Anda di halaman 1dari 96

TESIS

KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA BERBASIS SISTEM

ELEKTRONIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN MALINAU DALAM MEWUJUDKAN

PRINSIP TRANSPARANSI

Oleh:

JAKARIA
20.741010.34

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM MAGISTER
2022
KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA BERBASIS SISTEM

ELEKTRONIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN MALINAUDALAM MEWUJUDKAN

PRINSIP TRANSPARANSI

TESIS
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada

Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum

Universitas Borneo Tarakan

Oleh:

JAKARIA
20.741010.34

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM MAGISTER
2022

ii
KATA PENGANTAR

“Bismillahirrahmannirrahiim”.

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan hukum/tesis yang berjudul “ Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa
Berbasis Sistem Elektronik Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten
Malinau Dalam Mewujudkan Prinsip Transparansi “ pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung telah memberi segala bantuan,dukungan serta
doa kepada penulis sehingga penulisan hukum/tesis ini dapat di selesaikan.

Rasa Terima Kasih sebesar – besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Drs. Adri Patton,M.Si. Selaku Rektor Universitas Borneo

Tarakan.

2. Dr. Yahya Ahmad Zein, S.H.,M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Borneo Tarakan.

3. Dr. Syarifudin, S.H.,M.H. Selaku Kepala Prodi Megister Hukum

Universitas Borneo Tarakan.

4. Dr. Nur Asikin S.HI.,M.H. Selaku Wakil Dekan Universitas Borneo

Tarakan.

5. Wempi W Mawa, SE. Selaku Bupati Kabupaten Malinau.

6. Jakaria, SE.,M.Si. Selaku Wakil Bupati Kabupaten Malinau.

7. Muhamad Kadri, S.Sos.,M.Si. Selaku Kepala Dinas Perhubungan

Kabupaten Malinau.

8. Dr. Marthen,B.Salinding, S.H.,M.H. Selaku Pembimbing I yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.

vii
9. Dr. Basri,S.H,M.Kn Selaku Pembimbing II yang telah mengarahkan dan

membimbing penulis selama penyusunan tesis ini.

10. Seluruh Dosen dan staf administrasi pada Program Megister Universitas

Borneo Tarakan yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu

penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

11. Kedua orang tua al. Ayahanda dan alm. Ibunda yang telah membesarkan

dan memberikan doa selama hidupnya, jasa jasa beliau tak akan pernah

hilang sampai akhir hayat.

Penulis menyadari bahwa segala sesuatu tidak lah luput dari kesalahan, hasil

karya penulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya penulis

menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan

hukum/thesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan hukum/tesis ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Tarakan, Februari 2022

Penulis

JAKARIA

viii
ABSTRAK

KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA BERBASIS SISTEM


ELEKTRONIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
MALINAU DALAM MEWUJUDKAN PRINSIP TRANSPARANSI
JAKARIA
Penerapan e-procurement di berbagai instansi membuat proses interaksi
antara pengguna dan penyedia jasa, serta masyarakat berjalan lebih mudah dan
mempercepat proses pengadaan barang dan jasa tersebut. Selain itu juga
penerapan e-procurement secara otomatis telah meningkatkan sistem kontrol
terhadap berbagai penyimpangan dan pelanggaran aturan yang ada. Sesuai dengan
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa , maka dalam suatu
proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dilakukan secara elektronik
dengan cara E-Purchasing. Sesuai dengan latar belakang, maka permasalahan
dirumuskan sebagai berikut; Alasan hukum penerapan sistem berbasis elektronik
dalam proses kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Malinau dan
Perlindungan hukum bagi para pihak dalam kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah Kabupaten Malinau. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian
hukum normatif, dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan
perundang-undangan (Statute approach),danpendekatan konseptual (conceptual
approach),
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Alasan penggunaan kontrak
elektronik dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah (E-purchasing) karena
memiliki keuntungan yang banyak terlebih proses yang singkat dan dapat
terhindar dari masalah hukum. Oleh karena itu, baik pejabat pengadaan maupun
PPK akan mencari data barang dan jasa yang dibutuhkan melalui katalog
elektronik terlebih dahulu sebelum memilih dengan proses pemilihan penyedia
yang lain, misalnya dengan pengadaan langsung. Perlindungan hukum terhadap
pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah adalah upaya melindungi kepentingan
pemerintah atau pemerintah daerah untuk mendapatkan barang/jasa yang
dinginkan agar bermanfaat bagi masyarakat. Disisi lain aparat penegak hukum
melindungi kepentingan negara agar supaya para pelaku pengadaan barang/jasa
pemerintah bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undang sehingga
pengadaan barang/jasa pemerintah dapat bermanfaat bagi pemerintah dan
masyarakat
.
Kata kunci :Kontrak, Barang, Jasa, Sistemelektronik, PrinsipTransparansi

ix
ABSTRACT

PROCUREMENT OF GOODS AND SERVICES CONTRACT BASED ON


ELECTRONIC SYSTEMS IN THE REGIONAL GOVERNMENT
ENVIRONMENT OF MALINAU REGENCY IN REALIZING THE
PRINCIPLE OF TRANSPARENCY
JAKARIA
The application of e-procurement in various agencies makes the process of
interaction between users and service providers, as well as the community easier
and prepares the process for the procurement of goods and services. In addition,
the implementation of e-procurement has automatically improved the control
system against various irregularities and violations of existing rules. In
accordance with Presidential Regulation No. 12 of 2021 concerning Amendments
to Presidential Regulation No. 16 of 2018 concerning the Procurement of
Goods/Services, then in a process of Procurement of Government Goods/Services
it can be done electronically by means of E-Tendering or E-Purchase. In
accordance with the background, the problems are as follows; The legal reasons
for implementing an electronic based system in the process of procurement of
goods/services for the government of Malinau Regency and legal protection for
the parties in the contract for the procurement of goods/services for the
government of Malinau Regency. The type of research used is normative legal
research, with the approach used is the Statute Approach, and a conceptual
approach .
Based on the results of the study, it was found that the reason for using
electronic contracts in the procurement of government goods and services (E-
purchasing) is because it has many advantages first and can avoid legal problems.
Therefore, both officials and procurement of PPK will look for data on goods and
services needed through an electronic catalog first before choosing another
provider selection process, for example by direct procurement. Legal protection
for actors in the procurement of government goods/services is an effort to protect
the interests of the government or local governments to obtain goods/services that
are beneficial to the community. On the other hand, law enforcement officers
protect the interests of the state so that the actors in the procurement of
government goods/services work in accordance with the laws and regulations so
that the procurement of government goods/services can benefit the government
and society.
.
Keywords: Contracts, Goods, Services, Electronic systems, Transparency
Principles

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kontrak untuk pekerjaan publik antara pemerintah dengan sektor

swasta/privat merupakan bisnis dengan ukuran yang sangat besar. Mulai dari

proyek-proyek infrastruktur seperti jalan dan jembatan, bangunan dan peralatan

kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor

publik merupakan salah satu pembelian barang dan jasa yang terbesar dalam

perekonomian suatu negara.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu daerah, daerah dituntut untuk

senantiasa meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk melaksanakan

kewajiban ini salah satunya pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk

menyediakan kebutuhan rakyatnya dalam berbagai bentuk baik berupa barang,

jasa maupun pembangunan infrastruktur. Upaya pemerintah daerah untuk

melaksanakan pembangunan fisik dan non fisik (jasa), baik dilaksanakan

pemerintah daerah sendiri maupun dengan melibatkan masyarakat (perorangan

atau lembaga), maka agar keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan fisik dan non fisik, tidak menyimpang maka diperlukan perangkat

aturan dalam wujud peraturan perundang-undangan yang berfungsi sebagai

pedoman bertindak dan berprilaku bagi para pihak dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya.

1
2

Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa merupakan bagian yang penting

dalam penyelenggaraan pemerintahan.1 Pengadaan barang dan jasa yang

dilakukan oleh pemerintah dan swasta memiliki karakteristik yang berbeda,

dimana pihak swasta dapat mengadakan barang/jasa saat mereka

membutuhkannya dengan kemampuan mereka sendiri ataupun hutang sedangkan

pihak pemerintah atau sektor publik harus melakukan lelang ketatagar

mendapatkan barang/jasa yang terbaik dengan harga murah. Dalam kaitan dengan

pemenuhan kebutuhan pemerintah daerah inilah maka pembuatan kontrak menjadi

praktik yang sering dilakukan oleh pemerintah dengan pihak swasta.

Berkaitan dengan pemenuhan kewajiban pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan rakyatnya, maka kontrak pengadaan oleh pemerintah dengan pihak

swasta merupakan jalan keluar atau upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah,

maka oleh karena itu untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan mengenai

hakekat kontrak pengadaan, diperlukan pula pembahasan mengenai makna dan

substansi kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai pihak, atau yang lazim

disebut dengan government contract.

Metode pengadaan sangat beragam, demikian pula hubungan hukum yang

terbentuk dari hubungan kontraktual pengadaan barang dan jasa. Dalam

pengadaan merupakan suatu proses yang di dalamnya terhadap tahapan-tahapan

dari penentuan kebutuhan, pembuatan kontrak hingga pada pembayaran kepada

kontraktor. Dalam proses pengadaan itu terdapat syarat, prosedur dan standar

tertentu yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan maka

1
Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian, Prinsip Hukum Kontrak Pengadaan
Barang Dan Jasa Oleh Pemerintah, Laksbang PRESSindo, Yogyakarta, 2009, h. 1.
3

karena itu harus dipenuhi. Batasan kontrak pengadaan dapat kita telusuri dari

Keppres yang mengatur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 2021Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2021 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2021 Nomor 4765 (selanjutnya disebut Perpres Nomor 12 Tahun

2021) menyatakan bahwa:

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan


Barang/Jasa adalah kegiatanPengadaan Barang/Jasa
olehKementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh
APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasikebutuhan, sampai dengan
serah terima hasil pekerjaan

Batasan kontrak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 44 Perpres Nomor 12

Tahun 2021 yang menyatakan bahwa “Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang

selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antaraPA/KPA/PPK dengan

Penyedia atau pelaksana swakelola.”Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa

kontrak pengadaan barang dan jasa yang dimaksud oleh Perpres Nomor 12 Tahun

2021 adalah perjanjian antara pengguna barang dan jasa dengan penyedia

barang/jasa dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD), baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang

dan jasa.

Pada tahun 2015 Pemerintah kembali melakukan perubahan terhadap

Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dengan Peraturan Presiden


4

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5655

(selanjutnya disebut Perpres Nomor 4 Tahun 2015), dengan penekanan E-

Purchasing yang bertujuan untuk penyederhanaan pengadaan barang dan jasa

oleh pemerintah. Melalui Pasal 106 ayat (1) Perpres Nomor 4 Tahun 2015,

dilakukan perubahan. Perubahan ketentuan ini terkesan sederhana tetapi

maknanya sangat signifikan terhadap arah kebijakan pemerintah dalam pengadaan

barang dan jasa. Pelelangan secara elektronik bukanlah sebagai pilihan lagi tetapi

menjadi suatu keharusan. Hal ini untuk menunjang pelelangan secara elektronik

sejalan dengan makin ditinggalkannya pelelanganmanual, artinya secara

sederhana dapat dikatakan bahwa proses pelelangan pengadaan barang dan jasa

pemerintah adalah secara elektronik.

Salah satu tujuan utama pengadaan barang/jasa secara elektronik adalah

mengurangi persaingan usaha yang tidak sehat dan fraud (kecurangan) yang bisa

terjadi. Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa yang tidak sehat berdampak pada

kerugian yang akan ditanggung masyarakat, termasuk rendahnya kualitas

pelayanan yang diterima dari pemerintah. Meskipun telah diatur dengan aturan

hukum yang jelas dan mengikat, pada kenyataannnya ada beberapa penyimpangan

dalam proses pengadaan barang dan jasa.2

2
Maria Avilla Cahya Arfanti, “Pelaksanaan Sistem E-Procurement dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Untuk Mencegah Terjadinya Persekongkolan Tender”, diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188095&val=6466&title=Pelaksanaan%2
0sistem%20e- pada tanggal 20 Agustus 2021 Pukul 08.31
5

Kendati E-Procurement menggunakan internet sebagai intrumen bantu,

namun bukan berarti lahirnya kesepakatan antara panitia pengadaan/offeree

dengan peserta penyedia barang/offeror terjadi dalam internet sebagaimana e-

Commerce. E-Procurement belum murni paperless transaction (sehingga

keabsahan kontraknya tidak perlu diragukan), karena selain memasukkan data

lewat portal/website, offeror diwajibkan pula memberikan dokumen penawaran

dan data lain yang terkait dalam bentuk cetak hard copy kepada offeree. Akseptasi

terjadi pada saat dikeluarkannya Surat Keputusan Penetapan Penyediaan Barang

dan Jasa (SKPPBJ) yang menunjuk salah seorang peserta lelang/offeror sebagai

pemenang lelang. Dengan kata lain, E-Procurement masih menekankan pada

physical form (bentuk nyata dan konkret) atau paper based transaction yaitu

belum murni menjalankan perdagangan secara elektronik layaknya e-Commerce,

sehingga kaidah hukum perjanjian tetap berlaku.3

Untuk menciptakan layanan publik yang berkualitas dengan biaya rendah,

makapemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dan strategi

nasionalpengembangan e-government melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun

2003, yangmerupakan payung hukum dari seluruh kebijakan detail teknis di

bidang e-government.Olehnya itu dalam mendukung terselenggaranya good

governance, maka kini di setiapinstansi pemerintah diwajibkan untuk

menggunakan aplikasi layanan e-procurement.

3
Susan Andriyani , “Analisis Efektivitas Dalam Penerapan Pengadaan Barang Dan Jasa
Secara Elektronik (E-Procurement) Serta Peranan Lembaga Pengawas Terhadap Pengadaan
Barang Dan Jasa Pemerintah”, diunduh dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20302458-
T30642%20 %20Analisis%20efektivitas.pdf, pada tanggal 20 April 2017 Pukul 08:31.
6

Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau

memiliki komitmenterhadap implementasi Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun

2021 tentang PengadaanBarang/Jasa Pemerintah, hal ini dibuktikan dengan di

bentuknya Layanan PengadaanSecara Elektronik (LPSE) Kabupaten Malinau.

Tujuan dilaunchingnya LPSE Kabupaten Malinau adalah untuk

menghindari terjadinya praktek KKNdalam porses pengadaan barang dan jasa

pemerintah di Kabupaten Malinau selain ituLPSE juga diharapkan akan menjamin

efektivitas, efesiensi, transparansi, akuntabilitas,serta akses pasar dan persaingan

usaha sehat selama proses lelang berlangsung,sehingga praktek monopoli dan

intimidasi/premanisme dalam proses lelang dapatdihilangkan.

E-procurement dapat diartikan sebagai sebuah aplikasi untuk

pelaksanaanpelelangan terhadap pengadaan barang dan jasa secara elektronik

dengan memanfaatkanteknologi informasi yang berbasis internet. Dalam aplikasi

e-procurement inidimunculkan seluruh proses lelang mulai dari pegumuman,

mengajukan penawaran,seleksi, sampai pada pengumuman pemenang pelelangan

secara online. Misi akhir daripenerapan e-procurement ini adalah bagaimana

proses pengadaan barang dan jasa dipemerintahan dan bagaimana caranya

memanfaatkan teknologi informasi agar tidakbanyak membuang buang waktu dan

biaya 4

Pengadaan secara elektronik sejak disahkannya Undang-Undang Nomor11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diberi ruanggerak

yang luas secara hukum. E-procurement sebagai suatu sistem

4
Indrajit at. al, Electronic Government, ANDI, Yogyakarta, 2002 , h. 151.
7

informasimerupakan suatu gabungan antara data, pengolah data ( pada umumnya

meliputikomputer, program, aplikasi dan jaringan) dan manusia untuk

menghasilkaninformasi.

Pengadaan barang dan jasa secara elektronik pada dasarnyabertujuan

untuk5 :

a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat;

c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

d. Mendukung proses monitoring dan audit;

e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Penerapan e-procurement di berbagai instansi membuat proses

interaksiantara pengguna dan penyedia jasa, serta masyarakat berjalan lebih

mudah danmempercepat proses pengadaan barang dan jasa tersebut. Selain itu

jugapenerapan e-procurement secara otomatis telah meningkatkan sistem

kontrolterhadap berbagai penyimpangan dan pelanggaran aturan yang ada. Sesuai

denganPeraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan

Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, maka dalam suatu

proses Pengadaan Barang/JasaPemerintah dapat dilakukan secara elektronik

dengan cara E-Tendering atau E-Purchasing.

Akan tetapi, yang menjadi kajian sekarang adalah apakah memang e-

procurementbenar-benar sebagai bagian dari perwujudan proses

penyelenggaraanpemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan

5
LKPP, http://www.lkpp.go.id/v2/content.php?mid=8474545499 (di akses pada tanggal
6 Agustus 2021, pukul 21.00 Wita)
8

persaingan usaha yangsehat dapat dijalankan sesuai dengan prinsip awalnya. Jika

hasilnya ternyata tidaksesuai, mengindikasikan bahwa penerapan sistem e-

procurement ini sia-sia karenatidak sesuai dengan tujuan yang dicapai. Sehingga

melalui penelitian ini dapatmemberikan manfaat secara langsung bagi Instansi

Pemerintah khususnya PemerintahKabupaten Malinau sebagai bahan evaluasi atas

penerapan pengadaan barang dan jasa secaraelektronik. Kontrak Pengadaan

Barang Dan Jasa Berbasis Sistem Elektronik Di Lingkungan Pemerintah Daerah

Kabupaten Malinau Dalam Mewujudkan Prinsip Transparansi

Menurut Yohanes Sogar Simamora6, bahwa dalam kontrak pengadaan,

prinsip transparansi dan akuntabilitas digunakan sebagai upaya untuk melakukan

kontrol terhadap keabsahan dalam tahap pembentukkan dan pelaksanakan

kontrak. Lebih lanjut Yohanes Sogar Simamora, menyatakan bahwa terbukanya

akses atas informasi menyangkut pengadaan yang akandilakukan pemerintah

memungkinkan publik melakukan pengawasan pada setiap tahapan pengadaan,

yakni mulai dari tahap penyusunan anggaran, penyusunan dokumen pengadaan,

tahap pelelangan, penyusunan kontrak sampai pada tahap serah terima

barang/pekerjaan.7

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka isu hukum utama

yang dikaji dalam penelitian ini adalah: “Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa

Berbasis Sistem Elektronik Di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten

Malinau Dalam Mewujudkan Prinsip Transparansi”

6
Yohanes Sogar Simamora, Prinsip Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Kontrak
Pemerintah Di Indonesia, Disampaikan Pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang
Hukum Perdata Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Di Surabaya Pada Hari Sabtu,
Tanggal 8 November 2008, Universitas Airlangga, Surabaya, 2008, h. 4.
7
Ibid.
9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan pemilihan judul

sebagaimanatersebut di atas maka pembahasan selanjutnya akan bertumpu pada

rumusanmasalah yaitu :

1. Alasan hukum penerapan sistem berbasis elektronik dalam proses

kontrak pengadaanbarang/jasa pemerintahKabupaten Malinau

2. Perlindungan hukum bagi para pihak dalam kontrak pengadaan

barang/jasa pemerintah Kabupaten Malinau

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,penulisan tesis ini mencakup2

(dua), yakni;

1. Untuk menganalisis alasan hukum penerapan sistem berbasis

elektronik dalam proses kontrak pengadaanbarang/jasa pemerintah

Kabupaten Malinau

2. Untuk menganalisis perlindungan hukum bagi para pihak dalam

kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Malinau

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan menemukan teori baru atau

gagasan baru dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dankhususnya

yang berkaitan dengan rekonstruksi perlindungan hukumpengusaha swasta dalam

pengadaan barang dan jasa di pemerintahan yangberbasis nilai keadilan.


10

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

berupa rekomendasi dalam rekonstruksi ketentuan perlindungan hukumpengusaha

swasta dalam peraturan pengadaan barang dan jasa dipemerintahan yang berbasis

keadilan

E. Kerangka Konseptual

1. Kontrak Pemerintah

Seseorang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan

pribadinya, demikian juga dengan pemerintah yang dituntut untuk memenuhi

kebutuhan masyarakatnya atau kebutuhan publik (public interest) secara

permanen dan terus-menerus. Seperti halnya individu melakukan hubungan

kontraktual dalam memenuhi kebutuhannya maka pemerintah pun melakukan hal

yang sama.

Pemanfaatan lembaga hukum perdata oleh pemerintah telah dikenal sejak

lama. Dalam skala sempit hubungan hukum itu hanya dalam batas jual beli. Ini

terjadi dalam jenis kontrak pengadaan. Dalam perkembangannya hubungan

hukum antara pemerintah dan swasta semakin beragam dan kompleks. Alasan

utama kontraktualisasi adalah bahwa dengan instrumen perdata ini pemerintah

dalam hal-hal tertentu lebih mudah dan efisien dalam mencapai tujuan

pemerintah. Suatu kegiatan atau program pemerintah yang mungkin cukup sulit

untuk dilaksanakan dengan tindakan yang bersifat sepihak, akan mendapatkan

kemudahannya melalui penggunaan instrumen hukum perdata. Dalam

perjalanannya, pemerintah kemudian menjadikan sarana hukum kontrak sebagai


11

salah satu cara dalam menjalankan fungsinya ini, bahkan telah menjadi fenomena

yang mengubah budaya dalam dunia administrasi Negara seperti yang di katakana

oleh Hugh Collins,8 “Government tbrough contracts tberefore represents change

in the culture ofpublic administration, from a stance of benevolent and responsive

bierarcby to one of precise, delimited, delivery of efficient services”.

Indroharto, menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan bagi

pemerintah dalam memanfaatkan lembaga-lembaga keperdataan, yaitu:9

a. Warga masyarakat telah terbiasa berkecimpung dalam suasana kehidupan


hukum perdata;
b. Lembaga keperdataan telah terbukti kemanfaatannya dan sudah dikenal
sebagai bentuk yang digunakan dalam perundang-undangan yang luas dan
yurisprudensi;
c. Lembaga keperdataan dapat ditetapkan hampir untuk segala keperluan
karena sifatnya yang fleksibel dan jelas sebagai suatu instrument;
d. Lembaga keperdataan dapat diterapkan karena terdapat kebebasan bagi
para pihak dalam membuat perjanjian;
e. Sering kali terjadi jalur hukum publik memenui jalan buntu, tetapi jalur
melalui hukum perdata justru dapat memberikan jalan keluarnya;
f. Ketegangan yang dibebaskan oleh tindakan yang slalu bersifat sepihak dari
pemerintah dapat di kurangi; dan,
g. Berbeda dengan tindakan yang bersifat sepihak dari pemerintah, tindakan
menurut hukum perdata dapat memberikan jaminan-jaminan kebedaan,
misalnya ganti rugi.

Kontraktualisasi membawa implikasi kontrak yang dibuat oleh pemerintah

akan selalu terdapat unsur hukum publik. Inilah alasan mengapa kontrak

pemerintah disebut sebagai kontrak publik. Kontrak publik merupakan kontrak

yang di dalamnya terkandung hukum publik karena salah satu pihak bertindak

sebagai penguasa (pemerintah). Di samping dalam fase pembentukan, terutama

8
Hugh Collins, Regulating Contracts, Oxford University Press, Oxford, 2002, h. 303
9
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
2002, h. 112- 113
12

menyangkut prosedur dan kewenangan pejabat publik, elemen hukum publik juga

terdapat dalam fase pelaksanaan dan penegakan (enforcement) kontrak.10 Daya

kerja hukum publik berlaku dalam semua fase ini. Adanya unsur hukum publik

inilah yang menjadi alasan mengapa kontrakpemerintah ada yang menilai bukan

sebagai kontrak melainkan sebagai “peraturan” karena isi yang terkandung di

dalamnya tidak mencerminkan adanya persesuaian kehendak. Apa yang

terkandung dalam kontrak pemerintah pada dasarnya adalah kemauan sepihak dari

pemerintah. Syarat-syarat dalam kontrak telah disiapkan oleh pemerintah melalui

perancang yang terampil dan berpengalaman. Pihak kontraktor atau pemasok

hanya mempunyai dua pilihan, yaitu setuju atau tidak setuju. Sama sekali tertutup

kemungkinan melakukan penawaran balik. Kontrak baku yang secara luas di

gunakan dalam praktek kontrak pemerintah, hanya menyisakan sedikit hak bagi

kontraktor, selebihnya adalah kewajiban yang harus dipatuhi.11 Kontrak

pemerintah yang pada umumnya dikatakan berkekuatan sebagaimana peraturan

itu, tercemin dalam kontrak baku yang tergolong ke dalam kontrak adhesi.

Kedudukan pemerintah dalam suatu hubungan kontraktual memang

istimewa. Situasi ini pada akhirnya akan membawa kompleksitas pada hubungan

hukum yang terbentuk. Di samping adanya kemungkinan penyalahgunaan

keadaan (Misbruik van Omstandigheden) yang merugikan pihak swasta, namun

tidak tertutup kemungkinan timbulnya persoalan hukum yang cukup rumit. Hal

tersebut dapat diakibatkan, antara lain karena tidak memadainya aturan yang

10
Yohanes Sogar Simamora I, Op. Cit., h. 81.
11
Ibid, h.82
13

tersedia, dan juga karena faktor kurangnya pemahaman pejabat dalam

memanfaatkan instrumen hukum perdata tersebut.

Kemungkinan yang tidak menguntungkan yang patut diperhitungkan

dalam kaitan dengan kontrak pemerintah itu adalah:12

a. Penggunaan lembaga-lembaga hukum perdata oleh pemerintah dalam


menyelenggarakan urusan pemerintah itu tidak selalu pasti dimungkinkan
dalam hal untuk mencapai suatu tujuan pemerintah itu tersedia bentuk-
bentuk menurut hukum publik;
b. Pengaturan pembagian wewenang intern jajaran pemerintah kadang-
kadang menjadi kacau dengan digunakannya suatu jalur hukum perdata;
c. Efektivitas pengawasan preventif dan represif maupun jalur banding
administratif ada kalanya tidak dapat ditempuh;
d. Dengan posisinya yang khusus karena berkewajiban menjaga dan
memelihara kepentingan umum, pemerintah menuntut dalam hubungan
hukum yang diciptakan suatu kedudukan yang khusus pula yang
memberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian secara sepihak;
e. Penggunaan lembaga hukum perdata dalam penyelenggaraan urusan
pemerintah mudah sekali menjurus kearah bentuk de’tournement de
procedure, artinya dengan menempuh jalur perdata tersebut lalu
menyimpang dari jaminan-jaminan prosedural atau lain-lain jaminan
perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh hukum publik;
f. Pemerintah dapat menyalahgunakan posisi yuridisnya, karena dengan jalur
perdata itu kemungkinan-kemungkinan yang dapat dipilih lebih leluasa;
g. Pemerintah juga dapat menyalahgunakan kenyataan posisinya sebagai
penguasa yang berkuasa maupun sebagai pemegang monopoli atau
kombinasi keduanya; dan,
h. Dengan membuat perjanjian yang juga berlaku untuk waktu yang akan
datang, berarti pejabat mengikat para penerusnya yang mungkin tidak
sependapat dengan perjanjian tersebut yang lalu dapat berakibat
dibatalkannya secara sepihak perjanjian yang telah dibuat itu.

Adanya unsur hukum publik dalam kontrak pemerintah, menempatkan

pemerintah dalam dua peran. Di satu sisi, sebagai kontraktan pemerintah

berkedudukan seperti subjek hukum privat, di sisi lain dalam kedudukan sebagai

badan hukum publik, pemerintah menjalankan fungsi pelayanan publik.13 Dalam

12
Indroharto, Op. Cit., h. 113-114
13
Ibid, h. 337-338
14

kaitan ini maka di samping pemerintah terikat pada ketentuan yang terdapat dalam

konstitusi dan undang-undang, pemerintah juga terikat pada ketentuan hukum

privat, khususnya dalam hubungannya dengan kontrak.

Di Indonesia, kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai pihak

kontraktan masuk ke dalam kategori perbuatan hukum privat. Hubungan hukum

yang terbentuk merupakan hubungan hukum dalam lingkup hukum perdata.

Sekalipun di dalam jenis kontrak yang melibatkan pemerintah ini, terdapat

pemerintah sebagai kontraktan dan berlaku syarat-syarat khusus yang termasuk

dalam hukum publik dalam pembentukannya, namun hubungan yang terbentuk

adalah murni hukum perdata. Keabsahan kontrak yangterbentuk diukur juga oleh

Pasal 1320 BW sebagai aturan awal untuk menentukan keabsahan suatu kontrak.

Menyangkut kewenangan untuk mengadili, bukan merupakan ruang lingkup

kewenangan peradilan tata usaha negara, melainkan peradilan umum. Hal ini

sebagai akibat dari tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh badan atau pejabat

tata usaha negara selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan perbuatan

hukum keperdataan

2. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Dalam menjalankan fungsi penyelenggaraan negara, pemerintah

mempunyai peranan ganda (double role). Kontraktualisasi oleh pemerintah

dilakukan dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum privat (civil actor) dan

dimungkinkan karena adanya prinsip kebebasan berkontrak. Sekalipun kontrak

yang terbentuk tergolong sebagai kontrak privat dan bukan administrative

contract namun demikian dalam kontrak komersial oleh pemerintah, bekerja pula
15

prinsip dan norma hukum publik berdampingan dengan prinsip dan norma hukum

privat sebagai implikasi kedudukan pemerintah sebagai subjek hukum publik

(public actor) yang tidak terlepaskan.14 Kedudukan pemerintah yang istimewa

dalam hubungan kontraktual itu terdapat baik pada fase pembentukan, fase

pelaksanaan.

Pengadaan barang/ jasa di pemerintahan adalah bagian dari belanja atau

pembelian atas barang/ jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Haltersebut sama

dengan maksud Pengadaan barang/ jasa pemerintahsebagaimana diatur dalam

Peraturan Presiden No.16 tahun 2018 tentangPengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahyang selanjutnya disebut Pengadaan

Barang/Jasa adalah kegiatan

Di masa sekarang pengadaan barang tidak hanya terbatas pada suatu

barang yang berwujud, akan tetapi juga barang yang tidak berwujud. Barang

tidakberwujud umumnya adalah jasa. Pengadaan barang tak berwujud yang

umumnyaberupa jasa tersebut merupakan asal usul pengadaan jasa konsultasi dan

jasalainnya.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan;

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahyang selanjutnya disebut Pengadaan


Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian,Lembaga,Perangkat Daerah yang dibiayai, oleh
APBN/APBD yang prosesnya sejakidentifikasi kebutuhan, sampai dengan
serah terima hasil pekerjaan

14
Yohanes Sogar Simamora I, Op. Cit., h. 308.
16

Dari definisi di atas menjelaskan bahwa yang disebut dengan suatu

pengadaan barang/jasa bukan hanya soal bagaimana memilih penyedia saja,namun

lebih luas dari hal tersebut. Diawali dari adanya transaksi pembelian

ataupenjualan barang di pasar secara langsung (tunai). Kemudian berkembang ke

arahpembelian berjangka waktu pembayaran, denganpertanggungjawaban

(pembeli dan penjual), dan pada akhirnya melalui pengadaan dan proses

pelelangan.

Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan satu dari beberapa pos

pembelanjaan pemerintah, disamping belanja pegawai dan pembayaran

utang,yang diharapkan juga dapat mendorong pertumbuhan sektor riil melalui

sistempengadaan yang transparan, terbuka, adil/tidak diskrimatif dan bersaing,

yangakan mampu menciptakan tumbuhnya pengusaha-pengusaha nasional

yangmumpuni dan sportif dalam berusaha15.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas bisa diartikan bahwa Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah adalah segala kegiatan pemerintah dalam

memperolehbarang dan jasa yang didanai dengan anggaran pendapatan dan

belanja negara(APBN) dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

cara membuat dokumen

Barang/Jasa Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh

APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah

terima hasil pekerjaan. Peraturan mengenai pengadaan barang/ jasa mendasarkan

secara yuridis salah satunya pada ketentuan undang-undang No.1 tahun 2004

15
Agus Yusuf Arianto, Panduan Praktis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jenggala
Pustaka Utama, Surabaya, 2013, h.. 2.
17

tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini dapat dipahami karena dalam kegiatan

pengadaan barang/ jasa pemerintah dilakukan melalui mekanisme prosedur

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Istilah pengadaan barang

dan jasa di pemerintahan secara umum adalah sebagaimana yang diatur dalam

Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu kegiatan

Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang

dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai

dengan serah terima hasil pekerjaan dan pembayaran. Pengadaan barang/ jasa

pemerintah meliputi kegiatan pembelian barang, pekerjaan konstruksi, jasa

konsultansi atau jasa lainnya.

Tahapan pengadaan barang dan jasa berdasarkan pengkelompokan

kegiatannya dapat dibagi, menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

1. Tahap persiapan pengadaan. Pada tahap ini kegiatannya meliputi:

a. Perencanaan pengadaan barang dan jasa;

b. Pembentukan panitia pengadaan barang dan jasa;

c. Penetapan sistem pengadaan barang dan jasa;

d. Penyusunan jadwal pengadaan barang dan jasa;

e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);

f. Penyusunan Dokumen Pengadaan barang dan jasa;

2. Tahap Proses pengadaan. Pada tahap ini kegiatan meliputi:

a. Pemilihan penyedia barang dan jasa;

b. Penetapan penyedia barang dan jasa;


18

3. Tahap Penyusunan Kontrak;

4. Tahap Pelaksanaan Kontrak.16

Prinsip dan norma hukum dalam pembentukkan kontrak pengadaan oleh

pemerintah pada dasarnya sama dengan pembentukkan kontrak privat pada

umumnya. Sekalipun pemerintah sebagai penguasa dinilai mempunyai posisi

tawar lebih tinggi, kontrak yang dibentuk negara merupakan kontrak komersial

(commercial contract). Oleh sebab itu prinsip negosiasi dalam membentuk

kesepakatan sebagaimana berlaku pada kontrak komersial berlaku pula bagi

kontrak pengadaan. Batasan-batasan yang berlaku pada kontrak konsumen

(consumer contract) tidak berlaku pada kontrak pengadaan.

Penilaian keabsahan kontrak pengadaan oleh pemerintah sama dengan

instrumen yang digunakan untuk mengukur keabsahan kontrak privat, kecuali

mengenai syarat kewenangan pejabat dalam membuat dan menandatangani

kontrak.

3. Layanan Pengadaan Sistem elektronik

Dalam suatu pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan dengan

sistem e-purchasing pasti tidak akan bisa terlaksana dengan baik dan

maksimalapabila tidak di dukung oleh layanan elektronik yang baik dan memadai.

Makadari itu LKPP mengembangkan sistem layanan elektronik untuk

realisasipengadaan barang/jasa secara elektronik yaitu dengan membentuk

16
Amiruddin, Op. Cit., h. 46-47.
19

LPSE(Layanan Pengadaan Secara Elektronik). LPSE sendiri mempunyai

pengertiansebagai berikut:

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) adalah unit layanan


penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa yangdidirikan oleh
Kementerian atau Lembaga atau Perguruan Tinggiatau BUMN dan
Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi ULP (UnitLayanan Pengadaan)
dalam melaksanakan pengadaan barang ataujasa pemerintah secara
elektronik.
LPSE sendiri mengoperasikan sistem e-procurement bernama
SPSE(Sistem Pengadaan Secara Elektronik) yang dikembangkan oleh
LKPP17.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada intinya, adalah unit

kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem

pelayananPengadaan Barang/Jasa secara elektronik.Sistem Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik (SPSE)dikembangkan oleh LKPP.

LKPP menetapkan arsitektur sistem informasi yangmendukung penyelenggaraan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secaraelektronik. Untuk itu, LKPP

membangun dan mengelola Portal PengadaanNasional.

Gubernur/Bupati/Walikota dan K/L/D/I membentuk LPSE

untukmemfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan

PengadaanBarang/Jasa secara elektronik. K/L/D/I wajib menayangkan rencana

Pengadaandan pengumuman Pengadaan di website K/L/D/I masing-masing dan

PortalPengadaan Nasional melalui LPSE. Website masing-masing K/L/D/I

wajibmenyediakan akses kepada LKPP untuk memperoleh informasi.

Gubernur/Bupati/Walikota membentuk LPSE untuk memfasilitasi

ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa


17
Devie Afriani, file: /// E:/Education/ SKRIPSI/ 3.%20 BahanBahan% 20Skripsi /dari%
20web/ Devie%20Afriani%20%20Layanan%20 Pengadaan %20 Secara%20Eletronik%20%
28LPSE%29.htm (di akses pada tanggal 10 Juni 2021 , pukul 20.15 WITA)
20

secaraelektronik. K/L/D/I dapat membentuk LPSE untuk memfasilitasi

ULP/PejabatPengadaan dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara

elektronik. ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan

Tinggi/BUMNyang tidak membentuk LPSE, dapat melaksanakan Pengadaan

secara elektronikdengan menjadi pengguna dari LPSE terdekat. Organisasi LPSE

paling kurangmeliputi administrator sistem elektronik; unit registrasi dan

verifikasi pengguna;dan unit layanan pengguna.

4. Konsep Pemerintah Daerah

Setiap negara menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan falsafah

negara dan undang-undang dasar yang dimilikinya. Indonesia memiliki falsafah

negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itulah, Indonesia menganut

sistem pemerintahan yang sesuai dengan falsafah negara. Dalam penjelasan resmi

UUD 1945, yang umum, mengenai pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945,

dikatakan bahwa “…negara yang berkaudalatan rakyat berdasarkan atas

kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”. Oleh karena itu, sistem negara

yang terbentuk dalam Undang-Undang dasar harus berdasar kedaulatan rakyat dan

berdasarkan permusyawaratan perwakilan.18 Dalam hubungan dengan pemerintah

daerah Pasal 18 UUD 1945 dengan penjelasannya dan Undang-Undang No. 5

Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Untuk membentuk

susunan pemerintahan daerah dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan

berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.19

18
C.S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah Di Indonesia (Hukum Administrasi Daerah), ,
Cet. Ke-3, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 1-2.
19
Ibid, h. 3.
21

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia, menurut konstitusi Undang-

Undang Dasar 1945, berdasarkan penjelasan Pasal 18 UUD 1945 dinyatakan

bahwa daearah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi

akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerahyang bersifat

otonom (Streek and Locale Rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah

administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan

undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan

Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, di daerah pun pemerintahan akan bersendi

atas dasar Permusyawaratan Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 18, dinyatakan

sebagai berikut:20

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

amanat UUD Negara RI Tahun 1945 maka kebijakan politik hukum yang

ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah yang dapat mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut asas otonom dan tugas

pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyartakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta

masyarakat, serta penigkatan daya saing daerah, dengan mempertimbangkan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kehususan suatu

daerah dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).21

Pemerintah Daerah merupakan salah satu alat dalam sistem

penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah daerah ini merujuk pada otoritas

administratif di suatu daerah yang lebih kecil dari sebuah negara dimana negara
20
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2006, h. 1-2.
21
Ibid.
22

Indonesia merupakan sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah

Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota.

Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai

pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang22.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah, Pemerintah daerah merupakan kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara KesatuanRepublik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

Menurut The Liang Gie, Pemerintah Daerah adalah satuan-satuan

organisasi pemerintah yang berwenang untuk menyelenggarakan segenap

kepentingan setempat dari sekelompok yang mendiami suatu wilayah yang

dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah.23

Setiap pemerintah daerah dipimpin oleh Kepala Daerah yang dipilih secara

demokratis. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala

Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kepala daerah dibantu oleh

satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk

22
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan-daerah-di-Indonesia. Diakses pada tanggal
10 Agustus 2021, pukul 17.31 wita.
23
The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1968, h. 44.
23

kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala

dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan.

Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan

penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan

laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD), serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan

daerah kepada masyarakat.

Urusan-urusan yang tidakdiserahkan kepada daerah dalam rangka

pelaksanaan asas desentralisasi merupakan kewenangan danbertanggung jawab

daerah sepenuhnya. Dalam hal ini sepenuhnya diserahkan ke daerah, baik yang

menyangkut penentuan kebijaksanaan, pelaksanaan, maupun segi-segi

pembiayaan, demikian juga perangkat daerah itu sendiri, yaitu terutama dinas-

dinas daerah.24

Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil

pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk

menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi

Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan

kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusatsebagaimana

dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

24
Daan Suganda, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemerintahan di Daerah,.
Sinar Baru, Bandung, 1992, h. 87.
24

Selain itu, peran pemerintah daerah juga dimaksudkan dalam rangka

melaksanakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan sebagai wakil

pemerintah di daerah otonom yaitu untuk melakukan:25

a. Desentralisasi yaitu melaksanakan semua urusan yang semula adalah

kewewenang pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

b. Dekonsentrasi yaitu menerima pelimpahan wewenang pemerintahan

c. Tugas pembantuan yaitu melaksanakan semua penugasan dari

Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada

kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota

kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

5. Konsep Prinsip Transparan

Transparansi merupakan prinsip dasar dalam pembentukkan dan

pelaksanaan kontrak komersial oleh pemerintah baik untuk kontrak pengadaan

maupun non-pengadaan. Prinsip ini berfungsi untuk melindungi keuangan negara

dari timbulnya kerugian. Legislasi yang secara khusus mengatur kontrak

komersial oleh pemerintah diperlukan untuk menjamin kepastian hukum baik bagi

pejabat maupun pihak swasta/privat dengan siap pemerintah berkontrak.

Transparansi dan non-dikriminasi merupakan prinsip universaldalam pengadaan

barang dan jasa oleh pemerintah. Penerapannya meliputi 2 (dua) hal, yakni pada

segi substansi dan prosedur.

25
Rianto Nugroho D, Otonomi Daerah (Desentalisasi Tanpa Revolusi, Elekmedia
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000, h. 90.
25

Lalolo transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan

bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan

pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan serta hasil

yang dicapai26. Mustopa Didjaja menjelaskan transparansi adalah keterbukaan

pemerintah dalam membuat kebijakan- kebijakan sehingga dapat diketahui oleh

masyarakat. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan akuntabilitas antara

pemerintah dengan rakyat.27 Sedangkan menurut Kristianten , transparansi akan

memberikan dampak positif dalam tata pemerintahan. Transparansi akan

meningkatkan pertanggungjawaban para perumus kebijakan sehingga kontrol

masyarakat terhadap para pemegang otoritas pembuat kebijakan akan berjalan

efektif.28

Prinsip transpransi bukan merupakan prinsip yang satu-satunya harus

dipenuhi, sebab dalam pelaksanaan kontrak pengadaan, berlaku pula prinsip

confidentiality khususnya pada pengadaan alat pertahanan negara. Sementara itu,

mengingat implikasi penerapan prinsip privity of contract dalam praktik

subkontrak, diperlukan standarisasi kontrak standar yang khusus dipergunakan

bagi pemberian subkontrak. Program penjaminan mutu (quantity assurance) dan

inspeksi merupakan syarat penting dalam pelaksanaan kontrak pengadaan. Agar

pelaksanaan kontrak pengadaan mencapai hasil yang optimal maka penjaminan

mutu hendaknya dirumuskan juga sebagai syarat kontrak.

26
P. Loina Lalolo, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabiitas, Transparansi dan
Partisipasi. Jakarta, 2003, h. 13
27
Mustopa Didjaja ,Transparansi Pemerintah. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h. 261
28
Kristianten, Transparansi Anggaran Pemerintah. Rineka Cipta , Jakarta , 2006, h. 31
26

Dalam suatu Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jelas harus memiliki

tujuan yang jelas, supaya dalam pelaksanaan dari suatu pengadaan barang dan

jasapemerintah itu sendiri tidak di salah artikan atau di salahgunakan.

Tujuannyadalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah untuk memperoeh

barang danjasa yang dibutuhkan instansi pemerintah dalam jumlah yang cukup,

dengankualitas dan harga yang dapat dipertanggung jawabkan serta dalam waktu

dantempat tertentu secara efektif dan efisien.29 Sistem pengadaan barang/jasa,

setiapnegara pasti telah menetapkan tujuan yang hendak dicapai tersebut

dalamketentuan (landasan hukum) pengadaan barang dan jasa yang berlaku

dinegaranya. Masing-masing negara menetapkan tujuan yang bervariasi

sesuaidengan kondisi dan kepentingan masing-masing negara.

F. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang mengkaji dan

menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kontrak

pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat preskriptif (nilai) dan terapan

dalam ilmu memiliki karakteristik yang sui generis dan tidak dapat diintegrasikan

pada ilmu-ilmu sosial30. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum

yang dapat digunakan untuk menjawab isu hukum. Penelitian hukum ini

29
Indra B. Akuntansi Sektor Publik. Cetakan pertama, Erlangga. Jakarta, 2010, h. 57.
30
Peter Mahmud Marzuki (I), Karakteristik Ilmu Hukum, Yuridika,-Jurnal Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Volume 23, No. 2, Mei – Agustus 2008, h. 331.
27

dilakukan sebagai suatu kajian akademis31.Penelitian hukum yang bersifat

akademis berkaitan dengan upaya untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu hukum melalui temuan teori hukum, argumentasi baru, atau

konsep baru terhadap hal-hal yang dipandang telah mapan dalam ilmu hukum.

Selanjutnya dari hasil yang dicapai tersebut akan memberikan preskrinsi

mengenai apa yang seyogyanya atas isu hukum yang diajukan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pada hakikatnya

penelitian hukum adalah penelitian terhadap norma baik yang tertulis (peraturan

perundang-undangan) maupun yang tidak tertulis (hukum adat) baik hukum yang

berlaku pada saat ini maupun yang akan datang.

1. Pendekatan Masalah

Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun disertasi ini

menggunakan penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.32 Penelitian hukum dilakukan

untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi, jawaban yang diharapkan di dalam

penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate atau wrong, dengan

31
Peter Mahmud Marzuki(11), Penelitian Hukum, , Yuridika,- Jurnal Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Volume 16, No. 2, 2002, h. 14
32
Peter Mahmud Marzuki,(III)Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2007, h. 35.
28

demikian hasil yang diperoleh di dalam penelitian hukum sudah mengandung

nilai.33

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual

approach),Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan

pengadaan barang/jasa pemerintah yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang dikaji, hasil dari telaah tersubut merupakan suatu argumen untuk

memecahkan isu hukum yang sedang dikaji.

Pendekatan konseptual (conceptual approach) dalam penelitian ini

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam

ilmu hukum, khususnya hukum tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Doktrin-doktrin tersebut, diperoleh melalui buku-buku hukum.

2. Sumber Bahan Hukum

Untuk menyelesaikan dan menjawab pertanyaan di atas maka diperlukan

sumber-sumber penelitian yang dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum

sekunder.34 Bahan-bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang

bersifat autoritatif, artinya mempunyai atoritas, yang terdiri dari perundang-

undangan, putusan-putusan hakim.35 Bahan-bahan hukum sekunder berupa semua

publikasi tentang hukum yamg bukan merupakan dokumen resmi yang meliputi

33
Ibid
34
Ibid., h.95.
35
Ibid.
29

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.36 Untuk mencari bahan-bahan hukum37

tersebut studi kepustakaan merupakan cara yang ditempuh untuk memperoleh

bahan-bahan hukum tersebut. Memperhatikan defenisi di atas, dalam penelitian

hukum ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan, meliputi:

a. bahan hukum primer, yaitu: peraturan perundang-undangan (BW, KUHP,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden,

peraturan/keputusan Menteri dan keputusan-keputusan Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara), dan putusan pengadilan (Mahkamah Agung Republik

Indonesia).

b. bahan hukum sekunder meliputi, doktrin, teksbook, jurnal52, majalah serta

sumber-sumber lain yang berkaitan dengan isu hukum yang akan

dipecahkan.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum diawali dengan melakukan investigasi

bahan hukum serta inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder baik dari perpustakaan maupun dari internet (digital library).

Selanjutnya bahan hukum yang telah terkumpul diidentifikasi berdasarkan

pendekatan penelitian dan disimpan (save) dalam bentuk digital file. Setiap file

diberi nama sesuai dengan bahan hukum, kemudian diklasifikasikan dengan

menggunakan sistem folder yang penilaiannya dilakukan secara kritis dan

36
Ibid.
37
Ibid.
30

sistematis. Sedangkan untuk memudahkan pencarian dan analisis bahan hukum

berupa digital file yang senada dikumpulkan dalam satu folder dan diberi nama.

sesuai dengan klasifikasi. Terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul

dilakukan klasifikasi secara sitematis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Klasifikasi dimaksudkan untuk melakukan pemilahan bahan hukum

sedasar dengan tema-tema analisis yang relevan.

4. Analisis Bahan Hukum

Keseluruhan bahan hukum baik primer maupun sekunder yang diperoleh

selanjutnya diolah dengan melakukan kategorisasi sebagai pengklasifikasian

bahan hukum secara selektif. Keseluruhan bahan hukum dikelompokkan

berdasarkan kriteria yang cermat dan ketat sesuai dengan perumusan masalah

penelitian untuk dianalisis.

Analisis terhadap bahan hukum dilakukan melalui proses penalaran hukum

(legal reasoning) yang logis sistematis. Penalaran hukum juga bertumpu pada

aturan berfikir yang dikenal dalam logika. Namun demikian penggunaan logika

dalam ilmu hukum mengandung ciri khas yang berkenaan dengan hakikat hukum

(the nature of laws), sumber hukum (the sources of laws) dan jenis hukum (the

kinds of laws).38

Selanjutnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul

tesis ini, dianalisis dengan menggunakan interpretasi yang meliputi interpretasi

gramatikal, dan interpretasi sistematis. Dari hasil kajian terhadap peraturan

38
Irving M. Copi, Intreduction to Logic dalam PM. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum
Dogmatik (Normatif), Yuridika , No.6 Tahun XI November-Desember 1994.
31

perundang-undangan, serta melakukan studi kepustakaan maka akan dibuat opini

hukum.

G. Pertanggungjawaban Sistematika

Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam 4 (empat) bab. Bab I

memaparkan secara singkat masalah yang merupakan pokok batasan dalam bab

berikutnya. Penulis menempatkan pendahuluan pada awal Bab I yang berisi

penulisan tesis ini secara garis besar. Penelitian ini diawali dengan menguraikan

latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaatpenelitian, kerangka

konseptual, metode penelitian dan kemudian diakhiri dengan pertanggungjawaban

sistematika. Uraian dalam sistematika Bab I merupakan landasan pijak bagi

penelitian tesis yang akan mengantar pada pembahasan bab-bab berikutnya.

Pada Bab II berisi pembahasan mengenai “Alasan hukum penerapan

sistem berbasis elektronik dalam proses kontrak pengadaan barang/jasa

pemerintah Kabupaten Malinau” Bab ini beranjak dari pemikiran bahwa hukum

kontrak merupakan bingkai aturan main bagi para pihak dalam pengadaan barang

dan jasa oleh pemerintah. Keterkaitan para pihak dalam berkontrak. Oleh karena

itu, dalam bab ini akan dibahas keabsahan kontrak pengadaan barang dan jasa

oleh pemerintah secara elektronik, keabsahan pelelangan pengadaan barang dan

jasa oleh pemerintah dan penerapan prinsip transparansi dalam pelelangan

pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.

Pada Bab III Perlindungan hukum bagi para pihak dalam kontrak

pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Malinau. Dalam bab ini membahas


32

tentang penerapan pengawasan oleh BPK, serta model penyelesaian sengketa

terhadap temuan BPK berdasarkan prinsip transparasi..

Bab IV merupakan bab penutup tesis yang akan menguraikan mengenai

kesimpulan dan saran. Kesimpulan saya masukkan ke dalam bab IV dengan

maksud didalamnya akan menguraikan secara singkat mengenai simpulan dari

uraian Bab II sampai dengan bab III. Dari kesimpulan tersebut dapat diketahui

jawaban atas permasalahan yang ada dalam Bab I. Selain itu diharapkan dapat

memberikan saran baik kepada pemerintah maupun semua pihak dalam usaha

memperbaiki peraturan perundang-undangan yang berkait dengan kontrak

pengadaan barang/jasa pemerintah.


BAB II

ALASAN HUKUM PENERAPAN SISTEM BERBASIS ELEKTRONIK

DALAM PROSES KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

A. Menjamin Kepastian Hukum dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah yang Berbasis e – Procurement sebagai alasan Penerapan

Sistem Bernasis Elektronik

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif

sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas,

sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Untuk

mewujudkannya diperlukan pengaturan mengenai tata cara Pengadaan

Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola

yang baik, sehingga dapat menjadi pengaturan yang efektif bagi para pihak yang

terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Oleh karenanya dibentuklah

Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah. Terdapat perbedaan ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan

Presiden No. 70 Tahun 2012 dibanding Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.

Perbedaan tersebut yakni memberikan ruang kepada para pihak penerima dan

pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) untuk menyepakati tata cara

pengadaan yang akan dipergunakan apabila terdapat perbedaan antara Peraturan

Presiden ini dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa yang berlaku bagi pemberi

PHLN. Namun apabila perbedaan tersebut dipandang tidak prinsipil oleh para

pihak, maka peraturan dalam Peraturan Presiden ini tetap berlaku. Berdasarkan

33
34

rumusan sanksi yang terdapat dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 ini maka

tampaknya perumusan ketentuan menganut teori konsekuensialis, yang

menganggap suatu pemidanaan merupakan akibat perilaku yang menimbulkan

kerugian, dan sudah selayaknya pelaku dikenakan suatu kerugian berupa

penjatuhan sanksi pidana. Dalam pandangan ini, pencegahan kejahatan yang

terjadi di masa yang akan datang merupakan tujuan utama pemidanaan. Dan

dengan sanksi-sanksi yang dirumuskan, di mana pelaporan secara pidana menjadi

jalan akhir tampak bahwa pembentuk aturan berpandangan bahwa pidana itu

dapat membawa kebaikan karena dapat mencegah kejadian yang lebih buruk serta

berpikir bahwa tidak ada alternatif lain yang setara baiknya dalam

penanggulangan penyimpangan ini

Hukum adalah sarana yang didalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep

konsep tentang kepastian, kemanfaatan sosial, keadilan dan sebagainya. Menurut

Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide

ide atau konsep-konsep dan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi

kenyataan.

Hukum Pidana mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna

sejak tahap persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak dalam hal

terjadinya penyimpangan. Apabila terjadi tindak pidana dalam proses pengadaan

barang/jasa pemerintah maka negara dapat menuntut untuk diadili di peradilan

umum. Hukum Pidana bersifat publik artinya walaupun pihak korban tidak

menuntut, negara tetap berhak untuk menghukum orang yang melakukan perbutan

pidana tersebut. Tuntutan pidana masih tetap berlaku meskipun para pihak telah
35

membuat perjanjian untuk tidak saling menuntut atas perbuatan pidana yang

dilakukannya dalam proses pengadaan. Bentuk pelanggaran pidana yang paling

sering ditemukan adalah pelanggaran terhadap UU Tindak Pidana Korupsi,

bahkan Pengadaan barang/jasa merupakan jenis perkara korupsi tertinggi yang

ditangani KPK (44%) dalam kurun waktu tahun 2004

B. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik Pada

Pemerintah Malinau

Sesuai dengan Perpres 12 Tahun 2021, pengadaan barang/jasa pemerintah

dapat dilakukan secara elektronik dengan cara e-tendering atau e- purchasing. E-

Tendering adalah tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara

terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada

sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali

penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sedangkan e- Purchasing adalah

tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik Lembaga

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai lembaga yang

diamanatkan untuk mengembangkan sistem pengadaan secara elektronik

mengeluarkan Peraturan Kepala LKPP Perka No. 1 Tahun 2011 yang telah diubah

dengan Perka No. 1 Tahun 2015 tentang e-tendering Adapun pengadaan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah pengadaan melalui metode e-tendering.

Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu tahapan siklus proyek yang

diperlukan oleh instansi pemerintah yang prosesnya dimulai dari perencanaan

kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang


36

dan jasa antara dua pihak sesuai dengan perjanjian atau kontrak. Berikut ini dapat

dilihat siklus tahapan pengadaan barang/jasa

E-Procurement dapat diartikan sebagai sebuah aplikasi untuk pelaksanaan

pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi

informasi yang berbasis internet. Pengadaan barang/jasa secara elektronik

dilakukan dengan cara e-tendering atau e-purchasing. Definisi e- procurement

dari berbagai literatur, memiliki kesamaan makna yakni pengadaan barang/jasa

dengan menggunakan teknologi informasi dan elektronik. Adrian Sutedi39

menyatakan e- procurement adalah sebuah sistem lelang dalam pengadaan

barang/jasa pemerintah dengan memanfaatkan teknologi, informasi dan

komunikasi berbasis internet agar dapat berlangsung secara efektif, efisien,

terbuka dan akuntabel . Dalam penerapan e-procurement telah diperoleh beberapa

manfaat seperti yang dijelaskan oleh Teo & Lai yang membagi keuntungan dari e-

procurement menjadi 2 yaitu, keuntungan yang dirasakan secara langsung

(meningkatkan kevalidan data, meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan,

proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya operasional juga administrasi)

dan keuntungan yang tidak langsung (e-procurement membuat pengadaan

menjadi lebih dapat berkompetisi, meningkatkan pelayanan pada konsumen, dan

meningkatkan hubungan dengan rekan kerja) 40.

39
Adrian Sutedi. . AspekHukumPengadaanBarang&JasadanBerbagaiPermasalahannya.
Jakarta: SinarGrafika, 2012, h.224
40
PurnomoEdyMulyono,AnalisisPelaksanaanPengadaanBarang/JasaSecaraElektronikPa
daPemerintahKabupaten Gresik, SekolahPascasarjanaUniversitasAirlangga
JalanAirlangga, h.37
37

Secara umum, e-procurement dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu e-

tendering dan e-purchasing. E-tendering merupakan tata cara pemilihan penyedia

barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia

barang/jasa yang terdaftar pada sistem elektronik dengan cara menyampaikan satu

kali penawaran sampai dengan waktu yang telah ditentukan. Ruang lingkup e-

tendering meliputi proses pengumuman pengadaan barang/jasa sampai dengan

pengumuman pemenang yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem

pengadaan secara elektronik. Proses e-tendering semuanya menggunakan internet

atau dilakukan secara online. Dimulai dari panitia pengadaan membuat

pengumuman melalui internet di situs LPSE dengan menggunakan aplikasi SPSE.

Pada tahap pengumuman, panitia menyiapkan dokumen lelang yang memuat

syarat- syarat bagi peserta lelang. Pada tahap pendaftaran, peserta lelang harus

mengacu kepada dokumen lelang yang telah ditetapkan panitia. Peserta dapat

mengajukan pertanyaan secara online tanpa tatap muka melalui aplikasi SPSE.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian langsung dijawab oleh Pokja

ULP atau Panitia Pengadaan. Tahap selanjutnya adalah pemasukan penawaran

oleh peserta lelang. Dokumen penawaran disampaikan dalam bentuk file yang

diunggah melalui aplikasi SPSE. Surat penawaran yang disampaikan oleh peserta

lelang secara elektronik ini tidak memerlukan tanda tangan basah dan stempel.

Surat Penawaran ditanda tangani secara elektronik oleh pimpinan/direktur

perusahaan atau kuasa yang ditunjuk dengan surat kuasa. Setelah jangka waktu

pemasukan dokumen penawaran berakhir, dilanjutkan dengan tahapan pembukaan

penawaran. Pada tahap pembukaan penawaran, Panitia mengunduh (download)


38

dan melakukan deskripsi file penawaran dengan menggunakan Aplikasi

Pengaman Dokumen (APENDO).

Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada fasilitas

yang tersedia pada aplikasi SPSE. Panitia atau Pokja ULP kemudian melakukan

evaluasi (administrasi, teknis dan harga) serta kualifikasi dan klarifikasi terhadap

dokumen pendukung penawaran. Setelah dilakukan evaluasi, maka PPK akan

menetapkan pemenang dan panitia atau pokja ULP akan mengumumkan

pemenang lelang tersebut secara online. Aplikasi SPSE secara otomatis akan

mengirim pemberitahuan termasuk melalui e-mail kepada pemenang lelang.

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) dengan e-

tendering diharapkan dapat menyempurnakan sistem pemilihan penyedia

barang/jasa pemerintah yang dilakukan selama ini, sehingga dalam pelaksanaanya

dapat memenuhi prinsi-prinsip pengadaan barang/jasa , yakni meningkatkan

transparansi, akuntabilitas, keterbukaan, persainngan sehat dan adil/tidak

diskriminatif dalam setiap proses tahapannya.

Fungsi dibentuknya LPSE pada Pemerintah Kabupaten Malinau adalah

sebagai berikut”

1. Pelaksanaan penyusunan program kegiatan pengelolaan e-procurement di

lingkup Kabupaten Malinau

2. Pelaksanaan pelatihan/training kepada panitia/pejabat pengadaan ULP,

Auditor dan penyedia barang/jasa di masing-masing wilayah kerja.


39

3. Sebagai media penyedia informasi dan konsultasi (helpdesk) yang

melayani panitia /pejabat pengadaan/ ULP dan penyedia barang/jasa yang

berkaitan dengan sistem e-procurement

4. Sebagai penyedia informasi dan data-data yang berkaitan dengan proses

pengadaan barang/jasa yang telah dilakukan oleh pengguna untuk

kepentingan proses audit, pelaksanaan ketatausahaan Unit LPSE.

5. Melakukan registrasi (pendaftaran) dan verifikasi terhadap PPK/Panitia

dan Penyedia barang/jasa. Sehingga user tersebut terigestrasi dengan

mendapatkan hak akses ke dalam sistem berupa user nama, password.

6. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

Adapun tugas LPSE Kabupaten Malinau adalah :

1. Memfasilitasi PA/KPA untuk mengumumkan RUP (Rencana Umum

Pengadaan )

2. Memfasilitasi ULP menayangkan pengumuman pelaksanaan pengadaan

barang/jasa secara elektronik.

3. Memfasilitasi ULP/PPK melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa

secara elektronik

4. Memfasilitasi penyedia barang/jasa dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan menjadi pengguna SPSE

5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan K/L/D/I

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa secara umum tahapan pengumuman

lelang pada pengadaan barang/jasa secara e-procurement di Pemerintah

Kabupaten Malinau Tahun 2021 telah menerapkan prinsip-prinsip pengadaan


40

barang/jasa yang meliputi transparansi, akuntabilitas, terbuka, bersaing serta

adil/tidak diskriminatif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2021 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.. Pengumuman lelang

secara e-procurement pada pengadaan di Kabupaten Malinau Tahun 2021, telah

dilakukan oleh Panitia atau Pokja ULP Kabupaten Malinau dengan menyiapkan

jadwal waktu pelelangan, paket pengadaan serta syarat-syarat kualifikasi dan

dokumen pengadaan yang diunggah ke Website LPSE.

Paket pengadaan tersebut telah ditetapkan oleh Pejabat Pelaksana Kegiatan

(PPK) yang berkoordinasi dengan Intansi/SKPD terkait dengan pengadaan

barang/jasa tersebut. Pengumuman tersebut akan langsung bisa diakses oleh

masyarakat umum dan calon penyedia sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan. Dengan adanya prinsip tranparansi dalam setiap tahapan pelaksanaan

pengadaan barang/jasa akan menciptakan sistem pengawasan publik yang efektif

sehingga dapat meminimalisir timbulnya kecurigaan masyarakat dan mencegah

korupsi dalam pengadaan barang/jasa. Seperti yag dinyatakan oleh OECD, 2007

dan Schapper, 2009 bahwa transparansi merupakan faktor kunci untuk mencegah

korupsi dalam pengadaan barang/jasa. Transparansi dalam hal pengumuman

lelang dibuktikan dengan diinformasikannya melalui aplikasi SPSE atau Website

LPSE paket pengumuman

Secara umum, pengadaan yang dilaksanakan oleh ULP Kabupaten

Malinau berupa pengadaan barang/jasa, konstruksi dan jasa konsultan. Dari hasil

penelitian, pada dimensi akuntabilitas diketahui berada pada kategori sangat

akuntabel atau sangat baik. Hal ini dimungkinkan karena indikator akuntabilitas
41

dibuat dengan menuangkan ketentuan-ketentuan dalam Perpres No.12 tahun 2021

dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Akuntabilitas pada penelitian ini

menekankan pada aturan dan ketentuan yang terkait pada setiap tahapan

pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan

C. Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam

pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan

pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 4

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah (Perpres No. 16 Tahun 2018), bahwa Pengadaan Barang/Jasa

bertujuan untuk: a. rnenghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang

dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan

Penyedia; b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; c. meningkatkan

peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; d. meningkatkan

peran pelaku usaha nasional; e. mendukung pelaksanaan penelitian dan

pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; f. meningkatkan keikutsertaan industri

kreatif; g. mendorong pemerataan ekonorni; dan h. mendorong Pengadaan

Berkelanjutan. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi pengadaan barang,

pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya.

Pengadaan barang adalah pengadaan setiap benda baik berwujud maupun

tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan,


42

dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh pengguna barang. Dalam

pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan baik dengan cara swakelola

dan/atau Penyedia (Pasal 3 ayat 3 Perpres No. 16 Tahun 2018). Swakelola adalah

cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh

Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat

Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat. Sedangkan

Penyedia Barang/Jasa Pemerintah (Penyedia) adalah Pelaku Usaha yang

menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak. Adapun tahapan pengadaan

barang/jasa pemerintah dilakukan melalui tahapan perencanaan pengadaan,

persiapan pengadaan barang/jasa, pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

1. Perencanaan pengadaan barang/jasa

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah harus patuh terhadap

aturan sehubungan dimungkinkan terjadi penyimpangan atau dalam

pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan. Perencanaan di dalam

pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah merupakan kegiatan yang vital,

sebab perencanaan yang baik menjadi penentu berhasil atau tidaknya pelaksanaan

Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah41. Sehingga dalam perencanaan harus sesuai

dengan indikator yang diatur dalam perencanaan pengadaan barang/jasa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) Perpres No. 12 Tahun 2021, bahwa

perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa,

cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa. Para pihak yang terlibat dalam

41
Grasia Kurniati, 2017:314)
43

Perencanaan Pengadaan, adalah Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pedoman Perencanaan

Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (Peraturan LKPP No. 7 tahun 2018),

disebutkan bahwa PA memiliki tugas dan kewenangan: a. menetapkan

Perencanaan Pengadaan; b. menetapkan dan mengumumkan RUP; dan c.

melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa. Namun dalam

pelaksanaannya PA dapat mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada

KPA. Sedangkan PPK memiliki tugas menyusun Perencanaan Pengadaan sesuai

kebutuhan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah masing-masing, untuk tahun

anggaran berikutnya sebelum berakhirnya tahun anggaran berjalan.

Adapun perencanaan pengadaan terdiri atas perencanaan pengadaan

melalui Swakelola; dan/ atau perencanaan pengadaan melalui Penyedia. Berkaitan

dengan perencanaan pengadaan melalui Swakelola(Pasal 18 ayat 5Perpres No. 16

Tahun 2018) , meliputi: a. penetapan tipe Swakelola; b. penyusunan spesifikasi

teknis/KAK; dan c. penyusunan perkiraan biaya/ Rencana Anggaran Biaya

(RAB). Selanjutnya pada Pasal 18 ayat 6 disebutkan bahwa tipe terdiri atas: a.

Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh

Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran; b. Tipe II

yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/

Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh

Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; c. Tipe III


44

yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/ Lembaga/

Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas

pelaksana Swakelola; atau d. Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh

Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau

berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh

Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.

Selanjutnya untuk perencanaan pengadaan melalui Penyedia disebutkan

pada Pasal 18 ayat 6 Perpres No. 16 Tahun 2018, meliputi: a. penyusunan

spesifikasi teknis/KAK; b. penyusunan perkiraan biaya/RAB; c. pemaketan

Pengadaan Barang/Jasa; d. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan e.

penyusunan biaya pendukung. Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui

Swakelola dan/ atau Perencanaan pengadaan melalui Penyedia dimuat dalam

Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP. Dimana

RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh

Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah.

2. Persiapan pengadaan barang/jasa

Persiapan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan melalui swakelola

maupun melalui penyedia. Adapun langkah langkah persiapan yang dilakukan

adalah dalam persiapan pengadaan baik melalui swakelola dan melalui penyedia

diuraikan berikut ini. a) Persiapan pengadaan barang/jasa melalui swakelola

Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 bahwa persiapan Pengadaan Barang/Jasa

melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana

kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB. Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola


45

ditetapkan oleh PA/KPA. Selain itu Perpres No. 12 Tahun 2021 berkaitan dengan

Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut: a. Tipe I

Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/ KPA; b. Tipe II Tim Persiapan dan

Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh

Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; c. Tipe III

Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana

ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau d. Tipe IV

Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat

pelaksana Swakelola.

Adapun rencana kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah ditetapkan

oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/ peralatan/ bahan tertentu yang

dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri. Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa

melalui Swakelola dituangkan dalam kerangka acuan kerja (KAK) kegiatan/ sub

kegiatan/ output. Sedangkan Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok

Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK. b) Persiapan pengadaan

barang/jasa melalui Penyedia

Pasal 25 Perpres No. 12 Tahun 2021 menjelaskan Persiapan Pengadaan

Barang/Jasa melalui penyedia oleh PPK meliputi kegiatan: a. menetapkan HPS; b.

menetapkan rancangan kontrak; c. menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau

d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan

pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/ atau penyesuaian harga. Harga Perkiraan

Sendiri (HPS) adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK. Pada

Pasal 26 Perpres No. 12 Tahun 2021, dimana HPS dihitung secara keahlian dan
46

menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu HPS telah

memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost) dan

terbuka dan tidak bersifat rahasia. Yang pada intinya total HPS merupakan hasil

perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). HPS digunakan

sebagai: a. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran

harga satuan; b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah

dalam Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan c. dasar untuk

menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya

lebih rendah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS. Namun HPS tidak

menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. Dalam menetapkan

rancangan kontrak, Menurut Pasal 27 ayat (1) Perpres No. 16 Tahun 2018 terdapat

jenis Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yaitu : a.

Lumsum; b. Harga Satuan; c. Gabungan Lumsum dan Harga Satuan; d. Terima

Jadi (Turnkey); dan e. Kontrak Payung.

Sedangkan dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa bentuk

kontrak terdiri atas: a. bukti pembelian/pembayaran; b. kuitansi; c. Surat Perintah

Kerja (SPK); d. surat perjanjian; dan e. surat pesanan. Uang muka dapat diberikan

untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan. Uang muka diberikan dengan ketentuan

bahwa paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari nilai kontrak untuk usaha kecil.

Kemudian paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak untuk usaha

non-kecil dan Penyedia Jasa Konsultansi. Untuk. paling tinggi 15% (lima belas

persen) dari nilai kontrak untuk Kontrak Tahun Jamak. Pemberian uang muka

dicantumkan pada rancangan kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan.


47

Selanjutnya metode yang digunakan dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan

Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c.

Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e.Tender.

3. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa

Pemerintah meliputi pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa

konsultansi, dan jasa lainnya. Adapun pengadaan jasa Konsultansi adalah jasa

pelayanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang

keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir. Pengadaan jasa lainnya adalah

jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan

dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa

selain jasa konsultansi, pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan pengadaan barang.

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh

Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang

prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil

pekerjaan. Untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan

melalui 2 jenis yaitu melalui swakelola dan penyedia

a) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui swakelola

Berdasarkan ketentuan Perpres No. 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP Nomor 8

Tahun 2018, bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui swakelola dibagi

menjadi beberapa tipe yaitu :

Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/ Lembaga/ Perangkat


48

Daerah lain dan/atau tenaga ahli; b. Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi

50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan c. Dalam hal dibutuhkan

Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam

Peraturan Presiden ini.

Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut: a. PA/ KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/

Lembaga/ Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan b. PPK

menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan

kesepakatan kerja samasebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK

dengan pimpinan Ormas. Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan

Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat. Tim Pelaksana dalam

melaksanakan pengadaan barang/jasa melui swakelola harus sesuai dengan jadwal

dan tahapan pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan/output sesuai dengan hasil

persiapan. Pelaksanaan swakelola memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.

pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan oleh

PPK; b. pengajuan kebutuhan tenaga kerja (tenaga ahli, tenaga terampil atau

tenaga pendukung), sarana prasarana/peralatan dan material/bahan kepada PPK

sesuai dengan rencana kegiatan; c. penggunaan tenaga kerja (tenaga ahli, tenaga

terampil atau tenaga pendukung), sarana prasarana/peralatan dan material/bahan

sesuai dengan jadwal pelaksanaan; d. menyusun laporan penerimaan dan

penggunaan tenaga kerja sarana prasarana/peralatan dan material/bahan; e.

menyusun laporan swakelola dan dokumentasi. f. PPK melakukan pembayaran


49

pelaksanaan Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan, yang meliputi: 1) Pembayaran upah tenaga kerja (tenaga

ahli, tenaga terampil atau tenaga pendukung) berdasarkan daftar hadir pekerja atau

dengan cara upah borong; 2) Pembayaran gaji/honorarium tenaga ahli/narasumber

(apabila diperlukan); 3) Pembayaran Jasa Lainnya atau Jasa Konsultansi;

Pembayaran bahan/material dan peralatan/suku cadang. g. Penyerahan

Hasil Pekerjaan Swakelola 1) Tim pelaksana Swakelola menyerahkan hasil

pekerjaan dan laporan pelaksanaan pekerjaan kepada PPK melalui Berita Acara

Serah Terima Hasil Pekerjaan; 2) Penyerahan hasil pekerjaan dan laporan

pelaksanaan pekerjaan kepada PPK setelah dilakukan pemeriksaan oleh Tim

Pengawas; dan 3) PPK menyerahkan hasil pekerjaan (termasuk barang/jasa yang

berbentuk aset) kepada PA/KPA. 4) PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk

melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan

diserahterimakan. Tim Pengawas melaksanakan tugas pengawasan administrasi,

teknis, dan keuangan sejak persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil

pekerjaan. b) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui penyedia Pelaksanaan

Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia merupakan kegiatan lanjutan atas

perencanaan pengadaan yang telah dilaksanakan oleh PA/KPA. Berdasarkan

ketentuan Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman pelaksanaan

barang/jasa melalui penyedia, terdapat tahapan yang harus dilakukan. Dalam

melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, PA/KPA/PPK/Pokja

Pemilihan dapat dibantu oleh Tim Teknis, Tim/Tenaga Ahli, atau Tim

Pendukung. PPK dapat juga dibantu oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
50

(PPTK). Tim Teknis dibentuk dari unsur Kementerian/ Lembaga/Pemerintah

Daerah untuk membantu, memberikan masukan, dan melaksanakan tugas tertentu

terhadap sebagian atau seluruh tahapan Pengadaan Barang/Jasa. Sedangkan

Tim/Tenaga Ahli dapat berbentuk tim atau perorangan dalam rangka

memberi masukan dan penjelasan/ pendampingan/pengawasan terhadap sebagian

atau seluruh pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Selanjutnya Tim Pendukung

dapat dibentuk dalam rangka membantu untuk urusan yang bersifat

administrasi/keuangan kepada PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan. PPTK dalam

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-

undangan

Perencanaan pengadaan disusun oleh PPK dan ditetapkan oleh PA/KPA

yang meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal dan

anggaran Pengadaan Barang/Jasa. Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan

cara swakelola dan/atau Penyedia. Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa

diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pedoman

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia meliputi kegiatan persiapan

Pengadaan Barang/Jasa, persiapan pemilihan Penyedia, pelaksanaan pemilihan

Penyedia, pelaksanaan Kontrak dan serah terima hasil pekerjaan.

Persiapan Pengadaan dapat dilaksanakan setelah RKA-K/L disetujui oleh

DPR atau RKA Perangkat Daerah disetujui oleh DPRD. Untuk Pengadaan

Barang/Jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, persiapan

pengadaan dan/atau pemilihan Penyedia dapat dilaksanakan setelah penetapan


51

Pagu Anggaran K/L atau persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai ketentuan

peraturan perundangundangan. Persiapan Pengadaan dilakukan oleh PPK

meliputi: a. Penetapan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK). b.

Penetapan HPS. c. Penetapan rancangan kontrak; dan/atau d. Penetapan uang

muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat

garansi, dan/atau penyesuaian harga. Disamping itu PPK melakukan identifikasi

apakah barang/jasa yang akan diadakan termasuk dalam kategori barang/jasa yang

akan diadakan melalui pengadaan langsung, Epurchasing, atau termasuk

pengadaan khusus. Yang termasuk pengadaan khusus, yaitu: a. Pengadaan

Barang/Jasa dalam rangka Penanganan Keadaan Darurat; b. Pengadaan

Barang/Jasa di Luar Negeri; c. Pengadaan Barang/Jasa yang masuk dalam

Pengecualian; d. Penelitian; atau e. Tender/Seleksi Internasional dan Dana

Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri.

Persiapan pemilihan Penyedia oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan

dilaksanakan setelah Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menerima permintaan

pemilihan Penyedia dari PPK yang dilampiri dokumen persiapan Pengadaan

Barang/Jasa melalui Penyedia yang disampaikan oleh PPK kepada Kepala

UKPBJ/Pejabat Pengadaan. Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia

yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan meliputi: a. Penetapan

metode pemilihan Penyedia; b. Penetapan metode Kualifikasi;c. Penetapan

metode evaluasi penawaran; d. Penetapan metode penyampaian dokumen

penawaran; e. Penetapan jadwal pemilihan; dan f. Penyusunan Dokumen

Pemilihan.
52

Pelaksanaan pemilihan Penyedia dilakukan oleh PPK dan Pokja

Pemilihan/Pejabat Pengadaan sesuai metode pemilihan, dengan ketentuan: a. PPK

melaksanakan E-purchasing dengan nilai pagu paling sedikit di atas Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). b. Pejabat Pengadaan melaksanakan: 1) E-

purchasing dengan nilai pagu paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah); dan 2) Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung untuk pengadaan

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai HPS paling banyak Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); atau Jasa Konsultansi yang bernilai paling

banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Pokja Pemilihan melaksanakan

Tender/Seleksi, Tender Cepat, dan Penunjukan Langsung. d. Pelaku pelaksanaan

pengadaan khusus diatur lebih lanjut dalam Peraturan LKPP terkait Pengadaan

Khusus.

Pelaksanaan Kontrak dilaksanakan oleh para pihak sesuai ketentuan yang

termuat dalam Kontrak dan peraturan perundang-undangan. Serah Terima Hasil

Pekerjaan dilaksanakan setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai

ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara

tertulis kepada Pejabat Penandatangan Kontrak untuk serah terima barang/jasa.

Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa

yang diserahkan. Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia menandatangani

Berita Acara Serah Terima.


BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM KONTRAK

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

A. Perlindungan Hukum Terhadap Penyelenggara Pengadaan Barang Jasa

Pemerintah

1. Konsepsi Perlindungan Hukum Dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

Kata perlindungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti tempat

berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberikan

perlindungan kepada orang yang lemah. Sedangkan, menurut R. Soeroso, hukum

adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk

mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan

melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman

bagi yang melanggarnya.42

Konsepsi Perlindungan Hukum Dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek

hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang

bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain

perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep

dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,

42
CST. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta, 1997, h. 11.

54
55

kemanfaatan dan kedamaian.43 Adanya perlindungan hukum bagi seseorang

berarti bahwa ia mendapat jaminan akan adanya perlindungan secara hukum

terhadap suatu perbuatan hukum yang dilakukannya. Begitu juga halnya bagi para

pihak yang termasuk dalam penyelenggara PBJP. Dimana mereka dalam

menyelenggarakan PBJP tentu harus adanya jaminan perlindungan hukum agar

terciptanya rasa keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Keadilan berarti bahwa apa yang dilakukan penyelenggara PBJP yang sudah

sesuai dengan ketentuan seyogyanya memperoleh reward atau imbalan yang

sesuai dengan hasil kerja yang dilakukannya. Ketertiban dimaksudkan bahwa

dalam penyelenggaraan PBJP, penyelenggara dapat bekerja sesuai dengan tahapan

dan prosedur yang telah ditetapkan dan begitu juga sebaliknya, bahwa para pihak

yang berkepentingan dapat berperan sesuai dengan hak dan kewajiban masing-

masing.Kepastian artinya adanya kejelasan dan kepastian terkait peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan PBJP dan

menghindarkan adanya dualisme aturan yang menyebabkan ketidak pastian.

Kemanfaatan diartikan bahwa aturan yang dibentuk bermanfaat bagi

keberlangsungan penyelenggaraan PBJP hingga tuntas dan kedamaian berarti

bahwa dengan aturan yang terkandung didalamnya keadilan, ketertiban, kepastian

dan kemanfaatan yang bermuara pada suasana kedamaian bagi para

pihak/penyelenggara PBJP.

Proses pengadaan barang/jasa merupakan tindakan pemerintah yang

termasuk ke dalam aspek perdata. Hubungan antara para pihak di dalam proses ini
43
Julianda B. Manalu”Perlindungan Hukum Terhadap Penyelenggara Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah”Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Volume 12, Nomor 2, Juli-Desember
2017, h. 300
56

walau dikategorikan sejajar namun pada praktiknya berindikasi ketidak sejajaran.

Salah satu yang mengindikasikan ketidak sejajaran hubungan ini adalah dalam hal

sanksi atas keterlambatan pembayaran. Dalam hal pelaku usaha atau penyedia

barang dan jasa terlambat dalam menyelesaikan kewajibannya, maka akan

dikenakan denda. Sedangkan bila Pejabat Pembuat Komitmen terlambat

melakukan pembayaran sangat jarang dilakukan pembayaran meskipun Pasal 122

Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah

menyatakan dalam hal PPK cidera janji maka PPK akan membayar kompensasi

kepada penyedia.

Namun dalam kenyataannya di lapangan ketentuan ini tidak dipraktikkan.

Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan

spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Metode penelitian dengan tahap

pengumpulan data baik primer maupun sekunder. Data tersebut kemudian

digunakan untuk menggambarkan suatu objek permasalahan yang berupa

sinkronisasi fakta-fakta yang terjadi di lapangan dengan peraturan-peraturan yang

berlaku. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi keterlambatan pembayaran

yang dialami penyedia dikarenakan Kontrak Mnier dan Perpres 54/2010 tidak

memuat mengenai tanggal pembayaran. Tidak termuatnya tanggal pembayaran ini

menimbulkan ketidakpastian pada penyedia barang/jasa dalam melakukan

penagihan pembayaran pekerjaan pengadaan yang sudah selesai

dikerjakan/dilakukan. Namun, keadaan ini dapat ditanggulangi dengan adanya PP

58/2005 yang mengatur mengenai pihak-pihak yang bertanggung jawab atas

pencairan anggaran juga termin waktu dalam proses pencairan anggaran. Termin
57

waktu dalam PP 58/2005 adalah 5 hari. Kontrak Mnier yang mengacu pada

Perpres 54/2010 secara tidak langsung juga mengacu pada PP 58/2005. Ganti rugi

sebagaimana yang dimaksud Pasal 122 Perpres 54/2010 mewajibkan PPK dalam

hal cidera janji untuk membayar ganti rugi kepada penyedia. Penyelesaian dengan

cara pembayaran ganti rugi atau sifatnya perdata mustahil dilakukan karena

kontrak Mnier merupakan akibat dari perbuatan publik pemerintah yang bersegi

dua. Untuk Itu perlu penyelesaian secara publik dari pihak-pihak yang

bertanggungjawab atas pembayaran yaitu PA/KPA, BUD, Kuasa BUD,

Bendahara Pengeluaran, PPTK

2. Perlindungan Hukum terhadap Pejabat Pembuat Komitmen dalam Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah

Pada Sistem Pengadaan Secara Elektronik Pengadaan barang/jasa

pemerintah secara elektronik meliputi e-tendering dan atau e-purchasing.E-

tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara

terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada

sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali

penawaran dalam waktu yang telah di tentukan dengan menggunakan sistem

pengadaan elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE. Sedangkan E-Purchasing

adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik. Dimana

yang dimaksud dengan katalog elektronik atau E-Catalogue adalah sistem

informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga

barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah. Adapun maksud

dan tujuan dari pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik ini ialah
58

untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan

persaingan usaha yang sehat, mendukung proses monitoring dan audit, dan

memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

a. Perlindungan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Karena pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah yang dalam hal ini

adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga termasuk ke dalam Aparatur Sipil

Negara (ASN), maka seharusnya PPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

mendapatkan perlindungan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengatur secara jelas terkait dengan

perlindungan hukum terhadap ASN. Korps profesi ASN Republik Indonesia

memiliki fungsi perlindungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 126 Ayat (3)

huruf b yang menyatakan “memberikan perlindungan hukum dan advokasi kepada

anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap dugaan pelanggaran

Sistem Merit dan mengalami masalah hukum dalam melaksanakan tugasnya”.

Dalam Undang-undang ini hanya menjelaskan bahwa ASN berhak mendapatkan

perlindungan hukum dan advokasi. Namun, perlindungan hukum yang bagaimana

tidak dijelaskan secara mendetail dalam Undang undang ini, bahkan tidak ada

Pasal satupun yang menjelaskan secara eksplisit bentuk perlindungan hukum yang

seharusnya didapatkan. Hal inilah yang mengakibatkan ketika ASN dalam hal ini

PPK selaku bagian dari pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah melakukan

pelanggaran atau tindakan yang mengakibatkan suatu perbuatan pidana belum

mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Hal ini berdasarkan fakta


59

yang terjadi selama ini, bahwa pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah yang

diduga atau terkena kasus pidana dalam penyelenggaraan barang/jasa pemerintah

dalam menghadapi kasus tersebut berjalan sendiri dengan membayar pengacara

atau penasehat hukum sendiri.Selama ini belum ada perlindungan yang diberikan

oleh pemerintah terkait dengan kasus pelanggaran dalam penyelenggaraan

barang/jasa pemerintah yang dilakukan oleh PPK maupun pelaku pengadaan

barang/jasa secara keseluruhan.

b. Perlindungan Hukum Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun

2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil

Perlindungan hukum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017

tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 308 huruf d yaitu

pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum. Bantuan

hukum sebagaimana dimaksud di atas, berupa pemberian bantuan hukum dalam

perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. Pelaku

pengadaan barang/jasa pemerintah dalam hal ini ialah Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dalam hal ini termasuk juga

dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Dimana, pelaku pengadaan barang/jasa

pemerintah juga berhak mendapatkan perlindungan hukum berupa bantuan hukum

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut.Namun demikian

Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 tersebut belum mengatur secara jelas

hal-hal yang dimaksud dengan perlindungan hukum tersebut. Karena kurang

tegasnya pengaturan perlindungan hukum tersebut dalam Peraturan Pemerintah

dimaksud, sehingga saat ini masih dirasakan oleh Pegawai Negeri Sipil (pelaku
60

pengadaan barang/jasa pemerintah) yang terkena masalah hukum, ketiadaan

perlindungan hukum.

c. Perlindungan Hukum terhadap Pelaku Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah

Di dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah tidak mengatur secara khusus terkait dengan

perlindungan hukum terhadap pelaku pengadaan barang/jasa dalam hal ini ialah

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu

bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh aparat penegak hukum atau aparat

keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada

korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak

manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan

atas pemeriksaan di sidang pengadilan. Perlindungan hukum adalah suatu

perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat

hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang

tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu

gambaran dari fungsi hukum yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan

suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Adanya perlindungan hukum bagi seseorang berarti bahwa ia mendapat

jaminan akan adanya perlindungan secara hukum terhadap suatu perbuatan hukum

yang dilakukannya. Begitu juga halnya bagi pelaku pengadaan dalam tugasnya

melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah, agar terciptanya rasa keadilan,


61

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Keadilan berarti bahwa apa

yang dilakukan pelaku pengadaan yang sudah sesuai dengan ketentuan

seyogyanya memperoleh imbalan yang sesuai dengan hasil kerja yang

dilakukannya.

Salah satu upaya perlindungan hukum yang dijamin pemerintah bagi

pelaku pengadaan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 84 ayat (1) Peraturan

Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang

menyatakan bahwa Pimpinan Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah wajib

memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam

menghadapi permasalahan hukum terkait pengadaan barang/jasa. Pelayanan

hukum sebagaimana dimaksud diatas diberikan sejak proses penyelidikan hingga

tahap putusan pengadilan. Pelaku Pengadaan sebagaimana di atas dikecualikan

untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan

Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan.

Optimalisasi pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pengadaan dari

PA/KPA sebagai pengguna, dimulai dari perencanaan sampai dengan selesai,

merupakan upaya perlindungan preventif menghindari permasalahan hukum di

kemudian hari. Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan

dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret

yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan


62

perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap

atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.44

Pelaksanaan pengadaan atau pelaksanaan kontrak pemerintah, telah

tersedia peraturan perundang-undangannya yang terkait, misalnya dengan

peraturan pekerjaan konstruksi atau peraturan keuangan, dengan demikian

pelaksanaan pengadaan harus patuh pada peraturan.Jika peraturan pengadaan atau

pelaksanaan kontrak sulit atau tidak dapat dijalankan, maka dapat diambil

keputusan diskresi.Namun, jika telah diambil keputusan diskresi jangan sampai

terjadi perbuatan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi dan kerugian

negara serta harus berkonsultasi dengan APIP/ BPKP/ LKPP.45

Selanjutnya, yang harus mendapat atensi dari semua pihak yang terkait

pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah disampaikan 8 perintah

Presiden Jokowi dalam rapat dengan Kajati dan Kapolda se- Indonesia pada

tanggal 19 Juli 2016 , yaitu sebagai berikut: 1) Kebijakan dan diskresi pemerintah

daerah tidak boleh di pidanakan; 2) Tindakan administrasi harus dibedakan

dengan yang memang berniat korupsi. Aturan BPK jelas, mana yang

pengembalian dan bukan; 3) Temuan BPK masih diberi peluang perbaikan 60

hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu; 4)

Kerugian negara harus konkret, tidak mengada-ada; 5) Kasus dugaan korupsi

tidak boleh diekspose di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan; 6)

Pemda tidak boleh ragu mengambil terobosan untuk membangun daerah; 7)

44
Grasia Kurniati”Akibat Hukum Pelanggaran Prosedur Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dan Perlindungan Hukum Terhadap Organisasi Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah”Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1 No. 2, Juni 2017, h. 321-325
45
Ibid, h 325
63

Perintah ada pengecualian untuk kasus dugaan korupsi yang berawal dari operasi

tangkap tangan (OTT); dan 8) Setelah perintah itu, jika masih ada kriminalisasi

kebijakan, Kapolda-Kapolres dan Kajati-Kajari akan dicopot.

Dengan demikian, memperhatikan pendapat Mudji Santosa dan 8 perintah

Presiden Jokowi terlihat atensi pemerintah sangat besar dan pentingnya

perlindungan hukum bagi pelaku pengadaan dalam tugas dan fungsinya

melaksanakan pengadaan barang/ jasa pemerintah. Selanjutnya, 8 perintah

Presiden Jokowi mempertegas dikeluarkannya Peraturan Presiden dan Instruksi

Presiden. Disamping itu, sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Prespres)

pertama kali sampai dengan sekarang Perpres terbaru, tidak sama sekali mengatur

secara jelas mengenai perlindungan hukum kepada pelaku pengadaan barang/jasa

pemerintah khususnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sejak awal

diterbitkannya Perpres ini hanya mengatur tata cara pelaksanaan pengadaan

barang/jasa pemerintah beserta kewenangan dan tugas PPK saja.

Pengadaan barang/jasa merupakan suatu hal penting dalam pembangunan

Negara, oleh sebab itu pengadaan barang/jasa perlu mendapatkan perhatian

khusus dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pelaksanaannya.

Seharusnya di era otonomi daerah seperti sekarang ini, Pemerintah daerah lebih

aktif dalam memberikan perlindungan hukum dan bantuan hukum kepada ASN

khususnya para Pelaku Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PPK). Sampai saat

ini, seringkali terjadi permasalahan dalam proses pengadaan barang/jasa

pemerintah. Permasalahan tersebut cenderung ke masalah pidana yaitu tindak

pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah.


64

Sejauh ini, belum ada perhatian khusus dari pemerintah khususnya bagi

pemerintah daerah kepada pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah yang dalam

hal ini adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang terkena masalah hukum,

padahal di era otonomi daerah seperti sekarang Pemerintah Daerah seharusnya

lebih aktif dalam memberikan perlindungan hukum dan bantuan hukum. Selama

ini para pelaku pengadaan barang jasa yang terlibat kasus hukum berjalan sendiri

tanpa adanya bantuan ataupun perhatian dari pemerintah, dengan menggunakan

bantuan hukum dari Pengacara yang ia bayar dengan uang sendiri. Padahal di

dalam Undang-undang, baik Undan-gundang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang

Manajemen PNS, maupun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pelaku pengadaan barang/jasa yang

selaku Pegawai Negeri Sipili (PNS) berhak mendapatkan perlindungan hukum.

Namun sampai sejauh ini hal tersebut tidak pernah didapatkan oleh mereka yang

terkena permasalahan hukum dalam proses pengadaan barang/jasa tersebut.

Seperti contoh kasus yang terjadi pada Pejabat Pembuat Komitmen Kantor

Wilayah (Bea Cukai) Jawa Timur Agus Kuncoro yang telah divonis hukuman

penjara satu tahun dan diwajibkan membayar denda 50 (lima puluh) juta rupiah

subsider kurungan tiga bulan karena dinilai tidak cermat dalam mencairkan

anggaran sehingga mengakibatkan kerugian negara. Dalam proses kasus tersebut,

tidak ada sedikitpun bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah, padahal

berdasarkan peraturan perundang-undangan seharusnya mendapatkan

perlindungan hukum (bantuan hukum) dari pemerintah.


65

Tidak hanya kasus yang menimpa PPK Bea Cukai Jawa Timur saja, masih

banyak kasus-kasus serupa di Indonesia khususnya di Jawa Timur yang dalam

prosesnya tidak mendapatkan perlindungan berupa bantuan hukum dari

pemerintah puasat maupun daerah.

Berdasarkan faktor-faktor penghambat diatas, maka sudah seharusnya

untuk mengatur secara khusus melalui Undang-Undang terkait dengan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.Dengan mengatur secara jelas dan rinci perlindungan

hukum terhadap seluruh pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah yang di

dalamnya juga meliputi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Disamping itu, di era

otonomi daerah seperti sekarang ini juga penting peran pemerintah daerah dalam

memberikan perlindungan hukum kepada pelaku pengadaan barang/jasa

pemerintah, salah satunya ialah dengan mengatur pengadaan barang/jasa

pemerintah kedalam sebuah Peraturan Daerah (Perda).Sehingga nantinya pelaku

pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut lebih terlindungi secara hukum.

Melihat kenyataan tersebut di atas, lemahnya perlindungan hukum bagi

penyelenggara pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan adanya sebuah

undang-undang yang mengatur secara khusus tentang penyelenggaraan pengadaan

barang/jasa pemerintah. Hal ini dirasa perlu karena penyelenggara butuh

perlindungan hukum dari suatu aturan setara undang-undang yang mengatur

khusus penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah, mengatur tentang

prosedur penanganan masalah hukum secara terpadu, mengatur tentang siapa yang

berwenang dalam penanganan laporan atau pengaduan tentang adanya indikasi

pelanggaran prosedur dan indikasi tindak pidana. Sehingga, dengan adanya


66

undang undaga ini yang mengatur dengan jelas pihak-pihak yang berwenang

khusus dalam penanganan pelanggaran pidana, administrasi dan/atau perdata

dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah, dapat memberikan

kepastian bagi penyelenggara pengadaan barang/jasa pemerintah.Tidak seperti

selama ini.

Bentuk perlindungan hukum terhadap penyelenggara pengadaan

barang/jasa pemerintah yang akan diatur dalam UndangUndang nantinya yang

paling krusial untuk diatur secara khusus ialah mengenai hal-hal berikut ini: 1)

Adanya penegasan tentang prosedur penanganan pelanggaran yang sifatnya

pidana, hukum administrasi dan hukum pidana. Hal ini dimaksudkan agar terdapat

kepastian mengenai jalur mana yang harus ditempuh oleh para pihak bila terjadi

pelanggaran pada ketiga bagian hukum tersebut (perdata, administrasi dan

pidana); 2) Adanya penegasan tentang siapa yang berwenang untuk melakukan

penyelidikan dan/atau penyidikan bila mana ada indikasi pelanggaran dalam

Penyelenggaraan PBJ; 3) Adanya penegasan tentang tahap mana diperbolehkan

oleh undang-undang untuk dilakukan penyelidikan/penyidikan dalam

penyelenggaraan PBJP; dan 4) Adanya pengaturan yang jelas tentang koordinasi

dan pembagian kewenangan antara lembaga terkait yang berwenang dalam

penanganan pelanggaran atau pengawasan dalam penyelenggaraan PBJP, seperti:

Kementrian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Instansi terkait lainnya. Sembari

menunggu lahirnya undang-undang yang khusus mengatur tentang pengadaan

barang/jasa pemerintah sebagaimana diuraikan sebelumnya, upaya terpenting


67

yang harus dilaksanakan adalah adanya political will dari para stakeholders dalam

memberikan.

B. Tanggung Jawab Pemerintah Dan Penyedia Dalam Kontrak E-

Tendering Pada Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten Malinau

Salah satu aplikasi dari tugas dan tanggung jawab tersebut adalah

memenuhi pengadaan logistik, peralatan, dan jasa untuk menunjang optimalnya

kerja dan tugas dalam pemerintahan tersebut melalui proses pengadaan barang

dan jasa yang dimulai dari transaksi pembelian/penjualan barang dipasar secara

langsung (tunai) kemudian berkembang kearah jangka waktu pembayaran dengan

membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan penjual) dan pada akhirnya

melalui pengadaan dengan proses lelang46

Pengadaan barang & jasa diatur dalam Peraturan Presiden no 16 Tahun

2018 tentang Pengadaan Barang & Jasa ( Perpres 16/2018) Pasal 3 menyebutkan

pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dilakukan melalui :Swakelola dan/atau

penyedia. Dari pasal ini jelas bahwa hanya ada dua cara pengadaan barang/jasa

pemerintah yang seperti tersebut, swakelola dan pemilihan penyedia, dengan kata

sambung “dan/atau” yang mengandung sifat kumulatif dan alternatif.47

Salah satu metode pemilihan penyedia sesuai Perpres 16/2018 dengan

melalui proses lelang/ tender yang melibatkan para pihak, yaitu pihak

pembeli/pengguna dan pihak penjual/penyedia barang dan jasa. Pembeli/pengguna

barang dan jasa adalah pihak yang meminta dan memberi tugas kepada pihak

46
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang & jasa dan Berbagai
Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h 1
47
Ramli & Fahrurrazi, Swakelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Visi Media,
Jakarta, 2014 h2
68

penjual/penyedia untuk memasok/membuat barang/melaksanakan pekerjaan

tertentu.Pengguna barang dan jasa dapat merupakan suatu lembaga/organisasi dan

pula perorangan. Lembaga/organisasi antara lain adalah instansi pemerintah

(pemerintah pusat/pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten/pemerintah

kotamadya), BUMN,BUMD& swasta serta organisasi masyarakat.

Pengadaan dengan proses lelang/tender adalah salah satu upaya yang

ditempuh pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan yang maksimal serta

pelaksanaan pembangunan yang transparan, jujur, baik dan bersih. Pelaksanakan

good governance & clean government, pemerintah harus melaksanakan

akuntabilitas dalam pelaksanaan proses pengadaan serta tetap melaksanakan

peraturan secara baik dan tidak berpihak (independen)

Perkembangan zaman dan semakin canggihnya teknologi internet juga

memberi efek yang luar biasa dalam perkembangan lelang/tender dalam

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, dengan ditetapkan electronic tender (e-

tendering).E-tendering memberi banyak perubahan terhadap aktivitas tender yang

selama ini dijalankan secara manual di dunia nyata. Kecanggihan dalam teknologi

tanpa batasan tempat & waktu kini menjadi hal yang biasa.E-Tendering adalah

memberi peluang penyedia secara merata sehingga menyebabkan hubungan dunia

tanpa batas (borderless) dalam proses pengadaan barang & jasa.

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Malinau tentunya

harus mengacu pada peraturan perundang-undangan, dalam hal ini diawali dengan

ditetapkan kedudukan, susunan organisasi, tugas fungsi dan uraian tugas serta tata

cara kerja yang salah satunya menetapkan Bagian Pengadaan Barang & Jasa.
69

Bagian Pengadaan Barang & Jasa sebagai salah satu lembaga pemerintah daerah

yang bertugas merencanakan, mengatur, memberi petunjuk, membagi tugas,

mengoordinasikan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan

Pengadaan Barang & jasa di Kabupaten Malinau.

Pengadaan barang & jasa khususnya e-tendering adalah upaya agar

penyerapan anggaran daerah bisa lebih maksimal. Rendahnya tingkat penyerapan

anggaran di Indonesia merupakan fenomena yang hampir selalu terjadi setiap

tahun baik itu ditingkat Kementrian/Lembaga (K/L) maupun tingkat daerah.48

Semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, tidak

terkecuali e-tendering berkewajiban mematuhi etika sebagai berikut:

a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk

mencapai sasaran, kelancaran & ketepatan tujuan pengadaan barang /jasa

b. Bekerja secara professional, mandiri dan menjaga kerahasiaan informasi

yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan

pengadaan barang/jasa

c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang

berakibat persaingan usaha tidak sehat,

d. Menerima tanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai

dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait,

e. Menghindari & mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak

terkait, baik secara langsung maupun tidak lansung, yang berakibat

persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang/jasa,

48
Sinaga, Analisis Rendahnya Penyerapan Anggaran Kementrian/Lembaga(K/L) dan
Pemerintah Daerah, Jurnal RechtsVinding, Volume 5 No. 2, Agustus 2016 h 262
70

f. Menghindari & mencegah pemborosan & kebocoran keuangan negara,

g. Menghindari & mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi

h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk

memberi & menerima hadiah,imbalan, komisi, rabat atau apa saja dari atau

kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan

pengadaan barang/jasa

Pelaksanaan e-tendering menurut perundang-undangan adalah salah satu

proses dalam pengadaan barang dan jasa, yang butuh kajian tertentu antara PPK

dan Unit Pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Malinau Tahapan proses

pengadaan secara umum bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan (fisik) pengadaan barang dan jasa yang dipublish dan

diumumkan pada RUP (Rencana Umum Pengadaan)

b. Tahap proses pengadaan, yaitu,dengan menentukan apakah pengadaan

tersebut dilakukan dengan cara e-purchasing, pengadaan langsung,

penunjukan langsung, tender cepat, e-tendering.

c. Tahap persiapan e-tendering, bila pengadaan diputuskan dengan cara e-

tendering selanjutnya PPK membuat paket di Sistem Pengadaan Secara

Elektronik (SPSE).

d. Tahap kajian Kerangka Ajuan Kerja (KAK) antara PPK dan Unit

Pengadaan Barang dan Jasa .


71

e. Tahap proses e-tendering, yaitu jadwal pemasukan penawaran, jadwal

aanwijzing (untuk memperjelas ruang lingkup paket

pengadaan),penjelasan aanwijingdan pembukaan penawaran.

f. Tahap evaluasi penawaran, pokja pengadaan barang dan jasa melakukan

evaluasi atas 3 hal, administrasi, kualifikasi dan harga.

g. Tahap pembuktian kualifikasi, dengan mengundang para penyedia yang

memenuhi ketentuan dengan memperlihatkan syarat-syarat yang tercantum

dalam dokumen tender

h. Tahap penentuan pemenang.

i. Tahap masa sanggah, yang dibatasi selama 5 hari kerja.

j. Tahap penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) yang

ditanda tangani oleh Kabag Pengadaan Barang dan Jasa, yang menjadi

dasar PPK untuk membuat kontrak dengan pemenang tender.

k. Tahap penandatanganan kontrak antara pemerintah yang diwakili oleh

PPK dan penyedia barang dan jasa.

Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

tidak hanya ditentukan oleh peranan pemerintah sebagai pengguna barang dan

jasa saja tapi juga dipengaruhi oleh kontribusi Penyedia Barang dan Jasa. Hal ini

harus diantisipasi dengan ketentuan yang memberi rambu-rambu hukum agar

pengadaan barang dan jasa tersebut tetap pada koridor dan tujuan awal yang ingin

dicapai. Dalam Perpres 16/2018 diuraikan tanggung jawab para pihak dalam

pengadaan barang dan jasa, PPK sebagai bagian dari pemerintah memiliki

tanggung jawab :
72

a. Menetapkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri)

b. Menetapkan rancangan kontrak

c. Menetapkan spesifikasi teknis/KAK (Kerangka Acuan Kerja)

d. Menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan,

jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi dana tau penyesuaian harga.

Sedangkan penyedia dalam pengadaan barang danjasa bertanggung jawab

sebagai berikut ;

a. Pelaksanaan kontrak

b. Kualitas barang/jasa

c. Ketetapan perhitungan jumlah/volume

d. Ketetapan waktu penyerahan

e. Ketetapan tempat penyerahan.

Kontrak e-tender pengadaan barang dan jasa yang memuat hak dan

kewajiban para pihak didalamnya disusun berdasarkan pada peraturan standar

yang termuat dalam SDP (Standar dokumen pengadaan)/ SDPSE (Standar

dokumen Pengadaan Secara Elektronik) yang melekat pada SPSE (Sistem

Pengadaan Secara Elektronik), hal ini berarti kontrak yang digunakan adalah

kontrak baku/standar yang tidak disusun atas dasar kesepakatan bersama, dimana

pihak penyedia hanya bisa menerima/menolak isi kontrak tersebut yang artinya

syarat-syarat umum, syarat-syarat khusus, dan surat perjanjian (kontrak) yang

merupakan satu kesatuan dokumen sudah dipersiapkan oleh pemerintah sebagai

pengguna barang dan jasa. Sesuai syarat sahnya perjanjian pada pasal 1320 KUHP

perdata yang telah dikemukakan sebelumnya menandakan penawaran pengadaan


73

barang/jasa yang diterima oleh penyedia adalah merupakan persesuaian kehendak

atau kesepakatan yang merupakan salah syarat sahnya melakukan kontrak

sehingga menjalankan semua tahapan oleh penyedia adalah bentuk tanggung

jawab sesuai kesepakakatan.

Pada umumnya tahapan kontrak pengadaan barang dan jasa terdiri atas tiga

tahap yaitu:

a. Tahap pra kontraktual atau sebelum kontrak ditandatangani;

b. Tahap kontraktual atau tahap setelah kontrak ditandatangani; dan

c. Tahap post kontraktual atau setelah kontrak dilaksanakan.

Penandatanganan sampai pelaksanaan kontrak adalah tahap kontraktual

yang merupakan bahasan dari tulisan ini, Kontrak pengadaan barang dan jasa,

sesuai wawancara Kabag Pengadaan Barang dan Jasa, Toto Setiawan, ST.,M.Si.

memuat secara umum :

a. Waktu pelaksanaan

b. Nilai kontrak

c. Jenis pekerjaan

d. Cara pembayaran

e. Sanksi dan Denda

f. Syarat umum

g. Syarat khusus

Kesepakatan yang disimbolkan dengan tanda tangan memberikan akibat

hukum dan tanggung jawab hukum bagi para pihak dalam kontrak tersebut.

kontrak pengadaan barang dan jasa yang sudah ditandatangani, mempunyai daya
74

mengikat sebagaimana layaknya undang-undang. Kekuatan mengikat kontrak

harus diiringi dengan itikad baik sebagaimana Pasal 1338 KUH Perdata ayat (3)

yang menyebutkan, bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad

baik yang dimaksudkan itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan

kewajiban yang tercantum dalam kontrak atau itikad baik dalam arti objektif.

Selanjutnya pelaksanaan kontrak sesuai pasal 52 Perpres 16/2018 :

a. Penetapan Surat Penunjukan Peyedia Barang/Jasa (SPPBJ)

b. Penandatangan kontrak

c. Pemberian uang muka

d. Pembayaran prestasi pekerjaan

e. Perubahan kontrak

f. Penyesuaian harga

g. Penghentian kontrak/berakhirnya kontrak

h. Pemutusan kontrak

i. Serah terima hasil pekerjaan, dan/atau

j. Penanganan keadaan kahar.

Kontrak e-tendering pengadaan barang dan jasa sangat terkait dengan

tanggung jawab para pihak, baik pemerintah maupun penyedia, dibutuhkan upaya

yang keras untuk memaksimalkan capaiannya karena tidak bisa dipungkiri

pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan negara yang merupakan salah satu

alat untuk menggerakkan roda perekonomian, dalam rangka meningkatkan

perekonomian nasional dan mensejahterahkan kehidupan rakyat Indonesia, karena


75

pengadaan barang dan jasa terutama di sektor publik terkait erat dengan

penggunaan anggaran negara.

C. Efektifitas Pengadaan Barang Dan Jasa Berbasis Elektronik (E-

Procurement)

Pengadaan barang dan jasa diatur dalam Peraturan Presiden Nomor.12

tahun 2021 dan perubahannya,Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang

selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan pengadaan

barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh

APBN/APBD yang prosesnya dimulai dari identifikasi kebutuhan, sampai dengan

serah terima hasil pekerjaan. Menurut Arsana 49 mengemukakan bahwa pada

dasarnya pengadaan barang dan jasa dimulai sejak adanya pasar, tempat, dimana

kita dapat membeli atau menjual barang/jasa.Tahapan yang krusial dalam

pengadaan barang/jasa adalah penganggaran, perencanaan pengadaan, pemilihan

penyedia, pelaksanaan kontrak, dan diakhiri dengan serah terima pekerjaan.

Efisiensi dan efektivitas proses pengadaan tersebut pada intinya sangat

bergantung pada tata cara pemilihan penyedia

E-Procrement adalah sistem pengadaan barang dan jasa pemerinta yang

dilaksanakan secara elektronik berbasis pada teknologi internet dengan

memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi yang diselenggarakan oleh

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor.16 tahun 2018. Menurut Arsana (2016:109) sistem pengadaan barang dan

jasa pemerintah yang baik diperlukan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

49
Arsana, Manajemen pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, CV Budi Utama,
Cetakan Pertama :November 2016, h.46
76

efektivitas serta transparansi dalam inplementasinya. Pemerintah selaku

penyelenggara negara sepatutnya menjalankan tugas secara professional demi

terciptanya pemerintahan yang baik (good governane) dalam rangka mewujudkan

pemerintahan yang bersi (clear government) untuk itu pemerintah melakukan

kebijakan sistem pengadaan secara elektronik yang dikenal e-procurement.

Tujuan e-procurement adalah: (1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas,

(2) Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, (3) Memperbaiki

tingkat efisiensi proses pengadaan, (4) Mendukung proses monitoring dan audit,

(5) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

Pengadaan secara elektronik (e-procurement) adalah pengadaan

barang/jasa yang dilaksanakan menggunakan teknologi informasi dan transaksi

elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengadaan barang/jasa

secara elektronik dilakukan dengan carae-tendering atau e-purchasing50

Pengadaan secara elektronik atau e-procurement adalah pengadaan barang/jasa

yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi

elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sistem e-procurement

dapat menjawab kerawanan sistem pengadaan secara konvensional yang sering

beraroma korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dalam sistem e-procurement

mencega terjadinya kontrak fisik secara langsung antara panitia pengadaan dan

penyedia, semua aktifitas yang terjadi tercatat dalam sisten record sehingga

mudah dalam melakukan pengecekan dan pengawasan.

50
Jamila Lestyowati Analisis Permasalahan E-Purchasing dalam Pengadaan Barang dan
Jasa Satuan Kerja, Balai Diklat Keuangan Yogyakarta, 2018, h.325.
77

E-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui system

katalog elektronik, wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut

pemenuhan kebutuhan nasional dan/ataustrategis yang ditetapkan oleh menteri,

kepala lembaga, atau kepala daerah. tidak diperlukan jaminan penawaran dan

jaminan pelaksanaan bentuk kontrak berupa surat pesanan. Katalog elektronik

memuat informasi berupa: (1) daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk

dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara asal, harga,Penyedia, dan

informasi lainnya terkait barang/jasa. (2) LKPP dan K/L/Pemda memperluas

peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil

dan produk dalam negeri pada katalog elektronik (Perpres No.12 tahun 2021 ).

Sedangkan tujuan diselenggarakan pengadaan barang dan jasa melalui

sistem elektronik atau e-purchasing adalah: 1. Terciptanya proses pemilihan

barang/jasa secara langsung melalui system katalog elektronik sehingga

memungkinkan semua ULP/Pejabat Pengadaan dapat memilih barang/jasa pada

pilihan terbaik. 2. Efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa dari sisi

penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa. Dalam rangka e-purchasing,

1. Terciptanya proses pemilihan barang/jasa secara langsung melalui system

katalog elektronik sehingga memungkinkan semua ULP/Pejabat

Pengadaan dapat memilih barang/jasa pada pilihan terbaik.

2. Efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang/jasa dari sisi penyedia

barang/jasa dan pengguna barang/jasa. Dalam rangka e-purchasing, LKPP

akan menyelenggarakan sistem katalog elektronik sekurang-kurangnya

memuat informasi teknis dan harga barang/jasa.


78

Dalam rangka pengelolaan sistem katalog elektronik, LKPP melaksanakan

kontrak payung dengan penyedia barang/jasa untuk barang/jasa tertentu.

Berdasarkan kontrak payung (frameworkcontract) tersebut, LKPP akan

menayangka daftar barang beserta spesifikasi dan harganya pada sistem katalog

elektronik dengan alamat www.ekatalog.kpp.go.id. Adapun tampilan

perkembangan ekatalog dalam system pengadaan barang dan jasa secara

elektronik. Sedangkan prosedur pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau

e-purchasing dalam Peraturan LKPP Nomor 9 tahun 2018, adalah sebagai berikut:

1. PPK/Pejabat Pengadaan melakukan pemesanan barang/jasa pada katalog

elektronik.

2. Calon Penyedia menanggapi pesanan dari PPK/Pejabat Pengadaan.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Alasan penggunaan kontrak elektronik dalam pengadaan barang dan jasa

pemerintah (E-purchasing) karena memiliki keuntungan yang banyak terlebih

proses yang singkat dan dapat terhindar dari masalah hukum. Oleh karena itu,

baik pejabat pengadaan maupun PPK akan mencari data barang dan jasa yang

dibutuhkan melalui katalog elektronik terlebih dahulu sebelum memilih dengan

proses pemilihan penyedia yang lain, misalnya dengan pengadaan langsung.

Ditemukan fakta bahwa tidak semua kebutuhan barang dan jasa satuan kerja

tersedia di katalog elektronik. Ada barang/jasa tertentu yang belum ada di katalog

elektronik sehingga pejabat pengadaan membelinya diluar. Harga yang disebutkan

di katalog elektronik belum tentu menjadi harga sampai barang/jasa itu siap

digunakan. Terkadang diperlukan biaya tambahan selain harga barang/jasanya,

misalnya biaya pengiriman, biaya asuransi dan biaya pemasangan. Masih

dimungkinkan untuk melakukan negosiasi atas harga dan biaya lain di katalog

elektronik. Negosiasi ini terutama untuk biaya diluar harga barang/jasa. Hasil lain

dari penelitian ini adalah terdapat kemungkinan harga diluar katalog elektronik

lebih murah dibandingkan harga katalog elektronik

2. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pelaku pengadaan

barang/jasa pemerintah adalah upaya melindungi kepentingan pemerintah atau

pemerintah daerah untuk mendapatkan barang/jasa yang dinginkan agar

bermanfaat bagi masyarakat. Disisi lain aparat penegak hukum melindungi

79
80

kepentingan negara agar supaya para pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah

bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undang sehingga pengadaan

barang/jasa pemerintah dapat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat.

B. Saran

1. Kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)

untuk dapat menambah jenis produk dalam katalog elektronik sehingga menjamin

ketersediaan dan harga barang. Jenis barang dan jasanya juga bervariasi sehingga

tidak didominasi oleh barang saja, namun juga jasa lainnya, jasa konsultasi dan

pekerjaan konstruksi. Pada momen-momen tertentu, LKPP melalui katalog

elektronik mengadakan program diskon sehingga menjamin harga barang di

katalog elektronik tersebut dapat lebih murah lagi. Sebagaimana pada ecommerse

lainnya yang juga mengadakan program promo baik promo harga barang maupun

promo ongkos kirim. Agar dimunculkan dalam katalog elektronik biaya tambahan

yang diperlukan dan besarannya. Hal ini untuk memudahkan satuan kerja dalam

proses penganggaran.

2. Sebagai saran untuk perlindungan hukum adalah dibentuknya undang-

undang yang khusus mengatur tentang PBJP yang menegaskan pembagian

kewenangan dan proses penanganan pelanggaraan dalam penyelenggaraan PBJP,

baik secara perdata, hukum administrasi dan hukum pidana; perlunya keseriusan

para pihak terkait nota kesepahaman (kepolisian, kejaksaan dan BPKP) dalam

melaksanakan isi nota kesepaham yang mereka sepakati bersama yang dirasakan

sampai ke tingkat kabupaten/kota.


DAFTAR BACAAN

Buku

Arianto, Agus Yusuf, Panduan Praktis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


Jenggala Pustaka Utama, Surabaya.

C.S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah Di Indonesia (Hukum Administrasi Daerah),


, Cet. Ke-3, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Collins, Hugh Regulating Contracts, Oxford University Press, Oxford, 2002.

Didjaja , Mustopa, Transparansi Pemerintah. Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Indra B. Akuntansi Sektor Publik. Cetakan pertama, Erlangga. Jakarta, 2010.

Indrajit at. al, Electronic Government, ANDI, Yogyakarta, 2002.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha


Negara (Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara),
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002.

Khairandy, Ridwan, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan


(Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2014.

Kristianten, Transparansi Anggaran Pemerintah. Rineka Cipta , Jakarta , 2006.

Laksanto Utomo, Stefanus, Aspek Hukum Kartu Kredit Perlindungan Konsumen,


Alumni, Bandung, 2015.

Lalolo,P. Loina Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabiitas, Transparansi dan
Partisipasi. Jakarta, 2003.

M Hadjon, Philipus dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gaja Mada
University Press, 2005.

-------------------- , Merancang dan Menulis Penelitian Hukum Normatif (Teori


dan Filsafat), Makalah, Tanpa Tahun.

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum Kencana Prenada Media Group,


Jakarta 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,


Jakarta, 2007.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta, 2010.

Miru, Ahmadi Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2007.

Muhammad, Abdulkadir,Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2000.

Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Ndraha, Taliziduhu Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Jilid 1 dan 2, Rineke


Cipta, Jakarta, 1997.

Nugroho D, Rianto, Otonomi Daerah (Desentalisasi Tanpa Revolusi), ,


Elekmedia Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000.

Prajudi, Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,


1981.

Rianto Nugroho D, Otonomi Daerah (Desentalisasi Tanpa Revolusi, Elekmedia


Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2000.

Simamora , Yohanes Sogar, Hukum Perjanjian, Prinsip Hukum Kontrak


Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Pemerintah, Laksbang PRESSindo,
Yogyakarta, 2009.

Simamora, Yohanes Sogar, Prinsip Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam


Kontrak Pemerintah Di Indonesia, Disampaikan Pada Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Dalam Bidang Hukum Perdata Pada Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Di Surabaya Pada Hari Sabtu, Tanggal 8 November
2008, Universitas Airlangga, Surabaya, 2008.

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2006.

Suganda, Daan Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemerintahan di


Daerah,. Sinar Baru, Bandung, 1992.

Suganda, Daan, Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, Pemerintahan di


Daerah,. Sinar Baru, Bandung, 1992.

Sunarno, Siswanto,Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,


Jakarta, 2006.
Syaifuddin, Muhammad,Hukum Kontrak (Memahami Kontrak Dalam Perspektif
Filsafat, Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum), Mandar Maju, Bandung,
2012.

The Liang Gie, Pertumbuhan Daerah Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan


Republik Indonesia, Gunung Agung, Jakarta, 1968.

Jurnal

Marzuki, Peter Mahmud , Karakteristik Ilmu Hukum, Yuridika,-Jurnal Ilmu


Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Volume 23, No.
2, Mei – Agustus 2008.

-------------------- , Penelitian Hukum, , Yuridika,- Jurnal Ilmu Hukum Fakultas


Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Volume 16, No. 2, 2002.

Internet

Arfanti, Maria Avilla Cahya “Pelaksanaan Sistem E-Procurement dalam


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Untuk Mencegah Terjadinya
Persekongkolan Tender”, diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188095&val=6466&
title=Pelaksanaan%20sistem%20e- pada tanggal 20 Juli 2021 Pukul 20.31.

Andriyani, Susan , “Analisis Efektivitas Dalam Penerapan Pengadaan Barang Dan


Jasa Secara Elektronik (E-Procurement) Serta Peranan Lembaga Pengawas
Terhadap Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah”, diunduh dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20302458-T30642%20
%20Analisis%20efektivitas.pdf, pada tanggal 20 Juli 2021 Pukul 20:31.

Devie Afriani, file: /// E:/Education/ SKRIPSI/ 3.%20 BahanBahan% 20Skripsi


/dari% 20web/ Devie%20Afriani%20%20Layanan%20 Pengadaan %20
Secara%20Eletronik%20% 28LPSE%29.htm (di akses pada tanggal 10 Juni
2021 , pukul 20.15 WITA).

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan-daerah-di-Indonesia. Diakses pada


tanggal 10 Agustus 2021, pukul 17.31 wita.

LKPP, http://www.lkpp.go.id/v2/content.php?mid=8474545499 (di akses pada


tanggal 6 Agustus 2021, pukul 21.00 Wita).

Anda mungkin juga menyukai