Anda di halaman 1dari 2

Hari ini kita memperingati Santo Padre Pio, seorang imam biarawan dari

Ordo Fransiskan Kapusin. Ia adalah seorang mistikus Gereja Katolik yang hidupnya
penuh dengan mujizat dan karunia rohani. Padre Pio dilahirkan pada tanggal 25
Mei 1887 di sebuah kota kecil bernama Pietrelcina, Italia selatan, Ia adalah anak
ke-5 dari 8 bersaudara dari keluarga petani. Sejak usia 5 tahun, ia sudah sering
mendapat penampakan Tuhan Yesus, Bunda Maria, bahkan setan. Tuhan
menganugerahkan kepadanya begitu banyak karunia rohani. Santo Padre Pio
memperoleh karunia stigmata, bilokasi, teleportasi, penglihatan, membaca
pikiran orang lain, karunia penyembuhan dan bahkan ia pernah membangkitkan
seorang gadis bernama Paolina yang sudah dinyatakan meninggal. Karena
kesucian hidupnya dan diteguhkan dengan begitu banyak kesaksian tentang
mukjizat yang dialami orang-orang berkat doa melalui perantaraannya, pada
tanggal 16 Juni 2002, ia dikanonisasi sebagai orang kudus oleh Paus Yohanes
Paulus II.

Di musim tanam padi, para petani selalu mempersiapkan benih untuk


ditaburkan di sawah atau ladangnya. Para petani tahu dan sadar bahwa benih-
benih itu bisa saja dimakan burung atau dirusak hewan lainnya. Bisa saja banjir
datang atau tanah longsor menimbunnya, atau bahkan dirusak hama. Tidak ada
jaminan bahwa ia akan berhasil. Tetapi dengan segala kemungkinan itu, sang
petani tetap saja menabur. Tentu dengan harapan kelak menuai hasilnya.

Injil hari ini menunjukkan bagaimana Yesus mengajar dengan bahasa


komunikasi yang mudah ditangkap oleh orang banyak. Yesus memakai
perumpamaan yang sangat dekat dengan kehidupan orang banyak. Dengan
begitu orang akan mudah memahami. Benih dan dunia pertanian adalah sikon
yang dihidupi setiap hari oleh mereka. Benih dan tanah dijadikan gambaran
bagaimana sabda diwartakan, ditabur dalam hati manusia.

Ketekunan sang petani menaburkan benih dapat kita bandingkan juga


dengan para penabur firmanTuhan. Ketika firman ditaburkan, berbagai respons
akan muncul. Ada yang menyambut dengan sukacita, mengimani dan
menghidupinya. Namun ada juga yang mengabaikannya. Ada yang menerimanya
hanya jika itu menyenangkannya. Dan ada juga yang menerimanya, namun tidak
sungguh mengimaninya, sehingga firman itu tidak berarti baginya.

Hati manusia adalah lahan/tanah dimana firman itu ditaburkan. Kalau hati
manusia adalah tanah yang subur maka sabda itu juga akan bertumbuh dan
berbuah. Namun jika hati itu adalah tanah berbatu, ditumbuhi semak duri atau di
pinggir jalan yang sering diinjak-injak orang, maka sabda itu akan mudah layu dan
mati. Kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing. Bagaimana kondisi lahan
hati saya ketika mendengar firman Tuhan. Yang subur atau yang keras membatu?
Kalau hati saya subur, buah-buah apa yang saya hasilkan untuk kebaikan sesama?
Kualitas hidup macam apa yang dapat saya sumbangkan bagi orang-orang di
sekitar saya? Jangan sampai sabda itu ditaburkan dengan sia-sia tanpa berbuah.

Semoga teladan St. Padre Pio menginspirasi kita terutama di Bulan Kitab
Suci Nasional ini untuk tekun dan setia membaca, merenungkan serta
mengamalkan Sabda Tuhan dalam hidup kita sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai