Anda di halaman 1dari 21

danielartasasta@gmail.

com

MAKALAH
ILMIAH
STRATEGI SISTEM INFORMASI
DAN TEKNOLOGI INFORMASI
KORLANTAS POLRI PADA
PEMOLISIAN DI ERA DIGITAL
A

B DANIEL ARTASASTA TAMBUNAN


NIM 32023007031
PASCASARJANA S-3 ILMU KEPOLISIAN ANGKATAN KE-9

Mata Kuliah Ilmu Kepolisian


Dosen Pengajar
Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN


PROGRAM PASCASARJANA S3 ILMU KEPOLISIAN
JAKARTA
2023
MAKALAH ILMIAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Kepolisian
Dosen Pengajar : Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

Tema : Ilmu Kepolisian dan Perkembangannya di Era Digital

STRATEGI SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI KORLANTAS


POLRI PADA PEMOLISIAN DI ERA DIGITAL

Oleh :
DANIEL ARTASASTA TAMBUNAN
NIM 32023007031
PASCASARJANA S-3 ILMU KEPOLISIAN ANGKATAN KE-9

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN


PROGRAM PASCASARJANA S3 ILMU KEPOLISIAN
JAKARTA
2023
Strategi Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Korlantas Polri
pada Pemolisian di Era Digital

Daniel Artasasta Tambunan


Mahasiswa Pascasarjana (S3) STIK Angkatan IX.
Jalan Tirtayasa Raya 6 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12160
Email : danielartasasta@gmail.com

Abstract

This paper discusses policing in the digital era, specifically in traffic and traffic
engineering. The scope of this paper lies in developing an IT strategy planning framework
based on the Information Systems Strategy planning methodology. This paper uses the
theoretical framework of Information Systems Strategy from Ward & Peppard and Police
Science Theory to produce policing in the digital era in the form of e-policing. The goal is
to produce a form of IS/I strategic planning for Korlantas in carrying out management in
the transportation sector to provide services based on digital technology that can provide
new expectations for the community.

Key Words: E-Policing, Information System, Information Technology, Digital era.

Abstrak

Tulisan ini membahas tentang pemolisian di era digital terutama di bidang lalulintas dan
rekayasanya (traffic enginering). Ruang lingkup dalam tulisan ini terletak pada
penyusunan suatu kerangka kerja perencanaan strategi SI/TI berdasarkan metodologi
perencanaan Strategi Sistem Informasi. Tulisan ini menggunakan kerangka teori Strategi
Sistem Informasi dari Ward & Peppard dan Ilmu Kepolisian untuk menghasilkan
pemolisian di era digital dalam bentuk e-policing. Tujuannya adalah menghasilkan suatu
bentuk perencanaan strategi SI/TI Korlantas dalam melakukan manajemen di bidang
transportasi sehingga dapat memberikan pelayanan yang berbasiskan teknologi digital
yang mampu memberikan harapan baru bagi masyarakat.
Kata Kunci : E-Policing, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, Era digital.

ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................................................... II

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

LATAR BELAKANG ......................................................................................................................... 1


PERMASALAHAN ........................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................. 7

KONDISI LALU LINTAS DI INDONESIA .............................................................................................. 7


PEMOLISIAN MASYARAKAT DI ERA DIGITAL (E-POLICING) ............................................................... 8
STRATEGI SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM E-POLICING ........................... 10
PERENCANAAN STRATEGI SI/TI DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI PADA KORLANTAS POLRI ..... 13
KESIAPAN SDM POLRI (KORLANTAS) DALAM MENGHADAPI PEMOLISIAN DI ERA DIGITAL? ............. 14

BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 17

BUKU .......................................................................................................................................... 17
PUBLIKASI ILMIAH........................................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi modern yang telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir
berdampak pada percepatan globalisasi. Hal ini telah membawa banyak perubahan
dalam cara kita hidup, bekerja, dan berkomunikasi. Pada tahun 2023, teknologi modern
diperkirakan akan terus berkembang dan memberikan dampak yang lebih besar lagi pada
kehidupan kita.

Perkembangan teknologi modern tentu saja memiliki dampak positif dan negatif.
Di sisi positif, teknologi modern dapat membuat hidup kita lebih mudah, lebih efisien, dan
lebih menyenangkan. Di sisi negatif, teknologi modern juga dapat menimbulkan masalah
baru, seperti kecanduan, privasi, dan keamanan. Globalisasi juga membawa dampak
pada berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pelayanan publik hingga
gangguan keamanan ataupun kejahatan yang terjadi dalam masyarakat akan semakin
kompleks dan semakin canggih, karena semakin sistematis, terorganisir secara
profesional dan memanfaatkan teknologi dan peralatan-peralatan modern yang dilakukan
oleh orang-orang yang ahli/ profesional.

Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana pemolisian di era digital terutama
di bidang lalulintas dan rekayasanya (traffic enginering). Penulis melihat bahwa aspek
kamseltibcar (keamanan keselamatan ketertiban dan kelancaran) Lalu lintas perlu
mendapatkan perhatian dengan menempatkan teknologi informasi sebagai triger yang
mempercepat.

Lalu Lintas dianalogikan seperti urat nadi manusia yang menyokong kehidupan
(Dwilaksana, 2009). Dalam proses berpindahnya manusia, kondisi lalu lintas di suatu
bangsa menjadi cerminan kebudayaan serta tingkat modernitas suatu bangsa. Sehingga
sebagai urat nadi dalam masyarakat, lalu lintas dapat mendukung produktifitas dalam
kehidupan masyarakat. Persyaratan utama seperti tersedianya rasa aman, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas menjadi prasyarat utama dalam mencapai tujuan
kehidupan masyarakat.

1
Layaknya selang yang bila kapasitasnya melebihi kemampuan daya tampung
akan terjadi sumbatan, maka demikian pula layaknya arus lalu lintas yang harus dikelola
sedemikian rupa. Melihat applikasi Google Maps yang menyediakan fitur kondisi traffic
lalu lintas di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia pada saat rush hour maka kita
akan menemukan warna merah hampir di seluruh ruas jalur arteri dan jalur jalan tol,
artinya kondisi lalu lintas padat dan macet. Kondisi ini pernah mendapat perhatian dari
TomTom Traffic Index yang merilis data kemacetan di Ibu Kota Jakarta. Kemacetan parah
dalam data TomTom Traffic terjadi pada pagi (07.00-08.00 WIB) dan sore (17.00-18.00
WIB). Pagi hari kemacetan paling parah terjadi pada Senin. Setiap hari Senin, kemacetan
di jalanan Jakarta bertambah hingga 68%. Artinya, para pengemudi kendaraan yang
biasa pergi ke kantor selama satu jam (60 menit) harus membuang 40,8 menitnya di
untuk menua di jalan. INRIX Global Traffic Scorecard yang melakukan survey pada awal
tahun 2018 lalu pada 38 negara dan 1.360 kota besar, menempatkan Jakarta pada
urutan kedua belas kota dengan kondisi lalu lintas terburuk (worst traffic in the world). 1

Kemacetan tentu saja berdampak pada banyak hal. Tidak hanya pada
pengemudinya namun kondisi lingkungan juga akan terdampak pada peningkatan polusi
udara dan polusi suara (Nasution, 2015). Kemacetan lalu lintas memberikan dampak
negatif yang besar yang antara lainnya adalah kerugian waktu karena kecepatan
perjalanan yang rendah; pemborosan energi, karena pada kecepatan rendah konsumsi
bahan bakar lebih tinggi; keausan kendaraan lebih tinggi, karena waktu yang lebih lama
untuk jarak yang pendek, radiator tidak berfungsi dengan baik dan penggunaan rem yang
lebih tinggi; meningkatnya polusi udara karena pada kecepatan rendah konsumsi energi
lebih tinggi, dan mesin tidak beroperasi pada kondisi yang optimal; meningkatkan stress
pengguna jalan; mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans,
pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya.

Permasalahan di bidang lalu lintas tidak sebatas pada kemacetan maupun angka
kecelakaan semata, ada masalah-masalah lain yang kerap timbul sebagai dampak

1
“Jakarta’s Traffic Ranked 12th Worst In The World According To New Survey”. Diunduh dari situs
https://coconuts.co/jakarta/news/jakartas-traffic-ranked-12th-worst-world-according-new-survey/

2
pertumbuhan jumlah kendaraan seperti permasalahan lingkungan, pengunaan bahan
bakar minyak, pertumbuhan area untuk lahan parkir (Nasution, 2015).

Penanganan permasalahan dalam menjaga kamseltibcarlantas acap kali hanya


dititik beratkan pada kepolisian khususnya polisi yang “berkopel dan pet putih”.
Masyarakat melihat polisi lalu lintas sebagai sosok yang selalu mencari kesalahan,
arogan dan korup. Istilah “prit jigo” menjadi tidak asing bagi masyarakat yang
diberhentikan oleh polisi lalu lintas baik itu dalam operasi kepolisian maupun dalam
rutinitas di jalan raya. Pandangan ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap citra kepolisian. Padahal kepercayaan menjadi
suatu yang hakiki bagi setiap institusi publik terutama yang non-profit seperti Polri.
Kepercayaan masyarakat menjadi suatu nilai yang tertinggi bagi sebuah prestasi kerja.

Konotasi negatif polisi lalu lintas di mata publik masih melihat polantas yang
sembunyi di balik pohon atau di balik pilar jalan layang yang muncul tiba-tiba begitu ada
pelanggaran. Padahal perlu diketahui bahwa terdapat peran serta dari para pemangku
kepentingan terutama dalam aspek infrastruktur di jalan raya. Oleh sebab itu, sudah
saatnya kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian terutama Polisi Lalu Lintas harus
ditingkatkan sehingga mencapai cita-cita dan harapan masyarakat terhadap Korps
Bhayangkara.

Polisi lalu lintas tidak berdiri sendiri dalam menangani dan mencari solusi
meskipun titik beratnya ada ditangan mereka. Namun dalam hal ini peran serta dari
institusi lain seperti Dinas Perhubungan, Bina Marga, Jasa Raharja dan lain sebagainya
sesuai dengan kapasitas masing-masing selayaknya bekerjasama untuk memberikan
pelayanan berkualitas kepada masyarakat pengguna jalan raya.

Kepolisian juga sudah saatnya berpaling dari cara pemolisian konvensional


kepada pemolisian kontemporer yang mengikuti perkembangan kemajuan pada
masyarakat. Tindakan yang reaktif, berfokus pada penegakan hukum, crime fighter yang
diwujudkan dalam model redial a cop policing, paramilitary policing, zero tolerance
policing, quick response policing, dan fire brigade bukanlah jawaban utama dari
permasalahan ini (Chrysnanda, 2018). Tidak ada yang salah sebenarnya dengan
pemolisian model ini, tapi belum mampu seutuhnya menjawab harapan masyarakat.

3
Pemolisian harus mengutamakan pemberdayaan potensi masyarakat, pemecahan
masalah dan mengutamakan pencegahan. Ini dapat diwujudkan dalam pemolisian
kontemporer.

Pemolisian kontemporer sebagai model pemolisian yang proaktif, problem solving,


preventif, memberdayakan dan mengelaborasi dengan tindakan-tindakan reaktif,
kemitraan, preventif, komunikasi dua arah dengan masyarakat yang diimplementasikan
dalam lingkup komunitas dengan pendekatan wilayah melalui pemolisian masyarakat
(community policing).

Disamping itu, Polisi Lalu lintas yang dikomandoi oleh Korps Lalu Lintas
(Korlantas) Polri juga telah melakukan berbagai inovasi bidang pelayanan yang telah dan
sedang dikembangkan. Program E-tilang (ETLE/ Electronic Traffic Law Enforcement),
Sim On-Line, Samsat On-line, Program NTMC (National Traffic Management Centre)
sebagai Pusat Pengendali Lalu Lintas Nasional, bahkan program IRSMS (Integrated
Road Safety Management System)2 yang merupakan program hasil kerja sama dengan
Bank Dunia untuk mendapatkan informasi kejadian kecelakaan lalu lintas yang spesifik
dan akurat dari seluruh Indonesia. Kreasi dan inovasi tersebut diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat di era digital yang sudah
berpaling pada penggunaan teknologi IT.

Di zaman teknologi informasi yang berkembang sangat pesat ini, kegiatan suatu
organisasi tidak dapat dipisahkan dari peran Sistem Informasi (SI) dan Teknologi
Informasi (TI). SI merupakan sarana andalan untuk memenangkan persaingan dalam
industri, memudahkan organisasi dalam mewujudkan efisiensi proses back office,
meningkatkan service quality kepada konsumen, membantu dalam pengambilan
keputusan (Decision Support System /DSS), memperluas ekspansi pasar (dalam hal ini
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kepolisian), serta menjalin kerjasama dengan
para stake holders terkait (John Ward & Joe Peppard, 2002).

Polri, khususnya Korlantas perlu melakukan penggalian kebutuhan organisasi dan


mengevaluasi sumber daya Teknologi Informasi (TI) sehingga memperoleh suatu

2
“Korlantas Punya Program Analisa Kecelakaan Berbasis Web”. Diunduh dari situs:
https://news.detik.com/berita/2375412/korlantas-punya-program-analisa-kecelakaan-berbasis-web

4
peluang yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dalam mencapai
tujuan organisasi (Maryani dan Suparto Darudianto, 2010). Pemanfaatan aplikasi dan
program berbasis TI saja tidak cukup untuk menyelesaikan sekelumit permasalahan di
bidang transportasi dan lalu lintas ini, perlu dilengkapi dengan Strategi SI/TI yang
tujuannya jelas. Yaitu untuk memanfaatkan secara optimum penggunaan TI sebagai
komponen utama Sistem Informasi dalam organisasi.

Perencanaan Strategi SI/TI ini menjadi penting sebab sumber daya manusia yang
dimiliki oleh Korlantas terbatas baik dari aspek kuantitas dan terutama kualitas. Selain
itu, perlu adanya peningkatan daya saing, sebab aspek lalu lintas ini bukanlah rahasia
umum lagi merupakan bidang yang harus dipertahankan oleh Polri bila tidak ingin diambil
alih oleh “kompetitornya” yaitu Dinas Perhubungan. Selain itu, dengan perencanaan
strategis SI/TI, Korlantas dapat memastikan bahwa asset teknologi informasi yang telah
dan sedang dikembangkan dapat memberikan manfaat secara langsung maupun tidak
langsung yang membawa peningkatan kecepatan dan kualitas layanan serta mengurangi
dan meminimalisir biaya atau cost. Dan alasan terakhirnya adalah untuk mencegah
kelebihan investasi (over investment) atau kekurangan investasi (under investment) di
bidang teknologi informasi (John Ward & Joe Peppard, 2002).

Menurut pengamatan penulis, bahwa Korlantas belum mempunyai perencanaan


SI/TI yang jelas dan terpadu meskipun telah ada keinginan kuat untuk memanfaatkan
kelebihan dari SI/TI. Dengan disusunnya strategi yang tepat berdasarkan apa yang telah
dikembangkan oleh John Ward dan Joe Peppard, Joe. (2002) dalam bukunya Strategic
Planning for Information Systems dapat memberikan arahan yang jelas dalam
mendukung visi dan misi organisasi.

Permasalahan

Berangkat dari uraian latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan


dalam tulisan ini akan menjawab “Bagaimana suatu perencanaan strategis Sistem
Informasi dan Teknologi Informasi yang dapat dimplementasikan dalam manajemen
transportasi pada pemolisian di era digital (e-policing) sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kamseltibcar lantas di Indonesia?”.

5
Ruang lingkup yang menjadi batasan permasalahan dalam tulisan ini antara lain
terletak pada menyusun suatu kerangka kerja perencanaan strategi SI/TI berdasarkan
metodologi perencanaan Strategi Sistem Informasi oleh Ward & Peppard (2002) dalam
identifikasi permasalahan, lingkungan internal organisasi Korlantas berdasarkan visi dan
misinya dengan melakukan analisis kebutuhan SI/TI untuk mencapai tujuan strategis.

Tujuan yang akan diperoleh dari tulisan ini adalah menghasilkan suatu bentuk
perencanaan strategi SI/TI Korlantas dalam melakukan manajemen di bidang
transportasi yang dapat mendukung strategi organisasi dalam mewujudkan visi dan misi
dari organisasi yang dapat mewujudkan pemolisian di era digital.

Sebagai kerangka konseptual dan teoritis, tulisan ini menggunakan kerangka teori
Strategi Sistem Informasi dari Ward & Peppard, selain itu penulis juga menempatkan Ilmu
Kepolisian sebagai salah satu perspektif dalam menakar persoalan dalam tulisan ini.
Melalui perspektif Ilmu Kepolisian, e-policing dapat dilihat sebagai salah satu model
pemolisian kontemporer yang membawa community policing pada sistem on line. Model
pemolisian di era digital ini diharapkan mampu menerobos sekat-sekat ruang dan waktu
sehingga pelayanan-pelayanan kepolisian terutama dalam mewujudkan kamseltibcar lalu
lintas dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatf
dan mudah diakses oleh masyarakat.

6
BAB II
PEMBAHASAN

Kondisi Lalu Lintas di Indonesia

Sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2017 jumlah angka kecelakaan di seluruh
wilayah Indonesia cenderung mengalami tren kenaikan. Dari data yang dihimpun oleh
Subdit Tatib Ditgakkum Korlantas Polri, pada tahun 2015 jumlah kecelakaan sebanyak
96.234 kejadian. Sementara pada tahun 2016 meningkat menjadi 106.675 kejadian
meskipun pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 2.2% pada seluruh jenis
kecelakaan di wilayah Indonesia. Angka ini masih memungkinkan mengalami
peningkatan di tahun 2018 hingga tahun 2019 mengingat rendahnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya arti keselamatan berkendara (Potret Keselamatan Lalu
Lintas Indonesia 2018, 2018).

Penyebab utama kecelakaan yang bersumber dari kelalaian si pengemudi


disebabkan oleh ketidakwaspadaan, kecerobohan pada saat berbelok arah, tidak
menjaga jarak aman kendaraan hingga menyebabkan tabrakan beruntun, abai terhadap
sabuk keselamatan, berkendara di bawah pengaruh alkohol/narkotika dan obat terlarang;
melakukan aktifitas lain (menggunakan handphone), melawan arus lalu lintas, melampaui
batas kecepatan, dan mengabaikan hak jalur pejalan kaki. Sementara faktor lain
disebabkan oleh buruknya infrastruktur jalan, minimnya rambu lalu lintas terutama di area
blackspot / rawan kecelakaan lalu lintas.

Kecelakaan tersebut paling tinggi melibatkan sepeda motor, diikuti mobil mini bus,
truk berat seperti tangki, tronton maupun gandeng hingga sepeda. Kecelakaan yang
melibatkan sepeda motor dengan mobil selalu menjadi penyumpang terbesar angka
kematian / fatalitas, sebab sepeda motor meskipun sudah menggunakan helm sebagai
pelindung kepala namun tidak cukup untuk berarti untuk menjaga dari benturan dan
resiko terlempar dari kendaraan.

7
Gambar.1 Faktor Penyebab Terbesar Kecelakaan Lalu Lintas

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ) mengamanatkan untuk; pertama, mewujudkan dan memelihara keamanan,
keselamatan dan kelancaran serta ketertiban berlalu lintas (kamseltibcarlantas); kedua,
Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan
lalu lintas; ketiga, membangun budaya tertib berlalu lintas; keempat, Meningkatkan
kualitas pelayanan publik di bidang LLAJ.

Manajemen transportasi berbeda dengan manajemen lalu lintas. Bila dalam


manajemen lalu lintas penggunaan sistem jalan raya yang sudah ada diatur untuk
memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa perlunya penambahan maupun pembuatan
infrastruktur yang baru (Alamsyah, 2008). Sementara Manajemen Transportasi menurut
Khristy and Lall dalam (Nasution, 2015) merupakan sebuah proses perencanaan dan
pengoperasian sistem transportasi ke arah peningkatan akses dan mobilitas arus
kendaraan, barang, dan orang yang maksimal dengan menghemat sumber keuangan,
dan energi sehingga menjaga mutu lingkungan dan kehidupan atau dapat juga diartikan
sebagai konsep untuk memaksimalkan mobilitas pergerakan lalu lintas.

Pemolisian Masyarakat di Era Digital (E-Policing)

Kehadiran teknologi telah mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Dengan


kehadiran teknologi di bidang informasi utamanya dapat memberikan kemudahan bagi
masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, termasuk juga dapat membantu tugas

8
kepolisian dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat serta penegakan hukum dan pembinaan keamanan dan ketertiban
masyarakat.

Implementasi community policing di era digital dengan menggunakan internet


sebagai medianya mampu menghilangkan batas jarak dan waktu antara polisi dengan
masyarakat untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Pelayanan kepolisian pada
akhirnya akan dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel
informatif dan mudah diakses. Selain itu dapat mengurangi perilaku koruptif yang mudah
terjadi pada sektor pelayanan kepolisian karena pertemuan person to person sudah
digantikan secara online melalui e-banking ataupun Electronic Registration and
Identification (ERI).

Di era digital, manusia dan perangkat gawainya sudah tidak bisa lagi saling
berjauhan. Lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan handphone bila akan
bepergian. Gadget dan segudang aplikasi teknologi di dalamnya sudah menjadi salah
satu kebutuhan pokok bagi manusia. Untuk menjawab tantangan zaman yang
berkembang begitu pesat, maka pemolisian juga harus menyesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat di era digital. Chryshnanda (2020, p. 156) mengusung model e-policing
sebagai pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai pemolisian secara
online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat dapat terjalin dalam 24 jam
sehari dan 7 jam seminggu, tanpa batas ruang dan waktu untuk selalu dapat saling
berbagi informasi dan melakukan komunikasi.

Dalam mewujudkan pemolisian yang cepat, dekat dan bersahabat dengan


masyarakat diperlukan teknologi kepolisian yang tentunya membutuhkan beberapa
sarana infrastruktur pendukung seperti kecerdasan buatan (Artificial Inteligent). Back
Office, Aplikasi, Network untuk membangun Big Data yang melahirkan sistem One Gate
Service. Back Office merupakan pusat data komunikasi, koordinasi, pengendalian,
pengawaasan dan informasi. Sementara application merupakan bentuk model program-
program yang dapat diunduh dan di-install dalam berbagai model dan sistem, baik untuk
pendataan, pencarian, pemberian informasi, kecepatan merespon dsb. Dan network

9
merupakan jejaring secara elektronik dan manual yang harus terus menerus dibangun
atas kekuatan dari sistem-sistem pelayanan tersebut (Chrysnanda, 2018).

Big data berguna untuk mengembangkan fungsi aplikasi yang semakin cerdas
dalam menganalisa maupun menemukan solusi. Begitu pula produk yang dihasilkan
mampu memberikan petunjuk untuk prediksi, antisipasi dan solusi. Big Data akan diolah
pada back office sebagai otak pengepul data yang mampu menyajikan data yang sudah
masuk dan memprediksi serta mengantisipasi gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat (Chrysnanda, 2018). Dalam bidang lalu lintas dapat dipergunakan untuk
memprediksi area rawan kemacetan, rawan kecelakaan lalu lintas serta black spot.

Penerapan teknologi informasi dapat dijadikan sarana untuk memberikan


pelayanan yang mendasari perubahan paradigma dan esensi penting dari pemolisian
masyarakat. Berbagai kemudahan tentunya ditawarkan oleh e-Policing sebagai
pelayanan prima diantaranya adalah pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan,
pelayanan administrasi, pelayanan informasi, pelayanan hukum dan keadilan, pelayanan
sosial kemanusiaan (Chrysnanda, 2018). E-Policing bukan berarti menghapus cara cara
manual yang masih efektif dan efisien dalam menjalin kedekatan antara polisi dengan
masyarakat.

Strategi Sistem Informasi Dan Teknologi Informasi dalam E-Policing

Strategi SI menekankan pada penentuan aplikasi sistem informasi yang


dibutuhkan organisasi yang esensinya terletak pada menjawab pertanyaan “Apa?”.
Sementara Strategi Teknologi Informasi lebih menekankan pada pemilihan teknologi,
infrastruktur dan keahlian khusus yang terkait atau menjawab pertanyaan
“Bagaimana?”(Earl, 1996). Jaringan telekomunikasi sebagai aplikasi teknologi informasi
memungkinkan informasi mengalir dengan mudah dan cepat di antara Direktorat-
direktorat yang ada sebagai unsur pelaksana utama di Korlantas.

Korlantas memiliki visi yaitu terwujudnya pelayanan Kamseltibcarlantas yang


prima dan unggul, penegakkan hukum yang tegas dalam rangka meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan berlalu lintas serta terjalinnya sinergi Polisional yang proaktif
dalam rangka memantapkan Kamdagri. Untuk menentukan strategi SI/TI yang dapat

10
mendukung pencapaian visi tersebut maka perlu pemahaman tentang strategi Korlantas.
Beberapa karakteristik dari perencanaan strategis SI/TI antara lain adalah adanya misi
utama, yaitu keunggulan strategis atau kompetitif dan kaitannya dengan strategi
organisasi; adanya arahan dari eksekutif atau manajemen senior dan pengguna; serta
pendekatan utama berupa inovasi dan kombinasi pengembangan bottom up dan analisa
top down (John Ward & Joe Peppard, 2002).

Namun dalam kenyataanya sering ditemukan penerapan SI/TI kurang


berpengaruh terhadap peningkatan kinerja dan kesuksesan suatu organisasi maupun
peningkatan daya saing organisasi tersebut, tidak terlepas dari apa yang dihadapi oleh
Korlantas Polri . Hal tersebut terjadi akibat penerapan SI/TI yang hanya berfokus pada
teknologinya saja. Oleh karena itu, cara efektif untuk mendapatkan manfaat strategis dari
penerapan SI/TI adalah dengan berkonsentrasi pada kaji ulang bisnis (rethinking
business) yang diterapkan pada organisasi melalui analisis masalah yang dihadapi oleh
Korlantas Polri saat ini dan perubahan lingkungannya serta mempertimbangkan TI
sebagai bagian solusi.

Gambar 2. Model Strategi SI/TI (Ward and Peppard,2002)

Tahapan masukan terdiri dari proses sebagai berikut, yang pertama, melakukan
analisis lingkungan organisasi internal, yang mencakup aspek-aspek strategi organisasi
saat ini, sasaran, sumber daya, proses, serta budaya dan nilail dari organisasi; kedua,
melakukan analisis lingkungan organisasi eksternal, yang mencakup aspek-aspek
ekonomi, industri, dan iklim bersaing organisasi; ketiga, Analisis lingkungan SI/TI
Internal, yang mencakup kondisi SI/TI organisasi dari perspektif kinerja Promoter POLRI

11
saat ini, bagaimana kematangannya (maturity), bagaimana kontribusi terhadap kemajuan
organisasi, keterampilan sumber daya manusia, sumber daya dan infrastruktur teknologi,
termasuk juga portofolio dari SI/TI saat ini; keempat, melakukan analisis lingkungan SI/TI
Eksternal, yang mencakup tren teknologi dan peluang pemanfaatannya, serta
penggunaan SI/TI oleh kompetitor, pelanggan dan pemasok.

Sedangkan tahapan keluaran merupakan bagian yang dilakukan untuk


menghasilkan suatu dokumen perencanaan strategis SI/TI yang isinya terdiri dari (John
Ward & Joe Peppard, 2002) sebagai berikut yaitu pertama, Strategi SI Organisasi,
mencakup bagaimana setiap unit/fungsi dari organisasi akan memanfaatkan SI/TI untuk
mencapai tujuannya sesuai rumusan visi dan misi organisasi, portofolio aplikasi dan
gambaran arsitektur informasi; kedua, Strategi TI, yang mencakup kebijakan dan strategi
bagi pengelolaan teknologi dan sumber daya manusia SI/TI; ketiga, Strategi Manajemen
SI/TI, yang mencakup elemen umum yang diterapkan melalui organisasi untuk
memastikan konsistensi penerapan kebijakan SI/TI yang dibutuhkan.

Beberapa teknik/ metode analisis yang digunakan dalam perencanaan strategis


SI/TI pada metodologi ini mencakup Analisis SWOT, analisis Five Forces Competitives,
Analisis Value Chain, Metode Critical Succes Factors, metode Balanced Scorecard, dan
McFarlan’s Strategic Grid (John Ward & Joe Peppard, 2002).

Analisis Value Chain dari Ward and Peppard (2002) dilakukan untuk memetakan
seluruh proses kerja yang terjadi dalam organisasi menjadi dua kategori aktivitas, yaitu
aktivitas utama dan aktivitas pendukung. Proses kerja ini mengacu pada dokumen
organisasi yang menyebutkan tugas dan fungsi setiap unit kerja berdasarkan
pengamatan yang dilakukan terhadap proses kerja yang terjadi di masing-masing unit
kerja (Maryani dan Suparto Darudianto, 2010). Analisis Value Chain dilakukan untuk
mengetahui proses kerja dari Korlantas Polri. Dengan melihat lingkungan organisasi
secara internal, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang berfokus pada aktivitas utama
dan aktivitas pendukung.

12
Perencanaan Strategi SI/TI dalam Manajemen Transportasi pada Korlantas
Polri

Perencanaan strategi SI/TI digunakan untuk menyelaraskan kebutuhan strategi


organisasi dan Strategi SI/TI untuk mendapatkan nilai tambah dari organisasi yaitu
Korlantas Polri dari segi keunggulan kompetitif. Hasil dari Perencanaan Strategis SI/TI ini
diharapkan mampu menjawab permasalahan pemanfaatan SI/TI pada Korlantas Polri,
adapun hasil identifikasi dari perencenaan strategis sistem informasi adalah terbentuknya
portofolio aplikasi SI/TI. Perencanaan tersebut ditentukan dalam beberapa tahapan
dengan didasari konsep dari Ward dan Peppard (2002).

Tahap 1 : Menyiapkan Perencanaan Strategi SI/TI

Kegiatan ini bertujuan menginisialisasi perencanaan strategi SI/TI. Adapun hal yang
harus dipersiapkan adalah menetapkan tujuan, sasaran, ruang lingkup perencanaan
strategi SI/TI. Metodologi atau pendekatan yang digunakan dalam perencanaan strategi
SI/TI; identifikasi partisipan yang diperlukan selama proses, pembentukan tim, proses
pelatihan tim; penyusunan mekanisme manajemen dan pengarahan; perencanaan kerja,
waktu, tugas, peran dan tanggung jawab. Hal yang terpenting dalam tahap ini adalah
adanya dukungan dan komitmen dari top management.

Tahap 2 : Memahami Kebutuhan Organisasi dan Informasi

Tujuan dari tahap ini untuk menghasilkan informasi yang menggambarkan keadaan
organisasi dan SI/TI terkini yang dipergunakan oleh Korlantas Polri, kebutuhan organisasi
di masa mendatang, dan peluang pemanfaatan SI/TI dalam organisasi. Agar kegiatan
tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka diperlukan masukan dari perencanaan SI/TI
melalui beberapa proses seperti identifikasi informasi organisasi, analisis lingkungan
eksternal organisasi, analisis lingkungan internal organisasi.

Tahap 3 : Menentukan Target bagi SI/TI

Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan peluang pemanfaatan SI/TI
yang terjadi dalam memenuhi kebutuhan strategi organisasi baik secara internal maupun
eksternal, menganalisis gap kebutuhan informasi, membuat landasan kebijakan strategi
SI/TI terhadap organisasi secara keseluruhan, membuat strategi SI/TI. Masukan yang

13
diperlukan pada tahap ini adalah identifikasi kebutuhan organisasi di masa mendatang,
identifikasi peluang pemanfaatan SI/TI dan pemenuhan kebutuhan SI/TI saat ini.

Tahap 4 : Menentukan Strategi SI/TI

Tahap ini dimaksudkan untuk memilih target aplikasi yang akan dijadikan solusi strategis
SI/TI. Pemilihan tersebut dilakukan dengan memberi rangking atau peringkat terhadap
target aplikasi. Peringkat itu disusun berdasarkan kompilasi kriteria value bisnis, teknis
dan risiko. Target aplikasi dengan peringkat tertinggi akan dijadikan solusi strategi SI/TI.
Strategi yang dihasilkan adalah Strategi Manajemen dalam hal ini bisa berupa
Manajemen Transportasi, Strategi Organisasi dan Strategi SI/TI.

Tahap 5 : Rencana Implementasi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari lima tahapan yang bertujuan untuk membuat
rencana dan jadwal kerja guna megimplementasikan solusi strategis SI/TI yaitu membuat
rencana pendukung strategi SI/TI bertujuan untuk mencari detail kegiatan dan kebutuhan
dari solusi strategis guna memasukkan data pembuatan jadwal dan rencana kerja.
Kegiatan ini dapat melengkapi jadwal kerja yang telah terbentuk dengan asumsi ideal
pelaksanaan proyek berupa keadaan lingkungan eksternal dan internal serta strategi
SI/TI organisasi Korlantas Polri, sumber daya yang dimiliki, biaya dan jadwal kerja
pendukung.

Kesiapan SDM Polri (Korlantas) dalam menghadapi Pemolisian di Era Digital?

Dalam konteks pemolisian di era digital, dibutuhkan pengelolaan organisasi yang


salah satunya adalah capacity building atau pembangunan kapasitas bagi institusi
(Dwilaksana, 2020). Kondisi ini menuntut SDM yang unggul dari segenap personel Polri.
Polisi harus mau mengubah dirinya, mengikuti perubahan di era digital (Boeriswati et al.,
2023).

Melalui pembelajaran era industri 4.0. sebagai pola pembelajaran yang dapat
memperluas wawasan anggota Polri diperlukan beberapa kemampuan pendukung
seperti; Pertama, Kemampuan mengantisipasi (anticipate). Pembelajaran dilaksanakan
untuk menyiapkan personel Polri dapat mengantisipasi perkembangan teknologi yang
begitu cepat. Kedua, kemampuan dalam hal mengerti dan mengatasi situasi (scope).

14
Mengembangkan kemampuan dan sikap personel Polri untuk dapat menangani dan
berhadapan dengan situasi baru. Membuang jauh resistensi terhadap perubahan.

Ketiga, Kemampuan untuk mengakomodasi (accomodate) perkembangan


teknologi yang pesat dan segala perubahan yang ditimbulkannya. Dalam mengatasi dan
mengakomodasi perlu dikembangkan sikap bahwa segenap anggota Polri tidak larut oleh
perubahan, tetapi ia harus mampu mengikuti dan mengendalikan perubahan agar
tumbuh menjadi suatu yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan. Keempat,
Kemampuan untuk mereorientasi (reorient). Persepsi dan wawasan kita tentang dunia
perlu diorientasikan kembali karena perkembangan teknologi dan perubahan sosial yang
cepat (Elphick, 2012).

Dalam aspek inilah Ilmu Kepolisian sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji
fungsi kepolisian diwujudkan. Melalui seperangkat kegiatan operasional kepolisian yang
terwujud dari kegiatan operasional kepolisian yang dilakukan secara simultan. Kegiatan
tersebut tentunya harus ditata melalui sebuah mekanisme kerja yang sistematis, memiliki
keteraturan dan adanya kepastian (inward looking) (Dahniel & Dwilaksana, 2015).

15
BAB III
PENUTUP
Kemacetan merupakan suatu hal yang lazim ditemui di kota-kota besar di
Indonesia, seiring dengan kemajuan zaman maka dampaknya adalah perubahan
teknologi yang turut berdampak pada perubahan perilaku manusia. Kemacetan akan
tetap menjadi misteri yang sulit terpecahkan manakala pertumbuhan kendaraan yang
tidak terbendung sebagai dampak industrialisasi tidak sebanding dengan pertumbuhan
ruas jalan yang tidak bertambah secara signifikan. Polri tidak boleh abai terhadap
permasalahan lalu lintas ini, bersama dengan pemangku kepentingan terkait strategi
pemecahan masalah baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang
harus segera disusun. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan teknologi dalam
melakukan manajemen transportasi. Polri, dalam hal ini Korlantas Polri telah melakukan
berbagai langkah inovatif dan kreatif dalam bidang pelayanan dengan implementasi
teknologi kepolisian yang imparsial dan mendukung Back Office, Aplikasi, Network untuk
membangun Big Data yang melahirkan sistem One Gate Service.

Pemanfaatan aplikasi dan program berbasis Teknologi Informasi saja tidak cukup
untuk menyelesaikan sekelumit permasalahan di bidang transportasi dan lalu lintas ini,
perlu dilengkapi dengan Strategi SI/TI yang tujuannya jelas. Yaitu untuk memanfaatkan
secara optimum penggunaan TI sebagai komponen utama Sistem Informasi dalam
organisasi. Perencanaan Strategi SI/TI ini menjadi penting sebab sumber daya manusia
yang dimiliki oleh Korlantas terbatas baik dari aspek kuantitas dan terutama kualitas.

Suatu perencanan strategis Sistem Informasi dan Teknologi Informasi yang


tersusun dari beberapa tahapan yaitu menyiapkan Perencanaan Strategi SI/TI,
Memahami Kebutuhan Organisasi dan Informasi, Menentukan Target bagi SI/TI,
Menentukan Strategi SI/TI, dan Rencana Implementasi. Apabila hal ini dapat
dimplementasikan dalam manajemen transportasi pada pemolisian di era digital (e-
policing) akan dapat meningkatkan kamseltibcar lantas di Indonesia. Tujuan akhirnya
adalah memberikan pelayanan yang berbasiskan teknologi digital yang mampu
memberikan harapan baru bagi masyarakat yang tidak ingin menua atau mati di jalanan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dahniel, R. A., & Dwilaksana, C. (2015). Ilmu Kepolisian. Jakarta: PTIK Press.

Dwilaksana, C. (2009). Polisi Penjaga Kehidupan. Jakarta: YPKIK.

Eck, J., & La Vigne, N. (1994). Using Research: A Primer for Law Enforcement Managers.
Washington DC: Police Excecutive Research Forum.

Nasution, M. (2015). Manajemen Transportasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Chrysnanda. (2018). Electronic Policing Modernisasi Pemolisian di Era Digital. Jakarta.

John Ward & Joe Peppard. (2002). Strategic Planning for Information System 3rd Edition.
London: John Wiley & Sons Ltd.

Maryani dan Suparto Darudianto. (2010). Perancangan Rencana Strategis Sistem


Informasi dan Teknologi Informasi : Studi Kasus STMIK XYZ. Jurnal CommIT Bina
Nusantara University Volume 4 No.2, 77-85.

Potret Keselamatan Lalu Lintas Indonesia 2018. (2018). Jakarta: DitGakkum Korlantas
Polri.

Alamsyah, A. A. (2008). Rekayasa Lalu Lintas. Malang: UMM Press.

Dwilaksana, C. (2020). Dialog Ilmu Kepolisian. Jakarta: YPKIK.

Earl, M. (1996). Management Strategies for Information Technology. Prentice Hall.

Publikasi Ilmiah

Boeriswati, E., Nurhattati, & Aziz Muslim, M. (2023). Urgensi Pengembangan Kurikulum
STIK untuk Menghasilkan SDM Polri yang Unggul dan Berkualitas. Jurnal Ilmu
Kepolisian, 17(1), 74–87.

Elphick, C. (2012). Building trust in digital policing: A scoping review of community policing
apps. Journal of Community Policing.

Anda mungkin juga menyukai