Anda di halaman 1dari 7

ENZIM

What do you think?


Bagaimana tubuh manusia dapat menjalankan semua aktifitas kehidupan?

Metabolisme (dari bahasa Yunani, metabole = ‘berubah’), merupakan suatu rangkaian atau proses
yang terarah dan teratur di dalam sel tubuh melalui reaksi-reaksi kimiawi, sehingga diperlukan atau
dihasilkan bahan-bahan tertentu seperti unsur, molekul, senyawa, atau energi.
Berdasarkan proses dan hasilnya, metabolisme dibedakan menjadi dua yaitu katabolisme dan
anabolisme. Sebagaimana telah kalian ketahui bahwa katabolisme adalah proses perombakan
senyawa-senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui reaksi-reaksi
kimiawi, sehingga dihasilkan energi (reaksi eksergenik). Sementara itu, anabolisme adalah proses
pembentukan senyawa-senyawa kompleks dari senyawa-senyawa yang lebih sederhana melalui
reaksi-reaksi kimiawi sehingga diperlukan adanya energi (reaksi endergonik). Enzim merupakan
senyawa organik yang tersusun oleh protein (spesialisasi protein) untuk menjalankan proses-proses
biokimiawi dalam sisitem hayati. Dengan demikian, reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh, baik
anabolisme maupun katabolisme selalu melibatkan enzim.

Pengertian enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang diproduksi oleh sel-sel makhluk hidup dan berfungsi
sebagai biokatalisator. Enzim meningkatkan laju reaksi metabolisme tetapi tidak ikut bereaksi.
Peningkatan laju reaksi yang terjadi paling kecil adalah 10 pangkat 6 kali dibandingkan jika tidak
dikatalisis.
Zat-zat yang dipengaruhi enzim disebut substrat. Sedangkan hasil reaksinya disebut produk. Nama
enzim pada umumnya sesuai dengan nama substratnya dan diberi akhiran ase. Contohnya lipase,
selulase, dan amilase.

Penggolongan Enzim
Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan 2 macam, yaitu sebagai berikut
1.Enzim intraseluler, adalah enzim yang bekerja di dalam sel, contohnya katalase. Enzim katalase
mampu menguraikan senyawa hidrogen peroksida yang merupakan racun bagi sel-sel tubuh menjadi
senyawa H2O dan O2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tubuh. Hidrogen peroksida merupakan
produk dari reaksi transpor pada respirasi aerob yang setiap saat dapat terbentuk. Pada hewan dan
manusia, katalase banyak ditemukan dalam sel-sel hati, jantung, ginjal, sumsum tulang, membran
mukosa, dan darah. Sementara itu, pada sel tumbuhan, katalase banyak ditemukan pada sel umbi
kentang, kecambah, dan pucuk daun.
2. Enzim ekstraseluler adalah enzim yang bekerja di luar sel. Contohnya enzim-enzim pencernaan
yang diekskresikan oleh organ pencernaan (pepsin, renin, atau lipase yang diekskresikan oleh
lambung). Enzim ekstraseluler tersebut mempengaruhi bahan makanan di dalam rongga organ
pencernaan, dengan kata lain terjadi di luar sel-sel.

Komponen enzim
Sebagian besar enzim tersusun oleh dua bagian, yaitu bagian yang berupa protein, disebut
apoenzim dan bagian non protein yang disebut kofaktor. Ada juga beberapa enzim yang hanya terdiri
dari komponen protein saja. Kofaktor dapat berupa molekul anorganik maupun molekul organik.
Molekul anorganik berupa mineral seperti ion Fe, ion Zn, dan ion Mn. Molekul organik misalnya
NAD+, vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin. Kofaktor yang berupa molekul organik disebut koenzim,
sedangkan kofaktor yang berupa molekul anorganik disebut gugus prostetik. Apoenzim dan koenzim
yang bersatu membentuk enzim yang lengkap, disebut holoenzim.

Fungsi dan Cara Kerja Enzim


Di dalam reaksi kimia, antara suatu bahan (zat, unsur, molekul atau senyawa) yang satu dapat
mengadakan reaksi dengan bahan (zat, unsur, molekul atau senyawa) yang lain sehingga dihasilkan
suatu senyawa yang baru. Hal tersebut terjadi di dalam proses metabolisme, sehingga dihasilkan
bahan yang diperlukan untuk tubuh. Nah, dalam proses metabolisme tersebut, tentunya diperlukan
waktu tertentu untuk dapat mengubah bahan baku menjadi bahan yang baru (produk).
AB + CD→AC + BD
(reaktan) (produk)
Selama terjadi reaksi kimia tersebut, diperlukan adanya suatu bahan yang berperan dalam mengatur
waktu untuk terjadinya reaksi yaitu enzim. Enzim tersebut diperlukan untuk mempercepat terjadinya
reaksi kimia (katalis), sehingga enzim
disebut sebagai katalisator. Enzim yang berperan untuk mempercepat reaksi kimia dalam
metabolisme suatu sistem hayati atau organisme disebut sebagai biokatalisator. Molekul-molekul
yang dikatalis oleh enzim dinamakan substrat.
Reaktan memerlukan energi (panas) untuk memutuskan ikatan-ikatan antar atomnya, sehingga
atom-atom tersebut dapat membentuk ikatan baru (produk). Energi bebas yang diperlukan untuk
memutuskan ikatan ini disebut energi aktivasi (EA), sedangkan perbedaan antara energi bebas
produk dengan energi bebas reaktan disimbolkan dengan ΔG.

Reaksi kimia yang dikatalis oleh enzim, menunjukkan bahwa reaksi tersebut membutuhkan energi
untuk reaksi lebih sedikit dibanding reaksi yang tidak dikatalis oleh enzim. Oleh karena itu, enzim
berperan penting dalam menurunkan energi aktivasi untuk memulai suatu reaksi, sehingga reaksi
dapat berjalan sangat cepat, efisien, dan tidak menimbulkan suhu yang tinggi.

a. Model Gembok – Kunci (Lock and Key)


Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Fisher. Menurutnya, enzim bagaikan sebuah
gembok, memiliki bagian yang berhubungan dengan kunci yang disebut lubang kunci. Bagian lubang
kunci ini diibaratkan sebagai sisi aktif enzim, yaitu suatu tempat yang spesifik untuk mengikat
substratnya. Substrat digambarkan sebagai sebuah kunci. Mata kunci memiliki struktur yang khas
dan cocok dengan struktur lubang kunci pada gembok. Kunci tertentu hanya cocok dengan gembok
tertentu, artinya enzim tertentu hanya bekerja pada substrat tertentu. Apabila sisi aktif bergabung
dengan substrat maka enzim tidak aktif lagi. Bergabungnya enzim dengan substrat membentuk
kompleks enzim substrat. Kompleks enzim substrat digambarkan sebagai gembok dimana pada
lubang kuncinya terdapat kunci. Setelah reaksi berlangsung, kompleks enzim substrat lepas dan
terbentuklah produk.
Pada sistem kerja enzim, enzim tidak pernah ikut bereaksi karena setelah terbentuk produk, enzim
akan terlepas dan dapat menjalankan fungsi enzim untuk berikatan dengan substrat lain yang
sesuai. Artinya, enzim tidak akan diubah menjadi produk atau enzim hanya berperan sebagai
perantara dalam membentuk produk. Produk tersebut berasal dari substrat yang telah bereaksi.

Berikut adalah persamaan reaksi enzimatis sederhana:


"Enzim+substrat⇋Kompleks enzim"-"substrat⇋enzim-produk⇋enzim+produk"

b. Teori Ketepatan Induksi (Induced Fit Theory)


Teori ini menyatakan bahwa enzim memiliki sisi aktif yang mudah menyesuaikan dengan bentuk
substratnya. Dengan kata lain, bentuk sisi aktif enzim bersifat fl eksibel. Pada saat substrat bertemu
dengan enzim, maka sisi aktif enzim berubah sedemikian rupa sehingga cocok dengan substrat dan
terbentuklah kompleks enzim substrat. Setelah terjadi reaksi dan produk telah terbentuk, enzim akan
lepas. Pada saat ini tidak menutup kemungkinan, substrat lain bergabung dengan enzim. Pada saat
ini pula enzim tidak aktif lagi.

Sifat-sifat enzim
Setiap struktur (senyawa maupun molekul tertentu) yang berbeda, selalu mempunyai sifat-sifat khas
masing-masing. Sebelumnya, kalian telah mengetahui bahwa enzim sebagai biokatalisator. Selama
menjalankan fungsinya tersebut, enzim memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Enzim sebagai biokatalisator suatu reaksi
Biokatalisator merupakan salah satu sifat spesifik dari enzim. Artinya, enzim dapat mempercepat
suatu reaksi namun tidak ikut bereaksi. Contoh: saat amilase mempercepat reaksi perombakan
amilum, amilase tidak bereaksi dengan substrat menjadi bentuk lain (bentuknya tetap), sehingga
amilase dapat berfungsi kembali.
b. Enzim bekerja secara khusus
Enzim bersifat sangat spesifik, artinya enzim hanya bekerja pada substrat tertentu saja, tidak dapat
untuk sembarang substrat. Enzim tertentu hanya mengkatalis reaksi kimia tertentu pula. Contoh:
enzim ptialin mengkatalis reaksi pengubahan zat tepung menjadi maltosa. Dengan demikian, enzim
ptialin hanya bekerja pada substrat zat tepung (amilum) meskipun dalam mulut ada protein dan
lemak. Enzim katalase bekerja pada substrat H2O2 (hydrogen peroksida). H2O2 diuraikan oleh
katalase menjadi H2O dan O2 (produk).
c. Enzim dapat bekerja secara bolak balik (reversibel)
Sebagian besar reaksi kimia dalam tubuh organisme (biokimiawi) bersifat reversibel. Demikian juga
kerja enzim sebagai biokatalisator. Artinya, enzim dapat menguraikan suatu senyawa dan juga dapat
menyusun senyawa itu kembali. Dengan demikian, enzim tidak mempengaruhi arah suatu reaksi.
Contoh: enzim lipase mengubah gliserol dan asam lemak menjadi lemak. Enzim lipase juga dapat
mengubah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
d. Wujud enzim adalah koloid
Secara keseluruhan, enzim merupakan protein. Oleh karena itu, enzim dapat membentuk koloid.
e. Enzim rusak jika kena panas
Komponen protein penyusun enzim akan sangat menentukan sifat enzim. Salah satu sifat dari
protein adalah tidak tahan terhadap panas (termolabil). Apoenzim bersifat termolabil. Oleh karena itu,
enzim akan rusak jika terkena panas atau suhu yang tinggi. Kerusakan enzim akibat suhu tersebut
dinamakan denaturasi. Pada suhu di atas 50derajat celcius, enzim akan mengalami denaturasi.
Enzim yang telah rusak menyebabkan aktivitas atau fungsi enzim hilang. Denaturasi bersifat
irreversibel.Walaupun suhunya diturunkan atau dinormalkan, enzim yang rusak tidak akan dapat
berfungsi kembali.
f. Enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya
Struktur dan mekanisme kerja enzim yang terdapat di dalam sel dapat dipelajari secara mendalam
melalui suatu teknik khusus. Enzim yang akan dipelajari tersebut dapat diekstraksi dari sel yang
memproduksinya tanpa kehilangan aktivitas katalitiknya.

Faktor yang mempengaruhi kerja enzim


Kerja enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: adanya zat pengaktif (aktivator),
suhu, hasil akhir, pH, konsentrasi enzim atau substrat, dan inhibitor. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Zat-zat pengaktif (aktivator)
Zat-zat kimia tertentu dapat memacu atau mengaktifkan kegiatan enzim. Aktivator merupakan
molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan substrat. Biasanya saat ini bergabung
dengan enzim pada tempat yang disebut Sisi alosterik sehingga disebut efektor alosterik.
Penggabungan antara efektor alosterik dan enzim menyebabkan perubahan pada bentuk molekul
enzim sehingga sisi aktif enzim cocok dengan substrat dan kerja enzim menjadi lebih efektif. Contoh:
ion klorida yang mengakibatkan amilase dalam saliva.

b. Suhu
Setiap enzim dapat bekerja dengan efektif pada suhu tertentu dan aktivitasnya akan berkurang jika
berada pada kondisi di bawah atau di atas titik tersebut. Kondisi yang menyebabkan kerja enzim
menjadi efektif ini disebut kondisi optimal. Sebagian besar enzim pada manusia mempunyai suhu
optimal yang mendekati suhu tubuh (35 -40 derajat Celcius). Pada suhu tinggi (>55 derajat Celcius),
enzim dapat rusak dan pada suhu rendah (0 derajat Celcius), enzim menjadi tidak aktif. Suhu yang
tidak sesuai tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan bentuk sisi aktif enzim. Sifat enzim
yang tidak tahan panas atau dapat berubah karena pengaruh suhu ini disebut termolabil.

c. pH
Selain suhu, faktor lingkungan yang mempengaruhi kerja enzim adalah derajat keasaman (pH).
Sebagaimana faktor suhu, enzim juga mempunyai pH tertentu agar dapat bekerja secara efektif.
Enzim dapat bekerja optimal pada pH netral (pH = 7), pH basa (>7) atau pH asam (<7) tergantung
pada jenis enzim masing-masing.Enzim pencerna protein misalnya, mempunyai pH paling optimal 1-
2 (misalnya enzim yang dihasilkan dalam lambung seperti renin dan pepsin), sedangkan enzim
pencernaan yang lain mempunyai pH optimal 8 (misalnya enzim yang dihasilkan usus halus seperti
maltase erepsin, dan sukrase). Enzim yang optimal pada pH netral misalnya Ptialin pada mulut.
Pada pH tertentu, enzim dapat mengubah substrat menjadi hasil akhir. Kemudian, apabila pH
tersebut diubah, enzim dapat mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat.

d. Hasil akhir
Hasil akhir merupakan senyawa baru sebagai hasil pembentukan maupun penguraian reaktan.
Apabila hasil akhir ini banyak, enzim akan sulit bergabung dengan substrat sehingga reaksi kimianya
berlangsung lambat.
e. Konsentrasi enzim
Konsentrasi enzim yang tinggi akan mempengaruhi kecepatan reaksi secara linear (kecepatan
bertambah secara konstan). Dapat dikatakan bahwa hubungan antara konsentrasi enzim dengan
kecepatan reaksi enzimatis berbanding lurus. Kecepatan reaksi suatu enzim satu dengan yang lain
berbeda-beda meskipun mempunyai konsentrasi enzim yang sama. Konsentrasi enzim yang sangat
tinggi dalam suatu sistem yang kompleks akan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi.

f. Konsentrasi substrat
Pada konsentrasi substrat yang rendah, kenaikan substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatis hampir secara linear. Jika konsentrasi substrat tinggi, maka peningkatan kecepatan reaksi
enzimatis akan semakin menurun sejalan dengan peningkatan jumlah substratnya. Kecepatan
maksimum (Vmax) reaksi enzimatis ditunjukkan dengan garis mendatar yang menggambarkan
peningkatan kecepatan reaksi yang rendah seiring penambahan konsentrasi substrat.

g. Inhibitor
Suatu zat tertentu yang dapat menghalangi kerja enzim ini disebut inhibitor. Zat-zat penghambat
(inhibitor) berupa zat-zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim. Contoh: garam-garam logam
berat seperti air raksa, iodium-asetat, fluorida, sianida, azida, dan karbon monoksida.

Inhibitor dibedakan menjadi inhibitor reversibel dan inhibitor irreversibel. Inhibitor irreversibel,
merupakan inhibitor yang berikatan dengan sisi aktif enzim secara kovalen sehingga mempunyai
ikatan yang kuat dan tidak dapat terlepas. Hal tersebut menyebabkan enzim menjadi tidak aktif dan
tidak dapat kembali seperti semula. Inhibitor reversible, merupakan inhibitor yang berikatan dengan
enzim secara lemah. Artinya inhibitor dapat terlepas kembali dari enzim sehingga Enzim dapat
kembali aktif seperti semula. Inhibitor reversibel meliputi inhibitor reversibel kompetitif dan inhibitor
reversibel non kompetitif.
1) Inhibitor kompetitif
Zat penghambat ini mempunyai struktur yang mirip dengan substrat. Oleh karena itu, zat
penghambat dan substrat bersaing untuk dapat bergabung dengan enzim membentuk kompleks
enzim- substrat. Selain menghambat ikatan antara enzim dengan substrat, inhibitor dapat
menghambat penguraian dan pembentukan senyawa baru. Inhibitor berikatan lemah (ikatan ion)
dengan enzim pada sisi aktifnya sehingga inhibitor ini bersifat reversibel. Dengan menambah
kepekatan substrat, inhibitor tidak mampu lagi bergabung dengan enzim. Contoh inhibitor kompetitif
yaitu asam malonat, yang menghambat ikatan antara enzim dengan asam suksinat.

2) Inhibitor non-kompetitif
Pada umumnya, inhibitor ini tidak memiliki struktur yang mirip dengan substrat dan bergabung
dengan enzim pada bagian selain sisi aktif enzim. Jika inhibitor ini bergabung dengan enzim maka
akan mengubah bentuk sisi aktif enzim. Dengan demikian, bentuk sisi aktif tidak sesuai lagi dengan
bentuk substrat (ingat model kerja enzim teori gembok– kunci). Contoh inhibitor non-kompetitif,
antara lain: pestisida (DDT) dan paration yang menghambat kerja enzim dalam sistem syaraf, serta
antibiotik dan penisilin pada sel bakteri.
Berbeda dengan dua macam inhibitor yang lain, inhibitor irreversible melekat pada sisi aktif enzim
dengan sangat kuat (ikatan kovalen) sehingga tidak dapat lepas dari enzim (irreversibel). Akibatnya,
enzim menjadi tidak aktif.

Anda mungkin juga menyukai