Anda di halaman 1dari 15

Masukkan

Menu kataCari
kunci pencarian... Berlangganan G

› Opini › Rantai Nilai Kebijakan Publik

Iklan

KEBIJAKAN PUBLIK

Rantai Nilai Kebijakan Publik


Mengapa kita perlu memahami pentingnya mengubah perspektif kebijakan publik.
Sebagian besar yang kita buat baru pada jenjang 'kebijakan politik' dan 'kebijakan
pemerintah', belum pada jenjang kebijakan publik seharusnya.

Audio Berita 11 menit

Oleh RIANT NUGROHO


7 Oktober 2023 05:47 WIB · 6 menit baca

Baca di Aplikasi

HERYUNANTO
Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Ilustrasi Langganan
Salah satu penyakit setiap pemerintah negara berkembang,Berlangganan
terutama G

yang tidak kunjung keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah


(bawah) atau middle income trap adalah tidak tahu mengapa mereka
masuk dalam jebakan tersebut.

Kemudian, para pemangku kepentingan pun berhadapan dengan


pernyataan yang membuat frustrasi: mengapa setiap kebijakan yang
dibuat tidak mampu membawa keluar dari jebakan itu. Akhirnya,
mengapa setiap kebijakan yang dibuat untuk memecahkan masalah,
justru memperbesar masalah. Seolah semakin “terbenam dalam
kubangan”.

Hanya sedikit negara yang berkategori berkembang di tahun 1950 dan


1960an yang saat ini sudah keluar dari “kubangan”, misalnya Singapura,
Taiwan, dan Korea Selatan. Dari perspektif kebijakan publik, pernyataan
itu bukan saja soal 'mengapa', melainkan 'bagaimana bisa?'

Pertama, rahasianya adalah mereka memahami kebijakan publik lebih


sebagai fakta manajemen daripada fakta politik. Para aktor kebijakan,
mulai dari pimpinan pemerintahan dan birokrasi, politisi, dan akademisi,
bersedia menerima pemahaman tersebut. Jika kebijakan publik dipahami
sebagai suatu fakta politik, apalagi fakta politik semata, maka kebijakan
publik jadi sekadar tawar-menawar antar kekuatan politik.

Akhirnya, mengapa setiap kebijakan


yang dibuat untuk memecahkan
masalah, justru memperbesar masalah.
Seolah semakin “terbenam dalam
kubangan”.

Hasilnya adalah kebijakan ”tengah-tengah”, pas-pasan, dan medioker.


Sekadar agar para pihak bisa akur. Inilah yang diajarkan oleh teori
kebijakan model kelompok (group Aplikasi) dan pilihan publik (public
Baca ditheory

choice theory) dan paling banyak dipraktikkan.


Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Kebijakan publik sebagai manajemen dipahami sebagai sebuah proses
Berlangganan G

berkelanjutan dan berkesinambungan. Pertama sebagai proses suatu


kebijakan, mulai perencanaan, perumusan, pelaksanaan, kepemimpinan,
hingga pengendalian. Jadi, perencanaan mendukung perumusan;
perumusan mendukung pelaksanaan; pelaksanaan mendukung
kepemimpinan; dan kepemimpinan mendukung pengendalian.

Kedua, sebagai suatu rangkaian pemajuan kebijakan. Kebijakan yang


melanjutkan keberhasilan kebijakan sebelumnya, dan demikian
seterusnya. Bukan ”ganti menteri ganti kebijakan”. Bukan pula model
kebijakan yang dikritik Presiden Joko Widodo sebagai ”kebijakan pompa
bensin Pertamina yang selalu ”dimulai dari nol.”

Arogansi fiksional lex posterior derogat legi priori, yang bersumber dari
keinginan setiap pejabat pemerintah untuk memberikan legacy, harus
dapat dikendalikan.

Ilustrasi

Namun demikian, tatkala kebijakan publik dipahami sebagai manajemen,


maka agenda terpentingnya adalah memastikan setiap kebijakan yang
Baca di Aplikasi
dibuat nyambung atau resonan dengan kebijakan lain di depannya, di
belakangnya, di atasnya, di bawahnya, serta di samping kiri dan
Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
kanannya.
Jalinan hubungan tersebut memiliki nilai antara satu sama Berlangganan
lain. Inilah G

yang di dalam manajemen disebut sebagai rantai nilai. Disebut kebijakan


resonan, karena kebijakan tersebut dapat menyebabkan ”getaran”
terhadap kebijakan yang lain, sehingga keseluruhan ekosistem pun dapat
”bergetar”.

Kamus daring Universitas Cambridge menjelaskan bahwa konsep rantai


nilai atau value chain bermakna bahwa setiap komponen dalam rantai
saling memberikan nilai. Bagi Perusahaan, rantai nilai bersifat berurutan.
Mulai dari inventori, produksi, hingga pemasaran, atau dipahami secara
sempit sebagai rantai pasok atau supply chain.

Bagi kebijakan publik juga bisa berurutan, misalnya kebijakan


pertambangan dengan kebijakan turunannya berupa kebijakan hilirisasi
pertambangan. Namun, hal yang tidak banyak disadari adalah rantai nilai
antar kebijakan publik.

Sebagai contoh, rantai nilai yang dimulai dari kebijakan pemindahan ibu
kota baru dengan produksi baja di dalam negeri, proyek properti oleh
pengusaha nasional, penyerapan tenaga kerja di kawasan, lingkungan
hidup, hingga Jakarta yang ditinggalkan hendak jadi apa.

Jadi, pertanyaannya, apakah setiap


kebijakan yang kita buat memberikan
nilai kepada kebijakan lain secara
simultan dan berkelanjutan, atau justru
menjadi penghalang.

Kebijakan dengan rantai nilai yang lebih rumit adalah kebijakan omnibus
law. Ini dikarenakan rantainya begitu kompleks dan berkenaan dengan
foward-backward-linkage.

Jadi, pertanyaannya, apakah setiap kebijakan yang kita buat memberikan


Baca di Aplikasi
nilai kepada kebijakan lain secara simultan dan berkelanjutan, atau justru
menjadi penghalang. Apakah kebijakan dibuat sekadar untuk berputar-
Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
putar di tempat atau justru menjadi juggernaut, truk besar yang melaju
kencang kemudian menabrak dan menghancurkan kendaraan atau siapa
Berlangganan G

pun di depannya.

Sejumlah kebijakan penting di Indonesia yang sebaiknya memiliki rantai


nilai andal adalah kebijakan omnibus law Cipta Kerja, kebijakan
pemindahan Ibu Kota Negara, kebijakan Merdeka Belajar, dan kebijakan
restrukturisasi BUMN. Namun, juga tidak terkecuali bagi kebijakan yang
belakangan menjadi riuh, yaitu investasi di Rempang, Kepulauan Riau.

Keterhubungan
Rantai nilai membuat suatu kebijakan dalam jalinan keterhubungan
dengan kebijakan lanjutan dan yang berkaitan, dapat menciptakan nilai
baru, atau value creation. Sebaliknya, jika tidak mampu, yang terjadi
adalah value destruction. Kebijakan yang menciptakan kerusakan pada
kehidupan bersama, termasuk di dalamnya kejadian korupsi.

Pada umumnya, negara berkembang yang berhasil maju memiliki


kebijakan-kebijakan publik dengan rantai nilai yang baik dan berkualitas.
Bukan sekadar ada, apalagi seadanya, atau diada-adakan.

Baca di Aplikasi
Ilustrasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Korea Selatan misalnya, menciptakan kebijakan yang mendukung
Berlangganan G

industri kreatif seni dan perfilman dengan nilai yang dikreasikan sejak
dari industri film (Drama Korea/drakor), musik (K-Pop), hingga fashion
dan kosmetik. Semua hadir dalam value creation yang dikenali sebagai
Korean wave atau Hallyu.

Untuk menjadi negara penentu di Asia Tenggara, Singapura membuat


kebijakan investasi, perpajakan, hukum, hingga keuangan terhubung
dalam rantai nilai. Hal itu membuat investor ke Asia Tenggara memilih
untuk melalui Singapura sebagai hub.

Sepanjang Januari hingga Juni 2023, investasi Singapura menempati


posisi pertama di Indonesia sebesar 7,7 miliar dollar AS. Investasi
tersebut sebenarnya berasal dari investor berbagai negara, termasuk
yang berasal dari Indonesia. Mereka membuat perusahaan di Singapura,
menaruh uang di Singapura, dan menjadikannya sebagai basis bisnis
mereka.

Pelajaran ini memberi sinyal kepada pembuat kebijakan di Indonesia.


Keunggulan negara ditentukan oleh keberhasilan membuat kebijakan-
kebijakannya berada pada suatu rantai nilai. Sebaliknya, sebagian (kalau
tidak hendak dikatakan sebagian besar) kegagalan kebijakan terjadi
karena tidak cukup memperhatikan prinsip rantai nilai ini. Penyebab
utamanya, pemahaman kebijakan publik kita berhenti pada pemahaman
sebagai fakta politik. Bahkan, sekadar fakta hukum, atau fakta
administrasi alias birokrasi, belum masuk ke fakta manajemen.

Krisis kebijakan yang terjadi di


Indonesia pasca reformasi, atau selama
sekitar 25 tahun (1998–2023), adalah
akibat kegagalan membangun
ekosistem kebijakan publik dalam suatu
rantai nilai.
Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Krisis kebijakan yang terjadi di Indonesia pasca reformasi, Berlangganan
atau selama G

sekitar 25 tahun (1998–2023), adalah akibat kegagalan membangun


ekosistem kebijakan publik dalam suatu rantai nilai. Bukan saja satu
kebijakan tak terhubung kebijakan lain, tetapi kebijakan satu menabrak
lainnya. Bahkan, bisa jadi "semua menabrak semua". Kondisi ini disebut
sebagai ekosistem kebijakan yang chaos.

Bukan berarti Orde Baru lebih baik. Akan tetapi, sejak era reformasi
hingga hari ini, ada kebutuhan nyata bahwa setiap kebijakan harus
mampu hadir dalam suatu rantai nilai. Kemewahan bagi orde baru,
karena tidak berada pada zaman seperti hari ini.

Belajar kembali
Krisis yang terjadi di Indonesia hari ini, dan banyak negara
berkembangnya, adalah krisis kebijakan. Sebenarnya agak ironis, karena
kebijakan (publik) adalah kosakata yang paling banyak diucapkan, mulai
dari pimpinan pemerintahan dan jajarannya, elit politik, dan akar
rumputnya, hingga wartawan dan masyarakat awam.

Malangnya, kebijakan publik menjadi kosakata yang paling tidak


dipahami secara mumpuni. Pendidikan dan pelatihan kebijakan publik
dipaksa berhenti di tingkat teknis, analisis kuantitatif statistikal dan
ekonometrikal, hingga penggunaan metode data science berdasarkan
mahadata (big data).

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Berlangganan G

Kecanggihan metode tidakselalu menjawab kebutuhan, malah kadang


menyusahkan. Digitalisasi proses kebijakan publik, terutama pada
pembuatannya, juga seolah ada pada kondisi intoksikasi digital.

Bahkan, konsep evidence based policy pun dapat menjadi salah satu
penyebab kejadian logical fallacy dalam pembuatan kebijakan publik. Hal
itu dikarenakan pembuat kebijakan dengan sah dapat menggunakan
model cherry picking, memilih buah ceri yang paling merah dan paling
gemuk, seperti yang diinginkan, atau memilih alasan kebijakan yang
paling menguntungkannya, daripada yang seharusnya.

Tanpa harus saling menyalahkan, kita, para pengajar, praktisi, dan


pembelajar, perlu belajar kembali hakikat kebijakan publik. Sebagian
besar yang kita buat hari ini baru pada jenjang 'kebijakan politik' dan
'kebijakan pemerintah', belum pada jenjang kebijakan publik yang
seharusnya. Khususnya, dalam arti kebijakan untuk membaikkan dan
menghebatkan publik, yaitu bangsa atau masyarakat Indonesia.

Kita perlu memahami perlunya mengubah perspektif tentang kebijakan


publik, dari semata-mata realitas politik, hukum, atau administrasi, ke
realitas manajemen. Konsekuensinya, Baca di Aplikasi
kita perlu belajar membangun
ekosistem kebijakan publik yang sambung-menyambung satu sama lain,
Anda dan selanjutnya
memiliki hadirpremium
sisa 2 dari 3 artikel sebagai rantai
gratis bulannilai atau value
ini. Langganan untuk chain. Dengan
akses tanpa batas itu,
niscaya, harapan Indonesia gemilang pada tahun 2045, dapat dicapai
Berlangganan G

dengan baik. Kalau perlu, dicapai lebih cepat lagi.

Baca juga : Penanggulangan Polusi, Antara Kebijakan dan Pertanyaan


Publik

Riant NugrohoKetua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia,


Pengajar Program Pasca Sarjana FISIP Universitas Jenderal Achmad Yani

Editor: NUR HIDAYATI, YOHANES KRISNAWAN


Bagikan

fenomena kebijakan publik utama analisis ahli opini riant nugroho riant nugroho

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2023 di halaman 6 dengan
judul "Rantai Nilai Kebijakan Publik".

Baca Epaper Kompas

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Komentar Pembaca Berlangganan G

Tulis Komentar

Komentar Anda..

Kirim

owenpodger
Excellent Mas Riant.

Artikel Terkait

Perpajakan dalam Pilpres


25 September 2023

Malu Menjadi Bangsa


4 Januari 2024

Empat Pilar Transformasi Pengelolaan


Negara
8 Oktober 2023

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Membaca Langkah Politik
Berlangganan G

26 Oktober 2023

Bijak Memilih
17 Desember 2023

Pemilu dan Nalar Penyelenggaraan Negara


31 Oktober 2023

Hilirisasi, Distribusi, dan Teritori


19 Desember 2023

Iklan

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Berlangganan G

Terpopuler

Rantai Nilai Kebijakan Publik


7 Oktober 2023 · 05:47 WIB

Ironi Negeri Agraris, Petani Padi Mengantre Beras Murah


5 jam lalu

Taylor Swift dari Era ke Era


29 Februari 2024 · 16:24 WIB

Memoar Orang-orang di Perbatasan dalam Lembaran Rupiah Usang


3 jam lalu

Keluar dari Zona Nyaman karena Taylor Swift


14 jam lalu

Lainnya Dalam Opini

Menggagas Upah Minimum Guru


13 menit lalu

Kurikulum Kompleks, Pendidikan


Terhambat
2 jam lalu

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Persoalan Beras yang Tak Kunjung Beres
Berlangganan G
4 jam lalu

Analisis

Perang Gaza Tak Berkesudahan


5 jam lalu

Analisis

Dekonstruksi Stereotip Jender


6 jam lalu

Analisis

Indonesia dan Mahkamah Internasional


mengenai Palestina
6 jam lalu

Melawan Epidemi Obesitas


8 jam lalu

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Berlangganan G
Iklan

Terbaru

Menggagas Upah Minimum Guru


13 menit lalu

Australia Tingkatkan Anggaran untuk Keamanan Maritim ASEAN


32 menit lalu

Longsor Lagi di Jalur Wonosobo-Dieng, Mitigasi Mendesak Ditingkatkan


36 menit lalu

Ihwal Ambang Batas Parlemen, PDI-P Ingatkan Pentingnya Efektivitas Sistem


Presidensial
49 menit lalu

Menanti Gong Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis


1 jam lalu

Kantor Redaksi Kantor Iklan

Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21,
Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270. Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.

+6221 5347 710 +6221 8062 6699

+6221 5347 720


Baca di Aplikasi
+6221 5347 730

+6221 530 2200


Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas
Produk Bisnis Tentang Lainnya
Berlangganan G

ePaper Advertorial Profil Perusahaan Bantuan

Kompas.id Gerai Sejarah

Interaktif Event Organisasi

Kompas Data Klasika

Kompaspedia Klasiloka

Iklan

Layanan Pelanggan Ikuti Harian Kompas di

Kompas Kring
@hariankompas
+6221 2567 6000

Whatsapp @hariankompas

+62812 900 50 800


@hariankompas
Email
hotline@kompas.id Harian Kompas

© 2024 PT Kompas Media Nusantara · Organisasi · Tanya Jawab · Hubungi Kami · Sidik Gangguan ·

Pedoman Media Siber · Syarat & Ketentuan ·

Karier · Iklan · Berlangganan ·

Baca di Aplikasi

Anda memiliki sisa 2 dari 3 artikel premium gratis bulan ini. Langganan untuk akses tanpa batas

Anda mungkin juga menyukai