualitatif misalnya mulai dari sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju sangat tidak setuju. Untuk mengolah data seperti
itu menjadi kuantitatif jawaban diskoring atau diangkakan sehingga lebih
mudah mengolahnya.
Tingkat pengukuran sesungguhnya dikembangkan oleh S.S.
Stevens yang membagi pengukuran menjadi empat kategori yakni
nominal, ordinal, interval dan rasio. Menurut Sugiyono (1992), skala
pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variabel. Dengan skala
pengukuran ini, maka variabel yang diukur akan termasuk gradasi mana
dari suatu alat ukur. Suhu badan orang sehat akan termasuk gradasi 37
dari skala Celcius. Sikap sekelompok orang akan termasuk gradasi mana
dari suatu skala sikap. Adapun tingkat pengukuran (skala) pengukuran
dapat berupa: nominal, ordinal, interval dan ratio.
1. Ukuran Nominal
Ukuran nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana,
sebab dalam pengukuran ini sebenarnya hanyalah pengkategorisasian saja,
dalam artian pengukuran ini tidak memberikan asumsi antara jarak atau
urutan (ranking) yang diberikan. Oleh karenannya, penelitian dengan
instrumen penelitian skala nominal, sebenarnya tidak melakukan
pengukuran tetapi lebih pada mengkategorikan, memberi nama, dan
menghitung fakta-fakta dari objek yang diteliti. Misalnya jika peneliti
mengkategorisasi jenis kelamin maka hanya ada 2 kategori yang
dikodekan: 1 pria dan 2 wanita; sementara itu jika ingin mengkategori
agama yang dianut di Indonesia ada 6 kategori yaitu 1 Islam, 2 Kristen,
Katolik, 4 Hindu, 5 Budha, 6 Konghucu.
Dalam contoh tersebut di atas, terlihat bahwa pria yang dikodekan
dengan angka 1 bukan berarti lebih baik dari wanita yang dikodekan
dengan angka 2. Hal yang sama juga jika dilihat dari keyakinan yang
dianut di Indonesia, ada lima kategori di mana kategori yang diberikan
tidaklah berarti menunjukkan kualitasnya. Artinya salah satu agama bukan
berarti lebih baik dari agama lain. Secara empirik jika kita lihat dari
jumlah penganutnya, maka Agama Islam adalah yang terbesar, sedangkan
Agama Konghucu adalah yang terkecil. Dalam ukuran nominal, banyak
teijadi peneliti sekaligus mengkategorikan, memberi nama dan
menghitung. Misalnya ada sepuluh laki-laki yang menjadi supervisor,
sedangkan wanita hanya dua. Oleh sebab itu, ukuran nominal akan
122
menghasilkan data yang disebut data nominal atau data diskrit, yaitu data
yang diperoleh dari mengkatagorikan, memberi nama dan menghitung
fakta-fakta dari objek yang diobservasi.
2. Ukuran Ordinal
Penelitian dengan instrumen ukuran ordinal, berarti peneliti sudah
melakukan pengukuran terhadap variabel yang diteliti. Pengukuran
ordinal, adalah pengukuran yang berjenjang di mana sesuatu, lebih atau
kurang dari yang lain. Dalam hal ini peneliti dimungkinkan mengurutkan
hasil pengukurannya dari peringkat "paling rendah" ke peringkat "paling
tinggi". Data yang diperoleh dari pengukuran dengan pengukuran ini
disebut data ordinal yaitu data yang berjenjang yang jarak antara satu data
dengan yang lain, meskipun perbedaan yang satu dengan yang lain tidak
sama. Misalnya, apabila mengukur status kelas ekonomi, prestasi
kejuaraan olahraga, pretasi kerja, tingkat senioritas pegawai. Variabel
kelas ekonomi dapat diurutkan atas, menengah dan bawah. Dalam
pengukuran tersebut tidak ditunjukkan angka rata-rata kelas ekonomi,
itulah sebabnya perbedaan dari kelas atas sampai ke kelas bawah tidaklah
sama dan tidak menggambarkan interval. Oleh sebab itu perhitungan
statistik yang didasarkan atas perhitungan rata-rata dan deviasi standar
tidak dapat diterapkan dalam pengukuran ini Effendi (2003). Pengukuran
kelas ekonomi tersebut dapat diilustrasikan melalui penghasilan per bulan
seperti pada diagram berikut ini.

Atas Menengah Bawah


50 juta 15 juta 3 juta
Gambar 5.3 Data Ordinal Penghasilan Kelas Ekonomi per Bulan

Dari Gambar 5.3 terlihat antara satu jenjang dengan jenjang yang
lain mempunyai jarak yang tidak sama, di mana penghasilan kelas
ekonomi atas adalah 50 juta rupiah, sementara kelas ekonomi menengah
15 juta rupiah dan kelas ekonomi bawah 3 juta rupiah.
3. Ukuran interval
Penelitian dengan instrumen ukuran interval berarti dalam
penelitian telah melakukan pengukuran terhadap variabel yang akan
diteliti hanya data yang diperoleh berbeda dengan data ordinal.
Pengukuran interval adalah pengukuran yang jarak antara satu data
dengan data lain sama tetapi tidak mempunyai nilai nol (0) absolut (nol
yang berarti tidak ada nilainya). Selain itu, dalam pengukuran interval
diperoleh informasi tentang urutan dan interval antar responden. Oleh
sebab itu ukuran ratio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya tidak
123
dinyatakan sebagai perbedaan nilai antara responden, akan tetapi antara
seorang responden dengan nilai nol absolut.
Misalnya: pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui Indeks
Prestasi 5 orang mahasiswa yakni: Asoi, Bob, Cemy, Dodor, dan Ember.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa Indek Prestasi mahasiswa tersebut
adalah: Asoi = 4,0; Bob = 3,5; Cemy = 3,0; Dodor = 2,5; dan Ember =
2,0. Hasil indek Prestasi kelima mahasiswa tersebut memperlihatkan
interval 0,5, di mana setiap mahasiswa memperoleh perbedaan (interval)
IP masing-masing 0,5. Asoi memiliki IP = 4, sementara Ember memiliki
IP = 2, dalam hal ini secara kuantitatif IP yang dimiliki Asoi (4,0) dua kali
lebih besar dari pada IP Ember. Meskipun demikian secara kualitatif
tidaklah dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa kecerdasan Asoi dua
kali lebih tinggi daripada kecerdasan Ember, sebab IP tersebut tidaklah
mengukur kuantitas prestasi mahasiswa, akan tetapi hanya menunjukkan
bagaimana urutan ranking kemampuan akademik kelima mahasiswa
tersebut, serta interval atau jarak kemampuan akademik antara satu
mahasiswa dengan mahasiswa lainn
4. Ukuran Ratio
Ukuran ratio juga digunakan untuk pengukuran terhadap variabel
seperti halnya biasa digunakan
dalam pengukuran ordinal dan interval, hanya saja data yang diperoleh
berbeda dengan data pengukuran ordinal dan pengukuran data interval.
Data ukuran ratio adalah data yang antara interval yang jaraknya tidak
dinyatakan sebagai perbedaan nilai antar responden, akan tetapi antara
seorang responden dengan nilai nol absolut. Karena ada titik nol, maka
perbandingan rasio dapat ditentukan. Misalnya pengukuran terhadap
pengukuran panjang, berat badan dan lain-lain. Panjang nol meter berarti
tidak ada panjang, sehingga panjang meja Asoi = 100 Cm, sedangkan Bob
= 200 Cm, maka dapat dikatakan bahwa panjang meja Bob dua kali lebih
pandang dari meja Asoi. Contoh lain, jika berat badan Cemy adalah 35
Kg, dan berat badan berat Dodor adalah 70 Kg, maka dapat disimpulkan
bahwa berat badan Dodor dua kali lebih berat dari Cemy. Hal tersebut
disimpulkan karena pengukuran panjang dan berat tadi dimulai dari titik
nol, yang berarti panjang nol dan berat nol memang tidak ada.
Berbagai variabel yang menggunakan ukuran rasio ini antara lain
dalam bidang kependudukan: tingkat kelahiran, kematian, jumlah peserta
Keluarga Berencana; bidang ekonomi: penghasilan keluarga, jumlah
produksi, dalam bidang administrasi negara: jumlah kebijakan, jumlah
pegawai, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disarikan tipe
data dan karakteristik pengukurannya seperti tabel berikut:
124
Tabel 5.1 Tipe Data dan Karakteristik Pengukurannya
No. Tipe Karakteristik Data Operasi Contoh
Data Dasar Secara
Empirik
1 Nominal Klasifikasi, tetapi Penentuan Gender (pria,
tidak mem- kesetaraan wanita)
perlihatkan urutan,
jarak, atau keunikan
2 Ordinal Klasifikasi dan Penentuan Kematangan
urutan, tetapi tidak nilai yang daging (sangat
jarak, atau keunikan lebih besar baik, baik,
atau lebih sedang, tidak
kecil baik)
3 Interval Klasifikasi, urutan, Penentuan Tingkat
dan jarak, tetapi persamaan temperatur
tidak atau
memperlihatkan perbedaan
keunikan interval
4 Rasio Klasifikasi, urutan, Penentuan Usia
jarak dan keunikan kesetaraan
atau rasio
Sumber: Diolah dan disesuaikan berdasarkan gambaran yang
diberikan oleh Donald R. Cooper, Pamela S. Schindler, Business
Reseach Methods, Boston: Mcgraw-Hill, 2001, h. 205

H. BERBAGAI TIPE SKALA PENGUKURAN


Dari empat macam jenis ukuran yang telah dikemukakan di atas,
ternyata ukuran intervalah yang lebih banyak digunakan untuk mengukur
fenomena/variabel sosial termasuk dalam Administrasi Negara. Menurut
Sugiyono (1992) para ahli sosiologi membedakan dua tipe skala menurut
fenomena sosial yang diukur yaitu:
1. Skala pengukuran untuk mengukur perilaku susila dan kepribadian.
2. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya lain dan
lingkungan sosial.
Yang termasuk tipe yang pertama adalah: skala sikap, skala moral, test
karakter, skala partisipasi sosial. Yang termasuk tipe kedua adalah skala
untuk mengukur status sosial ekonomi, lembaga-lembaga sosial,
kemasyarakatan dan kondisi kerumah tanggaan.

125
Dalam penelitian Administrasi Negara dan penelitian sosial
lainnya, instrumen pengukuran yang paling sederhana dan banyak
digunakan adalah dalam bentuk pertanyaan tunggal, misalnya jika ingin
mengukur sikap pegawai tentang kebijakan dana pensiun yang ditetapkan
pimpinan ditanyakan: bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu tentang
kebijakan dana pensiun yang baru ditetapkan? Dalam kuesioner ini
responden diminta memberikan jawaban sebagai berikut:

3 2 1
Setuju Ragu-Ragu Tidak
Setuju
Gambar 5.4 Pilihan Jawaban Tanggapan Responden Tentang Sikap
Kebijakan Dana Pensiun

Instrumen di atas memperlihatkan tiga pilihan jawaban berjenjang


yakni: "setuju", "Ragu-Ragu", dan "Tidak setuju". Jika diperhatikan,
meskipun dalam instrumen ini telah dapat memenuhi syarat sebagai alat
pengukur, akan tetapi kualitasnya masih relatif rendah, karena pertanyaan
tunggal seperti ini tidak dapat memperlihatkan konsep sikap pegawai
tentang kebijakan dana pensiun yang lengkap. Oleh karenanya, dalam
penelitian sosial banyak dikembangkan ukuran gabungan yang dipandang
lebih mampu mengasilkan hasil pengukuran yang lebih tepat. Ukuran
gabungan ini dikenal sebagai indeks dan skala. Indeks dan skala sering
digunakan secara salah, di mana keduanya seolah-olah mempunyai arti
yang sama (Effendi, 2003). Sepintas memang terlihat ada persamaannya,
di mana keduanya menggunakan ukuran ordinal yang disusun sedemikian
rupa sehingga dapat mengurutkan responden dalam urutan yang lebih
tepat menurut variabel tertentu. Namun perbedaan yang pokok diantara
indeks dan skala adalah dalam penetapan skor (Babbie, 1979). Dalam hal
ini indeks adalah penjumlahan seluruh skor dari berbagai pertanyaan, jadi
kalau terdapat empat pertanyaan, dengan opsi skor jawaban 1,2, 3, maka
indeks yang diperoleh seorang responden adalah 4 sampai 12. Sementara
itu, skala disusun atas dasar penunjukan skor pada pola-pola atribut. '
Seperti dikemukakan di atas, indeks dan skala adalah ukuran
gabungan buat suatu variabel. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang
lebih tepat maka sebaiknya tidak dihasilkan oleh satu pertanyaan saja,
akan tetapi diperoleh dari beberapa pertanyaan. Misalnya jika ingin
mengetahui pendapat responden atas kebijakan dana pensiun yang
dicontohkan di atas, tidak hanya menggunakan pertanyaan tersebut, akan
tetapi ditambah empat pertanyaan lain yang berbeda. Adapun skor seorang
126
responden adalah hasil peroleh- an responden atas kelima pertanyaan yang
dijawabnya.
Pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan dalam berbagai
bidang penelitian, perbedaan yang terletak di dalamnya hanya pada isi dan
penekanannya. Para ahli sosiologi lebih menekankan pada pengembangan
instrumen untuk mengukur perilaku manusia. Meskipun demikian, para
ahli sosiologi maupun psikologi, keduanya sama-sama menekankan pada
pengukuran sikap yang menggunakan skala sikap. Menurut Young (1982)
berbagai jenis skala yang dapat digunakan untuk mengukur fenomena
sosial, dan dapat dianalisis menggunakan metode statistik adalah: Skala
untuk mengukur intelegensi, kepribadian, sikap, status sosial, institusional
(kelembagaan), dan berbagai tipe yang lainnya seperti: arbitrary scale,
scales in wich the items, scale values, scale constructed in accordance
with "scale analysis " techniques device by Louis Guttman and Coworker,
"projective test" skala yang lain dapat merupakan penggabungan dari
berbagai tipe skala di atas. Berdasarkan berbagai skala untuk mengukur
fenomena sosial tersebut, pada bagian lain hanya dikemukakan skala
untuk pengukuran sikap.
Bisnis dan administrasi merupakan pranata sosial yang di
dalamnya terkandung berbagai disiplin ilmu yang utama yaitu sosiologi
dan psikologi (Sugiyono, 1992), sehingga untuk melakukan pengukuran
tentang kedua fenomena tersebut pengembangan instrumen penelitiannya
juga akan lebih menekankan pada pengukuran sikap, yang menggunakan
skala sikap. Berbagai skala sikap yang sering digunakan ada 5 macam
yaitu: Skala Likert, Skala Guttman, Rating Scale, Semantic Defferensial,
Skala Thurstone (Cooper, Pamela, 2001); lihat pula (Sugiyono, 1992);
(Effendi, 2003).
Kelima jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
mendapatkan data interval, atau ratio. Hal ini akan tergantung pada bidang
yang akan diukur sedangkan Skala Thurstone umumnya banyak
digunakan dalam pengukuran fenomena yang berhubungan dengan
psikologi sehingga tidak dibicarakan di sini.

1. Skala Likert
Skala Likert sangat banyak digunakan dalam penelitian sosial
khususnya untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau
kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena
sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian. Dalam penyusunan instrumen dalam
penggunaan skala ini diawali dengan penelaahan teoretik yang
127
menghantarkan peneliti dalam penentuan, dimensi dari variabel tersebut,
menentukan berbagai indikator atau petunjuk dari dimensi yang relevan,
kemudian merancang butir instrumen.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif, yang
dapat berupa kata-kata antara lain seperti terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.2 Alternatif Jawaban Skala Likert


No. Kategori Jawaban untuk Melihat
Persetujuan Kuantitas Kesukaan
1 Sangat setuju Selalu Sangat suka
2 Setuju Sering Suka
3 Ragu-ragu Kadang-kadang Ragu-ragu
4 Tidak setuju Jarang Tidak suka
5 Sangat tidak setuju Tidak pernah Sangat tidak suka

Selanjutnya, untuk keperluan analisis secara kuantitatif, maka


jika statemen yang disajikan dalam bentuk yang positif dapat diberi skor,
misalnya seperti ilustrasi tabel berikut:

Tabel 5.3 Alternatif Jawaban dan Skor Skala Likert dengan Disain
Instrumen yang Positif
No. Kategori Jawaban untuk Melihat (dalam statemen positif)
Persetujuan Skor Kuantitas Skor Kesukaan Skor
1 Sangat setuju 5 Selalu 5 Sangat suka 5
2 Setuju 4 Sering 4 Suka 4
3 Ragu-ragu 3 Kadang- 3 Ragu-ragu 3
kadang
4 Tidak setuju 2 Jarang 2 Tidak suka 2
5 Sangat tidak 1 Tidak pernah 1 Sangat tidak 1
setuju suka

Kadang-kadang instrumen dirancang dengan kombinasi positif


yang berarti statemen atau pertanyaan yang diajukan dengan jawaban
sangat setuju/selalu/sangat suka akan memperoleh skor yang tertinggi ke
skor yang terendah. Misalnya jika responden menjawab pernyataan:
"menurut saya kebijakan dana pensiun yang baru ditetapkan di kantor ini
menyejukkan". Tanggapan responden akan diberikan skor berurut-turut 5,
4, 3, 2, 1. Akan tetapi jika pernyataannya dirubah menjadi negatif yang

128
berarti statemen atau pertanyaan yang diajukan dengan jawaban sangat
setuju/selalu/sangat suka akan memperoleh skor yang terendah ke arah
tertinggi, hal ini menandakan jika responden menjawab sangat
setuju/selalu/sangat suka berarti mereka sesungguhnya sangat tidak
setuju/tidak pernah/sangat tidak suka, sehingga skornya akan dibalik
menjadi berturut-turut 1, 2, 3, 4, 5 sebagaimana terlihat dalam tabel
berikut.

Tabel 5.4 Alternatif Jawaban dan Skor Skala Likert dengan Disain
Instrumen yang Negatif
No. Kategori Jawaban untuk Melihat
(dalam statemen negatif)
Persetujuan Skor Kuantitas Skor Kesukaan Skor
1 Sangat setuju 1 Selalu 1 Sangat suka 1
2 Setuju 2 Sering 2 Suka 2
3 Ragu-ragu 3 Kadang- 3 Ragu-ragu 3
kadang
4 Tidak setuju 4 Jarang 4 Tidak suka 4
5 Sangat tidak 5 Tidak pernah 5 Sangat tidak 5
setuju suka
Instrumen ini yang dirancang dengan Skala Likert dapat
disajikan dalam pertanyaan misalnya: "Bagaimana pendapat
Bpk/Ibu/Sdr tentang kebijakan dana pensiun yang baru ditetapkan?.
Selain menyajikan dalam bentuk pertanyaan dapat juga disajikan
dalam bentuk pernyataan seperti terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.5 Instrumen Skala Likert dengctn Bentuk Pernyataan


No. Pernyataan Alternatif Jawaban
STS S R TS STS
1 Kebijakan dana pensiun di V
kantor saya sangat menjanjikan
2 Pimpinan saya memberikan V
arahan kepada bawahannya
3 Saya terpaksa berangkat lebih V
awal ke kantor agar tidak
terlambat bekerja
4 Bagi saya penyelesaian V
pekerjaan adalah yang terutama
5 Dan seterusnya
129
Keterangan:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
R = Ragu-Ragu (Netral)
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju

Instrumen tersebut memperlihatkan 3 butir pernyataan positif (1,2


dan 4), sedangkan butir pernyataan negatif hanya 1. Jika keempat butir
tersebut di isi oleh responden maka skor yang diperolehnya untuk butir 1
= 5; butir 2 = 3; butir 35 = 5, dan butir 4 = 1 , maka skor total responden
tersebut adalah 14.
Contoh operasionalisasinya: dalam penelitian terhadap 80
responden, terlihat sebaran jawaban pernyataan nomor 1, sebagai berikut:
21 orang menjawab sangat setuju dengan skor 5
18 orang menjawab setuju dengan skor 4
30 orang menjawab ragu-ragu dengan skor 3
8 orang menjawab tidak setuju dengan skor 2
3 orang menjawab sangat tidak setuju dengan skor 1,

Maka berdasarkan data tersebut dapat diolah dengan langkah berikut.

Jumlah skor untuk yang menjawab: 21 orang, maka 21 x 5 = 105


sangat setuju
Jumlah skor untuk yang menjawab: 18 orang, maka 1 8 x 4 = 72
setuju
Jumlah skor untuk yang menjawab ragu-: 30 orang, maka 3 0 x 3 = 90
ragu
Jumlah skor untuk yang menjawab tidak : 8 orang, maka 8 x 2 = 8
setuju
Jumlah skor untuk yang menjawab: 3 orang, maka 3 x 1 = 3
sangat tidak setuju
Jumlah skor adalah = 278

Dengan motode tersebut maka terdapat rentang skor teoretik antara


skor terendah 80 yang diperoleh dari 1 (seluruh responden memberi
jawaban sangat tidak setuju): 80 x 1 = 80 sampai skor tinggi 400 yang
diperoleh dari 5 (seluruh responden memberi jawaban sangat setuju): 80 x
5 = 400. Jadi berdasarkan data itu maka tingkat persetujuan 80 responden
tentang Kebijakan dana pensiun di kantor tersebut adalah = 278: 400 =
130
69,5 %, hal itu menunjukkan bahwa 69,5 % responden menyukai
kebijakan baru tersebut dilakukan. Jika digambarkan dalam garis
kontinum, terlihat sebagai berikut:

Gambar 5.5 Penafsiran Data Tanggapan Responden Tentang Sikap


Kebijakan Dana Pensiun

Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 80 responden maka data


yang diperoleh 278 terletak pada daerah antara "Ragu-ragu" dengan
"Setuju". Bila didasarkan pada kelompok responden, maka dapat di-
ketahui bahwa responden:

1. Sangat setuju = 26,25 persen menyatakan (21/80x100%=26,25%)


2. Setuju = 22,50 persen menyatakan (18/80x100%= 22,50%)
3. Ragu-ragu/ = 37,50 persen menyatakan (30/80x100%= 37,50%)
netral
4. Tidak setuju = 10,00 persen menyatakan (8/80 xl00%= 10,00%)
5. Sangat tidak = 3,75 persen menyatakan (3/80 xl00%= 3,75%)
setuju

Selain dalam bentuk pernyataan, instrumen Skala Likert dapat juga


dirancang dalam bentuk pertanyaan. Misalnya dengan perintah pilihlah
salah satu jawaban terhadap pernyataan berikut sesuai dengan pendapat
anda, dengan cara memberi tanda lingkaran pada nomor jawaban yang
tersedia:
Apakah Bpk/Ibu/Sdr setuju dengan kebijakan dana pensiun yang baru
ditetapkan?
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu/netral
d. Setuju
e. Sangat setuju

Terdapat keuntungan penyajian instrumen dalam bentuk pilihan


ganda dibandingkan dengan penyajian dalam bentuk cheklist, di mana
posisi urutan jawaban dapat dilakukan berbeda-beda (misalnya untuk

131
jawaban di atas "sangat tidak setuju" diletakkan pada jawaban nomor
pertama, sementara nomor dua justru jawaban nomor pertama dapat
dijadikan "sangat setuju") sehingga dapat "memaksa" responden untuk
membaca dengan teliti masing-masing pertanyaan dan jawabannya dan
dapat menghindari duplikasi jawaban yang diisi seenaknya saja.
Sementara dalam bentuk pernyataan tidak bisa dilakukan seperti ini,
karena sudah tersusun baku mulai dari pernyataan pertama hingga
terakhir.

2. Skala Guttman
Berbeda dengan Skala Likert yang memberi opsi jawaban 3,4,5,6,
7 dan seterusnya, Skala Guttman justru memberikan opsi jawaban hanya
dua saja, sehingga skala ini skala dikhotomi (memaksa responden hanya
memilih dua alternatif dan tidak ada jawaban ragu-ragu). Dengan kata lain
dalam skala ini responden dituntut memberi jawaban yang tegas terhadap
permasalahan yang ditanyakan. Contoh jawaban yang dikhotomi: suka-
tidak suka; ya-tidak; benar-salah; pernah-tidak pernah; positif -negatif;
mau-tidak mau, dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data
interval atau ratio.
Contoh:
1. Bagaimana pendapat Bpk/Ibu/Sdr tentang kebijakan lembur di kantor
ini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Apakah pimpinan Bpk/Ibu/Sdr pernah memberikan pengarahan tentang
pekerjaan ?
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala Guttman selain dapat dibuat bentuk pilihan ganda, juga
dapat dibuat dalam bentuk checklist. Sementara untuk mempermudah
pengolahan datanya, jawaban setuju dapat diberikan skor 1 dan tidak
setuju diberi skor 0. Adapun pengolahan dan analisis data dapat dilakukan
seperti pada Skala Likert yang telah disajikan terdahulu.

3. Semantik Differensial
Skala Semantik Differensial atau sering disebutkan skala
perbedaan semantik berusaha mengukur arti objek atau konsep bagi
seorang responden. Pengukuran yang berbentuk semantik defferential
dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga untuk mengukur sikap, hanya
bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam
132
satu garis kontinum yang jawaban sangat positifnya terletak di bagian
kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis,
atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah dua interval, dan biasanya
skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang
dipunyai oleh seorang.
Responden diminta untuk menilai suatu objek atau konsep
(sekolah, kantor, kinerja, dan lain-lain) pada suatu skala yang mempunyai
dua objektif yang bertentangan (Effendi, 1989). Skala bipolar ini me-
ngandung unsur evaluasi. Menurut Osgood skala bipolar ini mengandung
unsur evaluasi misalnya bagus- tidak bagus, hadir-tidak hadir, setia-tidak
setia; unsur potensi misalnya bersih-kotor, kuat-lemah; kemudian unsur
aktifitas misalnya aktif-pasif, panas-dingin. Ketiga unsur tersebut dapat
mengukur tiga dimensi sikap yakni: 1) evaluasi responden tentang objek
atau konsep yang sedang diukur, 2) persepsi responden tentang potensi
objek atau konsep tersebut, dan 3) persepsi responden tentang aktifitas
objek.
Untuk mengukur sikap pegawai tentang program efisiensi yang
dilakukan kantor, dapat menyusun skala perbedaan semantik sebagai
berikut:

Gambar 5.6 Skala Perbedaan Semantik

Terkait dengan pengukuran ini, responden akan memberikan


jawaban pada rentang jawaban yang positif dengan skor 5, hingga negatif
skor negatif dengan skor 1. Jika responden memberikan penilaian dengan
angka 5 terhadap program efisiensi yang dilakukan berarti persepsinya
tentang program efisiensi tersebut baik, tetapi sebaliknya jika yang dipilih
adalah angka 1 berarti menurutnya program efisiensi tersebut buruk.
Sementara bila yang dipilih adalah angka 3, berarti netral dia netral

133
menilai program tersebut. Dengan kata lain dia tidak memihak ke kiri atau
ke kanan.

4. Rating Scale
Ketiga skala pengukuran yang telah diuraikan terdahulu, data yang
diperoleh adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan, di mana
responden akan memilih jawaban, senang atau tidak senang setu
ju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah. Konsep pengukuran dalam
rating scale tidaklah seperti itu, sebab dalam rating scale ini data mentah
yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian
kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan
menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi
menjawab salah satu dari jawaban kuantitatif yang telah disediakan oleh
karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran
sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena
lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi,
kelembagaan, pengetahuan, kemampuan (Sugiyono, 1992).
Perlu diperhatikan dalam penyusun instrumen dengan rating scale
adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan dalam
alternatif jawaban pada setiap item instrumen. Artinya harus dipastikan
bahwa pilihan angka 4, harus dimaknai sama oleh responden yang
memilih angka 4 tersebut. Misalnya seberapa baik produktifitasnya kerja
yang anda ketahui di kantor ini ?

Berilah jawaban angka:

4 Bila Iklim keija Jika satu responden


sangat kondusif memilih angka 3, berarti
3 Bila iklim keija produkti- fitas keija tinggi,
kondusif ketika responden lain
2 Bila iklim kerja memilih angka 3, maka
kurang kondusif maknanya harus sama
1 Bila iklim kerja tidak yakni produktifitas kerja
kondusif tinggi.

Contoh penggunaan pengukuran rating scale. Seorang ingin


mengetahui iklim keija dalam suatu kantor, dan menyusun instrumen
dalam rating scale seperti berikut:

134
Tabel 5.6 Instrumen Iklim Kerja dengan Rating Scale

No. Pernyataan tentang iklim kerja Pilihan


Item jawaban
1 Suasana keija harmonis 4 3 2 1
2 Terdapat keijasama yang baik satu 4 3 2 1
dengan yang lain
3 Saling menghormati 4 3 2 1
4 Melakukan pekerjaan dengan 4 3 2 1
menyenangkan
5 Memberikan pertolongan kepada yang 4 3 2 1
lain menjadi kebiasaan

Jika instrumen tersebut digunakan dalam penelitian terhadap


25 responden, setelah data ditabulasi- kan terlihat seperi tabel
berikut:

Tabel 5.7 Tabulasi Data Iklim Kerja dengan Rating Scale

Nomor Skor jawaban responden untuk Skor Total


Responden pernyataan nomor
1 2 3 4 5
1 3 3 4 2 1 13
2 2 2 4 4 3 15
3 1 2 3 4 2 12
4 4 3 2 2 3 14
5 2 4 4 2 3 15
6 3 2 3 4 2 14
7 3 3 4 2 4 16
8 2 2 4 4 3 15
8 2 2 3 4 2 13
10 3 3 4 2 4 16
11 2 2 1 3 3 11
12 3 2 4 4 2 15
13 2 3 4 2 4 15
14 2 2 2 4 2 12
15 1 4 3 3 2 13
16 3 3 4 2 2 14

135
16 3 3 4 2 2 14
17 2 2 4 4 3 15
18 1 4 2 2 4 13
19 3 2 3 4 2 14
20 3 3 3 3 2 14
21 2 2 4 4 3 15
22 1 4 3 3 2 13
23 3 .3 4 2 4 16
24 2 4 4 4 3 17
25 4 2 3 2 2 13
Jumlah 353
Sumber: Data fiktif

Analisis dilakukan sebagai berikut. Pertama dapat dihitung jumlah


skor teoretik yang bergerak pada skor tinggi 500 (angka tersebut diperoleh
dengan asumsi semua responden atau 25 orangng memilih skor 4 untuk
lima pertanyaan), dan skor terendah 200 (jika semua responden atau 25
memiliki skor 1 untuk lima pertanyaan). Sementara jumlah skor yang
diperoleh adalah 353. Oleh karenanya jika melihat hasil penelitian iklim
kerja ini menunjukkan bahwa iklim kerja menurut persepsi 25 orang
responden adalah 353. Untuk memaknai angka tersebut secara kualitatif
dapat digambarkan dalam garis kontinum seperti berikut:

Gambar 5.7 Penafsiran Data Tanggapan Responden


Tentang Iklim Kerja

Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dimaknai bahwa iklim kerja


menurut responden berada di- antara kurang kondusif dengan kondusif,
mengingat skornya adalah 353.
Selain instrumen yang telah dikemukakan di atas, terdapat
instrumen penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data nominal
dan ordinal. Untuk memperoleh data nominal dapat mengajukan per-
tanyaan: 1) berapakah jumlah pegawai yang bekerja di kantor ini? Jumlah
pegawai = .... orang; 2) diantara pegawai tersebut, berapa orang yang
dapat berbahasa Cina? Jumlah pegawai yang dapat berbahasa Cina
136
= .... orang; 3) siapakah pegawai teladan di kantor ini? Pegawai teladan
adalah …. ; berapa unit komputer yang ada di kantor ini? Komputer di
kantor ini ada .... unit; dari manakah anda mengetahui kebijakan yang baru
ditetapkan? Kebijakan yang baru ditetapkan diketahui dari ….
Selanjutnya untuk menjaring data ordinal dapat membuat
instrumen dengan pertanyaan sebagai berikut: berilah ranking sepuluh
pegawai yang paling berdisiplin selama bulan Maret 2014.

Tabel 5.8. Ranking 10 Pegawai Paling Berdisiplin


Bulan Maret 2014
Nomor Nama Pegawai Ranking Kedisiplinan
Urut
1. Amir
2. Budi
3. Chelivya
4. Dono
5. Emy
6. Fitra
7. Gogon
8. Horas
9. Indah
10. Jojon
11. Kaston
12. Lolian
13. Masni
14. Nindya
15. Opussy

1. RANGKUMAN
1. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview
(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan),
dokumentasi atau gabungan.
2. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.

137
3. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.
4. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam
dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
5. Dokumentasi terutama untuk mendapatkan data sekunder yaitu data
yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal menyalin saja. Data
sekunder dapat dipergunakan sebagai sarana pendukung memahami
dan menjelaskan masalah yang akan diteliti agar lebih operasional dan
memberi solusi permasalahan yang ada.
6. Data yang diperoleh khususnya data primer sangat ditentukan
ketepatan pengukuran yang dilakukan. Untuk itu dibutuhkan kehati-
hatian dan kecerdasan dalam merancang instrumen penelitian yang
berhubungan erat dengan skala pengukuran yang ditetapkan. Menurut
Sugiyono (1992), skala pengukuran merupakan seperangkat aturan
yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu
variabel.
7. Tingkat pengukuran (skala) pengukuran dapat berupa: nominal,
ordinal, interval dan ratio.
8. Berbagai skala sikap yang sering digunakan ada 5 macam yaitu: Skala
Likert, Skala Guttman, Rating Scale, Semantic Defferensial, Skala
Thurstone (Cooper, Pamela, 2001); lihat pula (Sugiyono, 1992);
(Effendi, 2003).

J. TES FORMATIF
1. Jelaskan perbedaan wawancara terstruktur dan tidak tersetruktur.
Berikan contoh keduanya.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Angket serta kemukakan prinsip-
prinsip dalam penulisannya sebagai teknik pengumpulan data.
3. Bagaimana perbedaan observasi berperan serta dan nonpartisan.
4. Apa yang dimaksud dengan dokumentasi sebagai teknik
pengumpulan data.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan skala pengukuran.
6. Jelaskan jenis-jenis tingkat pengukuran (skala) dengan contohnya.
(Bobot 2)
7. Ada 5 skala sikap yang sering digunakan. Berikan contoh setiap skala
sikap tersebut.(Bobot 3)

138
Bobot tes nomor 1-5 masiong-masing 1 sedangkan nomor 6 adalah
2 dan nomor 7 adalah 3. Menjawab tes formatif dibawah 80% dari bobot,
mahasiswa dianjurkan untuk membaca kembali materi bab V. Bila
mencapai minimal 80 % akan memudahkan mempelajari materi bab VI
tentang pengembangan instrumen penelitian masih menjadi bagian dari
pembahasan komponen proses penelitian pengumpulan data.

139
BAB VI
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN

Bab ini membahas bagaimana mengembangkan instrument


penelitian yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengumpulan
data. Tujuan yang akan dicapai dalam mempelajari bab ini adalah agar
mahasiswa dapat memahami cara-cara penyusunan instrument penelitian
yang baik.

A. INSTRUMEN PENELITIAN
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa pada dasarnya
penelitian adalah suatu aktifitas melakukan pengukuran untuk
memperoleh data yang akan digunakan memecahkan masalah penelitian.
Data yang digunakan dapat berupa data sekunder, meskipun dalam
penelitian kuantitatif masih dominan menggunakan data primer. Jika
menggunakan data primer tentu saja sebelum melakukan pengumpulan
data, langkah awal adalah melakukan penyusunan instrumen penelitian.
Oleh karenanya instrumen pene litian adalah suatu alat ukur yang
digunakan untuk mengukur suatu fenomena atau variabel yang diamati
oleh peneliti. Karena alat ukur variabel tersebut belum tersedia maka
penelitilah yang merancangnya.
Dalam ilmu alam umumnya sudah terdapat alat ukur yang sudah
terstandarisasi sehingga dalam pengukuran dapat langsung digunakan.
Misalnya jika ingin mengukur berat sudah ada timbangan, mengukur suhu
badan menggunakan thermometer, mengukur panjang dapat menggunakan
meteran, dan seterusnya. Berbagai alat ukur yang dikemukakan tersebut
sudah teruji validitas, reliabilitas, sensitifitas. Sementaradalam ilmu sosial,
jarang memperoleh alat ukur yang sudah sama dengan alat ukur yang
digunakan dalam ilmu alam tersebut sehingga alat ukur yang sudah
dihasilkan haruslah diuji terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan
reliabilitasnya. Oleh sebab itu, peneliti bidang sosial umumnya lebih suka
mendisain instrumennya sendiri dengan resiko peneliti harus terlebih
dahulu melakukan ujicoba instrumen tersebut.
Penyusunan instrumen dalam penelitian kuantitatif perlu
memperhatikan berbagai aspek diantara- nya komponen inti instrumen,
kriteria instrumen yang baik. Menurut Emory-Cooper (1999) terdapat
empat komponen yang harus diperhatikan yaitu: 1) Subyek, yakni individu
atau lembaga yang melakukan penelitian; 2) Ajakan, yang berarti
permohonan dari peneliti kepada responden untuk dapat mengisi dengan
obyektif instrumen yang dipersiapkan; 3) petunjuk pengisian instrumen
140
yang dengan mudah dapat dimengerti responden; dan 4) pertanyaan atau
pernyataan yang tidak membias beserta tempat mengisi jawaban yang
dipersiapkan dengan baik.
Untuk memperoleh instrumen yang baik, setidaknya harus
memenuhi lima kriteria sebagaimana dikemukakan oleh Sevilla (1988)
yaitu:

1. Validitas.
Validitas instrumen sangat perlu diperhatikan. Validitas instrumen
memperlihatkan sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang
harus diukurnya. Misalnya jika mengukur motivasi kerja, maka pertanyaan
dalam instrumen tersebut haruslah berkaitan dengan motivasi keija. Untuk
memastikan hal tersebut terlebih dahulu dilakukan kajian teoretik yang
dapat memberikan gambaran kepada peneliti seperti apa variabel tersebut,
dan apa saja yang menjadi dimensinya serta apa saja indikatornya.
2. Reliabilitas.
Reliabititas instrumen adalah sejauh mana suatu instrumen dapat
memberikan hasil pengukuran yang konsisten jika digunakan berulang-
ulang. Reliabilitas instrumen yang baik berarti suatu instrumen yang dapat
memberikan hasil pengukuran yang sama dalam berbagai pengukuran
yang dilakukan. Jika mengukur lebar misalnya menggunakan langkah kaki
sudah pasti tidak reliabel, mengingat setiap langkah kaki tersebut, diduga
tidak sama persis jarak yang dihasilkannya. Akan berbeda hasilnya jika
menggunakan meteran, karena ukuran panjang yang dihasilkan meteran
akan menghasilkan jarak yang konsisten.
3. Sensitifitas.
Sensitifitas instrumen adalah sejauh mana suatu instrumen mampu
melakukan diskriminasi, dalam artian jika suatu alat ukur valid dan
reliabel maka sesungguhnya instrumen tersebut juga memiliki sensitifitas
yang baik, karena instrumen tersebut dapat menunjukkan perbedaan atas
tingkat variasi karakteristik yang akan diukurnya.
4. Obyektifitas.
Objektifitas adalah informasi yang diberikan terhadap instrumen
dipastikan terbebas dari penilaian yang subjektif responden. Hal ini sangat
perlu dipastikan peneliti sehingga hasil penelitian tidak membias.
5. Fisibilitas.
Fisibilitas instrumen berhubungan dengan teknis pengisian instrumen serta
bagaimana peneliti mengatur waktu, tenaga dan pembiayaan pelaksanaan
pengumpulan data.

141
Penyusunan Instrumen
Untuk memperoleh instrumen yang baik perlu mengikuti langkah-
langkah yakni: 1) melakukan kajian teoretik; 2) menentukan dimensi; 3)
menentukan indikator; 4) membuat pertanyaan atau pernyataan untuk
masing-masing indikator, sesuai dengan kisi-kisi instrumen; 5) melakukan
ujicoba instrumen untuk menguji validitas dan reliabilitas. Kajian teoretik
atas variabel yang diteliti sangat diperlukan untuk memberikan gambaran
yang kompreshensif atas variabel tersebut. Untuk itu peneliti perlu
mempelajari variabel dimaksud dengan membaca berbagai literatur terkait,
maupun hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan oleh peneliti lain dalam
jurnal-jurnal baik cetak maupun elektronik.
Semakin komprehensif dan semakin luas kajian teoretik yang
dilakukan akan menghasilkan fondasi penelitian yang kuat. Melalui kajian
teoretik ini akan menuntun peneliti menemukan dimensi variabel yang
diteliti, demikian juga selanjutnya berbagai dimensi yang.dicermati dapat
diturunkan pada berbagai indikator dan pada akhirnya didasarkan pada
indikator tersebut dapat membuat butir pertanyaan atau pernyataan
penelitian. Untuk dapat membantu peneliti meringkas berbagai teori,
konsep, proposisi, definisi yang dirujuk dalam penyajian teoretik, ada
baiknya peneliti membuat matriks sehingga dapat melahirkan konstruk
atau sintesis yang tepat. Adapun matrik dimaksud adalah seperti tabel
berikut.
Tabel 6.1 Model Matriks Ringkasan Teoretik
Kinerja Pegawai
No. Sumber Intisari Dimensi Indikator Kontruk/Sintesis
Rujukan Rujukan
1 Stephen ………… ………. ………. Kinerja pegawai
Robbin ………… adalah ……
………… ……… ………………
2 Lijan P. …………. …….. ……… ……………….
Sinambela …………. ……… ………………..
3 Gary Dessler …………. ……… ……… ……………….
…………. ……… ……………….
4 Dst.

Adapun jumlah instrumen penelitian yang harus dipersiapkan oleh


penelili adalah sebanyak variabel yang diteliti. Misalnya dalam suatu
penelitian diajukan judul (Sinambela, 2000): Pengaruh Motivasi Kerja dan
Sikap Terhadap Profesi Terhadap Kinerja Guru. Berdasarkan judul

142
tersebut peneliti telah mempersiapkan instrumen penelitian yakni: 1)
instrumen untuk mengukur variabel Motivasi Kerja, Sikap Terhadap
Profesi, dan Kinerja Guru.
Sebelum menyusun konstruksi instrumen, terlebih dahulu
ditetapkan definisi konseptual sebagaimana telah dirumuskan dalam
konstruk atau sintesis dalam tinjauan teoretik. Berdasarkan definisi
konseptual tersebut dapat diturunkan definisi operasional yakni penjelasan
peneliti bagaimana mengukur variabel dimaksud. Misalnya dalam variabel
pelatihan, dalam hal ini bagaimana pelatihan dioperasionalisasikan dengan
menentukan dimensi dan indikator, dan bagaimana menentukan
pengukuran serta memaknai hasil pengukuran yang dilakukan. Setelah
penjelasan tersebut, dapat dirancang kisi-kisi penelitian.
Dalam suatu penelitian ditentukan salah satu variabel yang diamati
adalah pelatihan. Dalam hal ini telah dirumuskan definisi konseptual
seperti berikut: suatu proses pendidikan jangka pendek yang
mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas
yang terlihat dari dimensi materi pelatihan, metode pelatihan, dan evaluasi
pelatihan. Berdasarkan definisi konseptual tersebut kemudian
dioperasionalisasikan melalui pengukuran dengan rancangan kisi-kisi
instrumen seperti berikut.

Tabel 6.2. Contoh Kisi-Kisi Instrumen Pelatihan


Dimensi Indikator Butir
Pertanyaan
Kejelasan penentuan sasaran pelatihan 1
Kesesuaian atau manfaat praktis materi 2
Materi Kesesuaian komposisi materi yang diberikan 3
Jumlah materi yang ditawarkan 4
Ketepatan metode yang digunakan 5
Metode Variasi metode yang ditawarkan 6
Pelatihan Penguasaan materi yang diajarkan 7
Penguasaan teknik berkomunikasi secara 8
efektif
Peningkatan produktivitas kerja 9
Evaluasi Peningkatan karier 10
Penilaian pelatihan 11
Obyektifitas evaluasi 12

143
Selanjutnya, berikut diberikan contoh butir pernyataan terkait
dengan kisi-kisi di atas yang dirancang dengan Skala Likert lima opsi
jawaban yakni: Sangat Setuju (SS); Setuju (S); Ragu-ragu (R); Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan butir pernyataan
seperti pada tabel berikut.

Tabel 6.3. Contoh Butir Pernyataan Pelatihan


No. Pernyataan tentang Pelatihan Alternatif Pilihan
Item jawaban
SS S R TS STS
1 Menurut saya, sasaran pelatihan ditentukan
dengan jelas.
2 Materi pelatihan yang saya ikuti, sesuai dan
bermanfaat dalam pekerjaan saya
3 Menurut saya, komposisi materi yang
diberikan dalam pelatihan ini tepat
4 Jumlah materi pelatihan yang saya ikuti
sesuai dengan waktu yang ditetapkan
5 Menurut saya, metode yang digunakan
dalam pelatihan ini tepat dan mudah
dipahami
6 Dalam pelatihan ini, menurut saya metode
yang ditawarkan bervariasi
7 Penguasaan materi yang diajarkan saya
dapat kuasai dengan baik
8 Menurut saya, pelatih menguasai teknik
berkomunikasi yang efektif
9 Menurut saya, pelatihan ini dapat
meningkatkan produktivitas kerja saya
10 Pelatihan yang saya ikuti, akan
meningkatkan karir saya
11 Menurut saya, penilaian yang dilakukan
dalam setiap materi pelatihan beijalan
dengan baik
12 Keseluruhan pelaksanaan pelatihan yang
saya ikuti dievaluasi secara teliti

Selain dalam bentuk pernyataan instrumen juga dapat disajikan


dalam bentuk pernyataan seperti contoh berikut:

144
1. Apakah menurut Bpk/Ibu sasaran pelatihan ditentukan dengan jelas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
2. Apakah menurut Bpk/Ibu materi pelatihan yang ikuti, sesuai dan
bermanfaat dalam pekerjaan Bapk/ Ibu?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
3. Dan seterusnya

Bentuk instrumen pernyataan dalam bentuk checklist atau dalam


bentuk pertanyaan sama saja dan memiliki kekuatan dan kelemahan.
Pernyataan lebih efisien akan tetapi jawaban instrumen tidak bervariasi
dan tidak dapat disesuaikan dengan makna yang ingin ditangkap oleh butir
pernyataan. Sementara bentuk pertanyaan akan lebih komunikatif
mengingat pertanyaan dapat disesuaikan dengan jawaban yang berbeda
antar pertanyaan. Kelemahannya adalah instrumen akan menjadi sangat
tebal, sehinga lebih boros dan kemungkinan responden melihat tebalnya
instrumen akan menjadi malas untuk mengisinya.

Pengujian Instrumen Penelitian


Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa suatu instrumen
yang didisain peneliti belum dapat digunakan secara langsung akan tetapi
harus diujicoba terlebih dahulu untuk mengetahui apakah insrumen
tersebut sudah cukup baik atau belum. Baik tidaknya suatu intrumen dapat
dilihat dari apek validitas, reliabilitas, responsibilitas.

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dapat dilakukan
secara manual maupun dengan program alat analisis software komputer
seperti exel, SPSS atau Lisrel. Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang
valid dan reliabel dengan instrumen penelitian yang valid dan reliabel.
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan obyek yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti. Sedangkan instrumen penelitian yang valid dan reliabel berarti
145
suatu instrumen yang dapat menangkap apa yang harus diukurnya, dan
hasil pengukuran tersebut diberikan secara konsisten dalam berbagai
pengukuran yang dilakukan .
Setelah melalui pengujian validitas dan perhitungan reliabilitas
instrumen maka instrumen tersebut sudah siap digunakan untuk penelitian
yang sesungguhnya. Adapun tahapan perancangan instrumen sampai siap
digunakan untuk penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6.1. Tahapan Pembuatan Instrumen

B. VALIDITAS
Insrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapat data itu valid. Valid berarti instumen tersebut dapat untuk
mengukur apa yang akan diukur, contoh meteran yang valid dapat
digunakan untuk mengukur panjang dan teliti, karena meteran memang
alat mengukur panjang. Akan tetapi meteran tersebut menjadi tidak valid
kalau digunakan untuk mengukur berat. Sementara instrumen yang
reliabel berarti instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama pula. Ada
banyak tipe dari validitas dan reliabilitas. Tantangan terhadap validitas dan
reliabilitas tidak pernah bisa dihapus sepenuhnya, sebaliknya efek dari
tantangan tersebut dapat dilemahkan dengan memperhatikan validitas dan
reliabilitas dari penelitian.

146
Dalam bab ini akan dibahas validitas dan reliabilitas pada
penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Validitas dan reliabilitas dapat
diaplikasikan dalam dua tipe penelitian tersebut, meskipun dengan
pendekatan yang bervariasi. Hal itu terjadi karena instrumen yang
digunakan dalam penelitian sudah pasti berbeda, sehingga proses
pengujian validitas dan reliabilitas juga akan berbeda. Ini menunjukkan
bahwa reliabilitas adalah sebuah syarat tetapi tidak cukup untuk validitas
penelitian; reliabilitas adalah prasyarat dari validitas, dan validitas bisa
mencukupi tetapi bukan kondisi yang diperlukan dari reliabilitas. Dalam
hal ini dapat dimaknai bahwa reliabel sudah pasti valid, akan tetapi valid
belum tentu reliabel. Terkait hal ini, Brock- Utne (1996) berpendapat
bahwa validitas dan reliabilitas adalah persyaratan yang harus
dipertahankan dalam penelitian kuantitatif.
Validitas adalah kunci penting untuk penelitian yang efektif. Jika
sebagian dari penelitian tidak valid maka artinya penelitian itu tidak
bernilai. Validitas adalah syarat untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif
(dalam penelitian naturalistic). Versi terdahulu dari validitas berdasarkan
pandangan bahwa pada dasarnya suatu instrumen dapat mengukur apa
yang seharusnya dimaksudkan untuk diukur. Sebagai contoh, dalam data
kualitatif, validitas bisa dibuktikan dengan kejujuran, pendalaman,
kesempurnaan & cakupan data yang dicapai, pendekatan partisipan,
memperpanjang triangulasi, dan kenetralan atau objektivitas peneliti.

Jenis Validitas
Dalam data kuantitatif, validitas bisa dibuktikan melalui sampling
yang cermat, pemilihan instrumen yang tepat, dan penafsiran data statistik
yang tepat. Penelitian kuantitatif memiliki pengukuran standar error yang
menjadi sifatnya dan harus diakui sangat membantu dalam masalah
validasi instrumen. Berbeda dengan data kuantitatif, dalam data kualitatif
subjektivitas responden, pendapat responden, sikap dan perspektif sama-
sama berkontribusi pada derajat bias, sehingga lebih sulit mengetahui
valid tidaknya suatu data kualitatif. Dilihat dari jenis validitas, menurut
Chohen, Manion, Morrison (2007) terdapat 18 jenis yaitu:
1. Validitas internal
2. Validitas eksternal
3. Validitas isi
4. Validitas konstruk
5. Validitas berdasarkan kriteria
6. Validitas konkruen
7. Validitas Penampakan
147
8. Jury validity
9. Validitas prediktif
10. Validitas konsekuensial
11. Validitas sistemik
12. Validitas katalis
13. Validitas ekologis
14. Validitas cultural
15. Validitas deskriptif
16. Validitas interpretif
17. Validitas teoretis
18. Validitas evaluative

Banyaknya varian validitas menunjukkan betapa pentingnya suatu


penelitian memperoleh validitas suatu instrumen. Meskipun demikian, dari
sekian banyak jenis validitas sebagaimana dikemukakan di atas,
tampaknya peneliti cukup sulit untuk memenuhi keseluruhannya. Berikut
diuraikan berbagai validitas dimaksud.

1. Validitas Internal
Validitas internal dicari untuk menjelaskan kejadian, isu/gejala,
dan data tertentu yang mana seba-gian penelitian sesungguhnya didukung
oleh data. Pada beberapa tingkat dalam hal ini, bisa diaplikasikan ke
dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penyelidikan yang dilakukan
harus mampu mendeskripsikan secara tepat fenomena yang akan diteliti.
Pada penelitian kualitatif, validitas internal bisa dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu: dugaan awal; peneliti ganda; peneliti partisipan;
memeriksa data yang sejenis; memaknai secara mekanis untuk merekam,
menyimpan, dan menyelidiki kembali data. Selanjutnya, ada beberapa
ketentuan utama mengenai validitas internal, yaitu: data yang terpercaya;
keaslian data (kemampuan penelitian untuk melaporkan situasi melalui
sudut pandang partisipan); keyakinan akan kebenaran data yang diperoleh;
desain penelitian yang logis; kredibilitas data; data yang auditable (dapat
diperiksa/diteliti); data yang dependable (kebergantungan); data yang
dapat dikonfirmasi.
LeCompte dan Preissle menyajikan rincian yang lebih jelas terkait
keaslian, antara lain:
a. Fairness (keadilan), harus ada keseimbangan gambaran dan
penyelesaian dari realita, penafsiran, dan situasi.

148
b. Ontological Authenticity (keaslian ontologi), penelitian harus
menyajikan pemahaman situasi yang baru dan mutakhir, seperti
kejadian di sekitar yang ganjil/janggal, masalah yang mungkin
ditemui ketika menjadi partisipan kemudian menjadi pengamat.
c. Educative Authenticity, penelitian harus memberikan pengetahuan
baru.
d. Catalytic Authenticity (katalis), penelitian harus membangkitkan
ajaran atau tindakan yang spesifik.
e. Tactical Authenticity (taktis), penelitian harus membawa
keuntungan bagi khalayak banyak.
Sementara menurut Hammersley, untuk memperlihatkan validitas
internal dalam penelitian kuali-tatif harus memperhatikan hal-hal
berikut: Masuk akal dan dapat dipercaya; Harus ada bermacam-
macam dan sejumlah bukti (semakin meyakinkan bukti, semakin
kuat pernyataan); dan kejelasan pernyataan yang dibuat dalam
penelitian (seperti definisi, deskripsi, eksplanatori, teori generatif).
Selanjutnya Lincoln dan Guba mengatakan bahwa kredibilitas
penelitian naturalistik dapat dilakukan dengan langkah berikut:
a. Perpanjangan keterlibatan di lapangan
b. Pengamatan yang gigih/sungguh-sungguh; dalam rangka
membentuk karakteristik yang relevan
c. Triangulasi; metode, sumber-sumber, peneliti, dan teori.
d. Melibatkan teman sejawat; saling berdikusi satu sama lain dalam
rangka menguji kebenaran, membuat hipotesis, dan mengidentifikasi
langkah selanjutnya
e. Melakukan analisis atau kajian kasus negatif; untuk menyusun teori
yang sesuai pada setiap kasus, dan memperbaiki hipotesis
f. Pengecekan anggota; validasi responden, untuk menilai, mengoreksi
kesalahan, menawarkan ke-sempatan pada responden untuk
memberikan informasi tambahan, menyajikan rangkuman, dan untuk
memeriksa kecukupan analisis.
Dalam penelitian sejarah, jalannya pengamatan dapat dipandang
sebagai ancaman/ tantangan dalam validitas penelitian. Validitas
internal dalam penelitian etnografi juga diatasi dengan mengurangi
efek pengamatan dengan menguasai sampel dan tetap pada situasi
seperti itu.

2. Validitas Eksternal
Validitas eksternal mengacu pada tingkat hasil yang bisa
digeneralisasikan dalam populasi yang lebih besar, baik kasus ataupun
149
situasi. Isu tentang generalisasi memang problematik. Bagi seorang
peneliti posi- tivis, menggeneralisasikan merupakan hal yang sulit. Pada
hal dalam aliran penelitian tertentu, generalisasi melalui pengupasan
variabel konstektual sangatlah mendasar. Sedangkan bagi yang lainnya,
generalisasi sedikit mengungkapkan tentang konteks yang berguna
mengenai tingkah laku manusia. Bagi seorang posi- tivis, variabel harus
bisa dikontrol, mengacak sampel, sedangkan bagi seorang etnografer
tingkah laku manusia sangatlah kompleks, tidak dapat diperkecil atau
dikhususkan, sangat situasional dan unik.
Generalisasi dalam penelitian kualitatif diinterpretasikan sebagai
perbandingan dan dapat digam-barkan. Menurut penulis, sangat mungkin
menilai situasi yang khas, untuk mengidentifikasi kelompok pembanding,
dan untuk menunjukkan bagaimana data bisa diteijemahkan ke dalam
budaya dan tata letak yang berbeda.
Schofield mengatakan, dalam penelitian kualitatif penting untuk
menyajikan secara jelas, deskripsi yang mendalam dan rinci sehingga
orarfg-orang dapat memutuskan sejauh mana mencari satu bagian
penelitian untuk situasi lainnya, seperti untuk mengatasi isu perbandingan
dan pemaknaan ganda. Memang, penelitian kualitatif dapat digeneralisasi
dengan cara yang khas dan dengan melakukan multi-site study, meskipun
ini bisa dibantah bahwa hal ini berarti memasukan penelitian ilmiah ke
dalam penelitian non-ilmiah. Lincoln dan Guba memperingatkan peneliti
kualitatif untuk menentang hal tersebut, mereka berpendapat bahwa bukan
tugas seorang peneliti untuk menyajikan indeks transferability
(keteralihan); melainkan peneliti harus menyajikan banyak data penelitian
untuk pembaca untuk menentukan apakah transferability memungkinkan.
Dalam hal ini, transferability (keteralihan) membutuhkan gambaran yang
mendalam.
Bogdan dan Biklen berpendapat bahwa generalisasi ditafsirkan
berbeda dari kegunaannya dalam metodologi ilmiah yang dapat dilakukan
dalam penelitian kualitatif. Menurut mereka, seorang peneliti lebih
memperhatikan untuk memperoleh pernyataan universal dari proses-
proses sosial ketimbang menyajikan catatan/laporan dari kesamaan
diantara bermacam kondisi sosial (seperti sekolah dan ruang kelas).
Bogdan dan Biklen lebih tertarik dengan isu mengenai pertanyaan-
pertanyaan tentang situasi dan orang- orang yang dapat digeneralisasikan.
Ancaman atau tantangan yang dihadapi penelitian kualitatif untuk
memenuhi validitas eksternal an-tara lain:
a. Efek seleksi; di mana konstruk yang dipilih kenyataannya hanya
relevan pada kelompok tertentu.
150
b. Efek keadaan; di mana hasilnya sebagian besar fungsi dari konteks.
c. Efek sejarah; di mana situasi telah dicapai dari kondisi unik dan oleh
karena itu tidak sebanding.
d. Efek konstruk; di mana konstruk yang digunakan rancu untuk
kelompok tertentu.

3. Validitas Isi
Untuk menjelaskan validitas jenis ini, instrumen penelitian harus
cukup dan lengkap meliputi hal- hal yang memang dimaksudkan untuk
dibahas. Ini bukan berarti setiap isu dapat ditangani semua dengan mudah
karena waktu yang tersedia atau motivasi responden untuk menyelesaikan,
sebagai contoh sebuah instrumen atau kuesioner dalam suatu kasus, maka
peneliti harus memastikan elemen utama untuk dibahas dalam penelitian
cukup mewakili dan elemen yang dipilih untuk sampel penelitian dapat
dibahas secara mendalam dan luas. Sampel yang cermat dibutuhkan untuk
memastikan keterwakilannya tersebut.
Pengujian validitas isi instrumen yang berbentuk test dapat digunakan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi materi pelajaran
yang telah diajarkan. Seorang dosen yang memberi ujian di- luar pelajaran
yang telah ditetapkan, berarti instrumen ujian tersebut tidak memenuhi
tuntutan validitas isi. Selanjurnya, untuk instrumen yang akan mengukur
efektivitas pelaksanaan program kerja, maka pengujian validitas isi dapat
digunakan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi
rencana program yang ditetapkan.
Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen. Kisi- kisi tersebut memperlihatkan
berbagai variabel yang diteliti, dimensi yang ditetapkan, dan indikator se-
bagai tolak ukur masing-masing dimensi. Dengan rancangan kisi-kisi yang
baik, dapat dipersiapkan instrumen dan pengujian validitas dengan mudah
dan sistematis. Pada setiap instrumen baik tes maupun nontes terdapat
butir-butir pertanyaan atau pernyataan. Untuk menguji validitas butir-butir
instrumen lebih lanjut, setelah dikonsultasikan dengan ahli maka
selanjutnya diuji coba dan dianalisis dengan analisis item. Analisis item
dilakukan dengan menghitung korelasi antara setiap skor butir instrumen
dengan skor total, atau dengan mencari daya pembeda skor setiap item
dari sekelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban rendah.
Jumlah kelompok tinggi diambil 27% dan kelompok yang rendah diambil
juga 27% dari sampel ujicoba.

151
4. Validitas Konstruk
Konstruk berarti abstrak; validitas ini berbeda dengan validitas tipe
sebelumnya. Pada tipe validitas ini, persetujuan dicari dari konstruk yang
dioperasionalkan. Oleh karena itu, dalam validitas ini, artikulasi dari
konstruk adalah penting; peneliti memahami konstruk ini sama dengan
yang pada umumnya dianggap konstruk.
Untuk menetapkan validitas konstruk, peneliti perlu meyakini
bahwa konstruksinya disepakati oleh konstruksi yang lain; contohnya
kecerdasan, kreativitas, kegelisahan, motivasi. Hal ini dapat dicapai me-
lalui hubungan pengukuran isu lainnya dengan melihat akar konstruksi
dari si peneliti. Membuktikan validitas konstruk bukan berarti hanya
mengkonfirmasi konstruksi dengan memberikan literatur yang relevan,
tetapi melihat 'sanggahan' yang dapat mengancam konstruksi si peneliti.
Ketika bukti konfirmasi dan sanggahan seimbang, maka peneliti berada
pada posisi menunjukkan validitas konstruk, dan dapat menetapkan apa
yang ia dapat dari konstruk tersebut. Pada kasus interpretasi lainnya,
peneliti mungkin harus mengakui bahwa konflik dan menetapkan
interpretasi akan digunakan.
Untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari
ahli yang lain dengan cara setelah instrumen dikonstruksikan tentang
aspek yang akan diukur dengan landasan teori tertentu, maka selanjutnya
dikonsultasikan dengan para ahli. Ahli diminta pendapatnya tentang
instrumen yang telah disusun, dengan harapan para ahli akan memberi
pendapat dan masukan untuk perbaikan. Berbagai masukan yang diperoleh
akan dilakukan untuk memperbaiki atau mungkin merombak instrumen
yang dirancangnya. Jumlah tenaga ahli yang digunakan dalan hal ini
minimal 3 orang, dan umumnya mereka telah bergelar doktor sesuai
dengan lingkup yang diteliti.
Setelah pengujian konstruksi selesai dari para ahli, selanjurnya
diteruskan uji coba instrumen. Instrumen yang telah disetujui oleh para
ahli tersebut dicobakan pada sampel dari mana populasi diambil. Adapun
jumlah sampel sekitar 30 orang dari populasi yang telah ditetapkan.
Setelah data didapat dan ditabulasikan maka pengujian validitas konstruksi
dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor butir
instrumen dengan skor total dengan menggunakan rumus Koefisien
korelasi Product Moment dari Pearson. Untuk itu diperlukan bantuan
berbagai aplikasi analisis data misalnya Program Microsoft Excel, SPSS,
Lisrel dan lain-lain. Selain itu, analisis secara validitas dan reliabilitas
dapat juga dilakukan secara manual.

152
Dalam penelitian kualitatif, validitas konstruk harus menunjukkan
makna kategori yang peneliti gunakan bagi partisipan itu sendiri, seperti
mencerminkan cara partisipan sesungguhnya dalam menafsirkan situasi
penelitian, mereka melihat situasi melalui sudut pandang actor/pelaku.
Campbell and Fiske; Brock-Utne dan Cooper; Schindler mengatakan
bahwa validitas konstruk dibahas dengan teknik diskriminan dan
konvergen. Teknik konvergen berarti metode yang berbeda untuk meneliti
konstruk yang sama dapat memberikan inter-korelasi yang relatif tinggi,
sebaliknya teknik diskriminan menunjukkan bahwa dengan menggunakan
metode yang sama untuk meneliti konstruk yang berbeda dapat
menghasilkan inter-korelasi yang relatif rendah. Validitas diskriminan
tersebut bisa juga dihasilkan oleh faktor analisis pada kelompok yang
sama dan memisahkan mereka dari isu lainnya.

5. Validitas Berdasarkan Kriteria


Validitas jenis ini berupaya untuk menghubungkan hasil dari salah
satu imstrumen tertentu dengan kriteria eksternal lainnya. Dalam jenis
validitas ini, ada dua bentuk utama; validitas prediktif dan validitas
konkuren.
a. Validitas prediktif.
Validitas prediktif tercapai jika data yang diperoleh pada penelitian
putaran pertama berkorelasi tinggi dengan data yang diperoleh di masa
mendatang. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan diambil ketika siswa
berumur 16 tahun berkorelasi tinggi dengan hasil pemeriksaan yang
diperoleh siswa tersebut ketika usianya 18 tahun, maka dapat dikatakan
bahwa pemeriksaan pertama menunjukkan validitas prediktif yang kuat.
Validitas prediktif ini banyak digunakan untuk mencari dan menguji
kemampuan seseorang apakah dapat menyelesaikan suatu program atau
tidak. Sebagai contoh, suatu program pendidikan yang sangat kompetitif
dan kualifikasi yang sangat tinggi, dilakukan test dengan materi yang
sangat berat. Para peserta yang mengikuti test tersebut akan membuktikan
apakah peserta test dapat mengikuti program tersebut. Dalam artian, jika
peserta mampu menyelesaikan test dengan baik, maka diduga dia akan
mampu menyelesaikan program pendidikan dengan baik.
b. Validitas konkrues.
Untuk menunjukkan validitas bentuk ini, data yang dikumpulkan
dengan menggunakan salah satu instrumen harus berkorelasi tinggi dengan
data yang dikumpulkan dengan menggunakan instrumen lainnya. Sebagai
contoh, validitas konkrues digunakan untuk meneliti kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah. Peneliti dapat mengamati ketika siswa
153
sedang mengatasi masalahnya, atau dapat berbicara langsung dengan
siswa tersebut bagaimana ia menyelesaikan masalah, atau bisa juga
dengan meminta siswa tersebut "menuliskan " penyelesaian masalah itu.
Untuk itu, peneliti mempunyai tiga instrumen dengan pengumpulan data
yang berbeda yaitu: pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Jika
semua hasilnya disetujui atau "konkruen", berdasarkan kriteria
kemampuan pemecahan masalah tersebut, siswa menunjukkan
kemampuan yang baik dalam memecahkan masalah, dan peneliti dapat
memastikan itu dibandingkan dengan jika peneliti memberikan pernyataan
hanya dengan menggunakan satu instrumen.
Validitas konkruen sangat mirip dengan validitas prediktif dalam
konsep intinya yaitu, persetujuan dengan pengukuran kedua. Yang
membedakannya adalah tidak adanya elemen waktu; persetujuan
(konkuren) dapat ditunjukkan bersamaan dengan instrumen lainnya.
Bagian penting lainnya dari validitas konkuren yang dapat menjembatani
diskusi selanjurnya tentang reliabilitas adalah triangulasi.
Sementara itu, Maxwell menunjukkan bahwa ada lima jenis validitas
dalam metode kualitatif yang dikenal dengan gagasannya tentang 'unders
tanding' yaitu: Validitas deskriptif yakni ketepatan yang sesungguhnya
dari catatan, yang tidak dibuat-buat, dipilih atau berubah. Validitas
interpretif yakni kemampuan penelitian untuk menangkap maksud,
interpretasi, istilah, serta perhatian terhadap situasi dan kejadian, seperti
data, pendapat dari para partisipan; Validitas teoretis, yakni rancangan
teoretik yang membawa peneliti ke dalam penelitian, termasuk penelitian
itu sendiri. Teori di sini dianggap sebagai penjelasan tentang sesuatu
fenomena, jadi validitas teoretik menjelaskan fenomena penelitian secara
luas; hal ini sama dengan validitas konstruk. Dalam validitas teoretis,
konstruk merupakan keseluruhan partisipan. Validitas evaluative, yaitu
validitas yang cenderung evaluatif, lebih 'menghakimi' penelitian dari
kerangka deskriptif, eksplanatori ataupun interpretif. Secara jelas, ini
menunjukkan perspektif teoretis-kritis yang dapat mengganggu agenda
penelitian itu sendiri. Selanjutnya generalisasi, yakni pandangan bahwa
teori yang dihasilkan akan berguna dalam memahami situasi yang sama.
Generalisasi di sini mengacu pada generalisasi dalam kelompok atau
komunitas secara spesifik, situasi dan keadaan, untuk menspesifikasi
lingkungan (luar) komunitas (validitas eksternal); validitas internal di sini
lebih signifikan daripada validitas eksternal.
6. Validitas Ekologis
Dalam penelitian kuantitatif, variabel penelitian ilmiah sering
dikontrol, dan dimanipulasi. Sementara dalam penelitian kualitatif, premis
154
dasar penelitian naturalistik adalah peneliti sengaja untuk tidak mencoba
memanipulasi variabel maupun kondisi, situasi dalam penelitian benar-
benar terjadi. Validitas ekologis sangat penting dan berguna dalam
memetakan bagaimana kebijakan sesungguhnya terjadi. Validitas ekologis
ditunjukan dengan pentingnya memasukan sebanyak mungkin
karakteristik, faktor-faktor dan situasi tertentu dalam penelitian.
Kesulitannya, semakin banyak karakteristik yang dimasukkan dan
dideskripsikan, maka akan semakin sulit untuk bertahan pada prinsip etis
pokok dari penelitian.

7. Validitas Kultural
Jenis validitas yang terkait dengan validitas ekologis adalah
validitas kultural. Khususnya, isu mengenai lintas budaya, antar budaya,
dan perbandingan jenis penelitian, yang mana perhatiaannya untuk
membentuk penelitian sehingga sesuai dengan budaya yang diteliti, serta
di mana penelitian dan peneliti merupakan bagian dari budaya yang
berbeda. Validitas kultural didefinisikan sebagai "sejauh mana penelitian
sesuai dengan latar belakang budaya di mana penelitian akan dilakukan".
Validitas kultural sebaiknya berlaku pada semua tahap penelitian; dan
mempengaruhi perencanaan, implementasi, dan penyebarannya. Hal ini
melibatkan tingkat kepekaan terhadap partisipan, budaya, dan keadaan
yang sedang dipelajari.
Morgan menuliskan bahwa validitas kultural memerlukan apresiasi
nilai budaya yang diteliti, termasuk memahami sikap budaya sasaran yang
mungkin berbeda dengan penelitian; mengidentifikasi dan memahami
istilah yang sering digunakan oleh budaya sasaran; meninjau literatur
bahasa target yang sesuai; memilih instrumen penelitian yang diterima
oleh target partisipan; memeriksa interpretasi dan terjemahan data dengan
penerjemah (native speaker); dan menyadari kesatuan budaya sebagai
penelitian.
Joy menyajikan duabelas pertanyaan penting yang mungkin
dihadapi peneliti pada konteks budaya yang berbeda.
a. Apakah pertanyaan penelitian dapat dimengerti dan penting untuk
kelompok sasaran?
b. Apakah peneliti adalah orang yang sesuai untuk melakukan
penelitian?
c. Apakah sumber-sumber teori penelitian sesuai dengan budaya
sasaran?

155
d. Bagaimana peneliti menangani isu-isu dalam budaya sasaran yang
berkaitan dengan pertanyaan penelitian (termasuk metode dan
penemuannya)?
e. Apakah informan yang dipilih sudah sesuai?
f. Apakah desain penelitian dan instrumen penelitian sesuai dan etis
berdasarkan standar budaya sasaran?
g. Bagaimana anggota dari budaya sasaran mendefinisikan istilah
penting dari penelitian?
h. Apakah dokumen dan informasi lainnya ditafsirkan dalam cara yang
sesuai secara budaya?
i. Apakah mungkin hasil penelitian memberikan nilai potensial dan
manfaat pada budaya sasaran?
j. Apakah hasil interpretasi penelitian memuat opini dan sudut pandang
anggota budaya sasaran?
k. Apakah hasil penelitian memperbolehkan anggota dari budaya sasaran
untuk meninjau dan berkomentar?
1. Apakah peneliti mengkomunikasikan hasil secara teliti dan jujur
kepada orang-orang yang bukan merupakan anggota sasaran (dalam
konteks budayanya)?

8. Validitas Katalis
Validitas katalis berusaha untuk memastikan bahwa penelitian
mengarah pada tindakan. Namun, bukan berarti hanya berakhir disitu saja,
untuk mendiskusikan validitas katalis memang substantif; seperti teori
kritis, validitas katalis memerlukan agenda/ perencanaan. Lathe,
Kincheloe dan McLaren mengatakan bahwa agenda dalam validitas katalis
adalah untuk membantu partisipan memahami lingkungan mereka agar
dapat mengubahnya. Agenda tersebut politis secara eksplisit, sebab
validitas ini digunakan untuk mengekspos definisi yang tepat pada situasi
tertentu. Lincoln dan Guba menunjukkan bahwa standar kelayakan harus
diterapkan untuk penelitian, artinya bukan hanya menambah dan
meningkatkan pengalaman partisipan, tetapi juga meningkatkan
pemberdayaan partisipan. Dalam hal ini, penelitian dapat focus pada apa
yang seharusnya akan diteliti.

9. Validitas Konsekuensial
Validitas konsekuensial terkait sebagian dengan validitas katalis,
yang mana cara data penelitian digunakan dalam menjaga kapabilitas,
seperti konsekuensi penelitian tidak melebihi kapabilitas penelitian dan
konsekuensi penelitian terpenuhi. Secara jelas, ketika penelitian di dalam
156
wilayah umum, peneliti hanya punya sedikit atau bahkan tidak memiliki
kontrol atas cara yang digunakan. Namun, seringkah karena permasalahan
politis, penelitian tidak beijalan seharusnya, sebagai contoh dengan
melebihkan kapabilitas data penelitian untuk membuat pernyataan, dengan
bertindak seolah penelitian tidak didukung.
Contoh jelas dari validitas konsekuensial adalah penilaian formatif.
Ini berkaitan dengan sejauh mana mahasiswa meningkatkan perbaikan
sebagai hasil dari umpan yang diberikan. Oleh karena itu, jika umpan
balik yang diberikan kepada mahasiswa cukup, akan tetapi mahasiswa
tersebut tidak bisa memperbaiki hasilnya, maka penilaian formatif ini
memiliki validitas konsekuensial yang kecil.

Memastikan Validitas
Sangat mudah untuk memdiskusikan validitas dalam suatu
penelitian, akan tetapi dalam tataran implementasi dalam berbagai tahapan
yang akan dilakukan akan banyak rintangan tersembunyi yang tidak
diduga sebelumnya, akan tetapi dapat berimplikasi buruk pada pengujian
validitas penelitian. Dalam suatu penelitian percobaan yang akan
dilakukan, dalam membangun validitas adalah hal yang esensial jika para
peneliti bisa mempunyai keyakinan di dalam perencanaan penelitiannya,
akuisisi data dan pendapat yang diperoleh (lihat http://
www.routlegde.com/textbooks/9780415368780 - bab 6, file 6.3.ppt).
Dalam tingkat rancangannya, ancaman terhadap validitas dapat
diminimalisir sebagai berikut:
1) Memilih perkiraan skala waktu
2) Memastikan bahwa adanya sumberdaya yang memadai untuk penelitian
yang dibutuhkan dikeijakan.
3) Memilih metodologi yang sesuai untuk menjawab permasalahan
penelitian.
4) Memilih instrumentasi yang sesuai untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan
5) Menggunakan sampel yang sesuai (misalnya, salah satu yang
direpresentatifkan tidak terlalu kecil atau terlalu besar).
6) Mendemonstrasikan secara internal, external, isi, validitas konstruk dan
mengoperasikan konstruk secara merata.
7) Memastikan reliabilitas dalam ketentuan dari stabilitas (konsistensi,
equivalen, analisis setengah terpisah dari material yang diujikan).
8) Memilih suatu focus yang sesuai untuk menjawab permasalahan
penelitian.

157
9) Merancang dan menggunakan instrumen yang sesuai: sebagai contoh,
untuk mendapat keakuratan, representatif, relevan, dan data
komprehensif (King, Morris, Fitz, 1987); memastikan bahwa tingkatan
reliabilitas yang sesuai; menghindari ambiguitas dari instruksi
manapun; ketentuan dan pertanyaan; menggunakan intrumen akan
menangkap permasalahan yang kompleksitas; menghindari pertanyaan
yang mengarah; memastikan bahwa tingkatan test sesuai, misalnya
tidak terlalu mudah atau terlalu sukar; menghindari soal test dengan
sedikit diskriminatif; menghindari pembuatan instrumen terlalu pendek
atau panjang; menghindari terlalu banyak atau terlalu sedikit di setiap
pembahasan.
10) Menghindari pilihan yang berat sebelah dari peneliti atau tim peneliti
(misalnya di dalam atau di luar sebagai peneliti)

C. RELIABILITAS INSTRUMEN
Pengertian dari reliabilitas berbeda dalam penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Reliabilitas dalam penelitian kuantitatif secara esensial dapat
disinonimkan dengan kata diandalkan, konsistensi, dan repli- kabilitas dari
waktu ke waktu, atas suatu instrumen dan kelompok responden. Itu
berkaitan dengan presisi dan akurasi; beberapa fitur seperti ketinggian,
dapat diukur secara tepat. Untuk penelitian yang reliabel harus
didemonstrasikan jika itu harus dilakukakan pada kelompok responden
yang serupa dan konteks yang serupa pula. Lalu hasil yang sama akan
ditemukan. Terdapat tiga prinsip reliabilitas: stabilitas, ekuivalen, dan
konsistensi internal.
Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara internal
maupun eksternal (Sugiyono, 1992). Secara internal reliabilitas instrumen
dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-butir instrumen dengan
teknik tertentu, sedangkan reliabilitas eksternal pengujian dapat dilakukan
dengan metode test-retest, equivalen atau gabungan di antara keduanya.

1. Reliabilitas Sebagai Stabilitas


Pembahasan reliabilitas instrumen adalah mengukur suatu
kekonsitenan hasil pengukuran dari waktu ke waktu. Instrumen yang
reliabel dalam suatu penelitian akan menghasilkan data yang sama dari
responden yang serupa dari waktu ke waktu. Misalnya suatu keran yang
bocor satu liter setiap harinya adalah rea- libel, karena setiap hari
kebocorannya adalah 1 liter. Akan tetapi keran yang bocor satu liter dalam
beberapa hari dan dua !iter pada hari berikutnya, tentu saja tidak realibel
sebab terdapat kebocoran yang berbeda setiap harinya. Jika kondisi seperti
158
itu, ditemukan dalam penelitian eksperimental atau survey, maka hasil
penelitian itu buruk dan tidak realibel. Koefisien korelasi dapat
dikalkulasikan dari reliabilitas tes ulang dan post-test menggunakan rumus
yang tersedia dalam buku statistik dan konstruksi tes. Dalam
menggunakan metode tes-retest, harus diperhatikan hal-hal berikut:
a. Periode waktu antara tes dan retest tidak lama karena faktor situasi bisa
berubah.
b. Periode waktu antara tes dan retest tidak begitu terlalu cepat karena
partisipan masih mengingat jelas tes pertama.
c. Partisipan mungkin akan menjadi tertarik di lapangan dan
mengikutinya ketika saat test dan retest.

2. Reliabilitas Sebagai Ekuivalen


Tipe reliabilitas ini terdapat dua pokok pola pikir. Pertama,
reliabilitas mungkin dicapai pertama- tama menggunakan format
ekuivalen dari test atau instrumen pengumpulan data. Jika format
ekuivalen dari tes atau instrumen telah dirancang dan memberikan hasil
yang serupa, maka instrumen tersebut dapat dikatakan memenuhi
reliabilitas instrumen. Contohnya, pretest dan post-test dalam eksperimen
disebutkan dalam tipe reliabilitas ini, menjadi format alternatif instrumen
untuk mengukur permasalahan yang sama. Tipe reliabilitas ini mungkin
juga dilaksanakan jika persamaan format dalam tes atau instrumen yang
lain menghasilkan hasil yang konsisten jika diterapkan secara bersamaan
kepada sampel yang cocok. Reliabilitas ini bisa diukur melalui t-test,
melalui penerapan dari koefisien korelasi yang tinggi dan melalui pene-
rapan yang serupa memperlihatkan rata-rata dan standar deviasi diantara
dua kelompok.
Kedua, reliabilitas sebagai ekuivalen mungkin dicapai melalui
inter-rater reliabilitas. Jika terdapat lebih dari satu peneliti yang terlibat
dengan penelitian tersebut maka keputusan orang-orang dapat keliru,
persetujuan diantara peneliti haruslah tercapai, dengan memastikan bahwa
setiap peneliti memasukkan data dengan cara yang sama. Terutama ini
akan berkaitan dengan tim para peneliti mengumpulkan observasi yang
terstruktur atau semi-struktur data interview di mana setiap anggota tim
akan setuju pada data mana yang akan dikategorisasikan. Untuk data
observasional, reliabilitas disebutkan dalam sesi latihan untuk para peneliti
di mana mereka akan mencermati dokumentasi video proses untuk
memastikan bagaimana mereka memasukkan data.
Pada contoh yang pertama pengolahan dapat dikalkulasikan persetujuan
inter-rater sebagai persen- tasi dengan formula sebagai berikut:
159
Banyaknya persetujuan yang sebenarnya: Banyaknya persetujuan yang
mungkin x 100
Robson (2002) menetapkan cara yang lebih canggih cara
mengukur inter-rater reliabilitas dalam kode data observasi dan metode
bisa digunakan dengan tipe data yang lainnya.

3. Reliabilitas Sebagai Konsistensi Internal


Meskipun metode tes-retest dan metode format demostrasi internal
dapat disamakan, reliabilitas membutuhkan tes atau instrumen untuk
dilakukan dua kali, konsistensi demonstrasi internal menuntut bahwa
instrumen atau tes dilaksanakan hanya sekali melalui metode setengah-
terpisah (split-half method). Misalnya, tes tersebut diberikan kepada para
mahasiswa untuk Mata Kuliah Statistik. Objek tes tersebut dibagi menjadi
dua bagian misalnya dipisah antara nomor ganjil dan nomor genap,
pastikan bahwa setiap bagiannya sama baik dalam bentuk maupun isinya.
Setiap bagian ditandai secara terpisah. Jika hasil tes menunjukkan
reliabilitas yang kuat, akan didapatkan korelasi yang tinggi dari kedua
bagian yang telah dipisahkan tersebut. Metode ini dapat dianalisis dengan
menggunakan teknik belah dua dari Spearman- Brown, KR 20, KR 21,
Anova Hoyt dan Teknik Alpha Cronbach. Adapun rumus penggunaannya
adalah sebagai berikut:
Rumus 1: Reliabilitas Spearman Brown

Dimana: r. = reliabilitas internal seluruh instrumen


rb = korelasi Product Moment antara belahan ganjil dengan belahan
genap

Rumus 2: Reliabilitas KR 20 (Kuder dan Richardson)

Dimana: ri = reliabilitas internal seluruh instrumen


n = Jumlah item instrumen butir
Pi = Proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada
item 1
q = 1-Pi
St2= Varian total
160
Rumus 3: Reliabilitas KR 21

Dimana: ri = reliabilitas internal seluruh instrumen


n = Jumlah item instrumen butir
M = Mean skor total
St2 = Varian total

Rumus 4: Reliabilitas Analisis Varians Hoyt (Anova Hoyt)

Dimana: ri = reliabilitas internal seluruh instrumen


MKe = Mean kuadrad kesalahan
MKs = Mean kuadrad antar subyek

Rumus 5: Reliabilitas Teknik Alpha Cronbach

Dimana: ri = reliabilitas instrumen


K = Banyaknya butir pertanyaan, atau banyaknya soal
= jumlah varian butir
= Varians total

Tipe reliabilitas dari Brown menganggap bahwa tes yang diberikan


dipisah menjadi dua bagian yang cocok; banyak tes mempunyai variasi
tingkat kesulitan atau barang yang berbeda isi pada setiap bagiannya.
Contoh kasus, tes berisikan dua puluh barang lalu peneliti membelah tes
itu menjadi dua bagian, dengan menempatkan barang tersebut dari satu
sampai sepuluh menjadi setengah bagian dan barang yang kesebelas
sampai dua puluh menjadi setengah bagian, mungkin dapat ditetapkan
semua bahkan dengan barang yang sudah dinomori untuk satu kelompok
161
dan semua nomor ganjil dengan yang lain. Ini akan menuju kepada dua
bagian yang cocok sesuai ketentuan isinya dan tingkat kesulitan kumulatif.
Penghitungan alternatif dari reliabilitas sebagai konsistensi internal
yaitu Alpha Cronbach, yang sering ditujukan sebagai koefisien alpha dari
reliabilitas atau-hanya alpha. Alpha Cronbach menyediakan koefisien dari
inter-item korelasi, yang mana korelasi dari setiap benda dengan hasil dari
semua benda yang relevan dan berguna untuk skala multi-item. Ini adalah
perhitungan dari konsistensi internal antar benda.
Reliabilitas dengan membuat beberapa asumsi, untuk contoh
instrumentasi, data dan hasil temuan haruslah terkendali, terprediksi,
konsisten, dan ditiru. Ini mensyaratkan cara meneliti tertentu, secara khas
dengan paradigma positif. Cooper dan Schindler (2001) mengusulkan
bahwa dalam paradigma ini, reliabilitas dapat ditingkatkan dengan
meminimalisir variasi sumber eksternal apapun: standar dan pengendalian
kondisi di mana kumpulan data dan pengukuran berlangsung, peneliti
yang berlatih bertugas untuk memastikan konsistensi (inter-rater
reliabilitas).

D. CONTOH PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS


INSTRUMEN
Berikut ini akan disajikan contoh perhitungan uji validitas dan uji
reliabilitas. Misalnya dalam suatu penelitian dihasilkan 10 butir
pernyataan dan telah diujicobakan pada 20 responden. Adapun tabulasi
datanya adalah sebagai berikut:

Tabel 6.4. Contoh Pengujian Validitas dan Reliabilitas


Hasil Ujicoba Instrumen
Responden Skor butir nomor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 5 2 3 4 3 5 3 3 5 3
2 4 4 4 5 2 4 5 4 3 4
3 5 5 5 4 5 5 5 3 3 3
4 3 2 4 4 4 4 4 3 5 4
5 2 3 3 5 5 4 2 4 4 3
6 4 5 3 5 3 4 3 4 1 4
7 5 5 4 4 3 4 3 4 4 3
8 2 2 5 4 3 4 2 5 1 4
9 5 3 4 5 4 5 3 4 3 4
10 5 5 3 4 5 5 4 5 3 4

162
11 2 5 4 1 4 5 5 3 3 3
12 5 2 4 5 5 3 4 4 3 3
13 5 1 3 2 4 3 5 3 3 3
14 3 4 4. 3 4 5 3 2 2 3
15 2 3 5 4 3 3 3 2 1 3
16 4 2 5 5 4 5 4 2 1 2
17 1 3 1 2 3 4 4 4 2 2
18 5 3 5 5 4 4 5 5 3 2
19 2 2 2 2 3 2 2 1 4 3
20 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5
Sumber: Data Fiktif
Berdasarkan data di atas, dapat dianalisis Validitas dan Reliabilitas
Instrumen.

1. Uji Validitas
Untuk menguji validitas suatu instrumen secara manual dibutuhkan
tujuh langkah sebagai berikut:
a. Hitunglah jumlah skor masing-masing butir
b. Hitunglah jumlah dan kuadrat jumlah untuk setiap responden
c. Hitunglah jumlah kuadrat masing-masing butir
d. Hitunglah jumlah perkalian antara butir dengan jumlah.
e. Cari deviasi skor dari data kemudian masukkan dalam rumus Product
Moment
f. Bandingkan rhjtung dengan rabc| dengan ketentuan jika r hitung > rtabel
berarti butir valid
g. Jika ada butir yang tidak valid dalam pengujian yang pertama, diuji
ulang kembali dengan mengeluarkan butir yang tidak valid.

Dengan ketentuan seperti dikemukakan di atas, maka dapat


ditindak lanjuti dengan mencari besaran yang dikemukakan di atas.

Tabel 6.5 Persiapan Pengujian Validitas Hasil Ujicoba


Instrumen

Responden Skor Butir Nomor X1 X12


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 5 2 3 4 3 5 3 3 5 3 36 1296
2 4 4 4 5 2 4 5 4 3 4 39 1521
3 5 5 5 4 5 5 5 3 3 3 43 1849
163
4 3 2 4 4 4 4 4 3 5 4 37 1369
5 2 3 3 5 5 4 2 4 4 3 35 1225
6 4 5 3 5 3 4 3 4 1 4 36 1296
7 5 5 4 4 3 4 3 4 4 3 39 1521
8 2 2 5 4 3 4 2 5 1 4 32 1024
9 5 3 4 5 4 5 3 4 3 4 40 1600
10 5 5 3 4 5 5 4 5 3 4 43 1849
11 2 5 4 1 4 5 5 3 3 3 33 1089
12 5 2 4 5 5 3 4 4 3 3 38 1444
13 5 1 3 2 4 3 5 3 3 3 32 1024
14 3 4 4 3 4 5 3 2 2 3 33 1089
15 2 3 5 4 3 3 3 2 1 3 29 841
16 4 2 5 5 4 5 4 2 1 2 35 1225
17 1 3 1 2 3 4 4 4 2 2 25 625
18 5 3 5 5 4 4 5 5 3 2 41 1681
19 2 2 2 2 3 2 2 1 4 3 23 529
20 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 46 2116
Jumlah 74 64 75 78 83 74 69 58 65 75 715 26.213
Sumber: Diolah berdasarkan Tabel 9.1

Tahap berikutnya adalah menghitung kuadrat masing-masing skor butir


seperti tabel berikut.

Tabel 6.6 Persiapan Pengujian Validitas dengan


Mengkuadradkan Skor Butir
X12 X2 2
X3 2
X42 X52 X62 X72 X82 X92 X102
25 4 9 16 9 25 9 9 25 9
16 16 16 25 4 16 25 16 9 16
25 25 25 16 25 25 25 9 9 9
9 4 16 16 16 16 16 9 25 16
4 9 9 25 25 16 4 16 16 9
16 25 9 25 9 16 9 16 1 16
25 25 16 16 9 16 9 16 16 9
4 4 25 16 9 16 4 25 1 16
25 9 16 25 16 25 9 16 9 16
25 25 9 16 25 25 16 25 9 16
4 9 16 1 16 25 25 16 9 9
164
25 4 16 25 25 9 16 25 9 9
25 1 9 4 16 9 25 9 9 9
9 16 16 9 16 25 9 16 4 9
4 9 25 16 9 9 9 9 1 9
16 9 25 25 16 25 16 4 1 4
1 4 1 4 9 16 16 4 4 4
25 9 25 25 16 16 25 4 9 4
4 4 4 4 9 4 4 16 16 9
25 25 16 25 16 25 25 25 16 25
312 236 303 334 295 359 296 261 198 223
Sumber: Diolah berdasarkan Tabel 9.1

Selanjutnya menghitung perkalian skor butir dengan skor total


seperti terlihat pada berikut ini:

Tabel 6.7 Persiapan Pengujian Validitas dengan Mengalikan


Skor Butir dengan Skor Total
X1Xt X2Xt X3.Xt X4Xt X5Xt X6Xt X7.Xt X8Xt X9Xt X10Xt
180 72 108 144 108 180 108 108 180 108
156 156 156 195 78 156 195 156 117 156
215 215 215 172 215 215 215 129 129 129
111 74 148 148 148 148 148 111 185 148
70 105 105 175 175 140 70 140 140 105
144 180 108 108 108 144 108 144 36 144
195 195 156 156 117 156 117 156 156 117
64 64 160 128 96 128 64 160 32 128
200 120 160 200 160 200 120 160 120 160
215 215 129 172 215 215 172 215 129 172
66 99 132 33 132 165 165 99 99 99
190 76 152 190 190 114 152 152 114 114
160 32 96 64 128 96 160 96 96 96
99 132 132 99 132 165 99 66 66 99
58 87 145 116 87 87 87 58 29 87
140 105 175 175 140 175 140 70 35 70
25 50 25 50 75 100 100 100 50 50
205 123 205 205 164 164 205 205 123 82
46 46 46 46 69 46 46 23 92 69

165
230 230 184 230 184 230 230 184 184 230
2769 1376 2737 2878 2721 3024 2701 2532 2112 2363
Sumber: Diolah berdasarkan Tabel 9.1 dan Tabel 9.2

Dengan besaran-besaran yang diperoleh, dapat dilakukan


perhitungan setiap butir instrumen seperti contoh berikut.
Contoh perhitungan butir 1: Diketahui

Berdasarkan besaran tersebut, dapat dihitung deviasi skor dengan


rumus berikut.

Jadi koefisien butir 1 atau r hitung butir 1 adalah:

Dengan contoh tersebut dapat dihitung koefisien korelasi untuk


butir 2 sampai 10. Perhitungan validitas dapat juga dilakukan dengan
aplikasi (softrawe) komputer misalnya Microsoft Excel, SPSS dan lain-
lain. Adapun hasil perhitungan butir 2 sampai butir 10 adalah dengan
menggunakan software Microsoft Excel adalah seperti tabel berikut.

Tabel 6.8 Rekapitulasi Perhitungan Validitas Instrumen

No. Butir rhitung rtabel keputusan


No.
{n-20;a:0.05}
166
1. 1 0,78 0,44 valid
2. 2 0,57 0,44 valid
3. 3 0,47 0,44 valid
4. 4 0,64 0,44 valid
5. 5 0,42 0,44 Tidak valid
6. 6 0,58 0,44 valid
7. 7 0,64 0,44 valid
8. 8 0,54 0,44 valid
9. 9 0,27 0,44 Tidak valid
10. 10 0,44 0,44 valid
Sumber: Perhitungan setiap butir dengan contoh seperti di atas.
Dapat juga dihitung dengan program Exel, SPSS, atau LISREL.

E. RANGKUMAN
Emory-Cooper (1999) mengemukakan bahwa terdapat empat
komponen yang harus diperhatikan dalam penyusunan istrumen yang baik
yaitu: 1) Subyek, yakni individu atau lembaga yang melakukan penelitian;
2) Ajakan, yang berarti permohonan dari peneliti kepada responden untuk
dapat mengisi dengan obyektif instrumen yang dipersiapkan; 3) petunjuk
pengisian instrumen yang dengan mudah dapat dimengerti responden; dan
4) pertanyaan atau pernyataan yang tidak membias beserta tempat mengisi
jawaban yang dipersiapkan dengan baik.
Untuk memperoleh instrumen yang baik, setidaknya harus
memenuhi lima kriteria sebagaimana dikemukakan oleh Sevilla (1988)
yaitu: Validitas, Reliabilitas, Sensitifitas, Obyektifitas dan Fisibilitas.
Untuk memperoleh instrumen yang baik perlu mengikuti langkah-
langkah yakni: 1) melakukan kajian teoretik; 2) menentukan dimensi; 3)
menentukan indikator; 4) membuat pertanyaan atau pernyataan untuk
masing-masing indikator, sesuai dengan kisi-kisi instrumen; 5) melakukan
ujicoba instrumen untuk menguji validitas dan reliabilitas.
Sebelum menyusun konstruksi instrumen, terlebih dahulu ditetapkan
definisi konseptual sebagaimana telah dirumuskan dalam konstruk atau
sintesis dalam tinjauan teoretik. Berdasarkan definisi konseptual tersebut
dapat diturunkan definisi operasional yakni penjelasan peneliti bagaimana
mengukur variabel dimaksud, kemudian menentukan dimensi dan
indikator, serta memaknai hasil pengukuran yang dilakukan. Setelah
penjelasan tersebut, dapat dirancang kisi-kisi penelitian.
Suatu instrumen yang didisain peneliti belum dapat digunakan
secara langsung akan tetapi harus diujicoba terlebih dahulu untuk

167
mengetahui apakah insrumen tersebut sudah cukup baik atau belum. Baik
tidaknya suatu intrumen dapat dilihat dari apek validitas, reliabilitas,
responsibilitas.
Insrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapat data itu valid. Valid berarti instumen tersebut dapat untuk
mengukur apa yang akan diukur, contoh meteran yang valid dapat
digunakan untuk mengukur panjang dan teliti, karena meteran memang
alat mengukur panjang. Akan tetapi meteran tersebut menjadi tidak valid
kalau digunakan untuk mengukur berat. Sementara instrumen yang
reliabel berarti instrumen yang jika digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama pula.
Chohen, Manion, Morrison (2007) menjelaskan terdapat 18 jenis
validitas yaitu:
1. Validitas internal
2. Validitas eksternal
3. Validitas isi
4. Validitas konstruk
5. Validitas berdasarkan kriteria
6. Validitas konkruen
7. Validitas Penampakan
8. Jury validity
9. Validitas prediktif
10. Validitas konsekuensial
11. Validitas sistemik
12. Validitas katalis
13. Validitas ekologis
14. Validitas cultural
15. Validitas deskriptif
16. Validitas interpretif
17. Validitas teoretis
18. Validitas evaluative

F. TES FORMATIF
1. Sebutkan 4 komponen penyusunan instrumen dalam penenlitian
kuantitatif menurut Emory-Cooper (1999).
2. Jelaskan apa yang dimakud dengan validitas instrumen.
3. Jelaskan apa yang dimakud dengan reliabilitas instrumen.
4. Jelaskan apa yang dimakud dengan sensitifitas instrumen.
5. Jelaskan apa yang dimakud dengan fisibilitas instrumen.
6. Jelaskan tahapan pembuatan instrumen penelitian.
168
7. Berikan contoh pengujian valuditas dan reliabilitas dengan mengambil
10 butir pernyataan yang diuji-cobakan kepada 15 responden.

Bobot tes nomor 1-6 masiong-masing 1 dan nomor 7 adalah 4.


Menjawab tes formatif dibawah 80% dari bobot, mahasiswa dianjurkan
untuk membaca kembali materi bab VI. Bila mencapai minimal 80 %
akan memudahkan mempelajari materi bab-bab selanjutnya.

BAB VII
METODE EKSPERIMEN

169
Metode eksperimen adalah salah satu jenis penelitian dilihat dari
tingkat kealaminan atau setting tempat penelitian yang dibedakan dari
jenis penelitian survey dan naturalistik. Metode eksperimen juga adalah
bagian dari metode penelitian kuantitatif bersama-sama metode survey.
Tujuan mempelajari bab ini adalah agar mahasiswa dapat
memahami berbagai rancangan eksperimen dan menerapkannya dalam
penelitian yang sesuai.

A. PENDAHULUAN
Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment). Dengan
demikian metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Berikut akan
dikemukakan khusus tentang metode eksperimen, karena metode ini
sebagai bagian dari metode kuantitatif mempunyai ciri khas tersendiri,
terutama dengan adanya kelompok kontrolnya. Bandingkan paradigma
penelitian eksperimen ini dengan berbagai paradigma yang telah
dikemukakan pada bab II. Dalam bidang fisika, penelitian-penelitian dapat
menggunakan desain eksperimen, karena variabel-variabel dapat dipilih
dan variabel- variabel lain dapat mempengaruhi proses eksperimen itu
dapat dikontrol secara ketat.
Misalnya: Mencari pengaruh panas terhadap muai panjang suatu
benda. Dalam hal ini variasi panas dan muai panjang dapat diukur secara
teliti, dan penelitian dilakukan di laboratorium, sehingga pengaruh-
pengaruh variabel lain dari luar dapat dikontrol.
Pengaruh air laut terhadap tingkat korosi logam tertentu. Hal ini
juga dapat dilakukan melalui penelitian dengan desain eksperimen, karena
kondisi dapat dikontrol secara teliti.
Tetapi dalam penelitian-penelitian sosial khususnya pendidikan,
desain eksperimen yang digunakan untuk penelitian akan sulit
mendapatkan hasil yang akurat, karena banyak variabel luar yang
berpengaruh dan sulit mengkontrolnya.
Misalnya: Mencari pengaruh metode mengajar kontekstual
terhadap kecepatan pemahaman murid dalam pelajaran matematika.Untuk
mencari seberapa besar pengaruh metode mengajar kontekstual terhadap
kecepatan pemahaman murid, maka harus membandingkan pemahaman
murid sebelum menggunakan metode kontektual, dan sesudah sesudah
menggunakan metode kontekstual atau dengan cara membandingkan kelas
yang diajar dengan metode kontektual dan kelas yang diajar metode lain.
Kecepatan pemahaman murid terhadap pelajaran matematika seseorang
170
tidak hanya dipengaruhi oleh metode mengajar saja, tetapi oleh variabel
lain, misalnya IQ, pengalaman, peran guru, gaya belajar dan lain-lain,
sehingga mengukur seberapa jauh pengaruh metode mengajar kontekstual
terhadap kecepatan pemahaman murid sulit dilakukan.

B. BEBERAPA BENTUK DESAIN EKSPERIMEN


Terdapat beberapa bentuk desain eksperimen yang dapat
digunakan dalam penelitian bisnis, yaitu: Pre-Experimental Design,
True Experimental Design, Factorial Design, dan Quasi Experimental
Design. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 7.1 berikut.

Gambar 7.1. Macam-macam Metode eksperimen

1. Pre-Experimental Designs (nondesigns)


Dikatakan pre-experimental design, karena desain ini belum
merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Mengapa? Karena masih
terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel
dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen.
Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel
tidak dipilih secara random.
Bentuk pre-experimental designs ada beberapa macam yaitu: One-
Shot Case Study, One-Group Pretest-Posttest Design, Onc- Group
Pretest-Posttest Design, dan Intaet-Group Comparison
a. One-Shot Case Study
171
Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini dapat
digambarkan seperti berikut:

X = treatment yang diberikan (variabel independen)


O = Observasi (variabel dependen)

Paradigma itu dapat dibaca sebagai berikut: terdapat suatu


kelompok diberi treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi
hasilnya. (Treatment adalah sebagai variabel independen, dan hasil adalah
sebagai variabel dependen).
Contoh:
Pengaruh Ruang Kelas ber AC (X) terhadap daya tahan belajar murid(O).

Terdapat kelompok murid yang menggunakan ruang ber-AC


kemudian setelah diukur daya tahan belajarnya. Pengaruh ruang kelas ber-
AC terhadap daya tahan belajar diukur dengan membandingkan daya
tahan sebelum menggunakan AC dengan daya tahan belajar setelah
menggunakan ruang kelas AC (misalnya sebelum menggunakan kelas ber-
AC daya tahan belajar setiap hari 4 jam. setelah menggunakan AC daya
tahan belajar menjadi 6 jam. Jadi pengaruh ruang kelas AC terhadap daya
tahan belajar murid 6-4 = 2 jam.
b. One-Group Pretest-Posttest Design
Kalau pada desain no. a, tidak ada pretest, maka pada desain ini
terdapat pretest, sebelum diberi perlakuan. Dengan demikian hasil
perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan
dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat digambarkan
seperti berikut:

O1 = nilai pretest (sebelum diberi diklat) O 2 = nilai posttest (setelah diberi


diklat)
Pengaruh diklat terhadap prestasi kerja pegawai = (O2 - O1)

c. Intact-Group Comparison
Pada desain ini terdapat satu kelompok yang digunakan untuk
penelitian, tetapi dibagi dua, yaitu setengah kelompok untuk eksperimen (\
ang diberi perlakuan) dan setengah untuk kelompok kontrol (\ang tidak
172
diberi perlakuan). Paradigma penelitiannya dapat digambarkan sebagai
berikut.

O1 = hasil pengukuran setengah kelompok yang diberi perlakuan


O2 = hasil pengukuran setengah kelompok yang tidak diberi perlakuan
Pengaruh perlakuan = O1 - O2
Contoh:
Dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh metode
demonstrasi terhadap prestasi belajar murid dalam pelajaran praktek
mengelas pada SMK. Terdapat empat kelas yang praktek las. Dari empat
kelas tersebut, dua kelas diberi pelajaran dengan metode demonstrasi (O 1)
dan dua kelas dengan metode eeramah(O2). Setelah 3 bulan, pestasi belajar
diukur. Bila prestasi/kompetensi murid yang diajar dengan metode
demonstrasi lebih tinggi daripada murid yang diajar dengan metode
ceramah, maka metode demonstrasi berpengaruh positif untuk
pembelajaran praktek mengelas. (O1 - O2)

Seperti telah dikemukakan bahwa, ketiga bentuk desain


preexperintent itu bila diterapkan untuk penelitian, akan banyak variabel-
variabel luar yang masih berpengaruh dan sulit dikontrol, sehingga
validitas internal penelitian menjadi rendah.

2. True Experimental Design


Dikatakan true experimental (eksperimen yang betul-betul), karena
dalam desain ini, peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen. Dengan demikian validitas internal
(kualitas pelaksanaan rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Ciri
utama dari true experimental adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk
eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil secara random dari
populasi tertentu. Jadi cirinya adalah adanya kelompok kontrol dan sampel
dipilih secara random.
Di sini dikemukakan dua bentuk design true experimental yaitu:
Posttest Only Control Design dan Pretest Group Design.
a. Posttest-Only Control Design

173
Dalam design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih
secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok
yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok
eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok
kontrol. Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah (O1 : O2). Dalam
penelitian yang sesungguhnya, pengaruh treatment dianalisis dengan uji
beda, pakai statistik t-test misalnya. Kalau terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka
perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan.
b. Pretest-Posttest Control Group Design

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random,
kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pretest yang
baik bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan.
Pengaruh Perlakuan adalah (O2 – O1)-(O4 – O3)

3. Factorial Design
Desain faktorial merupakan modifikasi dari design true
experimental, yaitu dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel
moderator yang mempengaruhi perlakuan (variabel independen) terhadap
hasil (variabel dependen). Paradigma design faktorial dapat digambarkan
seperti berikut.

Pada desain ini semua kelompok dipilih secara random, kemudian


masing-masing diberi pretest. Kelompok untuk penelitian dinyatakan baik,
174
bila setiap kelompok nilai pretestnya sama. Jadi O 1 = O3 = O5 = O7. Dalam
hal ini variabel moderatornya adalah Y1 dan Y2

Contoh :
Dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh prosedur kerja
baru terhadap kepuasan pelayanan pada masyarakat. Untuk itu dipilih
empat kelompok secara random. Variabel moderatornya adalah jenis
kelamin, yaitu laki-laki (Y1) dan perempuan (Y2).

Treatment/perlakuan (prosedur kerja baru) dicobakan pada


kelompok eksperimen pertama yang telah diberi pretest (O1 = kelompok
laki-laki) dan kelompok eksperimen ke dua yang telah diberi pretest (O 5 =
kelompok perempuan). Pengaruh perlakuan (X) terhadap kepuasan
pelayanan untuk kelompok laki-laki = (O 2 – O1) - (O4 – O3). Pengaruh
perlakuan (prosedur kerja baru) terhadap nilai penjualan barang untuk
kelompok perempuan = (O6 - O5) - (O8 -O7)
Bila terdapat perbedaan pengaruh prosedur kerja haru terhadap
kepuasan masyarakat antara kelompok kerja pria dan wanita, maka
penyebab utamanya adalah bukan karena treatment yang diberikan (karena
treatment yang diberikan sama), tetapi karena adanya variabel moderator,
yang dalam hal ini adalah jenis kelamin. Pria dan wanita menggunakan
prosedur kerja baru yang sama, tempat kerja yang sama nyamannya, tetapi
pada umumnya, kelompok wanita lebih ramah dalam memberikan
pelayanan, sehingga dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.

4. Quasi Experimental Design


Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari true
experimental design. yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen. Walaupun demikian desain ini lebih baik dari pre-
experimental design. Quasi-experimental design, digunakan karena pada
kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk
penelitian.
Dalam suatu kegiatan administrasi atau manajemen, sering tidak
mungkin menggunakan sebagian para karyawannya untuk eksperimen dan
sebagian tidak. Sebagian menggunakan prosedur kerja baru yang lain
tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan
kelompok kontrol dalam penelitian, maka dikembangkan desain Quasi
Experimental.
175
Berikut ini dikemukakan dua bentuk desain quasi eksperimen,
yaitu Tinte-Series Design dan Nonequivalent Control Group Design.
a. Time Series Design
Dalam desain ini kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak
dapat dipilih secara random. Sebelum diberi perlakuan, kelompok diberi
pretest sampai empat kali, dengan maksud untuk mengetahui kestabilan
dan kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Bila hasil
pretest selama empat kali ternyata nilainya berbeda-beda, berarti
kelompok tersebut keadaannya labil, tidak menentu, dan tidak konsisten.
Setelah kestabilan keadaan kelompok dapat diketahui dengan jelas, maka
baru diberi treatment. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu
kelompok saja, sehingga tidak memerlukan kelompok kontrol.

Hasil pre test yang baik adalah O 1 = O2= O3 = O4 dan hasil


perlakuan yang baik adalah O5 = O6 = O7 = O8. Besarnya pengaruh
perlakuan adalah = (O5 + 06 + ()7 + O8) – ( O1 + 02+ O3 + O4 ).
Kemungkinan hasil penelitian dari desain ini ditunjukkan pada
gambar 7.2 berikut. Dari gambar 7.2 terlihat bahwa, terdapat berbagai
kemungkinan hasil penelitian yang menggunakan desain time series.

Gambar 7.2. Berbagai Kemungkinan Hasil Time Series


Hasil penelitian yang paling baik adalah ditunjukkan pada Grafik
A. Hasil pretest menunjukkan keadaan kelompok stabil dan konsisten (O1
176
= 02= O3 = O4) setelah diberi perlakuan keadaannya meningkat secara
konsisten (05 = 06 = O7 = O8).
Grafik B memperlihatkan ada pengaruh perlakuan terhadap
kelompok yang sedang dieksperimen, tetapi setelah itu kembali lagi pada
posisi semula. Jadi pengaruh perlakuan hanya sebagai contoh: Pada waktu
penataran, pengetahuan, dan ketrampilannya meningkat, tetapi setelah
kembali ke tempat kerja kemampuannya kembali seperti semula. Grafik C
memperlihatkan pengaruh luar lebih berperan dari pada pengaruh
perlakuan, sehingga grafiknya naik terus. Grafik D menunjukkan keadaan
kelompok tidak menentu.

b. Nonequivalent Control Group Design


Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group
design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol tidak dipilih secara random.

Contoh:
Dilakukan penelitian untuk mencari pengaruh perlakuan senam
pagi terhadap derajad kesehatan karyawan sekolah. Desain penelitian
dipilih satu kelompok karyawan. Selanjutnya dari satu kelompok tersebut
yang setengah diberi perlakuan senam pagi setiap hari dan yang setengah
lagi tidak. O/ dan O j merupakan derajad kesehatan karyawan sebelum ada
perlakuan senam pagi. O2 adalah derajad kesehatan karyawan setelah
senam pagi selama 1 tahun. O4, adalah derajad kesehatan karyawan yang
tidak diberi perlakuan senam pagi. Pengaruh senam pagi terhadap derajad
kesehatan karyawan adalah (O2- O1) - (O4 - O3).

C. RANGKUMAN
1. Metode eksperimen sebagai bagian dari metode kuantitatif mempunyai
ciri khas tersendiri, terutama dengan adanya kelompok kontrolnya.
2. Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment). Dengan
demikian metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
3. Terdapat beberapa bentuk desain eksperimen yang dapat digunakan
dalam penelitian bisnis, yaitu: Pre-Experimental Design,

177
True Experimental Design, Factorial Design, dan Quasi Experimental
Design. Hal ini dapat digambarkan seperti gambar berikut:

4. One-Shot Case Study


Paradigma dalam penelitian eksperimen model ini dapat
digambarkan seperti berikut:

X = treatment yang diberikan (variabel independen)


O = Observasi (variabel dependen)

5. One-Group Pretest-Posttest Design


Desain ini dapat digambarkan seperti berikut:

O1 = nilai pretest (sebelum perlakukan)


O2 = nilai posttest (setelah perlakuan)
Pengaruh perlakuan (X) = (O2 - O1)

6. Intact-Group Comparison
Paradigma penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
178
O1 = hasil pengukuran setengah kelompok yang diberi perlakuan
O2 = hasil pengukuran setengah kelompok yang tidak diberi perlakuan
Pengaruh perlakuan = O1 - O2

7. Posttest-Only Control Design

Dalam design ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih


secara random (R). Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan
kelompok yang lain tidak. Pengaruh adanya perlakuan (treatment)
adalah (O1 : O2).

8. Pretest-Posttest Control Group Design

Pengaruh Perlakuan adalah (O2 – O1)-(O4 – O3)

9. Factorial Design

Pada desain ini semua kelompok dipilih secara random, kemudian


masing-masing diberi pretest. Kelompok untuk penelitian dinyatakan baik,
bila setiap kelompok nilai pretestnya sama. Jadi O 1 = O3 = O5 = O7. Dalam
hal ini variabel moderatornya adalah Y1 dan Y2.
179
10. Time Series Design

Hasil pre test yang baik adalah O 1 = O2= O3 = O4 dan hasil


perlakuan yang baik adalah O5 = O6 = O7 = O8. Besarnya pengaruh
perlakuan adalah = (O5 + 06 + ()7 + O8) – ( O1 + 02+ O3 + O4 ).

11. Nonequivalent Control Group Design


Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group
design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok
kontrol tidak dipilih secara random.

Pengaruhnya adalah (O2- O1) - (O4 - O3).

D. TES FORMATIF
1. Jelaskan apa saja yang menjadi ciri khas metode eksperimen
dibandingkan metode penelitian yang lain.
2. Jelaskan perbedaan Pre-Experimental Design dan True Experimental
Design.
3. Jelaskan perbedaan True Experimental Design dan Quasi Experimental
Design.
4. Gambakan paradigma Pretest-Posttest Control Group Design dan
jelaskan secara singkat contoh pelaksanaannya.
5. Gambakan paradigma Nonequivalent Control Group Design dan
jelaskan secara singkat contoh pelaksanaannya.

Bobot tes setiap nomor masiong-masing 2. Menjawab tes formatif


dibawah 80% dari bobot, mahasiswa dianjurkan untuk membaca kembali
materi bab VII. Bila mencapai minimal 80 % akan memudahkan
mempelajari materi bab selanjutnya.

180
BAB VIII
TEKNIK ANALISIS DATA

181
Proses penelitian setelah pengumpulan data adalah analisis data.
Ini adalah komponen penelitian yang harus dilakukan dan boleh
mendapatkan hasil penelitian sehingga kesimpulan dan saran juga dapat
dibuat. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah mempelajari
bagian ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan menerapkan
teknik analisis data yang tepat untuk penelitian kuantitatif yang
dilaksanakannya.

A. STATISTIK DESKRIPTIF DAN INFERENSIAL


Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah
data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam
analisis data adalah: mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk
menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan. Untuk penelitian yang tidak merumuskan
hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan.
Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik.
Terdapat beberapa dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data
dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif, dan statistik inferensial. Statistik
inferensial meliputi statistik parametris dan statistik nonparametris. Lihat
gambar 8.1. Contoh-contoh penggunaan statistik untuk pengujian hipotesis
secara lengkap diberikan pada bab ini.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi. Penelitian yang dilakukan pada populasi
(tanpa diambil sampelnya) jelas akan menggunakan statistik deskriptif dalam
analisisnya. Tetapi bila penelitian dilakukan pada sampel, maka analisisnya
dapat menggunakan statistik deskriptif maupun inferensial. Statistik deskriptif
dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan
tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel
diambil. Tetapi bila peneliti ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk
populasi, maka teknik analisis yang digunakan adalah statistik inferensial.
Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data
melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median,
mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan
penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan
persentase.

182
Gambar 8.1. Bermacam-macam statistik untuk analisis data

Dalam statistik deskriptif juga dapat dilakukan mencari kuatnya


hubungan antara variabel melalui analisis korelasi, melakukan prediksi dengan
analisis regresi, dan membuat perbandingan dengan membandingkan rata-rata
data sampel atau populasi. Hanya perlu diketahui bahwa dalam analisis korelasi,
regresi, atau membandingkan dua rata-rata atau lebih tidak perlu diuji
signifikansinya. Jadi secara teknis dapat diketahui bahwa, dalam statistik
deskriptif tidak ada uji signifikansi, tidak ada taraf kesalahan, karena peneliti
tidak bermaksud membuat generalisasi, sehingga tidak ada kesalahan
generalisasi.
Statistik inferensial, (sering juga disebut statistik induktif atau statistik
probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data
sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok
digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan
sampel dari populasi itu dilakukan secara random.
Statistik ini disebut statistik probabilitas, karena kesimpulan yang
diberlakukan untuk populasi berdasarkan data sampel itu kebenarannya bersifat
peluang (probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan
diberlakukan untuk populasi itu mempunyai peluang kesalahan dan kebenaran
(kepercayaan) yang dinyatakan dalam bentuk prosentase. Bila peluang kesalahan
5% maka taraf kepercayaan 95%, bila peluang kesalahan 1%, maka taraf
kepercayaannya 99%. Peluang kesalahan dan kepercayaan ini disebut dengan
taraf signifikansi. Pengujian taraf signifikansi dari hasil suatu analisis akan lebih
praktis bila didasarkan pada tabel sesuai teknik analisis yang digunakan.
Misalnya uji-t akan digunakan tabel-t, uji F digunakan tabel F. Pada setiap tabel
sudah disediakan untuk taraf signifikansi berapa persen suatu hasil analisis dapat
digeneralisasikan. Dapat diberikan contoh misalnya dari hasil analisis korelasi
ditemukan koefisien korelasi 0,54 dan untuk signifikansi untuk 5%. Hal itu
berarti hubungan variabel sebesar 0,54 itu dapat berlaku pada 95 dari 100
sampel yang diambil dari suatu populasi. Contoh lain misalnya dalam analisis uji
beda ditemukan signifikansi untuk 1%. Hal ini berarti perbedaan itu berlaku
pada 99 dari 100 sampel yang diambil dari populasi. Jadi signifikansi adalah
kemampuan untuk digeneralisasikan dengan kesalahan tertentu. Ada
hubungan signifikan berarti hubungan itu dapat digeneralisasikan. Ada
183
perbedaan signifikan berarti perbedaan itu dapat digeneralisasikan. Yang
belum faham tentang statistik, signifikan sering diartikan dengan bermakna,
tidak dapat diabaikan, nyata, berarti. Pengertian tersebut tidak operasional dan
malah membingungkan.

B. STATISTIK PARAMETRIS DAN NONPARAMETRIS


Pada statistik inferensial terdapat statistik parametris dan nonparametris.
Statistik parametris digunakan untuk menguji parameter populasi melalui
statistik, atau menguji ukuran populasi melalui data sampel, (pengertian statistik
di sini adalah data yang diperoleh dari sampel). Parameter populasi itu meliputi:
rata-rata dengan notasi p (mu), simpangan baku o (sigma), dan varians a 2.
Sedangkan statistiknya adalah meliputi: rata-rata X (X bar), simpangan baku s,
dan varians s2. Jadi parameter populasi yang berupa p diuji melalui X garis,
selanjutnya a diuji melalui s, dan o 2 diuji melalui s2. Dalam statistik, pengujian
parameter melalui statistik (data sampel) tersebut dinamakan uji hipotesis
statistik. Oleli karena itu penelitian yang berhipotesis statistik adalah penelitian
yang menggunakan sampel. Dalam statistik hipotesis yang diuji adalah hipotesis
nol, karena tidak dikehendaki adanya perbedaan antara parameter populasi dan
statistik (data yang diperoleh dari sampel). Sebagai contoh nilai suatu pelajaran
1000 mahasiswa rata-ratanya 7,5. Selanjutnya misalnya, dari 1000 orang itu
diambil sampel 50 orang, dan nilai rata-rata dari sampel 50 mahasiswa itu 7,5.
Hal ini berarti tidak ada perbedaan antara parameter (data populasi) dan statistik
(data sampel). Hanya dalam kenyataannya nilai parameter jarang diketahui.
Statistik nonparametris tidak menguji parameter populasi, tetapi menguji
distribusi.
Penggunaan statistik parametris dan nonparametris tergantung pada asumsi dan
jenis data yang akan dianalisis. Statistik parametris memerlukan terpenuhi
banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang akan dianalisis harus
berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test
mengharuskan data dua kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam
regresi harus terpenuhi asumsi linieritas. Statistik nonparametris tidak menuntut
terpenuhi banyak asumsi, misalnya data yang akan dianalisis tidak harus
berdistribusi normal. Oleh karena itu statistik nonparametris sering disebut
"distribution free'\bebas distribusi). Statistik parametris mempunyai kekuatan
yang lebih daripada statistik nonparametris, bila asumsi yang melandasi dapat
terpenuhi.
Seperti dinyatakan oleh Emory (1985) bahwa "The parametric test are
more powerful are general/y the t es t s of choice if their use assumptions are
reasonably met". Selanjutnya Phophan (1973) menyatakan " ...parametric
procedures are often markedlv more powerful than their nonparametric
counterparts ".
Penggunaan kedua statistik tersebut juga tergantung pada jenis data
yang dianalisis. Statistik parametris kebanyakan digunakan untuk menganalisis
184
data interval dan rasio, sedangkan statistik nonparametris kebanyakan
digunakan untuk menganalisis data nominal, ordinal. Pada tabel 8.1 berikut
ditunjukkan penggunaan statistik parametris dan nonparametris untuk analisis
data khususnya untuk pengujian hipotesis. Dalam tabel terlihat bahwa statistik
parametris digunakan untuk menganalisis data interval dan rasio, dan
nonparametris untuk data nominal dan ordinal. Jadi untuk menguji hipotesis
dalam penelitian kuantitatif yang menggunakan statistik, ada dua hal utama yang
harus diperhatikan, yaitu macam data dan bentuk hipotesis yang diajukan.
Macam-macam data penelitian yaitu: data nominal, ordinat, interval atau
ratio. Bentuk hipotesis ada tiga yaitu: hipotesis deskriptif, komparatif dan
asosiatif. Dalam hipotesis komparatif, dibedakan menjadi dua, yaitu komparatif
untuk dua sampel dan lebih dari dua sampel.
Hipotesis deskriptif yang akan diuji dengan statistik parametris
merupakan dugaan terhadap nilai dalam satu sampel (unit sampel), dibandingkan
dengan standar, sedangkan hipotesis deskriptif yang akan diuji dengan statistik
nonparametris merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai
antar kelompok dalam satu sampel. (Seperti telah dikemukakan, hipotesis
deskriptif ini jarang dirumuskan dalam penelitian sosial) Hipotesis komparatif
merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan nilai-nilai dua
kelompok atau lebih. Hipotesis asosiatif, adalah dugaan terhadap ada tidaknya
hubungan secara signifikan antara dua variabel atau lebih. Bentuk-bentuk
hipotesis ini telah dijelaskan terdahulu.
Berdasarkan tabel 8.1 tersebut dapat dikemukakan di sini
bahwa:
1. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel (unisampel) bila datanya
berbentuk nominal, maka digunakan teknik statistik:
a. Binomial
b. Chi kuadrat satu Sampel
2. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel bila datanya berbentuk
ordinal, maka digunakan teknik statistik:
a. Run Test
3. Untuk menguji hipotesis deskriptif satu variabel (univariabel) bila datanya
berbentuk interval atau ratio, maka digunakan t- test satu sampel
4. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berpasangan bila
datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik:
a. McNemar
5. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan bila datanya
berbentuk ordinal digunakan teknik statistik :
a. Sign Test
b. Wilcoxon matched pairs

185
Tabel 8.1 Penggunaan Statistik Parametris Dan
Nonparametris Untuk Menguji Hipotesis

BENTUK HIPOTESIS
MACAM Deskriptif Komparatif (dua Komparatif (lebih Asosiatif
DATA (Satu sampel) dari dua sampel) (hubungan)
Variabel Related Independen Related Independen
atau satu
sampel)**

Nominal Binomial Mc Fisher Exact Cochran Q X2 untuk k Contingency


X2 satu Nemar Probability sample Coefficient C
sampel X2 dua sampel

Ordinal Run Test Sign test Median Test Friedman Median Spearman Rank
• Wilcoxon Mann- Two-Way Extension Corre- lation
matched Whitney U test Anova Kruskal- Kendali Tau
pairs Kolomogorov Wallis One
Smirnov Way Anova
Wald-
Woldfowitz
Interval t-test* t-test of t-test* One-Way One-Way Korelasi Product
Rasio Related Independent Anova* Anova* Moment*
Two-Way Two-Way Korelasi
Anova* Anova* Parsial*
Korelasi
Ganda*
Regresi,
sederhana &
Ganda*
*)Statistik Parametris
**)deskriptif untuk parametris artinya satu variabel, dan untuk nonparametris artinya satu sampel

6. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan, bila


datanya berbentuk interval atau ratio, digunakan t-test dua sampel
7. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel indepeden bila
datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik:
a. Fisher exact probability
b. Chi Kuadrat Dua sampel
8. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel indepeden bila
datanya berbentuk ordinal digunakan teknik statistik:
a. Median Test
b. Mann-Whitney U Test
c. Kolmogorov Smirnov
d. Wald-Wolfowitz
9. Untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel berpasangan bila
datanya berbentuk interval dan ratio, digunakan t-test sampel berpasangan
(related)

186
10. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan, bila datanya
berbentuk nominal, digunakan teknik statistik:
a. Chocran Q
11. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan, bila datanya
berbentuk ordinal, digunakan teknik statistik:
a. Friedman Two-way Anova
12. Untuk menguji hipotesis komparatif sampel berpasangan bila datanya
berbentuk interval atau ratio digunakan analisis varians satu jalan maupun dua
jalan (One Way dan Two Way Anova)
13. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen, bila datanya
berbentuk nominal, digunakan teknik statistik:
a. Chi Kuadrat k sampel
15. Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen, bila datanya
berbentuk ordinal, digunakan teknik statistik:
a. Median Extension
b. Kruskal-Wallis One Way Anova
16. Untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan (korelasi) bi datanya berbentuk
nominal digunakan teknik statistik:
a. Koefisien Kontingensi
17. Untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan (korelasi) bi datanya berbentuk
ordinal digunakan teknik statistik:
a. Korelasi Spearman Rank
b. Korelasi Kendal Tau
18. Untuk menguji hipotesis asosiatif/hubungan bila datan berbentuk interval atau
ratio, digunakan :
a. Korelasi Produk Moment: untuk menguji hipotesis hubung antara satu
variabel independen dengan satu dependen)
b. Korelasi ganda bila untuk menguji hipotesis tenta hubungan dua variabel
indepeden atau lebih secara bersan bersama-sama dengan satu variabel
dependen
c. Korelasi Parsial digunakan untuk menguji hipotesis hubung antara dua
variabel atau lebih, bila terdapat variabel ya dikendalikan
d. Analisis regresi digunakan untuk melakukan predil bagaimana
perubahan nilai variabel dependen bila ni variabel independen dinaikkan
atau diturunkan nilair (dimanipulasi)
Hipotesis penelitian yang akan diuji dalam penelitian berkai erat dengan
rumusan masalah yang diajukan, tetapi perlu diketa bahwa setiap penelitian tidak
harus berhipotesis, namun ha merumuskan masalahnya. Penelitian yang tersusun
dalam paradig model struktural, pengujian hipotesis menggunakan SEM (structb
equation modeling), di mana konsep dasar yang digunakan ada analisis korelasi
dan regresi yang berbentuk path analysis.
187
C. Judul Penelitian dan Statistik yang digunakan untuk Analisis
Berikut ini diberikan beberapa contoh judul penelitian, bentuk
paradigma, rumusan masalah, hipotesis dan teknik statistik yang akan digunakan
untuk pengujian hipotesis.
Contoh 1:
a. Judul penelitian
PENGARUH KECERDASAN EMOT/ONAL TERHADAP KECEPATAN
MEMPEROLEH PEKERJAAN LULUSAN SMK DI PEMERINTAH
PROVINSI MADUKARA
b. Bentuk paradigmanya adalah seperti berikut:

Berdasarkan paradigma tersebut terlihat bahwa, untuk judul


penelitian yang terdiri atas satu variabel independen dan satu dependen,
terdapat dua rumusan masalah deskriptif, dan satu masalah asosiatif.
Dengan demikian juga terdapat dua hipotesis deskriptif dan satu hipotesis
asosiatif. (Bila terdapat kesulitan dalam merumuskan hipotesis deskriptif,
maka hipotesis itu tidak perlu dirumuskan, tetapi rumusan masalahnya saja
yang harus dijawab dengan perhitungan statistik). Dua hipotesis deskriptif
diuji dengan statistik yang sama.
Teknik statistik yang ada pada tabel 8.1 belum lengkap, terutama teknik
statistik yang digunakan untuk mencari pengaruh (varians) variabel
tertentu terhadap (varians) variabel lain. Untuk mencari pengaruh varians
variabel dapat digunakan teknik statistik dengan menghitung besarnya
koefisien determinasi. Koefisien determinasi dihitung dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi yang telah ditemukan, dan selanjutnya
dikalikan dengan 100%. Koefisien determinasi (penentu) dinyatakan
dalam persen. Jadi untuk contoh no. 1 di atas, besarnya pengaruh
kecerdasan emotional terhadap pretasi pegawai pertama-tama dihitung
koefisien korelasinya. Misalnya ditemukan korelasi positif dan signifikan
antara kecerdasan emotional dengan pretasi kerja pegawai sebesar 0,70;
hal itu berarti koefisien determinasinya = 0,70" = 0,49. Jadi dapat
disimpulkan bahwa varians yang terjadi pada variabel prestasi kerja
pegawai 49% dapat dijelaskan melalui varians yang terjadi pada variabel
kecerdasan emotional pegawai. Atau dapat dinyatakan bahwa pengaruh
kecerdasan emosional terhadap tinggi rendahnya prestasi kerja pegawai
sama dengan 49%, sedangkan sisanya 51% ditentukan oleh faktor diluar
188
variabel kecerdasan emosional, misalnya IQ, kedisiplinan, dan lain-lain.
Korelasi positif dan signifikan antara kecerdasan emotional dengan
prestasi kerja pegawai sebesar 0,49, artinya makin tinggi kecerdasan
emotional seseorang, maka akan semakin tinggi prestasi kerja pegawai.
Kesimpulan ini dapat berlaku untuk populasi di mana sampel tersebut
diambil.
c. Rumusan masalah, hipotesis, dan teknik statistik untuk analisis
data (ketiganya sangat berkaitan)
Pada tabel 8.2 berikut diberikan contoh, rumusan masalah
penelitian, rumusan hipotesis dan teknik statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis, berdasarkan judul penelitian pada contoh 1 di atas,
yaitu Pengaruh kecerdasan emosional terhadap kecepatan memperoleh
pekerjaan lulusan SMK di Provinsi Madukara

Tabel 8.2. Contoh Judul Penelitian, Rumusan, Masalah, Hipotesis Dan


Teknik Analisis Data Yang Digunakan (Satu Variabel Independen)

Rumusan Hipotesis Statistik untuk uji


Masalah hipotesis

Berapakah rata- Kecerdasan Teknik statistik yang


rata kecerdasan emosional (EQ) digunakan untuk menguji
emotional pegawai pegawai di hipotesis dapat dilihat pada
di Propinsi Pemerintah tabel 8.1. Data yang
Madukara ? Propinsi Madukara terkumpul adalah ratio.
paling tinggi 150. Bentuk Hipotesisnya
adalah deskriptif maka
teknik uji untuk hipotesis
no. 1 dan 2 adalah sama
yaitu: t-test (untuk satu
sampel).
Berapakah rata- Kecepatan t - test satu sampel
rata kecepatan memperoleh
memperoleh pekerjaan lulusan
pekerjaan? SMK paling lama
24 bulan.
Adakah hubungan Terdapat Data ke dua variabel
yang positif dan hubungan yang adalah data ratio, oleh
signifikan antara positif dan karena itu teknik statistik
kecerdasan signifikansi antara yang digunakan untuk
189
emotional dengan kecerdasan menguji hipotesis adalah:
kecepatan emotional dengan Korelasi Pearson Product
memperoleh kecepatan Moment
pekerjaan lulusan memperoleh
SMK? pekerjaan

Bagaimanakah Kecerdasan Koefisien diterminasi, dan


pengaruh emotional analisis regresi sederhana
kecerdasan berpengaruh
emotional terhadap positif terhadap
prestasi kerja kecepatan
pegawai? memperoleh
pekerjaan

Contoh 2
a. Judul Penelitian
PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DAN BIMBINGAN
KELUARGA TERHADAP PERILAKU MURID DI SMA
b. Bentuk paradigmanya adalah sebagai berikut:

c. Diasumsikan penelitian menggunakan sampel, yang diambil secara


stratified random sampling
Semua Instrumen penelitian menggunakan skala interval, sehingga
data yang didapat adalah data interval. Oleh karena itu, statistik yang
digunakan adalah parametris, setelah asumsi yang mendasari dapat
dibuktikan.
d. Rumusan Masalah, hipotesis dan teknik statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis pada judul Penelitian:
"Pengaruh lingkungan belajar dan bimbingan keluarga terhadap perilaku
murid SMA di Provinsi Jenggala"
X1= lingkungan tempat tinggal;
X2= bimbingan keluarga;
Y = perilaku murid

190
Tabel 8.3. Contoh Rumusan Masalah, Hipotesis Dan Teknik Statistik
Yang Digunakan Untuk Analisis (Dua Variabel Independen)

Rumusan masalah Hipotesis StatistikUntuk


Menguji Hipotesis
Masalah Deskriptif Hipotesis Deskriptif:
1. Seberapa baik 1. Kualitas lingkungan 1 s/d 3 sama
kualitas lingkungan tempat tinggal murid yaitu t-test satu
tempat tinggal SMA kurang baik, paling
murid SMA di tinggi baru mencapai sampel
Provinsi Jenaggala 60% dari kriteria yang
2. Seberapa baik diharapkan
kualitas bimbingan 2. Kualitas bimbingan t-test
keluarga yang keluarga belum baik, satu sampel
diberikan pada paling tinggi baru
anak/ murid SMA mencapai 65% dari
belum baik kriteria yang diharapkan t-test
3. Seberapa baik 3. Perilaku murid SMA satu sampel
merilaku murid cenderaung kurang baik,
SMA di Provinsi paling tinggi baru
Jenggala ? mencapai 70% dari
kriteria yang diharapkan
Masalah Asosiatif:
4. Adakah hubungan 4. Terdapat hubungan yang Korelasi Product
yg positif dan positif dan signifikan Moment bisa
signifikan antara X| antara Xi dan Y. dilanjutkan
dan Y? dengan regresi
5. Adakah hubungan 5. Terdapat hubungan yang tunggal.
yg positif dan positif dan signifikansi s.d.a
antara X-> dan Y.
signifikan antara X:
dengan Y?
6. Adakah hubungan 6. Terdapat hubungan yang s.d.a
yang positif dan positif dan signifikan
signifikan dan X, antara X| dan X2
dengan X2?
7. Secara bersama- 7. Terdapat hubungan yang Korelasi ganda,
sama adakah positif dan signifikansi parsial,
hubungan yang antara X| dan X2 secara dilanjutkan
positif dan bersama-sama dengan Y. regresi ganda.
signifikan antara X,
dan X2 dengan Y?

191
Masalah
Komparatif
Masalah komparatif ini
ada karena murid Hipotesis no. 8, 9, dan 10
SMA berasal dari adalah hipotesis nol.
Kota dan Desa dan Lainnya hipotesis kerja.
responden dari
murid kelas I, II,
dan III.
Rumusan masalah
adalah:
8. Adakah perbedaan
yg signifikan 8. Tidak terdapat perbedaan t - test untuk dua
kualitas lingkungan secara signifikan kualitas
lingkungan tempat tinggal sampel
tempat tinggal independen.
antara murid dari antara murdi yang berasal
desa dan kota? dari desa dan kota
9. Adakah perbedaan
yg signifikan 9. Tidak terdapat perbedaan s.d.a
kualitas bimbingan secara signifikan kualitas
keluarga antara bimbingan antara murid
yang berasal dari kota dan
murid yang berasal desa
dari kota dan desa?
10. Adakah perbedaan
perbedaan yg 10. Tidak terdapat
signifikan perilaku perbedaan secara signifikan s.d.a
murid yang berasal perilaku murid yang berasal
dari kota dan desa? dari desa dan kota
11. Adakah perbedaan 11. Tidak terdapat perbedaan Analisis varians
yg signifikan secara signifikan kualitas satu jalan. Bila
kemampuan kualitas lingkungan tempat tinggal terjadi perbedaan
lingkungan tempat antara murid kelas I, II dan dilanjutkan
tinggal antara murid III. dengan t-test
kelas I, II dan III untuk dua
sampel
12. Adakah perbedaan 12. Terdapat perbedaan s.d.a
secara signifikan secara signfikan kualitas
kualitas bimbingan bimbingan yang diberikan
keluarga yang oleh keluarga antara kelas I,
diberikan pada murid II dan III
1, II dan III
13. Adakah 13. Terdapat perbedaan s.d.a
perbedaan y g secara signifikan perilaku
192
signifikan perilaku murid antara kelas I, II, dan
murid antara Kelas I, III
II, dan III Analisis varians
14. Adakah 14. Terdapat perbedaan dua jalan.
perbedaan y g yang signifikan kualitas Bila terjadi
signifikan kualitas lingkungan tempat tinggal perbedaan
lingkungan tempat antara murid kelas I, II dan dilanjutkan
tinggal murid kelas I, III yang berasal dari kota dengan t-test
II, dan III yang berasal dan desa untuk dua
dari desa dan kota sampel
15. Adakah 15. Terdapat perbedaan s.d.a
perbedaan yg secara signifikan kualitas
signifikan kualitas bimbingan keluarga murid
bimbingan keluarga kelas I, II, dan III yang
murid kelas 1,11, dan berasal dari desa dan kota
III yang berasal dari
desa dan kota 16. Terdapat perbedaan s.d.a
16. Adakah yang signifikan perilaku
perbedaan yg murid kelas I, II, dan III
signifikan perilaku yang berasal dari desa dan
murid kelas I, II, dan kota
III yang berasal dari
desa dan kota

Dari dua contoh tersebut, terlihat bahwa bila variabel dan sampel
ditambah satu saja (variabel dua, sampel kota-desa dan murid kelas 1, II,
III) maka rumusan masalah yang akan dicarikan jawabannya melalui
penelitian menjadi bertambah banyak, demikian juga teknik analisis
datanya.

Contoh 3 (penelitian eksperimen)


a. Judul penelitian: Pengaruh pembelajaran berbasis intern terhadap
kreativitas siswa SMP di Merapi
b. Dalam hal ini digunakan true experimental design. Dalam moc ini
terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dima
pengambilannya dilakukan secara random. Paradigma adai seperti:

193
R = kelompok eksperimen dan kontrol murid SMP diambil secara random.
O1& O3 = ke dua kelompok tersebut diobservasi dengai pretest untuk
mengetahui kreativitas awalnya.
O2 =kreativitas murid setelah mengikut pembelajarandengan intrenet
O4 = kreativitas kelompok kontrol murid yang tidal diberi pembelajaran
dengan intrenet
X = treatment. Kelompok atas sebagai kelompok eksperimen diberi
treatment, yaitu pembelajaran menggunakan internet, sedangkan
kelompok bawah yang merupakai kelompok kontrol, pembelajaran tidak
menggunakan internet. Pengaruh pembelajaran dengan internet adalah Oi -
04
Untuk contoh no. 3 di atas terdapat dua kali analisis. Anali yang
pertama adalah menguji perbedaan kreativitas awal ant; kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol (Oi : O3). Pengujiann menggunakan t-
test. Hasil yang diharapkan tidak terdapat perbeda yang signifikansi antara
kemampuan awal kelompok kontrol d kelompok eksperimen, yaitu antara
Oi dengan O:.
Analisis yang kedua adalah untuk menguji hipotesis ya diajukan.
Dalam hal ini hipotesis yang diajukan adalah: "Penerap pembellajaran
dengan internet akan meningkatkan kreativitas sis SMP" atau
"Pembelajaran dengan akan berpengaruh positif terhac kreativitas siswa
SMP". Teknik statistik yang digunakan uni menguji hipotesis tersebut
adalah teknik t-test untuk dua samt related. Yang diuji adalah perbedaan
antara O2 dengan O4. Ka terdapat perbedaan di mana O2 lebih besar dari
O4 maka pembelajaran berbasis internet berpengaruh positif terhadap
peningkatan kreativitas siswa, dan bila O2 lebih kecil daripada O4 maka
berpengaruh negatif.

D. Konsep Dasar Pengujian Hipotesis


Sebelum diberikan contoh analisis data dan pengujian hipotesis
terlebih dahulu diberikan konsep dasar tentang pengujian hipotesis.
Seperti telah dikemukakan terdahulu (masalah dan hipotesis), hipotesis
diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Kebenaran dari hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang
terkumpul. Pengertian hipotesis tersebut adalah untuk hipotesis penelitian.
Sedangkan secara statistik hipotesis diartikan sebagai pernyataan
mengenai keadaan populasi (parameter) yang akan diuji kebenarannya
berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian (statistik). Jadi
maksudnya adalah taksiran keadaan populasi melalui data sampel. Oleh
karena itu dalam statistik yang diuji adalah hipotesis nol. "The null
194
hypothesis is usedfor testing. It is statement that no different exists
between the parameter and statistic being compared" (Emory, 1985). Jadi
hipotesis nol adalah pernyataan tidak adanya perbedaan antara parameter
dengan statistik (data sampel). Lawan dari hipotesis nol adalah hipotesis
alternatif, yang menyatakan ada perbedaan antara parameter dan statistik.
Hipotesis nol diberi notasi Ho, dan hipotesis alternatif diberi notasi Ha.

1. Taraf Kesalahan
Seperti telah dikemukakan, pada dasarnya menguji hipotesis itu
adalah menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Terdapat
dua cara menaksir yaitu, a point estimate dan interval estimate. A point
estimate (titik taksiran) adalah suatu taksiran parameter populasi
berdasarkan satu nilai dari rata-rata data sampel. Sedangkan interval
estimate (taksiran interval) adalah suatu taksiran parameter populasi
berdasarkan nilai interval rata-rata data sampel.
Saya berhipotesis (menaksir) bahwa daya tahan belajar murid di
Indonesia itu 10 jam/hari. Hipotesis ini disebut point estimate,

karena daya tahan belajar murid Indonesia ditaksir melalui satu nil yaitu
10 jam/hari. Bila hipotesisnya berbunyi daya tahan belajar mur Indonesia
antara 8 sampai dengan 12 jam/ hari, maka hal ini diseb interval estimate.
Nilai intervalnya adalah 8 sampai dengan 12 jam.
Menaksir parameter populasi yang menggunakan nilai tungg (point
estimate) akan mempunyai resiko kesalahan yang lebih ting dibandingkan
dengan yang menggunakan interval estimate. Menaks daya tahan belajar
murid Indonesia 10 jam/hari akan mempuny kesalahan yang lebih besar
bila dibandingkan dengan nilai taksin antara 8 sampai dengan 12 jam.
Makin besar interval taksirannj maka akan semakin kecil kesalahannya.
Menaksir daya tahan belajar murid Indonesia 6 sampai 14 jam/hari akan
mempunyai kesalahan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan interval
taksiran 8 samp 12 jam. Untuk selanjutnya kesalahan taksiran ini
dinyatakan dala peluang yang berbentuk prosentase. Menaksir daya tahan
belaj murid Indonesia dengan interval antara 6 sampai dengan 14 jam/h;
akan mempunyai persentase kesalahan yang lebih kecil bila digunak
interval taksiran 8 sampai dengan 12 jam/hari. Biasanya dala penelitian
kesalahan taksiran ditetapkan terlebih dulu, yang digunakan adalah 5%
dan 1%. Daerah taksiran dan kesalahannya dap digambarkan seperti
gambar 8.2 berikut.

195
Gambar 8.2. Daerah Taksiran dan Besarnya Kesalahan

Dari gambar 8.2 tersebut dapat diberi penjelasan seperti


berikut:
a. Daya tahan belajar murid Indonesia ditaksir 10 jam/hari. Hipotesis ini
bersifat point estimate, tidak mempunyai daerah taksiran, kemungkinan
kesalahannya tinggi, misalnya 100%.
b. Daya tahan belajar murid Indonesia 8 sampai dengan 12 jam/hari.
Terdapat daerah taksiran.
c. Daya tahan belajar murid Indonesia antara 6 sampai dengan 14
jam/hari. Daerah taksiran lebih besar dari no.2, sehingga kemungkinan
kesalahan juga lebih kecil daripada no. 2.
d. Jadi makin kecil taraf kesalahan yang ditetapkan, maka interval
estimate-nya semakin lebar, sehingga tingkat ketelitian taksiran
semakin rendah.

2. Dua Kesalahan dalam Menguji Hipotesis


Dalam menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel,
kemungkinan akan terdapat dua kesalahan yaitu:
a. Kesalahan Tipe 1 adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis
nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat
kesalahan dinyatakan dengan α (baca alpha).
b. Kesalahan Tipe II, adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang
salah (seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan
dengan β (baca beta).

Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara keputusan


menolak atau menerima hipotesis dapat ditabelkan sebagai berikut.
Tabel 8.4. Hubungan Antara Keputusan Menolak
Atau Menerima Hipotesis

196
Keputusan Keadaan sebenarnya
Hipotesis benar Hipotesis salah
Terima hipotesis Tidak membuat Kesalahan Tipe II (β)
kesalahan
Menolak Kesalahan tipe 1 (α) Tidak membuat
hipotesis kesalahan

Dari tabel tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Keputusan menerima hipotesis nol yang benar, berarti tida


membuat kesalahan.
b) Keputusan menerima hipotesis nol yang salah, berarti terjac
kesalahan tipe II. (P)
c) Membuat keputusan menolak hipotesis nol yang benar, berar
terjadi kesalahan tipe /. (a)
d) Keputusan menolak hipotesis nol yang salah, berarti tida membuat
kesalahan.

Bila nilai statistik (data sampel) yang diperoleh dari has


pengumpulan data sama dengan nilai parameter populasi atau masi berada
pada nilai interval parameter populasi, maka hipotesis yan dirumuskan
100% diterima. Jadi tidak terdapat kesalahan. Tetapi bil nilai statistik di
luar nilai parameter populasi akan terdapat kesalahar Kesalahan ini
semakin besar bila nilai statistik jauh dari nih parameter populasi.
Tingkat kesalahan ini selanjutnya dinamakan level c signiftcant
atau tingkat signifikansi. Dalam prakteknya tingkj signifikansi telah
ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelur hipotesis diuji. Biasanya
tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1% dan 5%.
Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1% berarti bila
penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang
sama, maka akan terdapat satu kesimpulan salah yang diberlakukan untuk
populasi, (data dari satu sampel tersebut tidak dapat diberlakukan ke
populasi di mana sampel tersebut diambil)
Dalam pengujian hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu
berapa persen kesalahan untuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar
(yang seharusnya diterima).

3. Macam Pengujian Hipotesis


197
Terdapat tiga macam bentuk pengujian hipotesis, yaitu uji dua
pihak (two tail), pihak kanan, dan pihak kiri (one tail). Jenis uji mana yang
akan dipakai tergantung pada bunyi kalimat hipotesis.
a. Uji Dua Pihak Uji Dua Pihak (Two Tail Test)
Uji dua pihak digunakan bila hipotesis nol (Ho) berbunyi "sama
dengan" dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi "tidak sama dengan"
(Ho = ; Ha ≠)

Uji dua pihak digunakan bila hipotesis nol (Ho) berbunyi "sama
dengan" dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi "tidak sama dengan"
(Ho = ; Ha ≠)

Contoh hipotesis deskriptif (satu sampel):


Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk X = 400 jam
Ho : µ = 400 jam
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk X ≠ 400 jam
Ha : µ ≠ 400 jam
Ho : µ = 400 jam
Ha : µ ≠ 400 jam

Contoh hipotesis komparatif (dua sampel):


Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk A = merk B
Ho : µ1 = µ2 (tidak beda)
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk A ≠ merk B
Ha µ1 ≠ µ2 (berbeda)

Ho : µ1 = µ2 (tidak beda)
Ha : µ1 ≠ µ2 (berbeda)

Contoh hipotesis asosiatif:


Hipotesis nol : Tidak ada hubungan antara X dengan Y
Hipotesis alternatif : Terdapat hubungan antara X dengan Y

Ho : ρ = 0 (berarti tidak ada hubungan)


Ha : ρ ≠ 0 (berarti ada hubungan)

Uji dua pihak dapat digambarkan seperti gambar 8.3 berikut.

198
Gambar 8.3 Uji Dua Pihak

b. Uji Pihak Kiri


Uji pihak kiri digunakan apabila: hipotesis nol (Ho) berbunyi
"lebih besar atau sama dengan" (≥) dan hipotesis alternatifnya berbunyi
"lebih kecil" (<), kata lebih kecil atau sama dengan sinonim "kata paling
sedikit atau paling kecil".

Contoh hipotesis deskriptif (satu sampel):


Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk A palingrendah/ sedikit 400 jam
atau lebih besar dan sama dengan
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk A lebih kecil 400 jam

Hipotesis alternatif:
Ho : µ > 400 jam
Ha : µ < 400 jam

Contoh hipotesis komparatif (dua sampel):


Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk A paling sedikit
sama dengan lampu merk B.
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk A lebih kecil
dari merk B.

Ho : µ1 ≥µ2 µ2 : lampu merk A dan


Ha : µ1 < µ2 µ2 : lampu merk B

Contoh hipotesis asosiatif:


Hipotesis nol : Hubungan antara X dengan Y paling
sedikit (kecil) 0,65.
Hipotesis alternatif : Hubungan antara X dengan Y lebih kecil
dari 0,65.

Ho : ρ ≥ 0,65
Ha : ρ < 0,65

199
Uji pihak kiri dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 8.4. Uji Pihak Kiri

c. Uji Pihak kanan


Uji pihak kanan digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi
"lebih kecil atau sama dengan (≤) dan hipotesis alternatifnya (Ha)
berbunyi "lebih besar (>)". Kalimat lebih kecil atau sama dengan sinonim
dengan kata "paling besar".

Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk A paling lama


400 jam.
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk B lebih besar
dari 400 jam

Contoh hipotesis deskriptif (satu sampel):


Ho : µ≤ 400 jam
Ha : µ > 400 jam

Contoh hipotesis komparatif (dua sampel):


Hipotesis nol : Daya tahan lampu merk A paling besar
(tinggi) sama dengan lampu merk B.
Hipotesis alternatif : Daya tahan lampu merk A lebih besar
dari merk B.
Ho : µ1 ≤ µ2 -lampu merk A dan
Ha : µ1 > µ2 -lampu merk B

Contoh hipotesis asosiatif:


Hipotesis nol : Hubungan antara X dengan Y paling
sedikit (kecil) 0,65.
Hipotesis alternatif : Hubungan antara X dengan Y lebih kecil
dari 0,65.

200
Ho : ρ ≥ 0,65
Ha : ρ < 0,65

Uji pihak kanan dapat digambarkan seperti gambar 8.5 berikut.

Gambar 8.5 Uji Pihak kanan

Dari gambar 8.3, 8.4, dan 8.5 tersebut terlihat bahwa, dalam uji
dua pihak taraf kesalahan α dibagi menjadi dua yaitu yang diletakkan pada
pihak kiri dan kanan. Harganya setengah ( ½ α) sedangkan pada uji satu
pihak (kanan maupun kiri) harga terletak pada satu pihak saja, yaitu
terletak di pihak kanan saja atau kiri saja, taraf kesalahannya adalah α.

E. RANGKUMAN
1. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan
statistik. Terdapat beberapa dua macam statistik yang digunakan untuk
analisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif, dan statistik
inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan
statistik nonparametris.
2. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis
data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
3. Statistik inferensial, (sering juga disebut statistik induktif atau statistik
probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel diambil dari populasi
yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan
secara random.
4. Pada statistik inferensial terdapat statistik parametris dan
nonparametris. Penggunaan statistik parametris dan nonparametris
tergantung pada asumsi dan jenis data yang akan dianalisis. Statistik
parametris memerlukan terpenuhi banyak asumsi. Asumsi yang utama
adalah data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal.
Selanjutnya dalam penggunaan salah satu test mengharuskan data dua
201
kelompok atau lebih yang diuji harus homogen, dalam regresi harus
terpenuhi asumsi linieritas. Statistik nonparametris tidak menuntut
terpenuhi banyak asumsi, misalnya data yang akan dianalisis tidak
harus berdistribusi normal. Oleh karena itu statistik nonparametris
sering disebut "distribution free” (bebas distribusi).
5. Penggunaan kedua statistik tersebut juga tergantung pada jenis data
yang dianalisis. Statistik parametris kebanyakan digunakan untuk
menganalisis data interval dan rasio, sedangkan statistik
nonparametris kebanyakan digunakan untuk menganalisis data
nominal, ordinal.
6. Ada dua hal utama yang harus diperhatikan, yaitu macam data dan
bentuk hipotesis yang diajukan. Macam data yaitu: data nominal,
ordinat, interval atau ratio. Bentuk hipotesis ada tiga yaitu: hipotesis
deskriptif, komparatif dan asosiatif. Dalam hipotesis komparatif,
dibedakan menjadi dua, yaitu komparatif untuk dua sampel dan lebih
dari dua sampel.
7. Dalam menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel,
kemungkinan akan terdapat dua kesalahan yaitu:
a. Kesalahan Tipe 1 adalah suatu kesalahan bila menolak hipotesis
nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima). Dalam hal ini tingkat
kesalahan dinyatakan dengan α (baca alpha).
b. Kesalahan Tipe II, adalah kesalahan bila menerima hipotesis yang
salah (seharusnya ditolak). Tingkat kesalahan untuk ini dinyatakan
dengan β (baca beta).
8. Terdapat tiga macam bentuk pengujian hipotesis, yaitu uji dua pihak
(two tail), pihak kanan, dan pihak kiri (one tail). Jenis uji mana yang
akan dipakai tergantung pada bunyi kalimat hipotesis.
9. Uji dua pihak (Two Tail Test) digunakan bila hipotesis nol (Ho)
berbunyi "sama dengan" dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi
"tidak sama dengan" (Ho = ; Ha ≠)
10. Uji pihak kiri digunakan apabila: hipotesis nol (Ho) berbunyi "lebih
besar atau sama dengan" (≥) dan hipotesis alternatifnya berbunyi
"lebih kecil" (<), kata lebih kecil atau sama dengan sinonim "kata
paling sedikit atau paling kecil".
11. Uji pihak kanan digunakan apabila hipotesis nol (Ho) berbunyi "lebih
kecil atau sama dengan (≤) dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi
"lebih besar (>)". Kalimat lebih kecil atau sama dengan sinonim
dengan kata "paling besar".

F. TES FORMATIF
202
1. Jelaskan macam-macam statistik untuk analisis data.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan statistik deskriptif.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan statitstik inferensial.
4. Jelaskan secara singkat penggunaan statistik parametric.
5. Jelaskan secara singkat penggunaan statistik non parametric.
6. Jelaskan secara singkat dua hal utama yang harus diperhatikan untuk
menguji hipoitesis dalam penelitian kuantitatif.
7.Jelaskan secara singkat dua kesalahan dalam menguji hipotesis.
8. Jelaskan secara singkat uji dua pihak untuk hipotesis deskriptif.
9. Jelaskan secara singkat uji pihak kiri untuk hipotesis asosiatif.
10. Jelaskan secara singkat uji pihak kanan untuk hipotesis komparatif.

Bobot tes setiap nomor masiong-masing 1. Menjawab tes formatif


dibawah 80% dari bobot, mahasiswa dianjurkan untuk membaca kembali
materi bab VIII tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

203
1. Nasution S. 2006. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
2. Restu Kartiko Widi.2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
3. Sinambela Lijan Poltak. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
4. Sugiyono. 2016. Metode Penenlitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
5. Zainal Mustafa EQ. 2013. Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

SENARAI

Anava: Analisis varians.


Angket: Daftar pertanyaan.
204
Assosiatif: Hubungan
Deskripsi: Gambaran. Deskripsi data adalah gambaran suatu data yang
dinyatakan misalnya dengan mean. Median, modus atau simpangan
baku.
Deskriptif: Lihat deskripsi.
Diskriminasi: Perbedaan. Indeks diskriminasi atau daya pembeda suatu
butir tes menunjukkan apakah butir itu dapat membedakan mana
yang pandai dan mana yang bodoh. Indeks ˂ 3 menunjukkan daya
pembeda yang rendah.
Distribusi : Penyebaran. Distribusi frekuensi adalah banyaknya
penyebaran data yang dikelompokkan.
Hipotesis : Jawaban sementara terhadap suatu permasalahan.
Histogram: Diagram batang yang berhimpit berdasarkan tabel distribusi
frekuensi
Homogenitas: Suatu pengujian data untuk menentukan apakah dua
kelompok data homogen atau mempunyai harga rata-rata yang
sama.
Instrumen : Tes atau angket untuk menjaring data penelitian.
Interval: Tingkatan kelompok data. Interval kelas adalah salah satu
tingkatan kelompok data dalam distribusi frekuensi
Komparatif: Membandingkan
Korelasi: Hubungan. Koefisien korelasi adalah untuk menentukan kuatnya
hubungan antara dua variabel data.
Linieritas:Suatu pengujian data untuk menentukan apakah dua variabel
data meempunyai hubungan yang linier.
Normalitas: Suatu pengujian data untuk menentukan apakah sebarannya
normal.
Ordinal : Bertingkat.
Paradigma: Pola atau model. Paradigma penelitian adalah pola hubungan
antara variabel yang akan ditelii.
Populasi: wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Probability: Peluang. Probability sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Proporsi: Suatu bagian dari keseluruhan. 10 dari 30 mempunyai proporsi
1/3, atau 0,33
Proportionate: Sebanding
Random: Acak
205
Regresi: Analisis regresi dipakai secara luas untuk melakukan prediksi dan
ramalan. Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu metode
untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara
satu variabel dengan variabel(-variabel) yang lain.
Relatif: Harga yang berlaku untuk suatu data dan tidak sama untuk data
yang lain. Frekuensi relatif suatu data (dinyatakan dengan
persentasi) besarnya tidak sama dengan frekuensi relatif untuk data
yang lain.
Reliabilitas: Keandalan, dapat dipercaya. Pengujian reliablitas instrumen
adalah untuk menentukan apakah instrumen tersebut dapat
dipercaya yaitu bila digunakan untuk pengukuran yang berulang,
secara relatif akan menghasilkan hasil yang tidak berbeda.
Sampel: Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.
Sampling: Teknik pengambilan sampel.
Statistik: Menunjukkan angka-angka yang menggambarkan suatu gejala.
Validitas: Kesahihan. Pengujian validitas butir untuk menetukan apakah
butir tersebut sahi atau tidak.
Variabel: Suatu gejalah yang bervariasi atau yang mengandung harga-
harga yang berbeda.
α (baca alpha) = Taraf kesalahan. Suatu kesalahan bila menolak
hipotesis nol (Ho) yang benar (seharusnya diterima).
β (baca beta) = kesalahan bila menerima hipotesis yang salah (seharusnya
ditolak.

206

Anda mungkin juga menyukai