Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN SENAM ASMA UNTUK MENURUNKAN

FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PENDERITA


ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KARYA WANITA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH STUDI KASUS

HAFSHAH RAMADHANI
NIM. P032114401059

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


KEMENKES POLTEKKES RIAU
PRODI D-III KEPERAWATAN
PEKANBARU
2024
PENERAPAN SENAM ASMA UNTUK MENURUNKAN
FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PENDERITA
ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA
PUSKEMAS KARYA WANITA

Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus ini disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

HAFSHAH RAMADHANI
NIM. P032114401059

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


KEMENKES POLTEKKES RIAU
PRODI D-III KEPERAWATAN
PEKANBARU
2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit saluran pernafasan yang sering dijumpai dari anak-
anak hingga orang dewasa adalah asma. Asma adalah penyakit gangguan
inflamasi kronis saluran pernapasan yang ditandai adanya episode wheezing,
kesulitan bernapas, dada yang sesak, dan batuk. Inflamasi ini terjadi akibat
peningkatan pada saluran pernapasan terhadap berbagai stimulus. Pada asma
bronkial terdapat ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran
udara normal pernapasan terutama pada ekspirasi yang dicerminkan dengan
rendahnya APE. APE adalah nilai kekuatan aliran udara maksimal paru untuk
menilai ada dan berat obstruksi jalan napas, respon pengobatan, dan “asthma
attack” yang terjadi pada pasien asma bronkial (Hariani et al., 2023).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2019


memperkirakan 235 juta penduduk di dunia yang menderita penyakit asma
dan kurang terdiagnosis dengan jumlah angka kematian mencapai 80% di
negara berkembang (Kalsum & Nur, 2021). Sedangkan menurut GINA asma
mempengaruhi 300 juta orang di seluruh dunia. Ini merupakan masalah
kesehatan global yang serius dan mempengaruhi semua kelompok umur,
dengan peningkatan prevalensi dibeberapa negara berkembang, meningkatnya
biaya pengobatan, dan beban yang meningkat bagi pasien dan masyarakat.
Asma juga masih menjadi penyumbang banyak kematian di seluruh dunia,
termasuk dikalangan anak muda (GINA, 2021).

Di Indonesia, penyakit asma merupakan salah satu jenis penyakit yang


paling banyak dialami oleh masyarakat Indonesia, hingga akhir tahun 2020.
Jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5 persen dari total jumlah
penduduk Indonesia atau sebanyak 12 juta lebih (Kemenkes RI, 2022). Faktor
yang dapat memicu atau memperburuk gejala asma termasuk infeksi virus,
alergen, asap tembakau, olahraga dan stres. Tanggapan ini lebih mungkin
ketika asma tidak terkendali. Beberapa obat dapat menginduksi atau memicu
asma Global Initiative for Asthma (GINA, 2019). Pada serangan asma, pasien
mengalami kesulitan bernapas, mengi saat ekspirasi, sesak napas, batuk tidak
produktif, takikardi, dan takipnea. Serangan yang berat melibatkan otot
pernapasan tambahan dan mengi terdengar saat inspirasi dan ekspirasi, serta
memerlukan usaha untuk bernapas (Huether, 2019).
Penyebab asma belum diketahui secara pasti, namun asma bisa terjadi
dikarenakan adanya faktor beberapa faktor yaitu paparan terhadap alergen
seperti serbuk sari, debu, dan bulu binatang, infeksi virus, udara dingin, atau
stres. Asma sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang, terutama
ketika serangan asma terjadi. Serangan asma dapat menyebabkan sesak nafas
yang parah, batuk yang berkepanjangan, dan rasa nyeri pada dada. Pada kasus
yang parah, dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat
dan tepat (Kusuma & Herlambang, 2020). Oleh karena itu, perlu dilakukan
adanya pencegahan terhadap komplikasi lanjutan tersebut, dengan melakukan
penurunan frekuensi sesak napas terhadap penderita asma. Frekuensi sesak
napas pada asma dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk tingkat
keparahan asma, pengobatan atau obat obatan yang dikonsumsi penderita,
serta hal hal yang dapat memicu asma. Pada tiap individu yang menderita
asma, memiliki tingkat frekuensi sesak napas yang berbeda beda. Jika
frekuensi sesak napas penderita tidak berkurang akan sangat berpengaruh pada
kegiatan keseharianya. Maka dari itu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi frekuensi sesak napas adalah senam asma (Namirah et al., 2022).
Senam asma berguna untuk mempertahankan dan memulihkan
kesehatan khususnya pada penderita asma. Senam asma yang dilakukan secara
teratur akan menaikkan volume oksigen maksimal, selain itu dapat
memperkuat otot-otot pernapasan sehingga daya kerja otot jantung dan otot
lainnya jadi lebih baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup penderita asma (Kusuma & Herlambang, 2020). Senam asma dapat
meningkatkan kapasitas penderita asma dalam melakukan kegiatan sehari-
hari, yaitu meningkatkan kemampuan pernapasan, meningkatkan efisiensi
kerja otot-otot pernapasan, menambah aliran darah ke paru sehingga aliran
udara yang teroksigenasi lebih banyak, menyebabkan pernapasan lebih lambat
dan efisien, mengurangi laju penurunan faal paru, dan memperpendek waktu
yang diperlukan untuk pemulihan. Kemampuan tersebut dapat dibuktikan
dengan menaikkan toleransi terhadap latihan, berkurangnya kekambuhan,
menurunnya depresi dan kecemasan, perbaikan faal paru, dan menurunnya
resiko kematian sebelum waktunya (Dwipayanti & Siswantoro, 2021).
Menurut penelitan yang dilakukan oleh Isnaini Herawati et al., (2023)
didapatkan hasil bahwa setelah 3 kali melakukan senam asma dapat
memberikan dampak yang cukup baik untuk menurunkan kekambuhan dan
sesak nafas pada penderita asma bronkial. Jika responden rutin melakukan
senam asma maka akan merasakan kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan responden yang tidak rutin melakukannya. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Sri Kurnia Dewi et al., (2023) didapatkan hasil bahwa
setelah 3 kali dilakukan senam asma dalam seminggu dapat menurunkan
frekuensi kekambuhan pada penderita asma. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Rahmaya Nova Handayani (2023) didapatkan hasil bahwa
sebelum dilakukan senam asma, penyandang asma memiliki kualitas hidup
dengan rata-rata kurang 46,6% dan cukup 53,4%. Kemudian setelah 3 kali
dilakukan senam asma dalam seminggu kualitas hidup penyandang asma
meningkat menjadi 77,7% baik dan cukup 22,3% sehingga dapat disimpulkan
bahwa senam asma dapat meningkatkan kualitas hidup bagi para penderita
asma.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Penerapan Senam Asma Untuk Menurunkan Frekuensi
Kekambuhan Pada Penderita Asma Bronkial Di Wilayah Kerja Puskemas
Karya Wanita”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada karya


tulis ilmiah ini adalah : “Bagaimanakah Penerapan Senam Asma Untuk
Menurunkan Frekuensi Kekambuhan Pada Penderita Asma Bronkial Di
Wilayah Kerja Puskesmas Karya Wanita?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh dari penerapan senam asma untuk
menurunkan frekuensi kekambuhan pada penderita asma bronkial di
wilayah kerja puskesmas karya wanita.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui frekuensi kekambuhan sebelum dan sesudah
dilakukannya penerapan senam asma dengan mengobservasi
munculnya tanda dan gejala pada penderita asma bronkial di
wilayah kerja puskesmas karya wanita.
1.3.2.2 Mengetahui respiratory rate sebelum dan sesudah
dilakukannya penerapan senam asma pada penderita asma
bronkial di wilayah kerja puskesmas karya wanita.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang penerapan senam
asma untuk menurunkan frekuensi kekambuhan pada penderita asma
bronkial.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.1 Bagi Masyarakat
Mampu menerapkan senam asma secara mandiri untuk
menurunkan frekuensi kekambuhan.
1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Sebagai sumber informasi dalam memenuhi bidang ilmu
pengetahuan terutama dalam bidang keperawatan tentang
penerapan senam asma pada penderita asma bronkial.
1.4.3 Bagi Penulis
Penulis memperoleh wawasan dan pengalaman dalam
melaksanakan penerapan senam asma pada penderita yang
mengalami asma bronkial

Anda mungkin juga menyukai