Anda di halaman 1dari 95

UJI ANTIBAKTERI BUBUK KULIT PISANG BARANGA

N (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, DAN 20% TERHA


DAP BAKTERI Streptococcus mutans

LAPORAN HASIL PENELITIAN

AULIA NISA ARRAHMA


200600056

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2024
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Mat

erial dan Teknologi Kedokteran Gigi

Tahun 2024

Aulia Nisa Arrahma

Uji Antibakteri Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa Acuminata L.) 5


%, 10%, 15%, dan 20% Terhadap Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 2
5175™.

xii+72 halaman

Streptococcus adalah bakteri anaerobik fakultatif yang mampu memfermentasi


kan karbohidrat, menghasilkan asam, menurunkan pH permukaan gigi dan menyeba
bkan demineralisasi sehingga terjadi karies. Kulit pisang barangan (Musa acuminata
L.) memiliki senyawa flavonoid, tanin, dan saponin yang dapat berfungsi sebagai anti
bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui zona hambat, kadar hambat minim
um (KHM), dan kadar bunuh minimum (KBM) dari bubuk kulit pisang barangan den
gan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap bakteri Streptococcus mutans AT
CC® 25175™. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris,
dengan melakukan pengujian bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)
dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans ATCC® 25175TM. Besar sampel yang digunakan ialah 4 dengan
pembagian 7 kelompok (bubuk kulit pisang barangan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan
20%, fluor, kontrol positif dan kontrol negatif). Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah ada pengaruh bubuk kulit pisang barangan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%,
dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM. Pene
litian ini menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer untuk menentukan nilai K
adar Hambat Minimum (KHM),
kemudian dengan metode streaking dari pengujian KHM untuk menentukan nil
ai Kadar Bunuh Minimum (KBM). Hasil penelitian didapatkan rata-rata diameter zo
na hambat pada konsentrasi 20%, 15%, 10%, dan 5% adalah 13,7 mm; 13,4 mm; 10,
45 mm; 0 mm. Nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) bubuk kulit pisang barangan
(Musa acuminata L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175™ adala
h konsentrasi 10%. Jumlah rata-rata koloni bakteri untuk konsentrasi 5% adalah
4570±161.39 CFU/ml, konsentrasi 10% adalah 1716.75±48.66 CFU/ml, konsentrasi
15% adalah 129.75±7.8 CFU/ml, konsentrasi 20% adalah 62±9.8 CFU/ml, fluor
adalah 4087.7± 117.7 CFU/ml, kontrol negatif adalah 4919.5± 439.0 CFU/ml, kontrol
positif adalah 0 CFU/ml. Uji Oneway ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yan
g signifikan (p>0,05) antar kelompok. Uji Post-Hoc LSD menunjukkan terdapat perb
edaan yang signifikan antara ke untuk mengetahui perbedaan nilai KHM dan KBM a
ntar kelompok yang signifikan setiap konsentrasi. Nilai Kadar Bunuh Minimum
(KBM) bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175™ tidak ditemukan.
Faculty of Dentistry Department of Dental Mat

erials Science and Technology

2024

Aulia Nisa Arrahma

Antibacterial Test of Barangan Banana Peel Powder (Musa acuminata L.) 5%,
10%, 15%, and 20% Against Streptococcus mutans ATCC® 25175™
xii+ 72 pages

Streptococcus is a facultative anaerobic bacterium capable of fermenting carbo


hydrates, producing acid, lowering the pH of the tooth surface and causing demineral
ization resulting in caries.
Barangan banana peel (Musa acuminata L.) has flavonoid, tannin, and saponin
compounds that can function as antibacterials. This study aims to determine the inhi
bition zone, minimum inhibitory concentration (MIC), and minimum bactericidal co
ncentration (MBC) of barangan banana peel powder with concentrations of 5%, 10
%, 15%, and 20% against Streptococcus mutans ATCC® 25175™ bacteria. This typ
e of research is laboratory experimental research, by testing barangan banana peel po
wder (Musa acuminata L.) with concentrations of 5%, 10%, 15%, and 20% against t
he growth of Streptococcus mutans ATCC® 25175TM bacteria.
The sample size used was 4 with the division of 7 groups (banana peel powder
concentrations of 5%, 10%, 15% and 20%, fluorine, positive control and negative co
ntrol). This study aims to see if there is an effect of barangan banana peel powder wi
th concentrations of 5%, 10%, 15%, and 20% on the growth of Streptococcus mutans
ATCC® 25175TM bacteria. This study uses the Kirby-Bauer disc diffusion
method to determine the value of the minimum inhibitory concentration (MIC
) then with the streaking method from MIC testing to determine the value of the min
imum bactericidal concentration (MBC). he results showed that the average diamete
r of the inhibition zone at concentrations of 20%, 15%, 10%, and 5% were 13.7 mm;
13.4 mm; 10.45 mm; 0 mm. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of b
arangan banana peel powder (Musa acuminata L.) against Streptococcus mutans AT
CC® 25175™ bacteria is 10% concentration. The average number of bacterial colon
ies for 5% concentration was 4570±161.39 CFU/ml, 10% concentration was 1716.75
±48.66 CFU/ml, 15% concentration was 129.75±7.8 CFU/ml, 20% concentration wa
s 62±9.8 CFU/ml, fluorine was 4087.7± 117.7 CFU/ml, negative control was 4919.5
± 439.0 CFU/ml, positive control was 0 CFU/ml.
Oneway ANOVA test showed there was a significant difference (p>0.05) betw
een groups. Post-Hoc LSD test showed there was a significant difference between to
determine the difference in MIC and MBC values between significant groups of each
concentration. The value of the minimum bactericidal concentration (MBC) of Stre
ptococcus mutans ATCC® 25175™ bacteria was not found.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan Tim Penguji skripsi

Medan, ...................................
Pembimbing : Tanda Tangan

Astrid Yudhit, drg., M.Si ................................................


NIP : 197811302005012001
TIM PENGUJI
Skripsi ini dipertahankan di hadapan Tim Penguji
pada tanggal .................

TIM PENGUJI

KETUA : drg. Kholidina Imanda Harahap, M.DSc


ANGGOTA : drg. Yendriwati M.Kes., Sp.OF
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa atas rahm
at dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji
Antibakteri Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa Acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan
20% Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Atcc® 25175™” sebagai salah satu syar
at untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Uni
versitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan da


n juga bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan h
ati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Essie Octiara, drg., Sp. KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Uni
versitas Sumatera Utara.
2. Astrid Yudhit, drg., M.Si., selaku Ketua Departemen Ilmu Material dan Tekn
ologi Kedokteran Gigi FKG USU, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah ber
sedia memberikan dan meluangkan waktu, tenaga, dan kesabaran dalam membimbing,
diskusi, dan memberikan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini den
gan baik.
3. Kholidina Imanda Harahap, drg., M.DSc., dan drg. Yendriwati M.Kes., Sp.OF
selaku dosen penguji atas bimbingan dan arahannya yang telah memberikan masukan
dan saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes., Sumadhi S, drg., Ph.D., Rusfian, drg., M.Ke
s., dan Sefty Aryani Harahap, drg., M.Kes selaku staf pengajar Departemen Ilmu Mat
erial dan Teknologi FKG USU yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Febby Revita Sari, drg., M.Dsc selaku dosen pembimbing akademik dan staf
pengajar Departemen Ilmu Material dan Teknologi yang telah memberikan nasihat, bi
mbingan, dan arahan selama penulis menjalani pendidikan di FKG USU.

viii
6. Apt. Asyrun A Lubis, S.Farm., M.Farm selaku Kepala Laboratorium
Penelitian Cendekia dan Evita Mayasari, dr., M.Kes., Ph.D selaku Kepala L
aboratorium Mikrobiologi FK USU yang telah memberikan arah dan izin un
tuk melaksanakan penelitian di laboratorium.
7. Orang tua penulis, Ayahanda Lisnar Manaf, S.K.M., M.P.H dan Ibu
nda Ns. Elmukhsinur, S.Kep., M.Biomed yang telah merawat dan membesa
rkan penulis serta selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang dan sem
angat yang tidak pernah berhenti kepada penulis.
8. Rangga Suganda, S.H., M.H yang dengan tulus membantu dan mem
beri dukungan dalam berbagai bentuk selama penulisan skripsi ini berlangsu
ng.
9. Keluarga, teman, dan senior yang terkasih yang tidak dapat disebutk
an satu per satu, yang telah memberikan banyak semangat, dukungan, perha
tian dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kek
urangan, maka dengan kerendahan hati penulis memohon maaf apabila terd
apat kesalahan selama pelaksanaan penulisan skripsi. Penulis mengharapka
n kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk menghasilka
n karya yang lebih baik lagi kemudian hari. Akhir kata, penulis mengucapka
n terima kasih dan berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengemba
ngan Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi serta bagi masyarakat.

Medan, Februari 2024

Penulis

(Aulia Nisa Arrahma)


200600056
DAFTAR ISI
Halaman

ix
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
PERNYATAAN PERSETUJUAN
TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR

viii
DAFTAR ISI

x
DAFTAR TABEL

xiii
DAFTAR GAMBAR

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

xvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1
1.1. Latar Belakang
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
4
1.4. Hipotesis Penelitian
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
4

x
1.5. Manfaat Penelitian
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

5
2.1. Karies Gigi
............................................................................................................
............................................................................................................
5
2.1.1. Definisi Karies Gigi
...................................................................................................
...................................................................................................
5
2.1.2. Etiologi Karies Gigi
...................................................................................................
...................................................................................................
5
2.1.3. Patogenesis karies gigi
...................................................................................................
...................................................................................................
7
2.2. Antibakteri
............................................................................................................
............................................................................................................
8
2.3. Streptococcus mutans
............................................................................................................
............................................................................................................
10
2.3.1. Morfologi Streptococcus mutans
...................................................................................................
...................................................................................................
11
2.3.2. Taksonomi Streptococcus mutans
...................................................................................................

xi
...................................................................................................
11
2.3.3. Virulensi Streptococcus mutans
...................................................................................................
...................................................................................................
12
2.4. Pisang Barangan
............................................................................................................
............................................................................................................
13
2.4.1. Taksonomi pisang barangan
...................................................................................................
...................................................................................................
14
2.4.2. Kandungan kulit pisang barangan
...................................................................................................
...................................................................................................
14
2.5. Pembuatan Bubuk Kulit Pisang Barangan
............................................................................................................
............................................................................................................
16
2.6. Pengukuran Aktivitas Antibakteri
............................................................................................................
............................................................................................................
16
2.6.1. Metode difusi cakram Kirby-Bauer
...................................................................................................
...................................................................................................
16
2.6.2. Metode difusi sumuran (Agar well diffusion method)
...................................................................................................
...................................................................................................
16
2.6.3. Metode difusi agar strip (E-test)
...................................................................................................
...................................................................................................
16

xii
2.6.4. Metode dilusi cair (Broth dilution methods)
...................................................................................................
...................................................................................................
17
2.6.5. Metode dilusi padat
...................................................................................................
...................................................................................................
17
2.7. Kategori Daya Hambat Antibakteri
............................................................................................................
............................................................................................................
18
2.8. Kerangka Teori
............................................................................................................
............................................................................................................
19
2.9. Kerangka Konsep
............................................................................................................
............................................................................................................
20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

21
3.1. Jenis Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
21
3.2. Rancangan Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
21
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
21
3.3.1. Lokasi penelitian
...................................................................................................

xiii
...................................................................................................
21
3.3.2. Waktu penelitian
...................................................................................................
...................................................................................................
21
3.4. Sampel dan Besar Sampel
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
21
3.4.1. Sampel penelitian
...................................................................................................
...................................................................................................
21
3.4.2. Besar sampel
...................................................................................................
...................................................................................................
22
3.4.3. Kriteria inklusi
...................................................................................................
...................................................................................................
23
3.4.4. Kriteria ekslusi
...................................................................................................
...................................................................................................
23
3.5. Kriteria ekslusi
............................................................................................................
............................................................................................................
23
3.5.1. Variable bebas
...................................................................................................
...................................................................................................
23
3.5.2. Variable terikat
...................................................................................................
...................................................................................................
24

xiv
3.5.3. Variable terkendali
...................................................................................................
...................................................................................................
24
3.5.4. Variable tidak terkendali
...................................................................................................
...................................................................................................
24
3.6. Definisi Operasional
............................................................................................................
............................................................................................................
24
3.7. Alat dan Bahan Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
25
3.7.1. Alat penelitian
...................................................................................................
...................................................................................................
25
3.7.2. Bahan penelitian
...................................................................................................
...................................................................................................
26
3.8. Prosedur Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
27
3.8.1. Pembuatan bubuk kulit pisang barangan
...................................................................................................
...................................................................................................
27
3.8.2. Pengenceran bubuk kulit pisang barangan
...................................................................................................
...................................................................................................
28
3.8.3. Sterilisasi alat dan bahan
...................................................................................................

xv
...................................................................................................
29
3.8.4. Sterilisasi alat dan bahan
...................................................................................................
...................................................................................................
29
3.8.5. Pembuatan media Mueller Hinton Broth (MHB)
...................................................................................................
...................................................................................................
29
3.8.6. Pembuatan standard kekeruhan larutan McFarland
...................................................................................................
...................................................................................................
29
3.8.7. Pembuatan suspensi bakteri Streptococcus mutans
ATCC 25175
.........................................................................................
.........................................................................................
30
3.8.8. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan
Zona Hambat
........................................................................................
........................................................................................
30
3.8.9. Penentuan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM)
...................................................................................................
...................................................................................................
30
3.9. Pengolahan dan Analisi Data
............................................................................................................
............................................................................................................
36
3.10. Etika Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
36
3.10.1. Kelayakan etik (Ethical Clearence)
...................................................................................................

xvi
...................................................................................................
36
3.11. Alur Penelitian
............................................................................................................
............................................................................................................
36

BAB 4 HASIL PENELITIAN

37
4.1. Pengamatan Diameter Zona Hambat dan Kadar Hambat Minimum
(KHM) Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa acuminata L.) 5%, 1
0%, 15%, dan 20% terhadap bakteri Streptococcus mutans
ATCC®
25175TM....................................................................................... 37
4.2. Pengamatan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Bubuk Kulit Pisang
Barangan Terhadap Bakteri Streptococcus mutans ATCC®
25175TM..................................................................................... 41

BAB 5 PEMBAHASAN

45

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

48
6.1. Kesimpulan................................................................................. 48
6.2. Saran........................................................................................... 48

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Kandungan Fitokimia Kulit Pisang

14
Tabel 2. Kandungan Mineral Kulit Pisang

15
Tabel 3. Kategori daya hambat

18
Tabel 4. Rata-rata diameter zona hambat bubuk kulit pisang barangan 5%,
10%, 15%, 20% fluor, kontrol positif, dan kontrol negatif serta
signifikansi (Oneway ANOVA) terhadap Streptococcus mutans ATC

C® 25175TM

38
Tabel 5. Hasil uji posthoc LSD perbedaan diameter zona hambat antar
kelompok dari konsentrasi bubuk kulit pisang barangan dengan

beberapa konsentrasi dan Streptococcus mutans ATCC ® 25175TM

40
Tabel 6. Rata-rata jumlah koloni dari beberapa konsentrasi bubuk kulit pisang
barangan serta signifikansi (Oneway ANOVA)

42
Tabel 7. Hasil uji posthoc LSD perbedaan jumlah koloni dari konsentrasi bubuk
kulit pisang barangan terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175T

xviii
M

44

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Diagram Keyes-Jordan


.......................................................................................................
.......................................................................................................
6
Gambar 2. Patogenesis karies gigi
.......................................................................................................
.......................................................................................................
8
Gambar 3. Streptococcus mutans di bawah mikroskop perbesaran 1000 kali
.......................................................................................................
.......................................................................................................
11
Gambar 4. Perbedaan karakter morfologis pohon, daun, braktea dan buah
pisang barangan di Kabupaten Deli Serdang
.......................................................................................................
.......................................................................................................
14
Gambar 5. Strerilisasi alat: A. Strerilisasi alat (gelas ukur, tabung reaksi, da
n cawan petri) didalam oven; B. Sterilisasi media di autoklaf; C.
Sterilisasi jarum ose dengan api bunsen (dokumentasi)
.......................................................................................................
.......................................................................................................
27
Gambar 6. a. Kulit pisang barangan; b. kulit pisang barangan yang sudah di
kupas dan dicuci bersih; c. Pengeringan kulit pisang barangan; d.
Penggrindingan kulit pisang barangan

xx
.......................................................................................................
.......................................................................................................
28
Gambar 7. Penggrindingan bubuk kulit pisang barangan dengan ball mill a.
bola baja misukan kedalam wadah; b. Bubuk kulit pisang barang
an dimasukkan kedalam wadah; c. Tutup wadah; d. Guci gerinda
dikunci rapat; e. Mesin ball mill diatur dengan kecepatan 800rp
m selama 1 jam; f. Bubuk kulit pisang dalam ukuran nano.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
29
Gambar 8. Proses uji dengan partikel size analyzer.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
29
Gambar 9. a. penentuan batas pengenceran;b. penimbangan jumlah bubuk;
c.pengenceran dengan akuades; d. pemindahan hasil pengencera
n ke wadah; e. penambahan akuades sesuai batas; f. penamaan k
onsentrasi.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
30
Gambar 10. a. Bubuk MHA; b. Bubuk ditimbang di neraca analitik; c. Bubuk
dilarutkan dengan akuades dan ditutup; d. Media disterilkan di a
kuades.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
31
Gambar 11. a. Bubuk MHB; b. Bubuk ditimbang di neraca analitik; c. Bubuk
dilarutkan dengan akuades dan ditutup; d. Media disterilkan di a

xxi
utoklaf.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
32
Gambar 12. Larutan McFarland 0,5.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
32
Gambar 13. Pembiakan bakteri Streptococcus mutans.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
32
Gambar 14. a. Media MHA; b. pengenceran bubuk kulit pisang barangan; c.
Streaking bakteri pada media; d. Kertas cakram diletakkan pada
cawan yang berisi media dan bakteri; e. Semua cawan petri di in
kubasi selama 24 jam; f. Pengukuran diameter zona hambat den
gan kaliper.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
34
Gambar 15. a. Pengambilan kertas cakram hasil zona bening; b. Hasil yang t
erbentuk dari zona hambat di swab; c. Cotton swab didiamkan d
alam tabung reaksi; d. Tabung reaksi di sterilkan dalam inkubato
r; e. Streaking pada media PCA; f. Cawan petri diinkubasi.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
36
Gambar 16. a. Bubuk MHA; b. Bubuk ditimbang di neraca analitik; c. Bubuk
dilarutkan dengan akuades dan ditutup; d. Media disterilkan di a
kuades.

xxii
.......................................................................................................
.......................................................................................................
38
Gambar 17. Hasil subkultur media PCA. a. kelompok k+; b. kelompok k-; c.
konsentrasi 20%; d. konsentrasi 15%; e. konsentrasi 10%; f.
konsentrasi 5%; g. fluor.
.......................................................................................................
.......................................................................................................
41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Kerangka Teori


.......................................................................................................
.......................................................................................................
57
Lampiran 2. Kerangka Konsep
.......................................................................................................
.......................................................................................................
58

xxiii
Lampiran 3. Alur Penelitian
.......................................................................................................
.......................................................................................................
59
Lampiran 4. Ethical Clearance
.......................................................................................................
.......................................................................................................
60
Lampiran 5. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian di
Laboratorium Cendikia
.......................................................................................................
.......................................................................................................
61
Lampiran 6. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian di Laboratoriu
m Mikrobiologi FK USU
.......................................................................................................
.......................................................................................................
62
Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian
.......................................................................................................
.......................................................................................................
63
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Zona Hambat
.......................................................................................................
.......................................................................................................
64
Lampiran 9. Hasil Analisis Jumlah Koloni
.......................................................................................................
.......................................................................................................
67

xxiv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut merupakan masalah yang perlu penanganan secara ko
mprehensif karena akan berdampak pada kondisi fisik, mental, dan sosial bagi individ
u yang menderita penyakit gigi. Karies timbul karena konsumsi gula berlebihan, kura
ngnya perawatan kesehatan gigi, serta keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehat
an gigi yang sesuai standar.1,2 Upaya dalam penanganan kesehatan gigi dan mulut jug
a dapat di tinjau dari aspek pengetahuan, lingkungan, pendidikan, dan kesadaran mas
yarakat.3 Berdasarkan Federation Dentaire Internationale (FDI), permasalahan umu
m yang muncul pada gigi dan mulut adalah karies gigi. Prevalensi permasalahan kese
hatan gigi dan mulut di Indonesia hingga saat ini masih tergolong tinggi. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, sebanyak 57,6 % penduduk I
ndonesia masih memiliki permasalahan kesehatan gigi dan mulut dengan indeks DM
F-T Nasional sebesar 7,1%.4 Peningkatan prevalensi karies gigi mencapai 90,05%, le
bih tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lain. 5 Tingginya prevalensi k
aries di Indonesia perlu penanganan dan kerja sama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat.
Karies gigi merupakan permasalahan yang ditandai dengan kerusakan jaringan
permukaan gigi mulai dari email, dentin, dan meluas ke daerah pulpa. Pembentukan k
aries disebabkan oleh adanya interaksi berbagai macam faktor antara lain host, substr
at, mikroorganisme, dan waktu, sehingga membutuhkan bahan yang bekerja memicu
remineralisasi sekaligus antibakteri.6 Beberapa bakteri yang terdapat pada rongga mul
ut yaitu Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas gingivalis, Streptococcus mutans
Streptococcus sanguis dan Streptococcus salivarius. Streptococcus mutans (S.mutan
s) adalah bakteri yang diakui sebagai penyebab utama dan paling bertanggung jawab
sebagai penyebab karies.7 Streptococcus adalah bakteri anaerobik fakultatif bersifat k
ariogenik membentuk koloni dan melekat erat pada permukaan gigi serta mampu m
emfermentasikan karbohidrat, menghasilkan asam, dan menurunkan pH permukaan
2

gigi menyebabkan demineralisasi sehingga terjadi karies.8,9 Tindakan pencegahan yan


g dapat dilakukan adalah dengan mengaplikasikan bahan remineralisasi gigi yang me
mberi ketahanan terhadap demineralisasi oleh asam sekaligus bersifat antibakteri yait
u fluor dengan menggantikan ion atau komponen yang hilang sehingga mencegah ak
umulasi plak. Salah satu sediaan fluor yang biasanya digunakan adalah NaF (Sodium
Fluoride) merupakan salah satu bahan yang sering digunakan karena dapat disimpan
untuk waktu yang agak lama, memiliki rasa yang cukup baik, tidak mewarnai gigi ser
ta tidak mengiritasi gingiva dan dianjurkan penggunaannya pada konsentrasi 2%. Pe
1
mberian Sodium fluoride dapat mengurangi kolonisasi bakteri pada permukaan gigi.
0

Fluor bekerja dengan mengurangi proses demineralisasi dan membentuk fluoro


apatit yang lebih tahan terhadap asam serta kemampuan antibakteri nya yang dapat m
enghambat enzim glikolitik penghasil asam.11 Namun, jika digunakan dalam jumlah b
erlebih maka akan menyebabkan terjadinya fluorosis.12 Dilaporkan bahwa pemberian
Sodium Fluoride 5% dan Acidulated Phospate Fluoride 1,23% berpengaruh dalam m
enurunkan jumlah koloni S. mutans.13
Penggunaan bahan remineralisasi sekaligus antibakteri bersifat non fluor yang b
erasal dari alam dapat digunakan karena lebih aman, tidak memiliki efek samping, da
n mudah didapat.14 Salah satu bahan alam yang dapat di manfaatkan sebagai bahan an
tibakteri adalah pisang barangan. Pisang barangan (Musa acuminata L.) adalah buah
khas Indonesia dan mudah di temukan di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli S
erdang merupakan lokasi yang terkenal penghasil pisang barangan di Sumatera Utara
dan tak jarang disebut sebagai pisang medan.15 Secara tradisional kulit buah pisang m
atang bagian dalam, telah digunakan untuk pemutih gigi, digosok-gosokkan pada gigi
selama lebih kurang 10 menit.16
Sering kali kulit pisang dibuang begitu saja sebagai limbah, padahal kulit pisa
ng tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan antibakteri S. mutans yang mengandung
mineral dan fitokimia.17 Penelitian Aboul, dkk (2016) menginformasikan bahwa kand
ungan fitokimia pada kulit pisang (Musa paradaisica L.) seperti flavonoid, tanin, fen
ol, dan saponin memiliki efek antioksidan, antimikroba, dan antiinflamasi.18 Kulit pis
3

ang merupakan sumber nutrisi yang sangat baik dan agen pemutih yang efektif untuk
gigi. Menyikat gigi menggunakan kulit pisang dapat menutrisi gigi dengan kandunga
n potasium, sehingga akan meremineralisasikan gigi.19
Metode dalam melihat aktivitas antibakteri digunakan metode difusi cakram Ki
rby-Bauer karena merupakan metode mendasar dan sederhana serta metode dilusi cai
r karena paling banyak digunakan juga direkomendasikan oleh CLSI.20 Tivani dkk. pa
da tahun 2021 melakukan penelitian mengenai uji efektivitas ekstrak kulit pisang kep
ok (Musa parasidiaca) terhadap bakteri S.mutans konsentrasi 5%, 15% dan 25%. Has
il penelitiannya didapatkan bahwa ekstrak kulit pisang kepok (Musa parasidiaca) ma
mpu menghambat pertumbuhan bakteri dengan kemampuan paling efektif pada konse
ntrasi 25% dan semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona hambat yang ter
bentuk.21 Evbuomwan dkk. tahun 2018 pada penelitiannya didapatkan bahwa ekstrak
kulit pisang (Musa acuminata) dapat menghambat pertumbuhan terhadap bakteri S.m
utans dimana pada konsentrasi 25% memiliki zona hambat sebesar 8 mm dan konsent
rasi 50% sebesar 25mm.22 Astiti dkk. pada tahun 2018 pada penelitiannya mengenai a
ktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphyl
ococcus aureus dan didapatkan bahwa ekstrak kulit pisang Mas dan Kepok adalah ek
strak yang aktif terhadap bakteri E.coli dan S.aureus, dengan Kadar Hambat Minimu
m (KHM) masing-masing 1% dan 0,5%, untuk kulit pisang Mas dan 0,5% serta 0,1%,
untuk kulit pisang Kepok.23
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengen
ai pengaruh bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan konsentrasi 5
%, 10%, 15%, dan 20% untuk mendapatkan data dan bukti tentang pemanfaatan kulit
pisang barangan (Musa acuminata L.) sebagai antibakteri terhadap Streptococcus
mutans ATCC® 25175TM. Penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengetahui Kon
sentrasi Hambat Minimun (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimun (KBM) dari akti
vitas antibakteri bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) terhadap pertumb
uhan Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.

1.2 Rumusan Masalah


4

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh bubuk kulit
pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% te
rhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zona hambat, Kadar Hambat Mi
nimum (KHM), dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) bubuk kulit pisang barangan (M
usa acuminata L.) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap pertumbuha
n bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.

1.4 Hipotesis Penelitian


Terdapat pengaruh bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%,
15%, dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.

1.5 Manfaat penelitian


1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada m
asyarakat umum mengenai bahan antibakteri alami yang aman bagi tubuh, mudah did
apat, dan murah sekaligus memanfaatkan kembali limbah kulit pisang barangan menj
adi produk yang bermanfaat bagi masyarakat.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai data awal ba
gi peneliti lain untuk dapat menelaah lebih lanjut mengenai pemanfaatan bubuk kulit
pisang barangan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% sebagai bahan alami un
tuk antibakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan b
agi dunia kedokteran gigi terkait pemanfaatan bubuk kulit pisang barangan dengan ko
nsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% sebagai bahan alami untuk antibakteri terhadap
Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi


2.1.1 Definisi karies gigi
Karies gigi adalah suatu proses yang dapat terjadi pada permukaan gigi rongga
mulut di mana plak gigi dibiarkan berkembang dalam jangka waktu tertentu. 24 Karies
gigi merupakan suatu penyakit kronis yang tidak dapat sembuh sendiri berupa rusakn
ya jaringan keras gigi yang menyebabkan dekalsifikasi email gigi dan terjadi secara l
okal akibat dari beberapa faktor pencetus. 25,26 Penyakit tersebut ditandai dengan adany
a proses demineralisasi atau rusaknya jaringan gigi dimulai dari permukaan gigi dan
25,27
meluas kedaerah pulpa. Karies pada gigi biasanya terjadi pada email, dentin, dan
sementum gigi. Tingkat keparahan karies gigi berbeda pada setiap individu tergantun
g dari faktor-faktor pendukung karies gigi.26 Berdasarkan jenisnya, karies dibagi menj
adi dua yaitu karies primer dan karies sekunder. Karies primer terletak di permukaan j
aringan keras gigi sedangkan karies sekunder terletak pada tepi tumpatan dikarenakan
adanya kebocoran mikro.28

2.1.2 Etiologi karies gigi


Berdasarkan diagram Keyes-Jordan, faktor utama yang merupakan pencetus terj
adinya karies gigi adalah host, agent, diet, dan waktu.28 Faktor pendukung te
rbentuknya karies dibagi menjadi dua, yaitu faktor predisposisi primer dan faktor pre
disposisi sekunder. Faktor predisposisi primer adalah faktor utama yang mendukung t
erjadinya karies seperti anatomi gigi, saliva, pH biofilm, komposisi biofilm, kadar flu
oride dalam tubuh, oral hygiene, sistem imun, dan faktor genetik lainnya. Faktor pred
isposisi sekunder yang mendukung terjadinya karies antara lain faktor tingkat pendidi
kan pasien, sosial-ekonomi, gaya hidup, kebiasaan, lingkungan, pekerjaan, dan usia.25
6

Gambar 1. Diagram Keyes-Jordan

Hubungan faktor utama pencetus karies gigi antara lain:


1. Host
Terbentuknya karies gigi diawali dengan adanya plak yang mengandung
bakteri.29 Host merupakan tempat dimana bakteri berkembang biak, yaitu gigi. Gigi d
apat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri karena pada gigi terdapat permukaan
yang ideal untuk bakteri berkolonisasi. Kawasan ideal pertumbuhan bakteri dan reten
si plak adalah anatomi seperti pit dan fissure karena daerah tersebut sulit untuk dibers
ihkan.28 Posisi gigi yang abnormal seperti migrasi atau rotasi dapat berdampak terhad
ap inisiasi karies gigi. Keadaan tersebut menyebabkan gigi sulit untuk dibersihkan se
hingga akan lebih rentan akumulasi makanan dan plak, permukaan gigi yang berdekat
an dengan gigi tiruan dan jembatan.29,30
Saliva mampu mempengaruhi terjadinya karies karena fungsi saliva yang
mampu menjaga kebersihan gigi dan mulut. Oleh karena itu, sekresi saliva yang sedik
it mampu menyebabkan karies gigi karena menurunnya kemampuan saliva untuk me
mbersihkan sisa makanan pada rongga mulut.31
2. Diet
Proses pembentukan karies tidak terlepas dari peranan asupan karbohidrat
yang merupakan salah satu nutrisi makro di dalam diet. Karbohidrat yang ada akan di
pakai oleh bakteri khususnya S. mutans untuk metabolisme dan menghasilkan asam la
ktat sehingga akan menurunkan pH rongga mulut dan menyebabkan demineralisasi e
namel.28 Konsumsi makanan yang sangat manis dan bersifat lengket mampu menyeba
bkan tingginya retensi makanan pada gigi dan sulit untuk dibersihkan. Beberapa jenis
7

karbohidrat tertentu seperti fruktosa, glukosa, dan sukrosa dapat meningkatkan penur
unan pH rongga mulut karena akan digunakan oleh bakteri untuk dimetabolisme.30
3. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan plak dan karies gigi
salah satunya adalah S. mutans, sekaligus menjadi bakteri utama dalam pembentukan
plak. Plak merupakan kumpulan bakteri yang tidak dapat terkalsifikasi berupa lapisan
lunak, dan dapat melekat pada seluruh permukaan gigi maupun tambalan gigi namun
paling sering terdapat pada permukaan yang sulit untuk dibersihkan. Komposisi mikr
oorganisme yang ada pada plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gr
am positif adalah jenis mikroorganisme yang paling banyak dijumpai seperti S. muta
ns.32 Bakteri S. mutans akan menghasilkan enzim yang membantu perlekatan bakteri k
e jaringan gigi dan kolonisasi. S. mutans memproduksi asam laktat dari proses metab
olisme yang akan membuat pH didalam rongga mulut menjadi asam sehingga terjadi
demineralisasi.28 S. mutans bersifat asidofilik yang artinya mampu untuk hidup dan be
rkembang dalam kondisi lingkungan yang sangat asam.30
4. Waktu
Secara umum, waktu merupakan faktor yang penting dalam terjadinya kar
ies karena akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Plak yang tidak segera
dibersihkan dalam kurun waktu 24 jam akan menyebabkan karies gigi, karena ketidak
seimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi gigi. 28 Lamanya perkembangan
karies menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, dapat diperkirakan 6-48 bulan.33

2.1.3 Patogenesis karies gigi


Proses terbentuknya karies dimulai dari suatu area kecil di permukaan enamel g
igi kemudian mengalami demineralisasi dan terus berlanjut sampai ke lapisan dentin. 3
4
Karies gigi tidak tanpa pembentukan plak sebelumnya. 30 Plak gigi adalah kumpulan
dari bakteri dan produknya yang menempel pada permukaan jaringan keras gigi. Awa
lnya, plak terbentuk dari hubungan ikatan antara lapisan pelikel yang normal berada d
i enamel gigi dan bakteri pencetus golongan streptococci penyebab radang. Plak akan
8

matang dalam waktu dua minggu dengan berbagai spesies bakteri lainnya, termasuk b
akteri S. mutans.35
Setelah plak gigi telah mengalami maturasi, proses pembentukan karies gigi ber
lanjut sebagai hasil metabolisme bakteri yang ada dalam plak. 28 Menurut teori Black,
bakteri yang ada didalam plak gigi akan menghasilkan asam yang akan melarutkan str
uktur jaringan keras gigi. Bakteri S. mutans akan menghasilkan asam laktat sehingga
menyebabkan pH rongga mulut berada pada lingkungan asam. Jika pH rongga mulut t
erus turun hingga di bawah 5,5 maka demineralisasi gigi akan terjadi secara terus-me
nerus hingga terbentuknya karies gigi.30

Gambar 2. Patogenesis karies gigi

2.2 Antibakteri
Antibiotik merupakan obat yang paling sering dimanfaatkan untuk mengobati p
enyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.36 Bakteri penyebab infeksi dan penyakit
dapat dicegah pertumbuhannya dengan antibakteri. Antibakteri merupakan zat yang
mampu menghambat perkembangan bakteri dan membunuh bakteri patogen yang
masuk masuk dan berkembang di dalam jaringan tubuh. Antibakteri dikelompok
kan menjadi dua yaitu bakterisidal yang dapat membunuh bakteri dan bakteriostat
ik yang menghambat pertumbuhan bakteri.37 Bahan antibakteri yang baik merupakan
bahan yang efektif dalam membunuh kuman namun tidak mengiritasi jaringan sekit
9

arnya. Adapun aktivitas suatu bahan antibakteri dalammenghambat pertumbuhan ba


kteri dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti kepadatan populasi bakte
ri, volume bahan antibakteri, kepekaan terhadap bahan antibakteri, lamanya pengapli
kasian bahan antibakteri, konsentrasi bahan antibakteri, suhu dan kandungan bahan
organik.38
Perbedaan struktur dinding sel bakteri juga dapat menentukan penetrasi, aktivit
as, dan ikatan senyawa antibakteri. Perbedaan aktivitas antibakteri yang terdapat pada
ekstrak terhadap bakteri gram positif disebabkan oleh komponen penyusun dinding se
l bakteri. Dinding sel penyusun pada bakteri gram positif hanya protein dan karbohidr
at yang menyebabkan dinding sel menjadi keras dan kaku sehingga menjadikan senya
wa yang terdapat pada ekstrak lebih mudah merusak dinding sel bakteri. Faktor utam
a yang mengakibatkan rusaknya dinding sel bakteri dimulai dari lipopolisakarida dan
porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa dan dapat mengurangi permea
bilitas membran sel bakteri yang mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi s
ehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat bahkan menyebabkan kematian.39

2.3. Streptococcus mutans


Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif yang sangat digemari kar
ena perannya dalam pembentukan karies gigi. Pada tahun 1924, J Clarke mengisolasi
suatu organisme lesi karies dari gigi manusia dan menamainya Streptococcus mutans,
karena mengira sel berbentuk oval yang ia amati adalah bentuk mutan streptokokus.4
0,41
Bakteri S. mutans merupakan flora normal yang hidup di rongga mulut, namun jik
a dalam jumlah berlebih dapat menjadi agen utama penyebab karies pada gigi. Meski
pun juga banyak bakteri lain yang melekat pada permukaan gigi tetapi hanya bakteri
S. mutans yang dapat menyebabkan lubang atau karies pada gigi.42 Bakteri S. mutans
melekat erat pada permukaan gigi yang dapat membentuk koloni dan merupakan mik
roorganisme kariogenik karena kemampuannya yang dapat memfermentasi karbohid
rat atau sukrosa menjadi lingkungan asam, menurunkan pH permukaan gigi pemicu te
rkikis nya permukaan gigi sehingga dapat terbentuk karies.43,44

2.3.1 Morfologi Streptococcus mutans


10

S. mutans memiliki karakteristik berwarna opak, bersifat anaerob fakultatif, ber


bentuk bulat atau oval, bersifat non-motil (tidak bergerak), berdiameter 0,7–0,9 μm, ti
dak membentuk spora, tersusun seperti rantai dan dalam bentuk rantai yang khas, ben
tuk kokus agak memanjang.45,9 S. mutans dapat tumbuh pada suhu antara 18-40o C ya
ng disebut dengan mesofilik. S. mutans dapat menghasilkan enzim glukosiltransferas
e (GTF) yang mampu mengubah sukrosa menjadi glukan, dan menjadi faktor virulen
si utama bakteri S. mutans.46 S. mutans sering disebut sebagai pathogen oportunistik
yang berarti dapat mengubah S. mutans komersal menjadi pathogen dalam kondisi ter
tentu.47 S. mutans biasa disebut mikroorganisme kariogenik karena kemampuannya d
alam memecah gula untuk dijadikan energi dan menghasilkan lingkungan asam, sehin
gga mendemineralisasi struktur gigi yang mengakibatkan lapisan gigi menjadi hancur.
44

Gambar 3. Streptococcus mutans di bawah mi


kroskop perbesaran 1000 kali (Apr
iliani S, 2020)

2.3.2 Taksonomi Streptococcus mutans


Istilah Streptococcus mutans diambil dari hasil pemeriksaan mikrobiologi meng
gunakan pengecatan gram. Streptococcus mutans memiliki bentuk yang berbeda dari
bentuk Streptococcus yang lain, sehingga disebut mutan dari Streptococcus.41 Takson
omi Streptococcus mutans yaitu :
Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacili
Ordo : Lactobacilalles
11

Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans.48

2.3.3 Virulensi Streptococcus mutans


Faktor-faktor virulensi S. mutans menjadikan bakteri tersebut dominan terhap k
aries gigi. Ada beberapa virulensi yang dimiliki S. mutans, antara lain:
1. Adhesi
Proses adhesi bakteri S. mutans dapat dilakukan dengan dua cara, pertama
dengan menggunakan protein yang milik bakteri tersebut, yang akan berikatan denga
n pelikel yang berada di lapisan terluar gigi. Pilihan lainnya adalah dengan mengguna
kan sukrosa melalui sintesis enzim glukosiltransferase (GTF) yang akan menghasilka
n matriks ekstraseluler polisakarida sebagai media perlekatan bakteri pada jaringan gi
gi.28 S. mutans akan menghasilkan enzim glukosiltransferase yang akan mensintesis s
ukrosa menjadi polisakarida ekstraseluler. Polisakarida ekstraseluler ini bersifat lengk
et dan tidak larut dalam air sehingga menjadikannya tempat yang cocok untuk perlek
atan bakteri spesies lain.30
2. Metabolisme karbohidrat
Enzim yang diproduksi selama proses metabolisme karbohidrat seperti fruk
tosiltransferase dan glukosiltransferase berperan dalam pembentukan polisakarida ek
straseluler.47 Polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan oleh S. mutans merupakan te
mpat bakteri menumpuk yang akhirnya akan membentuk plak gigi. Polisakarida ekstr
aseluler (EPS) juga mempengaruhi sifat fisik dan biokimia biofilm. 49
12

3. Asidogenik
S. mutans menghasilkan asam laktat, asam format, dan asam asetat sebagai
produk sampingan dari hasil metabolisme.47 Asam tersebut akan mempengaruhi pH li
ngkungan, sehingga dapat meningkatkan proporsi S. mutans dan spesies bakteri lain d
i dalam plak.48

2.4 Pisang Barangan (Musa acuminata L.)


Pisang barangan merupakan jenis pisang yang terkenal sebagai makanan yang d
ikonsumsi sebagai dessert atau pencuci mulut khususnya oleh masyarakat di Sumater
a Utara karena rasanya yang manis dan lezat. Pisang merupakan jenis buah yang tida
k mengenal musim sehingga ketersediaan nya relatif banyak sepanjang tahun, selain
itu harga pisang juga relatif murah. Pisang barangan memiliki ciri-ciri seperti bentuk
buah yang lurus, memiliki pangkal bulat, panjang buah 12-18 cm, dan diameter sekita
r 3-4 cm. Diperkirakan bahwa massa total buah pisang ini 35- 50% nya adalah kulit p
isang, yang akan dibuang menjadi limbah. Masyarakat belum banyak menyadari bah
wa kulit pisang sendiri memiliki potensi yang besar karena kaya akan nutrisi, yaitu mi
neral dan fitokimia bagi kesehatan.50,51 Pisang segar dimanfaatkan sebagai olahan sep
erti dodol, keripik pisang, cuka, godok, goreng pisang, kolak pisang, dan dapat dibuat
menjadi bubur pisang. Bunga pisang dari beberapa varietas pisang dapat dimanfaatka
n sebagai sayuran. Kulit pisang digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang dapat d
igunakan untuk menghasilkan alkohol yaitu etanol karena mengandung gula yang me
miliki aroma yang menarik.52 Kulit pisang juga dapat digunakan sebagai masker keca
ntikan dengan cara mengoleskan bagian dalam kulit pisang ke wajah. Pada tiap bagia
n dari pisang memiliki efek positif bagi kesehatan tubuh, tidak terkecuali dengan kulit
nya yang selalu mempunyai kesan tidak bermanfaat serta hanya menjadi limbahyang
nyatanya memiliki lebih banyak komponen antibiotik serta antifungal semacam
alkaloid, tanin, flavonoid, saponin serta steroid dibanding dengan bagian tumbuhan
pisang yang lain.53
13

Gambar 4. Perbedaan karakter morfologis pohon, daun,


braktea dan buah pisang barangan di Kabupa
ten Deli Serdang.15

2.4.1 Taksonomi pisang barangan (Musa acuminata L.)


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopsida
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberalles
Famili : Musaceae
Sub famili : Muscideae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminata Linn.54

2.4.2 Kandungan kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)


Kulit pisang barangan kaya akan senyawa bioaktif seperti mineral dan fitokimi
a. Komponen fitokimia dalam kulut pisang yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, d
an kuinon, sedangkan komponen mineral yang terdapat dalam kulit pisang barangan y
aitu kalsium, potassium, natrium, mangan, dan besi.55
14

1. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang memili


ki sifat efektif sebagai penghambat bakteri, virus, dan jamur, bekerja mendenaturasi p
rotein menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi
komponen protein (merusak dinding sel).56
2. Tanin berfungsi merusak dinding sel bakteri yang terbagi atas asam amin
o serta lipid. Rusaknya membran sel bisa mengakibatkan peningkatan permeabilitas s
el hingga menyebabkan rusaknya sel. Terhalangnya permeabilitas sel bisa mengakiba
tkan sel tak bisa melaksanakan kegiatan hidup sehingga pertumbuhan terhambat serta
terjadi pengerutan dinding sel bakteri hingga dapat mengakibatkan sel bakteri mati. 57

3. Alkaloid terdapat lebih dari 12.000 senyawa yang diketahui, dan strukt
ur dasarnya terdiri dari gugus amina basa dan diturunkan secara biosintesis dari asam
amino.58 Alkaloid berpengaruh pada kerusakan membran sel dan menjadi pendenatura
si protein di struktur bagian sel bakteri.57 Kandungan alkaloid akan tahan pada suhu
sampai dengan 138o C.59
4. Saponin memiliki kegiatan sebagai antibakteri dengan sistem bekerjan
ya yakni dengan metode merusakkan membran sel, perihal ini mengakibatkan bocorn
ya sel dan keluarlah bagian penting sel bakteri yakni asam nukleat, nukleotida dan pr
otein.57
5. Kuinon merupakan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri.60
Tabel 1. Kandungan Fitokimia Kulit Pisang.50
Bahan aktif Hasil
Alkaloid +
Flavonoid +
Tannin +
Saponin +
Kuinon +

Tabel 2. Kandungan Mineral Kulit Pisang.51


15

Makromineral Konsentrasi Mikromineral Konsentrasi


(mg/100g) (mg/100g)
Kalsium (Ca) 40,99 ± 2,51 Besi (Fe) 0,07 ± 0,00
Kalium (K) 1708,66 ± 0,95 Mangan (Mn) 0,52 ± 0,02
Natrium (Na) 9,28 ± 1,64 Tembaga (Cu) 0,06 ± 0,01
Fosfor (P) 27,84 ± 1,64 Zinc (Zn) 0,41 ± 0,01
Magnesium (Mg) 28,62 ± 0,95

2.5 Pembuatan Bubuk Kulit Pisang Barangan


Pembuatan bubuk kulit pisang dapat dilakukan melalui proses pengeringan dan
penggrindingan sehingga didapatkan bubuk kulit pisang. Waktu ekstraksi yang semak
in lama menyebabkan semakin lama efek pemanasan dan semakin lama kontak antara
padatan dengan solven yang akan memperbanyak jumlah sel yang pecah dan bahan a
ktif yang terlarut.61 Penurunan kadar air hingga 6,98% menandakan sampel kulit pisa
ng telah dalam kondisi kering.59 Bubuk kulit pisang dengan ukuran partikel yang lebi
h halus dapat diperoleh melalui proses ball milling. Ukuran partikel yang dihasilkan d
ari proses ball milling dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti kecepatan rotasi,
waktu penggilingan, dan jumlah bubuk yang akan dihaluskan.62

2.6 Pengukuran Aktivitas Antibakteri


Pengujian aktivitas adalah metode yang bertujuan menentukan kerentanan bakt
eri terhadap agen antimikroba dan menentukan senyawa murni dengan aktivitas antim
ikroba. Uji aktivitas antibakteri terdiri dari dua metode yaitu metode difusi dan dilusi.
Metode difusi terdiri dari difusi cakram Kirby-Bauer, difusi sumuran, difusi E- test.
Metode yang paling banyak dikenal dan dipakai oleh peneliti adalah metode difusi ca
kram Kirby-Bauer, dikarenakan metode ini merupakan metode yang mendasar dan se
derhana. Metode dilusi terbagi atas dua yaitu metode dilusi cair (broth dilution metho
ds) dan metode dilusi padat (solid dilution methods). Pengujian menggunakan metode
dilusi digunakan untuk menentukan secara kuantitatif konsentrasi minimal (mg/ml) z
at antimikroba untuk menghambat atau membunuh bakteri. Pengujian metode dilusi y
ang direkomendasikan oleh CLSI dan yang paling banyak digunakan yaitu metode dil
usi cair (broth dilution methods).63
2.6.1 Metode difusi cakram Kirby-Bauer
16

Metode difusi cakram Kirby-Bauer merupakan teknik standar untuk menguji pa


togen yang mengalami pertumbuhan dengan cepat. Metode ini merupakan metode ya
ng sederhana dan paling sering digunakan. Metode ini menggunakan kertas saring (bl
ank disc) yang digunakan untuk tempat menampung zat antibakteri yang diletakkan p
ada plat agar yang telah diinokulasi oleh bakteri, diinkubasi dengan waktu dan suhu t
ertentu. Standarnya sesuai dengan kondisi optimum dari bakteri yang akan diteliti. Se
telah diinkubasi, hasil diamati selama 18-24 jam dengan suhu 370C.64 Hasil didapatka
n melalui pengamatan terhadap ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk pada
kertas cakram yang memperlihatkan zona hambat. Kemudian dilakukan pengukuran t
erhadap zona hambat (KHM).65

2.6.2. Metode difusi sumuran (Agar well diffusion method)


Metode difusi sumuran banyak digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antibak
teri tanaman. Metode ini mirip dengan metode difusi cakram, permukaan plat agar dii
nokulasi dengan menyebarkan volume bakteri di dalam okulum ke seluruh permukaa
n agar. Metode sumuran dilakukan dengan membuat lubang dengan diameter 6-8 mm
secara aseptik menggunakan sterile cork borer (pemotong agar) dan menuangkan zat
antibakteri atau larutan ekstraksi dengan konsentrasi yang akan diteliti ke dalam sum
ur atau lubang yang telah dibuat. Kemudian, plat agar diinkubasi dengan tujuan meng
etahui pertumbuhan bakteri. Kemudian, dilakukan pengukuran diameter zona hambat
pada sekitar sumuran.65,66

2.6.3. Metode difusi agar strip (E-test)


Metode E-test merupakan metode in vitro yang baru dikembangkan untuk mene
ntukan konsentrasi hambat minimum (KHM) agen antimikroba pada media agar. Met
ode ini menggabungkan prinsip metode dilusi dengan metode difusi. Hal ini didasark
an pada prosedurnya yang membuat gradien konsentrasi dari agen antimikroba yang
diuji dalam media agar. Dalam prosedurnya, setiap strip diberikan agen antimikroba d
engan konsentrasi yang terkecil hingga terbesar dari ujung ke ujung lainnya. Strip ters
ebut diletakkan pada permukaan agar. Media agar harus diinokulasi dengan mikroorg
anisme yang akan diuji sebelum diletakkan strip yang telah diberikan agen antimikro
17

ba. Kemudian diinkubasi dalam semalam. Untuk menentukan KHM, dapat dilihat dar
i interaksi gradien dari agen antimikroba yang menunjukkan zona hambat berwarna b
ening berbentuk elips.66

2.6.4. Metode dilusi cair (Broth dilution methods)


Metode dilusi cair merupakan salah satu metode yang paling mendasar dalam m
enguji kerentanan antimikroba. Metode dilusi cair berfungsi untuk menentukan konse
ntrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Prosedur i
ni melibatkan pembuatan pengenceran agen antimikroba sebanyak dua kali lipat (mis
alnya 1,2, 4, 8, 16, dan 32 mg/mL) dalam media cair. Kemudian, setiap tabung diinok
ulasi dengan inokulum bakteri yang telah disiapkan dalam media yang sama setelah p
engenceran.66,67
Untuk menentukan nilai KHM dapat ditentukan dengan konsentrasi terendah ya
ng dapat menghambat pertumbuhan pada bakteri. Media yang tampak jernih memperl
ihatkan terjadinya penghambatan pada bakteri yang telah diuji. Sedangkan konsentras
i bunuh minimum (KBM) dapat ditentukan dengan menambah ulang bakteri pada tab
ung atau media cair yang telah ditentukan sebagai kadar hambat minimum (KHM) ya
ng tidak lagi ditambahkan agen antimikroba. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam
dengan suhu 35oC – 37oC. KBM ditentukan dengan melihat tabung atau media cair ya
ng masih tetap jernih dan bening.66,67

2.6.5. Metode dilusi padat (Solid dilution methods)


Metode ini mirip dengan metode dilusi cair, perbedaanya yaitu metode ini men
ggunakan media agar atau media padat. Setelah dilakukan pengenceran agen antimikr
oba, diikuti dengan inokulasi inokulum bakteri ke media agar atau cawan petri pada s
aat media agar telah membeku. Konsentrasi hambat minimum (KHM) ditentukan den
gan konsentrasi terendah dari agen antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Umumnya metode digunakan untuk organisme rewel (fastidious organisms) s
eperti anaerob dan spesies helicobacter. Digunakan juga untuk kombinasi agen-obat a
ntijamur terhadap Candida sp., Aspergillus Fusarium dan dermatofita.66,67
2.7 Kategori Daya Hambat Antibakteri
18

Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan cara mengukur diameter daya hambat
yang dihasilkan. Diameter daya hambat pertumbuhan bakteri diukur dalam satuan m
m. Kategori daya hambat antibakteri sebagai berikut:65

Tabel 3. Kategori daya hambat.65


Diameter Zona Hambat Kategori

>20 mm Sangat Kuat

10-20 mm Kuat

5-10 mm Sedang

<5 mm Lemah

2.8 Kerangka Teori

Kulit Pisang
Bakteri rongga mulut

Streptococcus mutans
19

Antibakteri

Kadar Hambat Kadar Bunuh Zona


Minimun Minimum hambat
20

2.9 Kerangka Konsep

Bubuk kulit pisang barangan (M


usa acuminata L.) konsentrasi Pengukuran aktivitas
5%,10%,15%, dan 20% antibakteri

Kadar Hambat Kadar Bunuh Zona


Minimum Minimun Hambat
21

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris, dengan
melakukan pengujian bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan
konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans ATCC® 25175TM.

3.2. Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini adalah post-test only control group design dengan mel
akukan pengukuran kelompok yang diberi perlakuan.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3.1. Lokasi penelitian
1. Pembuatan bubuk kulit pisang barangan 5%, 10%, 15%, dan 20% di Labo
ratorium Karya Inovasi Cendikia, Medan.
2. Pengambilan Sampel Bakteri, Penanaman bakteri, Pengujian Sampel, dan
Zona Hambat dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokter
an Universitas Sumatera Utara ( FK USU).

3.3.2. Waktu penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2023 – selesai.

3.4. Sampel dan Besar Sampel


3.4.1. Sampel penelitian
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah media Mueller Hinton Ag
ar (MHA) dan Mueller Hinton Broth (MHB) yang dibiakan dan ditanam
Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.
22

3.4.2. Besar sampel


Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Federer (1995).68
Untuk menunjukan berapa pengulangan dalam memperoleh data :

( t-1) (r-1) ≥ 15

t : jumlah perlakuan
r : jumlah pengulangan

Sampel penelitian terdapat kelompok sampel dan perlakuan yang dibagi


berdasarkan konsentrasi. Kelompok penelitian ini yaitu :
1. Kelompok I : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) konsentrasi 5% yang dienc
erkan dengan akuades.
2. Kelompok II : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) konsentrasi 10 % yang die
ncerkan dengan akuades.
3. Kelompok III : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) konsentrasi 15% yang dien
cerkan dengan akuades.
4. Kelompok IV : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) konsentrasi 20% yang dien
cerkan dengan akuades.
5. Kelompok V : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi fluor.
6. Kelompok VI : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang diber
i klorheksidin 2% sebagai kontrol positif.
7. Kelompok VII : Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diberi akuades sebagai kontrol negatif.
Rumus ini menggunakan jumlah perlakuan (t) sebanyak 7, maka jumlah
( r) minimum tiap kelompok ditentukan sebagai berikut :
23

( t -1 ) ( r – 1 ) ≥ 15
( 7 -1) ( r – 1 ) ≥ 15
(6) ( r - 1 ) ≥ 15
6r – 6 ≥ 15
6r ≥ 21
r ≥ 3,5

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Federer, diperoleh jumlah samp


el minimum untuk masing-masing kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah 4 s
ampel atau 4 kali pengulangan pada setiap konsentrasinya. Jadi, total sampel minimu
m dalam penelitian ini adalah 28 sampel.

3.5. Kriteria inklusi dan Eksklusi


3.5.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek utama penelitian yang memenuhi kri
teria untuk dijadikan sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria inklusi pada penelitia
n ini yaitu :
1. Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM di Unit Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran USU.

3.5.2 Kriteria Ekslusi


Kriteria ekslusi adalah karateristik subjek umum penelitian yang tidak memenu
hi kriteria untuk dijadikan sebagai subjek penelitian. Adapunkriteria ekslusi pada pen
elitian ini yaitu :
1. Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang sudah terkontaminasi
dengan pertumbuhan jamur dan mikroorganisme lain.

3.6 Variable Penelitian


3.6.2. Variable bebas
1. Bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan konsentrasi 5%,
10%, 15%, dan 20%.
24

3.6.2. Variable terikat


1. Besar diameter Zona hambat bubuk kulit pisang barangan (Musa
acuminata L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
2. Nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan nilai Kadar Bunuh Minimum
(KBM) bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) terhadap bakteri
Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.

3.6.3. Variable terkendali


1. Jenis pisang yang digunakan, yaitu pisang barangan (Musa acuminata L.)
yang diperoleh dari kebun di Jl. Sei Mencirim.
2. Media pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC® 25175TM.
3. Suhu inkubasi bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
4. Waktu inkubasi bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
5. Penggunaan alat, bahan, dan media yang steril.
6. Suhu inkubasi kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)
7. Waktu inkubasi kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)
8. Proses ekstraksi dan maserasi kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)

3.6.4. Variable tidak terkendali


1. Tingkat kematangan kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) yang digu
nakan sebagai bubuk.
2. Warna kulit pisang barangan (Musa acuminata L)
3. Lamanya waktu penyimpanan kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)

3.7 Definisi Operasional :


1. Bubuk kulit pisang barangan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% yang
dibuat dari campuran bubuk kulit pisang barangan dan akuades sehingga dip
eroleh konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%.
2. Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang tidak terkontaminasi di
ukur dengan Standar Mc. Farland 0,5 dengan satuan CFU/mL.
25

3. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah Mueller Hinton Agar (M


HA) dan Mueller Hinton Broth (MHB)
4. Suhu inkubasi bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM agar tetap bera
da pada suhu 37oC.
5. Waktu inkubasi bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang diguna
kan yaitu 18-24 jam.
6. Konsentrasi Hambat Minimun (KHM) adalah konsentrasi terendah dari bubu
k kulit pisang barangan dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans d
engan satuan CFU/mL.
7. Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) adalah konsentrasi terendah dari bubu
k kulit pisang barangan dalam membunuh bakteri Streptococcus mutans AT
CC® 25175TM dengan satuan CFU/mL.
8. Zona Hambat terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM adala
h tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhannya yang ditandai dengan ad
anya zona bening yang tidak ditumbuhi bakteri Streptococcus mutans ATCC
®
25175TM dengan satuan Milimeter (mm).

3.7. Alat dan Bahan Penelitian


3.7.1. Alat penelitian
1. Pisau
2. Keranjang
3. Lemari pengering (oven)
4. Kertas perkamen kajang
5. Blender
6. Toples kaca
7. Ose steril
8. Lampu spiritus
9. Inkubator
10. Cawan petri
11. Tabung Erlenmeyer
26

12. Jangka sorong


13. Tabung reaksi
14. Rak tabung
15. Timbangan digital
16. Spidol
17. Gelas ukur
18. Pipet tetes
19. Cotton swab steril
20. Kaliper digital
21. Autoklaf
22. Colony counter (Interscience Scan 300)
23. Ball mill
24. Partikel Size Analyzer (PSA)
25. Botol plastik
26. Masker dan handscoone

3.7.2. Bahan penelitian


1. Kulit pisang barangan ( Musa acuminata L. )
2. Akuades steril
3. Sediaan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
4. Plate Count Agar (PCA)
5. Sodium Fluoride (NaF)
6. Mueller Hinton Agar (MHA)
7. Muller Hinton Broth (MHB)
8. Kertas cakram steril
27

3.8. Prosedur Penelitian


3.8.1. Sterilisasi alat dan bahan
Alat yang akan digunakan pada saat penelitian harus dalam keadaan steril. Instr
umen yang berbahan kaca seperti gelas ukur dan media agar pertumbuhan mikroba di
sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C, 2 atm selama 15 menit. 69 Alat-alat
yang tidak berbahan kaca seperti cawan petri dapat disterilkan menggunakan oven pa
da suhu 170°C selama 1 jam. Pinset dan jarum ose dapat disterilkan menggunakan api
bunsen.

Gambar 5. Strerilisasi alat: A. Strerilisasi alat (gelas ukur, tabung reaksi, dan cawan pet
ri) didalam oven; B. Sterilisasi media di autoklaf; C. Sterilisasi jarum ose de
ngan api bunsen (dokumentasi)

3.8.2. Pembuatan bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)


1. Kulit pisang barangan sebanyak ±2kg dikupas lalu dicuci dibawah air men
galir, kemudian tiriskan.
2. Kulit pisang barangan dipotong-potong, lalu disusun diatas traylemari peng
ering yang telah dilapisi kertas perkamen dan dikeringkan dalam lemari pengering de
ngan suhu 45°C selama 5 hari.
3. Kulit pisang yang sudah dikeringkan dalam lemari pengering, dimasukkan
ke dalam blender untuk digrinding agar menjadi bubuk.
28

Gambar 6. a. Kulit pisang barangan; b. kulit pisang


barangan yang sudah dikupas dan dicuci bersih;
c. Pengeringan kulit pisang barangan;
d. Penggrindingan kulit pisang barangan.

4. Bubuk kulit pisang diayak dengan ayakan 230 mesh untuk mendapatkan bu
buk kulit pisang dengan ukuran yang homogen, yaitu 63 μm.
5. Bubuk kulit pisang di ball milling untuk medapatkan ukuran partikel bubuk
kulit pisang yang lebih halus dengan memasukkan bubuk kulit pisang dan bola baja p
enggiling ke dalam guci gerinda ball mill, kemudian diaduk menggunakan spatula.
6. Guci gerinda ball mill ditutup kemudian dipasang dan dikunci rapat,kemud
ian di masukkan ke dalam mesin ball mill. Mesin ball mill diatur dengan kecepatan 8
00 rpm selama 1 jam.
29

Gambar 7. Penggrindingan bubuk kulit pisang barangan dengan ball


mill a. bola baja misukan kedalam wadah; b. Bubuk kulit
pisang barangan dimasukkan kedalam wadah; c. Tutup wadah;
d. Guci gerinda dikunci rapat; e. Mesin ball mill diatur dengan
kecepatan 800rpm selama 1 jam; f. Bubuk kulit pisang dalam
ukuran nano.

7. Setelah dihaluskan, bubuk kulit pisang melalui proses ball milling dilakuka
n uji partikel size analyzer untuk mengetahui ukuran partikel bubuknya. Bubuk nano
dengan ukuran 0,11995 μm atau 119,95 nm.

Gambar 8. Proses uji dengan partikel size analyzer

8. Simpan hasil bubuk kulit pisang barangan dalam wadah kering yang bersih
lalu tutup rapat agar terhindar dari kotoran dan bakteri.70
30

3.8.3. Pengenceran bubuk kulit pisang barangan


Bubuk kulit pisang barangan dilarutkan menggunakan akuades untuk mendapat
kan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%.
Rumus pengenceran yang digunakan untuk mendapatkan konsentrasi tersebut s
ebagai berikut.71

V1 X C1 = V2 X C2
Keterangan:
V1 = Volume awal
C1 = Konsentrasi awal ekstrak
V2 = Volume akhir (V1 + pelarut)
C2 = Konsentrasi akhir ekstrak

1. Konsentrasi 20% = Dalam 50 mL, terdapat 10 gr bubuk kulit pisang b


arangan dan 40 mL akuades
2. Konsentrasi 15% = Dalam 50 mL, terdapat 7,5 gr bubuk kulit pisan
g barangan dan 42,5 mL akuades
3. Konsentrasi 10% = Dalam 50 mL, terdapat 5 gr bubuk kulit pisang b
arangan dan 45 mL akuades
4. Konsentrasi 5% = Dalam 50 mL, terdapat 2,5 gr bubuk kulit pisang
barangan dan 47,5 mL akuades.

a b c
\

d e f

Gambar 9. a. penentuan batas pengenceran;


b. penimbangan jumlah bubuk; c.pengenceran dengan akuades; d. pemindahan h
asil pengenceran ke wadah; e. penambahan akuades sesuai batas; f. penamaan ko
nsentrasi
31

3.8.4. Pembuatan media Mueller Hinton Agar (MHA)


Tambahkan bubuk MHA sebanyak 38 gram. Larutkan dalam 1L akuade
s disuspensi kedalam tabung Erlenmeyer. Kemudian panaskan sampai mend
idih dan diaduk sampai terbentuk larutan jernih. Tutup Erlenmeyer dengan
kapas yang sudah dilapisi aluminium foil dan sterilkan dengan autoklaf pad
a suhu 121oC, tekanan 2 atm dan selama 15 menit untuk inokulasi bakteri. 69
Lalu, media MHA dituang pada cawan petri masing-masing 10mL.

a b

c d

Gambar 10. a. Bubuk MHA; b. Bubuk ditimbang


di neraca analitik; c. Bubuk dilarutkan
dengan akuades dan ditutup; d. Media
disterilkan di akuades.

3.8.5. Pembuatan media Mueller Hinton Broth (MHB)


Tambahkan bubuk MHB sebanyak 21g/L sesuai kemasan kemudian laru
tkan ke dalam labu Erlenmeyer dengan 1L akuades. Kemudian panaskan da
n aduk dengan menggunakan hot plate dan stirrer selama 15 menit sampai
matang dan homogen. Lakukan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf de
ngan suhu 121oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit. Lalu, media MHB dituan
g pada cawan petri masing-masing 10mL.
32

a b

c d

Gambar 11. a. Bubuk MHB; b. Bubuk ditimbang


di neraca analitik; c. Bubuk dilarutkan
dengan akuades dan ditutup; d. Media
disterilkan di autoklaf.

3.8.6. Pembuatan standard kekeruhan larutan McFarland


Standard kekeruhan McFarland yang digunakan dalam penelitian ini adalah sta
ndar 0,5 yang ekuivalen dengan suspensi sel bakteri sebanyak 10 8 (CFU)/ml. Larutan
McFarland terdiri dari 2 komponen, yaitu larutan BaCƖ 2 1% dan H2SO4 1%. Larutan B
aCƖ2 1% sebanyak 0,05 ml dicampur dengan larutan H 2SO4 1% sebanyak 9,95 ml, ke
mudian diaduk hingga homogen dan terlihat keruh. Jangan lupa untuk mengaduk laru
tan hingga homogen setiap akan digunakan untuk membandingkan dengan suspensi b
akteri.72

Gambar 12. Larutan McFarland 0,5


33

3.8.7. Pembuatan Suspensi Bakteri dan Pembiakan Streptococcus mutans


ATCC 25175
1. Ambil bakteri dengan menggunakan ose dari biakan murni dan masukkan
ke dalam media Erlenmeyer yang berisi 2 ml Mueller Hinton Broth (MHB).73
2. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan masukkan ke dalam shaker
incubator dengan kecepatan 120rpm.
3. Kemudian ambil 1 mL dan masukkan ke dalam tabung reaksi dengan
menambahkan 9mL larutan NaCl 0,85% sampai didapatkan kekeruhan yang
disesuaikan dengan standar McFarland 0,5 untuk mendapatkan bakteri sebanyak
106 CFU/ml
4. Bandingkan kekeruhan suspensi bakteri dengan standar larutan McFarland
dengan cara memegang tabung secara berdampingan, satu tabung standar dan satu
tabung suspense bakteri. Jika kurang keruh, suspensi ditambahkan koloni sedangkan
jika lebih keruh ditambahkan NaCL 0,85%.
5. Suspensi bakteri sudah siap untuk digoreskan ke media Mueller Hinton
Agar (MHA).

Gambar 13. Pembiakan bakteri Streptococcus


mutans
34

3.8.8. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Zona Hamb


at Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, da
n 20%.
1. Siapkan 28 cawan petri, tuang media Mueller Hinton Agar (MHA) 15 mL
ke masing-masing cawan dan biarkan memadat.74 Kemudian beri label pada setiap ca
wan petri sesuai konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, fluor, kontrol positif, dan kontrol
negatif.
2. Celupkan cotton swab steril ke dalam bakteri yang sudah disiapkan
sebelumnya hingga meresap. Kemudian goreskan ke media MHA dari tabung dengan
metode streaking 3-4 bagian secara horizontal, dan putar cawan 180 o C. Lakukan
penggoresan sampai merata di media agar, inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
3. Selanjutnya ambil 30 kertas cakram steril yang sudah di rendam dalam
bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, 20%, fluor,
klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif.
4. Setelah itu, lakukan inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
5. Setelah 24 jam, amati zona hambat atau daerah bening pada daerah sekitar
cakram yang menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan bakteri. Kemudian ukur mengg
unakan kaliper digital. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan b
akteri dapat ditetapkan sebagai nilai dari Konsentrasi Hambat Minimum (KHM).

a b c

d e f

Gambar 14. a. Media MHA; b. pengenceran bubuk kulit pisang


barangan; c. Streaking bakteri pada media; d. Kertas
cakram diletakkan pada cawan yang berisi media dan
bakteri; e. Semua cawan petri di inkubasi selama 24 jam;
35

f. Pengukuran diameter zona hambat dengan kaliper.

3.8.9. Penentuan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Bubuk Kulit Pisang


Barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20%.
1. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode cair menggunakan media
Mueller Hinton Broth (MHB). Sediakan 28 tabung reaksi untuk 4 kali percobaan.
2. Masing-masing tabung reaksi diberi label sesuai dengan konsentrasi bubuk
kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, 20%, fluor, klorheksidin
0,2%, dan akuades. Setiap tabung diberikan larutan dengan suspensi bakteri 10 6
CFU/mL dan inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
3. Uji aktivitas antibakteri dalam penentuan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
dilakukan dengan metode streak plate di zona bening yang terbentuk pada setiap
konsentrasi menggunakan cotton swab steril.
4. Cotton swab dari zona hambat dicelupkan dan didiamkan selama ±10 menit
pada setiap tabung reaksi yang berisi media MHB.
5. Ambil 1 mL MHB dari masing-masing tabung reaksi yang sudah
dicelupkan cotton swab steril, lalu teteskan pada cawan petri steril dan tambahkan
Plate Count Agar (PCA).
6. Homogenkan dengan cara menggoyangkan petri membentuk angka 8.
Inkubasi seluruh cawan petri pada suhu 37oC selama 24 jam.
7. selama 24 jam. Nilai KBM ditentukan dengan media yang tidak ditumbuhi
bakteri.
8. Kemudian lakukan pengamatan dengan menggunakan alat colony counter,
hasil goresan pada cawan petri yang tidak terdapat pertumbuan bakteri ditetapkan
sebagai Kadar Bunuh Minimum (KBM).
36

a b c

d e f

Gambar 15. a. Pengambilan kertas cakram hasil zona bening;


b. Hasil yang terbentuk dari zona hambat di swab;
c. Cotton swab didiamkan dalam tabung reaksi;
d. Tabung reaksi di sterilkan dalam inkubator;
e. Streaking pada media PCA; f. Cawan petri
diinkubasi
3.9. Analisis Data
Data yang sudah diperoleh akan di masukkan ke dalam tabel program aplikasi p
engolahan data Statistical Packages of Social Science (SPSS). Data yang didapat dila
kukan uji deskriptif untuk mengetahui nilai rata-rata diameter zona hambat dan jumla
h koloni bakteri kelompok perlakuan, fluor, dan kelompok kontrol. Untuk melihat per
bedaan efektifitas antibakteri bubuk kulit pisang barangan pada konsentrasi 5%, 10%,
15%, dan 20% menggunakan uji One-Way ANOVA. Apabila data yang terdistribusi
normal terdapat nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0.05, maka dilakuka
n pengujian Post Hoc dengan uji Least Significant Different (LSD).

3.10. Etika Penelitian


3.10.1 Kelayakan etik (Ethical Clearence)
Penelitian ini dilakukan berpedoman pada norma dan etika yaitu Etika Penelitia
n. Penelitian ini telah lulus uji etik oleh Kepala Komite Etik Penelitian Kesehatan (K
EPK) di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) berdasarkan ket
entuan etika yang bersifat rasional.

BAB IV
37

HASIL PENELITIAN

4.1. Pengamatan Diameter Zona Hambat dan Kadar Hambat Minimum (KHM)

Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20

% terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM

Pengamatan zona hambat dan kadar hambat minimum (KHM) bubuk kulit
pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap bakteri
Streptococcus mutans ATCC®25175TM dilakukan dengan metode difusi cakram
Kirby-bauer menggunakan media Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah
diinokulasi dengan suspensi bakteri Streptococcus mutans pada cawan petri.
Perhitungan dilakukan terhadap setiap pengulangan dari keempat konsentrasi, fluor
dan dua kontrol secara menyeluruh setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Berdasarkan hasil penelitian, bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%,
10%, 15%, dan 20% terbukti memiliki kemampuan yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang ditandai dengan terbentuknya zona
bening disekitar kertas cakram. (Gambar 16)
38

A B C

D E F

Gambar 16.Hasil diameter zona hambat bubuk uji


a. Konsentrasi 5%; b. Konsentrasi 10%;
c. Konsentrasi 15%; d. Konsentrasi 20%;
e. Kontrol K+; f. Konsentrasi K-; g. Fluor
terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM

Hasil diameter zona bening diukur menggunakan kaliper sorong digital dapat
dilihat pada (Tabel 4).
Tabel 4. Rata-rata diameter zona hambat bubuk kulit pisang barangan 5%, 10%, 15%,
20% fluor, kontrol positif, dan kontrol negatif serta signifikansi (Oneway ANOVA)
terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM .
Diameter Zona Hambat (mm) P-
Konsentrasi Sampel Rata- Value
I II III IV rata±SD
5% 0 0 0 0 0 0,000
10% 10,5 10,3 10,6 10,4 10.45±0,13 1
15% 13,5 13,2 13,4 13,5 13,4±0,12
20% 13,8 13,9 13,7 13,7 13,8±0.082
Flour 0 0 0 0 0
39

K- (aquadest) 0 0 0 0 0
K+ (klorheksidin 0,2%) 24,5 24 24 24,2 24,175±0.2
0
Keterangan: *ada perbedaan yang signifikan (p<0,05)

Hasil penelitian diperoleh rata-rata diameter zona hambat bubuk kulit pisang
barangan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% terhadap Streptococcus mutans
ATCC® 25175TM masing-masing adalah 0 mm, 10,45±0,13 mm, 13,4±0,12 mm,
13,8±0,082 mm, fluor 0 mm. Pada kelompok kontrol, rata-rata diameter zona hambat
klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif sebesar 24,175±0,20 mm sedangkan kontrol
negatif yaitu aquadest adalah 0 mm yang berarti tidak ada daya hambat. Dari hasil ini
terlihat konsentrasi bubuk kulit pisang barangan dan klorheksidin 0,2% memiliki

daya hambat terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM, sementara aquadest


tidak ada daya hambat.
Berdasarkan hasil pengamatan zona hambat diperoleh nilai KHM dari bubuk
kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap bakteri
Streptococcus mutans pada konsentrasi 10%. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi
10% merupakan konsentrasi terendah dari bubuk kulit pisang barangan (Musa
acuminata L.) yang memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
Setelah dilakukan uji normalitas untuk menunjukkan bahwa data terdistribusi

normal, analisis data dapat dilanjutkan menggunakan uji Oneway Anova yang

bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan diameter zona hambat dari rata-
rata beberapa konsentrasi bubuk kulit pisang barangan, fluor, dan kelompok kontrol

terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM. Berdasarkan hasil uji Oneway


Anova diperoleh nilai p= 0,0001 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada diameter zona hambat dari beberapa konsentrasi bubuk kulit
40

pisang barangan (Musa acuminata L.) terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175
TM.

Selanjutnya dilakukan uji posthoc LSD setelah uji One-way Anova yang
bertujuan untuk melihat perbedaan diameter zona hambat antar 2 kelompok sebelum
dan setelah perlakuan dari beberapa konsentrasi bubuk kulit pisang barangan
terhadap S.mutans (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil uji posthoc LSD perbedaan diameter zona hambat antar kelompok
dari konsentrasi bubuk kulit pisang barangan dengan beberapa konsentrasi dan
Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
Konsentrasi 5% 10% 15% 20% Flour K- K+ 5%
5% - 0,003* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
10% 0,003* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
15% 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
20% 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
Flour 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000*
K- 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000*
K+ 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000*

Keterangan : *ada perbedaan yang signifikan

Berdasarkan hasil uji post hoc LSD yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan pada bubuk kulit pisang barangan (Musa
acuminata L.) konsentrasi 20%, 15%, 10%, 5%, fluor, kontrol positif, dan kontrol

negatif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC® 25175TM


antara dua kelompok yang berbeda dengan nilai p< 0,005.
41

4.2 Pengamatan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Bubuk Kulit Pisang Barangan
Terhadap Bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari bubuk kulit pisang barangan (Musa acu
minata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
pada penelitian ini dilakukan dengan metode streaking dari zona bening yang
terbentuk dari masing-masing konsentrasi pada penentuan KHM dan dilanjutkan
dengan melakukan subkultur pada media Plate Count Agar (PCA) dan diinkubasi
pada suhu 37oC selama 24 jam, dilanjutkan dengan melakukan perhitungan jumlah
koloni bakteri yang terbentuk menggunakan colony counter (Gambar 17).

A B C

D E F

Gambar 17. Hasil subkultur media PCA. a. kelompok k+;


b. kelompok k-; c. konsentrasi 20%; d. konsentrasi 15%;
e. konsentrasi 10%; f. konsentrasi 5%; g. fluor
42

Penentuan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) dapat diukur dengan melihat
tidak adanya pertumbuhan koloni pada media dengan konsentrasi terendah setelah
diinkubasi. (Tabel 6).

Tabel 6. Rata-rata jumlah koloni dari beberapa konsentrasi bubuk kulit pisang
barangan serta signifikansi (Oneway ANOVA)
Jumlah Koloni Bakteri (CFU/ml) P-
Konsentras
Sampel Rata- Value
i
I II III IV rata±SD
5% 4397 4670 4782 4431 4570±161.39 0,000
10% 1741 1652 1781 1693 1716.75±48.6 1
6
15% 122 131 124 142 129.75±7.8
20% 50 77 63 58 62±9.8
Flour 4135 3921 4243 4052 4087.7± 117.7
K- 5631 4834 4782 4431 4919.5± 439.0
K+ 0 0 0 0 0
Keterangan : *ada perbedaan yang signifikan

Berdasarkan hasil subkultur larutan uji, didapatkan bahwa rata-rata jumlah

koloni bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM pada subkultur konsentrasi


bubuk kulit pisang barangan 5% adalah 4570±161.39 CFU/ml, konsentrasi 10%
adalah 1716.75±48.66 CFU/ml, konsentrasi 15% adalah 129.75±7.8 CFU/ml,
konsentrasi 20% adalah 62±9.8 CFU/ml, fluor 4087.7± 117.7 CFU/ml, kelompok
kontrol negatif 4919.5± 439.0 CFU/ml, kelompok kontrol positif 0.
Hasil uji One-way Anova diperoleh nilai p=0,000 yang berarti bahwa ada

perbedaan yang signifikan rata-rata jumlah koloni dari beberapa konsentrasi bubuk

kulit pisang barangan terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM. Dari hasil
43

penelitian ini dapat dinyatakan bahwa terdapat daya antibakteri bubuk kulit pisang

barangan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25


175TM

Pengamatan dilakukan terhadap seluruh pengulangan dari setiap konsentrasi


bubuk pada waktu yang bersamaan. Nilai KBM dapat ditentukan dari konsentrasi
terendah atau terkecil bubuk yang mampu mereduksi 98%-99% dari jumlah koloni
bakteri Streptococcus mutans awal (kontrol negatif).

( A − B)
% Reduksi = x 100%
B
Keterangan :
A : Jumlah koloni bakteri pada konsewntrasi bubuk
B : Jumlah koloni bakteri (kontrol negatif)

Tabel 6. Hasil perhitungan kadar bunuh bubuk kulit pisang barangan (Musa
acuminata L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM
No Konsentrasi Bubuk Jumlah Selisih Persentase Reduksi

. (%) Koloni (B-A) (%)

(Rerata ±SD)
(CFU/mL)
1. 5% 4570±161.39 349,5 7,10%

2. 10% 1716.75±48.66 3202,7 65,10%

3. 15% 129.75±7.8 4789,7 97,36%

4. 20% 62±9.8 4857,5 98,73%

5. Flour 4087.7± 117.7 831,8 16,90%


44

6. K- 4919.5± 439.0 0 0%

7. K+ 0±0.0 4919,5 100%

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah koloni dan persen reduksi terlihat


bahwa bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) pada konsentrasi 5%, 10%,
15%, dan 20% masih terdapat pertumbuhan bakteri. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20%
belum memiliki kemampuan dalam membunuh atau mereduksi jumlah koloni bakteri
awal (kontrol negatif) sebanyak 98%-99%, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ditemukannya nilai KBM pada konsentrasi 5% sampai konsentrasi 20% bubuk kulit
pisang barangan (Musa acuminata L.).

Tabel 7. Hasil uji posthoc LSD perbedaan jumlah koloni dari konsentrasi bubuk
kulit pisang barangan terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM

Konsentrasi 5% 10% 15% 20% Flour K- K+


5% - 0,003* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
10% 0,003* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
15% 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000*
20% 0,000* 0,000* 0,000* - 0,000* 0,000* 0,000*
Flour 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* - 0,006* 0,000*
K- 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,006* - 0,000*
K+ 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* -

Keterangan : *ada perbedaan yang signifikan

Uji posthoc LSD menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada jumlah
koloni bakteri dari bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) konsentrasi

5%, 10%, 15%, dan 20%, terhadap Streptococcus mutans ATCC® 25175TM antara
45

dua kelompok yang berbeda (p< 0,05).


Maka demikian, dari hasil penelitian ini didapatkan nilai Kadar Hambat
Minimum (KHM) bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) berada pada
konsentrasi 10%, sedangkan nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) bubuk kulit pisang
barangan (Musa acuminata L.) belum ditemukan pada penelitian ini.

BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian eksperimental laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%,
dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 25175TM yang
diketahui merupakan bakteri yang paling umum berperan dalam menyebabkan karies
dan flora normal dalam rongga mulut. Adapun indikator yang digunakan dalam
penelitian ini adalah zona hambat, Kadar Hambat Minimum (KHM), Kadar Bunuh
Minimum (KBM) dari bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 1
5%, dan 20%. Penelitian ini menjadi dasar dalam pemanfaatan bubuk kulit pisang seb
agai alternatif dalam pencegahan karies yang disebabkan oleh Streptococcus mutans

ATCC® 25175TM.
Streptococcus mutans ATCC®25175™ merupakan bakteri gram positif yang
dapat hidup baik ada atau tanpa oksigen membentuk koloni dan melekat erat pada per
mukaan gigi serta mampu memfermentasikan karbohidrat, menghasilkan asam, da
n menurunkan pH permukaan gigi menyebabkan demineralisasi sehingga terjadi karie
s.8,9
Pengukuran diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan kaliper
pada daerah bening yang ada disekitar kertas cakram (Gambar ). Hasil penelitian ini
46

menunjukkan bahwa bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%,
15%, dan 20% memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans ATCC®25175TM (tabel 4) diperoleh rerata diameter hambat
bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap
bakteri Streptococcus mutans ATCC®25175TM masing-masing adalah 0,0±0,0 mm,
10,45±0,13 mm; 13,4±0,12 mm dan 13,8±0,082 mm. Kelompok kontrol positif
(klorheksidin 0,2%) didapatkan rerata±SD sebesar 24,175±0,20 mm, sedangkan
kontrol negatif (akuades) tidak ditemukan adanya hambatan Streptococcus mutans
ATCC®25175™.
Nilai Kadar Bunuh Minimum (KBM) tidak ditemukan pada seluruh
konsentrasi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) yang telah diuji, yaitu
pada konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan hasil perhitungan koloni
yang dibantu dengan menggunakan mesin colony counter menunjukkan bahwa masih
terdapat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Nilai KBM yang baik yaitu dari
konsentrasi bahan uji terendah yang dapat mereduksi bakteri 98%- 99%. 75. Dalam hal
ini menunjukkan bahwa bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.)
konsentrasi 20% masih belum mampu memenuhi syarat penentuan nilai KBM,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa pada konsentrasi diatas 20% ekstrak kulit
pisang barangan (Musa acuminata L.) mampu membunuh bakteri Streptococcus
mutans.
Pengaruh aktivitas antibakteri bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata
L.) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans ATCC®25175TM dapat dibuktikan dari hasil uji statistik
Oneway ANOVA diperoleh nilai signifikansi p = 0,000 dan p = 0,000 (P<0,05). Hasil
nilai yang signifikan ini menunjukkan bahwa terdapat aktivitas antibakteri dari bubuk
kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dalam menghambat dan membunuh
bakteri Streptococcus mutans ATCC®25175TM. Uji statistik Post-Hoc Test (LSD)
dilakukan untuk melihat kelompok yang memiliki perbedaan signifikan pada setiap
konsentrasi bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.).
47

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Supratman dan Christine (2


018) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit pisang barangan (Musa acumin
ata Colla) pada konsentrasi 12,4% terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphyl
ococcus aureus mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter sebes
ar 6,08 mm dan 6,15mm. Pada penelitian ini ekstrak kulit pisang barangan (Musa
acuminata L.) dengan bakteri yang berbeda yaitu Streptococcus mutans pada kon
sentrasi 20% mampu memberikan zona hambat yang setara dengan rata-rata diam
eter zona hambat sebesar 6,075±0,1708 mm.

Tivani dkk. (2021) melakukan penelitian mengenai uji efektivitas ekstrak


kulit pisang kepok (Musa parasidiaca) terhadap bakteri S.mutans konsentrasi 5%,
15% dan 25%. Hasil penelitiannya didapatkan bahwa ekstrak kulit pisang kepok
(Musa parasidiaca) mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan kemampu
an paling efektif pada konsentrasi 25% dengan rata-rata luas daerah hambat sebes
ar 3±3,3 mm dan semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona hambat ya
ng terbentuk.21 Evbuomwan dkk. (2018) pada penelitiannya didapatkan bahwa ek
strak kulit pisang (Musa acuminata) dapat menghambat pertumbuhan terhadap ba
kteri S. mutans dimana pada konsentrasi terendah 3,125% memiliki zona hambat
sebesar 8 mm dan konsentrasi tertinggi 100% sebesar 25mm.22 Dari hasil penelitia
n yang dipaparkan, dinyatakan bahwa ekstrak kulit pisang barangan (Musa acumi
nata L.) memiliki aktivitas untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Aktivitas antibakteri bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) ter
hadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC®25175TM dapat dibuktik
an dengan melihat zona bening yang terdapat pada konsentrasi bahan uji (gambar
0). Aktivitas antibakteri suatu ekstrak dapat dikatakan efektif apabila memiliki dia
meter zona hambat pertumbuhan bakteri sebesar kurang lebih 14-16 mm. 75 Berdas
arkan hasil penelitian ini, tidak ditemukan zona hambat bakteri sebesar 14-16 mm
pada setiap konsentrasi, kecuali pada kontrol positif (klorheksidin 0,2%) sebesar 2
4,175±0,2 mm. Klorheksidin 0,2% merupakan agen antimikroba spektrum luas ya
48

ng memiliki efek terhadap bakteri gram negatif gram positif dan klorheksidin me
miliki nilai inhibisi tertinggi terhadap pertumbuhan
S. mutans.
David dan Stout (1971) mengklasifikasikan daya hambat pertumbuhan ba
kteri dikategorikan lemah (diameter ≤5mm), sedang (diameter 5-10mm), kuat (dia
meter 10-20mm), sangat kuat (diameter >20mm). Hasil penelitian ini pada konsen
trasi 5% tidak memiliki daya hambat, konsentrasi 10% (10,45±0,13 mm) memilik
i daya hambat kuat, 15% (13,4±0,12 mm) memiliki daya hambat kuat, dan 20%
(13,8±0,082 mm) memiliki daya hambat kuat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian berdasarkan uji antibakteri bubuk kulit pisang barangan (Mu
sa acuminata L.) 5%, 10%, 15%, dan 20% terhadap bakteri Streptococcus mutans A

TCC® 25175TM ini dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Zona hambat bubuk kulit pisang barangan terhadap Streptococcus mutans

ATCC® 25175TM yang terkuat terdapat pada konsentrasi 20% (13,8 mm).
2. Kadar Hambat Minimum (KHM) bubuk kulit pisang barangan terhadap

Streptococcus mutans ATCC® 25175TM adalah pada konsentrasi 10%


(10,45 mm).
3. Kadar Bunuh Minimum (KBM) bubuk kulit pisang barangan terhadap

Streptococcus mutans ATCC® 25175TM tidak ditemukan diantara


konsentrasi uji yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20%.

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan nilai Kad
49

ar Bunuh Minimum (KBM) bubuk kulit pisang barangan (Musa acu


minata L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan konsentras
i lebih besar dari 20%.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri
bubuk kulit pisang barangan (Musa acuminata L.) dengan metode uj
i lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Safela Sd, Purwaningsih E, dan Isnanto I. Systematic Literature Review: Faktor


Yang Mempengaruhi Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar. J Ilmiah Keperaw
atan Gigi. 2021; 2(2):335-44.
2. Anil S, Anand Ps. Early Childhood Caries: Prevalence, Risk Factors, And Prev
ention. Frontiers In Pediatrics. 2017; 18;5:157.
3. Ramadhan A, Cholil C, Sukmana Bi. Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehata
n Gigi Dan Mulut Terhadap Angka Karies Gigi Di Smpn 1 Marabahan. Dentin
o: J Kedokteran Gigi. 2016;1(2):66-9.
4. Widodo W, Adhani R. Hubungan Antara Pengetahuan Kesehatan Gigi Dengan
Nilai Indeks Dmf-T Siswa Sekolah Menengah Pertama. Dentin. 2022; 24;6(1).
5. Sibarani MR. Karies: Etiologi, Karakteristik Klinis dan Tatalaksana. Majalah K
edokteran UKI. 2014 Apr 11;30(1):14-22.
6. Ramayanti S, Purnakarya I. Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies Gigi. J
Kesehatan Masyarakat Andalas. 2013;7(2):89-93.
7. Pintauli, S. and Hamada, T. Menuju Gigi dan Mulut Sehat: Pencegahan dan Pe
meliharaan. 2014; Medan: USU Press.
50

8. Suryani N, Nurjanah D, Indriatmoko Dd. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Batang


Kecombrang (Etlingera Elatior (Jack) Rm Sm.) Terhadap Bakteri Plak Gigi Str
eptococcus mutans. J Kartika Kimia. 2019;2(1):23-9.
9. Pujoraharjo P, Herdiyati Y. Efektivitas antibakteri tanaman herbal terhadap Str
eptococcus mutans pada karies anak. Indonesian J of Paediatric Dentistry.
2018;1(1):51-6.
10. Utami M. Efek Antibakteri Pasta Gigi Yang Mengandung Tea Tree Oil Terhada
p Bakteri Staphylococcus aureus.
11. Kanduti D, Sterbenk P, Artnik A. Fluoride: a Review of Use and Effects on Hea
lth. Mater Socio Medica. 2016;28(2):133-7.
12. Kabir H, Gupta AK, Tripathy S. Fluoride and human health: Systematic apprais
al of sources, exposures, metabolism, and toxicity. Crit Rev Environ Sc Techn
ol. 2020;50(11):1116-1193.
13. Tias RR, Kamaratih DA. Perbandingan Daya Anti Bakteri Sodium Fluoride De
ngan Acidulated Phospate Fluoride Terhadap Jumlah Koloni Streptococcus mut
ans. J Sintesis: Penelitian Sains, Terapan dan Analisisnya. 2022;3(2):123- 31.
14. Apriyuslim RP. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona
muricata L.) terhadap Salmonella typhi secara in vitro. J Mahasiswa PSPD FK
Universitas Tanjungpura. 2015;3(1).
15. Blandina B, Siregar LAM, Setiado H. Identifikasi Fenotipe Pisang Barangan
(Musa acuminata Linn.) di Kabupaten Deli Sedang Sumatera Utara. J Agroekot
eknologi FP USU 2019; 7(1): 94-105.
16. Sinaga MH, Bintarti T. KOMBINASI BUNGA KECOMBRANG (Etlinger elat
ior JACK) DAN KULIT PISANG DALAM FORMULASI PASTA GIGI BER
MANFAAT PADA PENGUJIAN ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus
mutans DAN Escherichia coli. Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist, Analyst,
Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist). 2019;14(1):85-0.
17. Ristiono A. Analisis Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Komponen Bat
erai Ramah Lingkungan. Mekanika. 2021;2(2).
51

18. Aboul-Enein AM, Salama ZA, Gaafar AA, Aly HF, Abou-Elella F, Ahmed HA.
Identification of phenolic compounds from banana peel (Musa paradaisica L.)
as antioxidant and antimicrobial agents. J of chemical and pharmaceutical resea
rch. 2016;8(4):46-55.
19. Bhavani M, Morya S, Saxena D, Awuchi CG. Bioactive, antioxidant, industrial,
and nutraceutical applications of banana peel. International Journal of Food Pro
perties. 2023 Sep 22;26(1):1277-89.
52

20. Aziz G. Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Kap
ang Endofit Daun Tanaman Bakung Rawa (Crinum jagus (J. Thomps.) Dandy)
(Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Il
mu Kesehatan, 2017).
21. Tivani I, Perwitasari M. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT PISANG KEP
OK (Musa paradisiaca) TERHADAP BAKTERI (Staphylococus Aureus, Stre
ptococus Mutan dan Eschericia Coli). Bhamada: J Ilmu dan Teknologi Kesehat
an (E-Journal). 2021;12(1):33-8.
22. Evbuomwan LU, Onodje GO, Jacob I, Patric CE. Evaluating the antibacterial a
ctivity of Musa acuminata (banana) fruit peels against multidrug resistant bacte
rial isolates. International J of Novel Research in Life Sciences. 2018;5(3):26-3
1.
23. Asih IA, Rita WS, Ananta IG, Sri Wahyuni NK. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Kulit Pisang (Musa sp.) Terhadap Escherichiacoli dan Staphylococcus aureus S
erta Identifikasi Golongan Senyawa Aktifnya. Cakra Kimia. 2018;6(1):56- 63.
24. Edwina K. Essentials of Dental Caries. 3rd ed. Oxford University Press; 2005.
25. Ritter AV, BoushellL W, Walter R. Sturdevant’s art and science of operative de
ntistry. 7th Ed. Missouri: Elsevier. 2019.
26. Fejerskov O, Nyvad B, Kidd EAM. Dental caries the disease and its clinical ma
nagement. 3rd Ed. West Sussex: Wiley Blackwell; 2015.
27. Gayatri RW, Mardianto M. Gambaran Status Karies Gigi Anak Sekolah Dasar
Kota Malang. PREVENTIA. 2016;1(1).
28. Yadav K, Prakash S. Dental caries : a microbiological approach. J Clin Infect D
is Pract. 2017;02(01):1–15.
29. Listrianah L, Zainur RA, Hisata LS. Gambaran karies gigi molar pertama perm
anen pada siswa–siswi Sekolah Dasar Negeri 13 Palembang Tahun 2018. JPP (J
urnal Kesehatan Poltekkes Palembang). 2018;13(2):136-49.
30. Garg N, Garg A. Textbook of operative dentistry. 3rd Ed. India: Jaypee; 2015
53

31. Adzakiyah T, Lipoeto I, Kasuma N. Pengaruh berkumur dengan larutan ekstrak


siwak (salvadora persica) terhadap PH saliva rongga mulut. J Sains Farmasi &
Klinis. 2015;2(1):74-7.
32. Gushyana EN. HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI KARIOGENIK TER
HADAP KARIES GIGI MOLAR SATU PERMANEN SISWA USIA 11-12 T
AHUN DI SEKOLAH DASAR LABSCHOOL UNNES SEMARANG (Doctor
al dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
33. Suryani L. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Penghasilan Kepala Keluarga de
ngan Karies Gigi Anak pada Masyarakat Desa Seubun Ayon Kecamatan Lhokn
ga Aceh Besar Tahun 2019. Jurnal Aceh Medika. 2020 Apr 30;4(1):85-93.
34. Amalia R. KARIES GIGI: Perspektif Terkini Aspek Biologis, Klinis, dan Kom
unitas. UGM PRESS; 2021 Dec 24
35. Xuedong Z. Dental caries, principles and management. London: Springer. 2016.

36. Husniah I, Gunata AF. Ekstrak kulit nanas sebagai antibakteri. J Penelitian Pera
wat Profesional. 2020;2(1):85-90.
37. Magani AK, Tallei TE, Kolondam BJ. Uji Antibakteri Nanopartikel Kitosan ter
hadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. J Bios
Logos. 2020;10(1):7-12.
38. Arlofa N. Uji kandungan senyawa fitokimia kulit durian sebagai bahan aktif pe
mbuatan sabun. J Chemtech. 2015;1(01).
39. Egra S, Mardiana M, Kurnia A, Kartina K, Murtilaksono A, Kuspradini H. Uji
Potensi Ekstrak Daun Tanaman Ketepeng (Cassia alata L) Dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Ralstonia solanacearum danStreptococcus sobrinus. Ulin–
J Hut Trop. 2019;3(1):25-31.
40. Lemos JA, Palmer SR, Zeng L, Wen ZT, Kajfasz JK, Freires IA, Abranches J,
Brady LJ. The biology of Streptococcus mutans. Microbiology spectrum. 2019;
7(1):10-128.
41. Fatmawati DW. Hubungan biofilm Streptococcus mutans terhadap resikoterjadi
nya karies gigi. STOMATOGNATIC-J Kedokteran Gigi. 2015;8(3):127-30.
54

42. Warganegara E, Restiana D. Getah Jarak (Jatropha curcas L.) sebagai Pengham
bat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans pada Karies Gigi. J Majority. 2
016;5(3):62-7.
43. Anastasia A, Yuliet Y, Tandah MR. MOUTHWASH FORMULATION OF TO
OTH PLAQUE PREVENTING OF KAKAO (Theobroma cacao L) SEED EXT
RACT AND EFFECTIVITY TEST ON Streptococcus mutans. J Farm Galen
(Galenika J Pharmacy). 2017.3(1):84.
44. Zelnicek T. Streptococcus mutans Tooth Decay: Microbiology in Arezzo. Univ.
of Oklahoma. Italy.2014.
45. Andayani R, Chismirina S, Kumalasari I. Pengaruh ekstrak buah belimbing wul
uh (Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi Streptococcus sanguinis dan Streptoco
ccus mutans secara in vitro. Cakradonya Dental J. 2014;6(2):727- 36.
46. Zenia Adindaputri U, Purwanti N, Wahyudi IA. Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk
Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) Konsentrasi 10% Terhadap Aktivitas Enzi
m Glukosiltransferase Streptococcus mutans.
47. Raganathan V, Akhila CH. Streptococcus mutans: has it become prime perpetra
tor for oral manifestations. J of Microbiology & Experimentation. 2019. p 208-
9
48. Metwalli KH, Khan SA, Krom BP. Streptococcus mutans, Candida albicans, an
d the human mouth: a sticky situation. PLOS Pathog. 2013;9(10):1-5.
49. Jurczak A, Bystrowska B, Skalniak A, Jurezak A. The virulence of Streptococc
us mutans and the ability to form biofilms. European J of Clinical Microbiology
& Infectious Diseases. 2014;33:499–515
50. Mohd Zaini H, Roslan J, Saallah S, Munsu E, Sulaiman NS, Pindi W. Banana p
eels as a bioactive ingredient and its potential application in the foodindustry.
J Funct Foods 2022; 92: 1-12.
51. Oyeyinka BO, Afolayan AJ. Comparative evaluation of the nutritive, mineral, a
nd antinutritive composition of musa sinensis l. (banana) and musa paradisiaca
L. (plantain) fruit compartments. Plants 2019; 8(12): 1-14.
55

52. Suhartanto, M. R., Sobir, dan Heri H. 2012. Buku Ajar. Teknologi Sehat Budid
aya Pisang : Dari Benih Sampai Pasca Panen. Pusat Kajian Hortikultura Tropik
a. LPPM-IPB. Bogor.
53. Arista N, Siregar RM. Uji aktivitas antioksidan ekstrak kulit pisang Barangan
(Musa Acuminata Linn) dengan metode DPPH. Nautical: Jurnal Ilmiah Multidis
iplin Indonesia. 2023 Mar 25;1(12):1477-84.
54. Ambarita MDY, Bayu ES and Setiado H. Identifikasi Karakter Morfologis Pisa
ng (Musa Spp.) Di Kabupaten Deli Serdang. J Agroekoteknologi Univ Sumater
a Utara 2016;4(1):1911–924.
55. Zulkifli B, Akmal M, Wahyuni S, et al. Identification of Active Compounds of
Kepok Banana Peel and the Effect on Testosterone Concentration in Male Rats
with High-Fat Diet. E3S Web Conf 2020;151(01026):1–5.
56. Sabir A. Pemanfaatan flavonoid di bidang kedokteran gigi. Maj Ked Gigi (Dent
J) FKG Unair 2003; (Edisi khusus Timnas III): 81–7.
57. Kurniawan A. Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Kepok dan Kelopak J
antung Pisang (Musa acuminata) terhadap bakteri Escherichia coli (Doctoral di
ssertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).
58. Vijayakumar R, Raja SS. Secondary Metabolites. BoD – Books on Demand; 20
18.
59. Dewi SU, Wuryandari W. AKTIVITAS ANTIFUNGI REBUSAN DAUN PANDA
N WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN can
dida albicans DENGAN VARIASI LAMA WAKTU REBUSAN (Doctoral disserta
tion, Akademi Farmasi Putera Indonesia Malang).2019
60. Saraswati FN. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit Pisa
ng Kepok Kuning (Musa balbisiana) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat (Stap
hylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Propionibacterium acne).
Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 2015 Oct.
61. Chairunnisa S, Wartini NM, Suhendra L. Pengaruh suhu dan waktu maserasi ter
hadap karakteristik ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana L.) sebagai sumbe
r saponin. J Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri ISSN. 2019;2503:488X.
56

62. Martins CC, Riva JJ, Firmino RT, Schünemann HJ. Formulations of Desensitizi
ng Toothpastes for Dentin Hypersensitivity : a Scoping Review. JAOS 2022; 30:
1–9
63. Yadav K, Prakash S, Khanal S, Singh J. Prevalence of Dental Caries among ado
lescence of Dhanusha District, Nepal. Janaki Med Coll J Med Sci. 2016;3(2):2
9-37.
64. Tenover. Antimicrobial Susceptibility Testing. 4th ed. Encyclopedia of Microbi
ology, Academic Press; 2019.
65. Nurhayati LS, Yahdiyani N, Hidayatulloh A. Comparison of the antibacterial ac
tivity of yogurt starter with disk diffusion agar and well difussion agar methods.
J Teknologi Hasil Peternakan. 2020;1(2):41-6.
66. Balouiri, Sadiki, Ibnsouda. Methods for in vitro evaluating antimicrobial activit
y: A review. J Pharm Anal. 2016;6(2):71-79.
67. Etikasari, Murharyanti, Wiguna. Evaluasi Pigmen Karotenoid Karang Lunak Sa
rcophyton Sp. sebagai Agen Antibakteri Potensial Masa Depan. Indones J Farm.
2017;2(1):28-36.
68. Mukhlisah M. Innovation Of The Utilization Of Musa Acuminata Leather Wast
e To Be Cocupi (Coockies Banana Leather) As A Health Promotion In Preventi
on Of Diabetes Mellitus. Inovasi-J Diklat Keagamaan. 2020 Dec 21;14(3):187-
200.
69. Ayen RY, Rahmawati M. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Sembun
g Rambat (Mikania micrantha HBK) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus c
ereus IHB B 379 dan Shigella flexneri. J Protobiont. 2017;6(2).
70. Rakhmawatie MD, Marfu'ati N. Pembuatan Simplisia dan Teknik Penyiapan O
bat Tradisional Jahe Merah dan Daun Pepaya untuk Standardisasi Dosis. Berdik
ari: J Inovasi dan Penerapan Ipteks. 2023 Apr 20;11(1).
71. Mariam F, Firdaus IW, Panjaitan FU. Uji Efektivitas Ekstrak Kulit Batang Poh
on Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) Terhadap Aggregatibacter actinomycete
mcomitans. Dentin. 2020;4(2).
57

72. Cahyani A, Anggraini DI, Soleha TU, Tjiptaningrum A. Uji Efektivitas Antibak
teri Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Pertumbuhan
Propionibacterium acnes In Vitro. Jurnal Kesehatan. 2020;11(3):414.
73. Sofidiana LL, Sulistyani E, Lestari PE. Daya Hambat Kombinasi Ekstrak Pegag
an (Centella asiatica, L.) dan Peppermint terhadap Pertumbuhan Streptococcus
mutans. Pustaka Kesehatan. 2022 Sep 30;10(3):195-201.
74. Hudaya A, Radiastuti N, Sukandar D, Djajanegara I. Uji aktivitas antibakteri ek
strak air bunga kecombrang terhadap bakteri e. coli dan s. aureus sebagai bahan
pangan fungsional.
75. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Ed 6. Jakart
a: DEPKES RI, 2020: 48.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Teori

Kulit Pisang
Bakteri rongga mulut

Bubuk Kulit Pisang Barangan (M Streptococcus mutans


usa acuminata L)Konsentrasi 5%,
10%, 15%, dan 20%
Virulensi
• Adhesi
• Mekanisme karbohidrat
• Asidogenik
58

Lampiran 2. Kerangka Konsep

Bubuk kulit pisang barangan (M


usa acuminata L.) konsentrasi Pengukuran aktivitas
5%,10%,15%, dan 20% antibakteri

Kadar Hambat Kadar Bunuh Zona


Minimum Minimun Hambat
59
60

Lampiran 3. Alur Penelitian


Persiapan Penelitian

Sterilisasi Alat Pembuatan Bubuk Nano Kulit Pisang Barangan


(Musa acuminata L.)
Pembuatan Media Bakteri MHA dan M
HB
Pengenceran Bubuk Kulit Pisang Barangan (Musa acuminata L.)
Pembuatan Larutan McFarland menjadi konsentrasi 5%,10%, 15%, dan 20%

Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Metode Dilusi Uji Antibakteri Metode Dilusi

Diameter Zona Hambat KHM, KBM

Pencatatan Hasil Pengujian

Pengolahan Data dan Analisis

Kesimpulan
61

Lampiran 4. Ethical Clearance


62

Lampiran 5. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian di Laboratorium Cendikia


63

Lampiran 6. Surat keterangan telah menyelesaikan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi F


K USU
64

Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian

Hasil pengulangan Penentuan Zona Hambat Penetapan KHM dan Subkul


tur Zona Bening

DZH 5% DZH 10%


DZH 15%

DZH 20% DZH K+ DZ


H K-
65

DZH F

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Zona Hambat


66
67
68
69

Lampiran 9. Hasil Analisis Jumlah Koloni


70
71

Anda mungkin juga menyukai